Minggu, 17 November 2013

Taklukkan Singa Dalam Shalat

Taklukkan Singa Dalam Shalat
Ini sebuah kisah tentang sahabat Rasulullah SAW yang menaklukkan singa dalam shalatnya.

Para syuhadak zaman dahulu tidak hanya ahli dalam perang, namun juga khusyuk dalam beribadah.
Salah satunya adalah sahabat Amru bi Atbah.
Saking khusyuknya ia dalam shalat, sehingga seekor singa buas pun tunduk kepadanya.

Peperangan antara pasukan Islam dan pasukan kafir Quraisy kerap terjadi dalam waktu berhari-hari sehingga menghabiskan banyak tenaga.
Tidak seperti malam biasanya, malam itu tidak ada satu orang pasukan yang ditunjuk untuk berjaga mengantisipasi datngany musuh.
Mereka semua tertidur karena kecapekan.

Di tengah malam, Amru bin Atbah yang menjadi bagian dari pasukan itu terbangun dari tidurnya.
Seperti malam-malam biasanya, ia langsung mengambil air wudhu dari sungai yang tak jauh dari lokasi peristirahatannya.

Ia menuju tempat yang sepi dan melakukan shalat dengan pelepah daun sebagai alasnya.
Pada saat bersamaan, ada seorang pasukan yang terbangun dan mengamati apa yang dilakukan oleh Amru ini.
Ia melihat Amru shalat dengan begitu khusyuk, nyamuk pun tidak menjadi penghalang dalam melaksanakan shalat ini.

Tiba-tiba terdengar suara auman singa dengan sangat keras.
Begitu kerasnya sehingga membuat pasukan yang tidur menjadi terbangun.
Mereka lantas berlarian karena takut menjadi mangsa singa hutan itu.

Akan tetapi tidak bagi Amru.
Ia tak beranjak sedikit pun dari tempat sujudnya.
Mulutnya senantiasa melafalkan kalimat Allah tanpa merasa khawatir sedikit pun terhadap keselamatan jiwanya.

Karomah Allah
Singa buas itu pun mendekat ke arah Amru.
Sejenak ia mengelilingi Amru yang tetap pada ibadahnya.
Kemudian setelah selesai shalat dan mengucapkan salam, Amru menoleh ke arah singa tersebut.

"Wahai hewan liar carilah rezekimu di tempat lain." kata Amru meyuruh pergi.
Seolah mengerti bahasa manusia, singa itu pun pergi dan mengaum hingga terdengar sampai ke puncak pegunungan.
Sementara Amru masih melanjutkan shalatnya hingga waktu fajar.

Ketika singa itu pergi meninggalkannya, barulah pasukan Islam yang lain kembali ke tempat semula.
Mereka begitu terheran-heran melihat karomah yang dimiliki Amru.
Seorang di antara mereka menanyakan sesuatu kepada Amru.

"Tidakkah engkau merasa takut pada singa saat engkau sedang shalat tadi?" tanyanya.
"Sungguh saya merasa malu kepada Allah SWT jika saya takut kepada selain-Nya." begitu ucap Amru.

Wallahu A'lam....

http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2010/12/taklukkan-singa-dalam-shalat.html

Syeikh Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi.

Makamnya di atas bukit Bedugul Kab. Tabanan. Dikenal dengan “Makam Keramat Bedugul.”
Lokasi makam yang berada di atas bukit yang tinggi dan berada di tengah cagar alam milik Perhutani Kabupaten Tabanan menyebabkan peziarah harus benar-benar kuat dan mampu untuk bisa sampai ke sana. Biasanya peziarah yang ingin mengirim doa akan diarahkan ke sebuah masjid yang juga berada di atas bukit.
Dari halaman masjid, kita bisa melihat Danau Beratan yang sangat indah.
Ada yang ingat Danau Beratan..?? Coba lihat di uang 50 ribuan yang sisi belakang.. :D
Gambar yg ini 'hampir' mirip kayak yg di balik uang 50 ribu kan..?? :p

Mengenai kisah tentang Syeikh Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi belum ada yang berani menuliskan kisahnya karena masih banyak versi

Syaikh Muhammad bin Ali Ba Athiyyah

Pakar Fiqih, Pecinta Ahlul Bayt
Di samping mengajar, Syaikh Muhammad Ba Athiyyah juga banyak menghasilkan karya-karya penting. Di antaranya Ad-Durrah Al-Yatimah Syarh As-Subhah Ats-Tsaminah, Ghayah Al-Muna Syarh Safinah An-Naja, Zadul-Labib Syarh Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib, Mujaz Al-Kalam Syarh Aqidatul-Awam.

Ramah, murah senyum, rapi, dan berwibawa. Itu kesan yang muncul bila kita berhadapan dengan sosok yang menjadi figur kita kali ini, Syaikh Muhammad bin Ali Ba Athiyyah. Tokoh ulama dari Mukalla, Hadhramaut, ini kini sedang berada di Jakarta. Dan ini adalah kunjungannya yang pertama kali ke Indonesia.

Beberapa waktu lalu, alKisah me­nemui dan mewawancari beliau di tem­patnya menginap di sebuah apartemen di bilangan Casablanca, Jakarta Selatan. Dalam perjumpaan itu beliau didampingi Habib Abdurrahman Basurrah serta  be­berapa murid dan perwakilan beliau di Indonesia. Beliau menjawab pertanya­an-pertanyaan yang diajukan dengan lan­car, cerdas, dan terfokus pada isi pertanyaan yang diajukan.

Syaikh Muhammad bin Ali Ba Athiy­yah adalah seorang pakar fiqih dan me­miliki perhatian yang besar untuk men­cetak kader-kader ulama. Di antaranya, beliau lakukan melalui perguruan tinggi yang didirikannya, Jami‘ah Al-Imam Asy-Syafi‘i, di Mukalla, Hadhramaut, Yaman Selatan. Perguruan tinggi ini berawal dari masjid yang didirikan pada tahun 1421 H/2000 M oleh Syaikh Umar Ahmad Bah­sin dan Syaikh Umar Abud Bamakhis.

Universitas yang didirikan tahun 2012 ini memiliki misi mencetak generasi muda muslim yang profesional dalam bidang pendidikan dan dakwah Islamiyah serta berakhlaq karimah, serta mening­kat­kan kemampuan mereka da­lam mene­laah dan menggali khazanah ke­ilmuan dalam upaya menginternalisasi­kan nilai-nilai keislaman di dunia modern.

Program studi yang ditawarkan ada dua, yakni program diploma dua tahun dan program sarjana S1 selama dua ta­hun berikutnya. Perkuliahan dimulai se­tiap bulan Syawwal. Masa belajarnya empat tingkat, masing-masing tingkat ter­diri dari dua semester, dan setiap se­mester empat setengah bulan.

Lembaga ini kini telah memiliki ba­nyak perwakilan, yakni di Jawa Timur, Gresik, Jombang, Surabaya, Lamongan, Bojonegoro, Pasuruan, Malang, dan Bang­kalan-Madura. Kemudian Jawa Te­ngah, di Benda, Brebes. Lalu Jawa Barat di Cirebon. Juga tentu perwakilan Ja­karta, di Condet. Sedangkan perwakilan di luar Jawa adalah di Samarinda, Kali­mantan Timur. Bagi para calon maha­siswa asal Indonesia, dijadwalkan pem­berangkatan dua kali dalam setahun, yak­ni bulan Rabi’ul Awwal dan bulan Syawwal.

Menariknya, meskipun merupakan perguruan tinggi formal yang dikelola de­ngan sistem perkuliahan dan mana­jemen modern, pengajarannya dipadu­kan de­ngan metode-metode salaf. Di sam­ping mengikuti paket-paket perku­liah­an setiap semester sesuai dengan jad­wal yang telah ditetapkan, para ma­hasiswa juga menghafal berbagai kitab sebagaimana yang biasa di hafal di pe­santren-pesan­tren, yakni kitab-kitab Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib, Matn (Man­zhumah) Az-Zubad, Matn (Man­zhumah) Aqidah Al-Awam, Matn (Man­zhumah) Jauharah At-Tauhid, (Man­zhumah) Mulhatul-I‘rab, (Manzhu­mah) Rahabiyyah, (Manzhumah) Al-Bay­quniy­yah, (Manzhumah) As-Sullam Al-Munaw­waq.

Informasi lebih lengkap mengenai per­guruan tinggi yang beliau pimpin ser­ta wa­wancara ihwal hal itu dengan beliau insya Allah akan dimuat pada edisi men­datang.

Pada diri Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Sa‘id bin Abdullah Ba Athiyyah, ada disebutkan “Ba Athiy­yah”. Qabilah Ba Athiyyah berasal dari Qa­bilah Kindah, sebuah qabilah yang ter­masyhur.

Syaikh Muhammad Ba Athiyyah lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 1380 H, bertepatan dengan 1960 M, di Qarn Ba Hakim, salah satu desa di Wadi Du‘an Al-Ayman, Hadhramaut. Ayahan­da­nya berasal dari Khudaisy, sebuah desa di Wadi Du‘an Al-Ayman juga, te­tapi kemudian pindah ke Ba Hakim ber­sama ibundanya (nenek Syaikh Muham­mad), seorang wanita yang berasal dari Bani Baghlaf dari negeri Khusawfar. Neneknya itu pergi ke sini dan menikah se­telah sebelumnya bercerai dengan suaminya yang kemudian pergi ke Jawa.

Sekitar sebulan sebelum Syaikh Mu­hammad lahir, pintu rumah ayahanda­nya diketuk oleh sejumlah orang yang di­kenal kebaikannya. Mereka mengata­kan, “Selamat dengan Muhammad yang da­tang.”

Maka ayahandanya berkata kepada mereka, “Istriku belum melahirkan.”

Mereka tersenyum lalu pergi. Mung­kin inilah yang mendorong sang ayah me­nama­kannya “Muhammad”.

Di masa kanak-kanak, perkembang­an Syaikh Muhammad jauh dari perkem­bangan teman-teman sebayanya. Ketika usianya mencapai usia tamyiz (usia ka­nak-kanak yang sudah dapat membeda­kan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang bagus dan mana yang buruk, dan seterusnya), ayahnya pergi me­lakukan perjalanan, sehingga ia ke­mudian diasuh oleh ibundanya.

Sebelum berusia enam tahun, ia di­bawa sang ibu ke Ma‘lamah Al-Qarn. Di sana ia belajar membaca, menulis, dan Al-Qur’an Al-Karim. Di usia sangat belia itu, ikatannya dengan ahlul bayt telah sangat kuat, karena di desanya tinggal seorang quthb yang bersinar, Habib Shalih bin Abdullah Al-Attas, dan dua orang saudaranya, Habib Muhammad dan Habib Aqil. Syaikh Muhammad kecil selalu pergi ke tempat beliau dan duduk di sisinya satu atau dua jam untuk men­dapatkan keberkahan dan doanya. Habib Shalih pun sangat mencintainya. Hal ini menumbuhkan dalam hatinya rasa cinta kepada ahlul bayt sejak usia sangat muda.

Sejak kecil hatinya juga telah sangat terkait dengan rumah-rumah Allah. Di usia tujuh hingga delapan tahun, ia se­nantiasa pergi ke masjid. Saat itu pula ia mulai memasuki madrasah Ba Shadiq Al-Jufri di Khuraibah, di sana terdapat seorang faqih dan keberkahan kota Du‘an, yakni Habib Hamid bin Abdul Hadi Al-Jilani, ayahanda Habib Umar Al-Jilani, yang kini sering berkunjung ke Indonesia. Ia tinggal di sana selama satu tahun, kemudian pindah ke madra­sah-madrasah formal dan menimba ilmu di sana.

Pada tahun 1390 H/1970 M, saat usia­nya 10 tahun, sang ayah membawa mereka sekeluarga ke Hijaz. Maka sam­pailah ia dan keluarganya ke Jeddah di akhir bulan Dzulhijjah. Ia melanjutkan pendidikannya di madrasah-madrasah di kota ini hingga menyelesaikan pendi­dikan tingginya.

Syaikh Muhammad mengambil ilmu dari banyak ulama terkemuka. Di antara mereka adalah Habib Shalih bin Abdul­lah Al-Attas. Sejak muda ia telah sangat de­kat dengannya dan sangat mencintai­nya. Di antara gurunya juga adalah Ha­bib Abdullah Al-Habsyi. Beliaulah guru pertamanya setelah kepindahannya ke Jeddah. Kepadanya ia membaca kitab-kitab fiqih Safinatun-Najah dan Kifayatul Akhyar. Sedangkan kitab nahwu yang di­bacanya kepada beliau adalah Al-Kawakib Ad-Durriyyah. Ia juga mengha­diri pengajian yang beliau sampaikan di masjid dengan pegangan kitab Al-Idhah, karya Al-Imam An-Nawawi.

Di masa itu Syaikh Muhammad juga berubungan dengan seorang syaikh ter­kemuka, Syaikh Karamah Suhail. Kepa­da­nya ia membaca kitab Safinatun Na­jah dan syarahnya, Nailur Raja’, seba­nyak tiga kali. Syaikh Karamah berkata ke­padanya, “Kami membacakan kepa­da­mu kitab-kitab ini, tetapi syarah yang kami berikan kepadamu adalah syarah-syarah kitab Al-Minhaj.” Kemudian be­liau membaca kepadanya pembukaan kitab Al-Minhaj. Setelah itu sang guru menyuruhnya untuk membaca kitab `Umdah As-Salik.

Di antara gurunya juga seorang syaikh yang mencintai ahlul bayt, Syaikh Muhammad bin Umar Ba Khubairah. Gurunya ini sangat mencintainya. Ke­padanya Syaikh Muhammad membaca kitab Bidayah Al-Hidayah, karya Al-Imam Al-Ghazali, dan mendapatkan ijazah darinya.

Gurunya yang lain adalah seorang yang sangat tawadhu‘, Habib Abdurrah­man bin Ahmad Al-Kaf. Syaikh Muham­mad sangat sering menyertainya, ter­utama di masa Krisis Teluk. Kepadanya ia membaca kitab Dhau’ Al-Mishbah Syarh Zaitunah Al-Ilqah. Juga membaca sebagian dari kitab Al-Minhaj. Lalu kitab Sullam At-Taysir, sebelum kitab itu di­terbitkan.

Syaikh Muhammad juga berguru ke­pada Al-Allamah Al-Habib Abu Bakar Attas bin Abdullah Al-Habsyi. Ia mem­baca ki­tab Riyadhush-Shalihin dan men­dapat­kan ijazah darinya. Ia pun belajar kepada Ha­bib Ahmad bin Alwi Al-Habsyi dan mem­­baca kitab fiqih dan nahwu kepada­nya.

Masih banyak lagi gurunya yang lain, baik dari kalangan habaib maupun yang lainnya.

Sebagaimana ia menuntut ilmu sejak kecil dengan penuh semangat dan ke­sungguhan, demikian pula halnya dalam mengajar. Sebelum mencapai usia dua puluh tahun, ia telah mengajar di masjid-masjid mengenai ilmu tajwid, hadits, fiqih, faraidh, nahwu, dan ilmu kalam. Dan ini terus berlangsung hingga seka­rang, atas perintah para gurunya. Ratus­an orang telah belajar kepadanya me­ngenai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syari’at. Sebagian di antara mereka telah hafal Al-Qur’an. Se­bagian lagi ada yang ke­mudian meng­khususkan diri dalam men­dalami ilmu-ilmu syari’at dan ilmu-ilmu lainnya.


Syaikh Muhammad juga telah meng­a­jar di Madrasah Al-Falah dan madra­sah-madrasah lainnya selama kurang le­bih dua puluh tahun. Atas perintah guru-gurunya, ia juga berdakwah dan menye­barkan ilmu di berbagai tempat di Yaman umumnya dan Hadhramaut khususnya. Dan sebagaimana para ulama yang lain dan salafush shalih, ia pun menghadapi kesulitan-kesulitan, gangguan-ganguan, dan rintangan-rintangan selama belajar dan mengajar. Ia pun telah menanggung beban-beban yang berat sepeninggal ayahandanya. Namun semuanya tidak menjadi halangan baginya untuk menun­tut ilmu dan menyebarkannya.
Sebagai pribadi, Syaikh Muhammad adalah seorang yang sangat tawadhu’. Ia tak memandang dirinya memiliki ke­dudukan atau tempat tersendiri meski­pun para gurunya banyak memujinya dan bahkan iri (dalam arti yang positif) ke­padanya.

Sifat lain dari dirinya adalah sangat cinta dan menghormati ahlul bayt, baik yang besar maupun yang kecil. Ia juga se­orang yang selalu berwajah ceria, ber­gaul dengan orang lain dengan sangat baik, dan berpenampilan rapi.

Sebagai pendidik, ia mendidik para muridnya dengan ucapan dan tindakan di masa ketika pendidikan dalam arti sesungguhnya telah langka.

Ia pun selalu menjaga dan menyam­bung hubungan dengan kaum kerabat dan para ulama, dan senantiasa mengi­kuti perkembangan mereka dan mem­bantu mereka. Kebiasaan lain dirinya ada­lah selalu mendoakan para ulama dan penuntut ilmu di setiap tempat.

Dalam hal keilmuan, ia seorang yang banyak melakukan muthala‘ah, dan sa­ngat menekuni ilmu fiqih serta bahasa dan sastra Arab.

Perhatiannya besar terhadap kondi­si-kondisi yang dihadapi umat. Ia pun se­lalu menyerukan orang agar senantiasa ber­pegang pada Ahlussunnah wal Jama’ah.

Sebagaimana para ulama lainnya, ia pun sangat menyayangkan keengganan anak-anak muda untuk menuntut ilmu, khususnya ilmu fiqih.

Sampai sekarang ia tetap mengajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syari’at. Pintu ru­mahnya senantiasa terbuka bagi mereka yang ingin menuntut ilmu dan meng­inginkan mengambil bagian dari warisan nabi mereka.

Di samping mengajar, Syaikh Mu­ham­mad juga seorang yang banyak meng­hasilkan karya. Lewat tangannya telah lahir beberapa kitab penting. Di antaranya Ad-Durrah Al-Yatimah, yang merupakan syarah kitab As-Subhah Ats-Tsaminah, nazham Safinatun Najah, yang disusun oleh Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad. Itu atas saran Ha­bib Ahmad sendiri agar ia menyusun sya­rah kitab tersebut yang sedang, tidak terlalu tipis dan tidak pula terlalu tebal. Habib Ahmad juga menyarankannya me­­nyusun bahasan tentang haji untuk me­nyempurnakan Matn Safinatun Najah. Saran ini pun ia laksana­kan. Kitab ini te­lah dicetak dan mendapat sambutan yang sangat baik dari para guru dan para pelajar.

Syaikh Muhammad juga menyusun kitab Ghayah Al-Muna Syarh Safinah An-Naja. Kitab ini telah dicetak dan me­miliki banyak keistimewaan, di antaranya bahasanya yang mudah dicerna.

Karya lain yang disusunnya di an­taranya Zadul-Labib Syarh Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib, sebuah syarah yang luas yang menghimpunkan banyak persoalan dalam semua bab fiqih yang ada. Ia pun mensyarah kitab tauhid de­ngan judul Mujaz Al-Kalam Syarh Aqidatul-Awam. Kitab ini telah dicetak dan telah dirasakan manfaatkan di ber­bagai negeri.

Marga Al-Madihij

Madihij

Yang pertama kali dijuluki (digelari) "Al-Madihij" adalah Waliyyullah Abdullah bin `Aqil bin
Syaich bin Ali bin Abdullah Wadhab bin Muhammad Al-Manfar.

So'al gelar yang disandang Beliau, ada kemungkinan karena Beliau bermukim di suatu tempat yang disebut "Madihij".

Waliyyuilah Abdullah bin Aqil Al-Madihij dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lakilaki, hanya 1 diantaranya yang menurunkan keturunannya yaitu yang bernama `Aqil bin
Abdullah bin 'Aqil.

Waliyyullah Abdullah Al-Madihij pulang ke Rahmatullah di kota Tarim pada tahun 970 Hijriyyah.

Semoga Allah SWT memssukkan Beliau-Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para syuhada, para Auliya dan para Sholihin. Amin !.

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/10/marga-al-madihij.html

Marga Al-Aqil (Al-Bin-Aqil)

Bin'Aqil

Yang pertama kali digelari Bin Aqil adalah waliyullah Muhammad bin 'Aqil bin salim dan Zain bin 'Aqil bin Salim.

Muhammad bin 'Aqil bin salim dilahirkan di kota Inat. Dikaruniai 3 orang anak lelaki masing-masing adalah : 'Aqil;Alwi dan Afif.
• Masing masing menurunkan keturunan Al Bin 'Aqil.
• Zaid bin 'Aqil bin Salim dilahirkan di Silik. Dikaruniai 2 orang anak lelaki, masingmasing
adalah: husein dan 'Aqil.
• Waliyullah Muhammad bin 'Aqil pulang ke Rahmatullah di kota Inat pada tahun 1032H.
• Waliyullah Zain bin 'Aqil pulang ke Rahmatullah di kota Silik.

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/10/marga-al-aqil-al-bin-aqil.html

Marga Al Atthas

Al Al-Attas Al Asseggaf Al Alawi Ibnul Faqih

Yang pertama kali digelari "Al-Attas" adalah Habib Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Fagih Al-Mugaddam.


Nasab (Keturunan) al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas
Nama beliau adalah Al-Habib Umar bin Abdurrahman bin Agil bin Salim bin Ubaidullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Syeikh al Ghauts Abdurrahman as-Seggaf bin Muhammad Maulah Dawilah bin Ali bin Alawi al Ghoyur bin Sayyidina al Faqih al Muqaddam Muhammad bin Ali binl Imam Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Imam al Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad an Naqib binl Imam Ali al Uraidhi bin Jaafar as Shadiq binl Imam Muhammad al Baqir binl Imam Ali Zainal Abidin binl Imam Hussein as Sibith binl Imam Ali bin Abi Thalib dan binl Batul Fatimah az-Zahra binti Rasullullah S.A.W.

Tentang Asal-Usul gelaran nama keluarga “Al-Attas”,
Kata al- Habib Ali bin Hassan al-Attas: “Sebenarnya apa yang diucapkan oleh Syeikh al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad yaitu bahawa “Beliau dinamakan al-Attas yang bermaksud bersin, kerana beliau pernah bersin ketika masih berada di dalam perut ibunya”, adalah benar, hanya menurut khabar yang paling benar dikatakan bahawa pertama kali bersin ketika masih berada di perut ibunya adalah Habib Aqil yang terkenal hanya Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, sehingga berita itu hanya dikenal pada diri beliau dan anak beliau dan anak cucu Aqil dan Abdullah, saudara beliau. Sedangkan anak cucu Sayyidina Aqil bin Salim yang lain dikenal dengan nama keluarga Aqil bin Salim (ataupun Al Ba Aqil)”.
Waliyullah Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas pulang ke rahmatullah pada tahun 1072 Hijriyyah dan dikenali sebagai Al-Qutb Aal-Anfaas. Dia adalah Syeikh/Ustadh Sayyiduna’l Imam al-Habib Abdallah ibn ‘Alawi Alhaddad, yang digelar al-Qutb ul Irshad.
Semoga Allah SWT memasukkan beliau-beliau ke dalam surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para syuhada, para Auliya dan para Sholihin.
Amin. !
Wallahualam

Soal gelar yang disandangnya, karena atas Rahmat (Hidayah) yang diberikan oleh Allah SWT
kepada beliau, maka ketika beliau masih berada dalam kandungan ibunya, beliau dapat bersin
dan mengucapkan Alhamdulillah yang dapat di dengar pula oleh ibunya.

Bersin dalam bahasa arab ialah "Athasa", dan orang yang bersin disebut "Al-Athtas"

Beliau dilahirkan di kota Silk (Hadhramaut), dan dikarunia 5 orang Putera, 3 diantaranya yang
melanjutkan keturunannya, yaitu :

1. Abdullah, keturunannya hanya berada di Yafi' (Hadhramaut)
2. Agil, keturunannya Al-Attas Al-Agil
3. Umar, Shohibur Ratib Al-Athas, keturunannya kebanyakan berada di Indonesia.
Beliau dikarunia 4 orang putra yaitu :

a. Husein, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Mukhsin, Al-Ahmad,Al-Thalib, Al-Umar, Al-Hamzah, Al-Hasan, Al-Mushanna, Al-Ba'ragi, Al-Ali,Al-Ham, Ath'thuyur,Al-Bin Ya'far, Al-Muwar, Al-Bathah.

b. Salim, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Salim bin Umar, Al-Yabis, Al-Habhab, Al-Bu'un, Al-Syami.

c. Abdullah, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Maut, Al-Mahlus,Al-Bin Hasan, Al-Bin Hud, Al-Bin Hadun.

d. Abdurrahman, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Fagih, Al-Bagadir.

Habib Abdurrahman bin Agil bin Salim Al-Attas wafat di kota Huraidhah sekitar tahun 1200 Hijriyah.

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/10/marga-al-attas.html

Habib Idrus bin Hasan Al-Habsyi

Habib Idrus adalah Hoofd der Arabieren, pemimpin komunitas orang Arab di Banjarmasin pada zaman penjajahan Belanda. Habib Idrus bin Hasan bin Aqil Al-Habsyi merupakan orang penting dari golongan keluarga keturunan yang duduk di Dewan Pengadilan/Kehakiman di Banjarmasin, lembaga pemerintahan yang dibentuk setelah Kerajaan Banjar dihapuskan Belanda per 11 Juni 1860.

Habib Idrus meninggal dunia tahun 1876 dan dimakamkan di Turbah (makam/kubur) Sungai Jingah Banjarmasin. Putranya Habib Hasan bin Idrus Al-Habsyi menjadi penerusnya sebagai Kapten Arab (Kaptein der Arabieren). Habib Idrus dan putranya Habib Hasan pada masa itu berdomisili di Kampung Ujung Murung Banjarmasin.

Selain anak beranak ini, kerabat keluarganya yang lain juga bermakam di Turbah Sungai Jingah. Selain keluarga Al-Habsyi terdapat juga makam keluarga Assegaf, Ba’abud, Al-Kaff, Al-Hinduan, Bilfaqih, Alaydrus, Al-Hadi, Al-Qudsyi, Al-Bahasyim, Aidid, Shahab, Al-Hamid dan marga-marga lain keturunan anak cucu Nabi Muhammad.
Sebagai tokoh paling sepuh dari  keluarga habaib di Banjarmasin makam Habib Idrus ramai dkunjungi peziarah dari pelbagai daerah. Komunitas dan kelompok pengajian datang melakukan ziarah pada saat tengah malam.

Sementara dari pihak keluarga dan kerabat sering terlihat datang menziarahi leluhurnya pada pagi hari Jumat sebelum waktu Shalat Jumat.

- See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/makam-tua-habib-idrus-bin-hasan-al-habsyi.html#sthash.iZwYD9LN.dpuf


Habib Ali Bin Umar Bin Abubakar Al Khamid

Kalau di Jawa ada istilah Wali Songo, tokoh-tokoh penyebar Islam yang jumlahnya sembilan, di Bali ada pula istilah Wali Pitu. Bagaimana kisahnya dan siapa saja Wali Pitu itu?
Syiar Islam di Bali memiliki kisah tentang keberadaan Wali Pitu. Mereka merupakan para penyebar Islam yang telah mencapai derajat kewalian yang jumlahnya tujuh orang. Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Denpasar, Mustofa Al Amin, nama Wali Pitu merupakan hasil penelitian dari Habib Toyib Zein Assegaf.
“Beliau mendapat isyarat secara kesufian, beliau selalu mendapatkan mimpi secara berulang datang ke bali, hingga suatu waktu beliau bertemu dengan orang Bali yang kebetulan datang ke mojokerto dalam rangka belanja sepatu untuk kepentingan usahanya, kemudian Beliau Habib Toyib ikut dengan orang Bali tersebut sampai ke bali. Kemudian sesampainya di Bali berdasarkan isyarah yang datang kepada Beliau, dengan di temani seorang temannya yg berada di Monang Maning, Beliau melakukan penelitian lapangan, dalam pencariannya untuk menguak tentang adanya ketujuh orang penyiar Islam di Bali ini dan fakta membuktikan isyarat itu benar adanya. Itulah yang dikenal dengan istilah Wali Pitu.
Meski fakta membenarkan keberadaan Wali Pitu, namun penetapan nama itu sendiri bukan berdasarkan kesepakatan umat muslim Bali. Kendati begitu, bukan berarti kiprah Wali Pitu tidak diakui dalam konteks syiar Islam di Bali.
“Validitasnya tidak bisa menyamai Wali Songo, karena kiprah mereka dari cerita ke cerita, bahwa Wali Pitu memiliki pengaruh dan karomah yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Bali,” ulasnya.
“Artinya tidak salah jika umat muslim menjadikan Wali Pitu sebagai panutan. Hanya saja, bagi para peziarah makam Wali Pitu ini tetap tidak boleh menyimpang dari syariah.”
MUI sendiri tidak mempermasalahkan keberadaan Wali Pitu ini. Masyarakat menerima atau tidak keberadaan mereka itu merupakan keyakinan masing-masing. Sebab, Wali Pitu memiliki peranan masing-masing kepada masyarakat di zamannya, sembari melakukan syiar Islam. MUI Denpasar mengapresiasi upaya penelitian dan hasilnya tentu yang berkaitan dengan sejarah perkembangan umat Islam di Bali termasuk para tokoh, seperti Wali Pitu, yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan tersebut.
Penelitian dan kajian lebih lanjut, sangat penting dan mendesak sifatnya untuk segera dilakukan. “Wali Pitu ini hendaknya menggugah umat Islam Bali khususnya dan Nusantara pada umumnya untuk meningkatkan semangat mereka berdakwah dengan cara dan pendekatan yang moderat, toleran dan damai, di samping berpihak pada kebenaran dan kejujuran, keuletan dan keberanian, serta keadilan dan ketulusan seperti diperankan tokoh-tokoh tersebut,” ajaknya.
“Mereka juga harus lebih memahami kesejarahan mereka di Bali yang memiliki keunikan dan kekhasan.”
Berikut beberapa nama Auliya’ yang disebut Wali Pitu:
1.      Raden Mas Sepuh / Pangeran Amangkuningrat (Keramat Pantai Seseh).
2.      Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi (Keramat Bukit Bedugul).
3.      Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Hamid di (Keramat Pantai Kusamba).
4.      Habib Ali Zainal Abidin Al Idrus (Keramat Karangasem).
5.      Syeich Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi (Keramat Karangasem)
6.      Syeich Abdul Qodir Muhammad (Keramat Karangrupit)
7.      Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih di Jembrana

Diposkan oleh Agus hidayat

Pahala Membantu Tetangga dan Anak Yatim

Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, “Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?”
Jawab yang lain, “Enam ratus ribu.” Lalu ia bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima ?” Jawabnya, “Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq.”

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya. Jawab orang itu, “Muwaffaq.” Lalu Abdullah bin Mubarak bertanya padanya, “Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian itu?” Jawab Muwaffaq, “Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalu aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu.

Jawab jiranku, “Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu.” Ketika aku mendegar jawapan itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan wang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu. “Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku.” Kata Muwaffaq lagi.

Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahawa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim. Rasulullah s.a.w. ada ditanya, “Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga.” Jawab Rasulullah s.a.w., “Jadilah kamu orang yang baik.” Orang itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahawa aku telah berbuat baik?” Jawab Rasulullah s.a.w., “Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat.”


(SELESAI)

http://dongengkakrico.wordpress.com/kisah/kisah-teladan-islam-pahala-membantu-tetangga-dan-anak-yatim/

Kisah Imam asy-Syafi’i (Kecerdasannya Yang Luar Biasa Dan Tiada Duanya)Dan Para Pendengki

Dihikayatkan bahwa ada sebagian ulama terkemuka diIraq yang merasa dengki dan iri hati terhadap Imam asy-Syafi’i dan berupayauntuk menjatuhkannya. Hal ini dikarenakan keunggulan Imam asy-Syafi’i atasmereka di dalam ilmu dan hikmah, di samping karena beliau mendapatkan tempatyang khusus di hati para penuntut ilmu sehingga mereka begitu antusiasmenghadiri majlisnya saja dan merasa begitu puas dengan pendapat dan kapasitaskeilmuannya. 

Karena itu, para pendengki tersebut bersepakat untuk menjatuhkan Imamasy-Syafi’i. Caranya, mereka akan mengajukan beberapa pertanyaan yang rumitdalam bentuk teka-teki untuk menguji kecerdasannya dan seberapa dalam ilmunyadi hadapan sang khalifah yang baik, Harun ar-Rasyid.
 

Khalifah memang sangat menyukai Imam asy-Syafi’i dan banyak memujinya.
 

Setelah menyiapkan beberapa pertanyaan tersebut, para pendengki tersebutmemberitahu sang khalifah perihal keinginan mereka untuk menguji Imamasy-Syafi’i. Sang khalifah pun hadir dan mendengar langsung lontaran beberapapertanyaan tersebut yang dijawab oleh Imam asy-Syafi’i dengan begitu cerdas danamat fasih.
 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti berikut:
 

PERTANYAAN- 1
 

Para Pendengki
 (Selanjutnya disebut: PP) : 
Apa pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang menyembelih seekor kambing dirumahnya, kemudian dia keluar sebentar untuk suatu keperluan lalu kembali lagiseraya berkata kepada keluarganya, “Makanlah oleh kalian kambing ini karena iasudah haram bagiku.’ Lalu dijawab oleh keluarganya pula, “Ia juga haram bagikami.” (bagaimana hal ini bisa terjadi.?-red.,)
 

Imam asy-Syafi’i
 (Selanjutnya disebut: IS): 
Sesungguhnya orang ini dulunya seorang yang musyrik, menyembelih kambing atasnama berhala, lalu keluar dari rumahnya untuk sebagian keperluan lalu diberihidayah oleh Allah sehingga masuk Islam, maka kambing itu pun jadi harambaginya. Dan ketika mengetahui ia masuk Islam, keluarganya pun masuk Islamsehingga kambing itu juga haram bagi mereka.
 


PERTANYAAN –2
 
PP:
 
Ada dua orang Muslim yang berakal minum khamar, lalu salah satunya diganjarhukum Hadd (dicambuk 80 kali-red.,) tetapi yang satunya tidak diapa-apakan.(kenapa bisa demikian.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya salah seorang di antara mereka berdua ini sudah baligh dan yangsatunya lagi masih bocah (belum baligh).
 


PERTANYAAN-3
 
PP:
 
Ada lima orang menzinahi seorang wanita, lalu orang pertama divonis bunuh,orang kedua dirajam (dilempar dengan batu hingga mati-red.,), orang ketigadikenai hukum hadd (cambuk seratus kali-red.,), orang keempat hanya dikenaisetengah hukum hadd sedangkan orang kelima dibebaskan (tidak dikenai apa-apa).(Kenapa bisa demikian.?-red.,)
 

IS:
 
Karena orang pertama tersebut telah menghalalkan zina sehingga divonis murtaddan wajib dibunuh, orang kedua adalah seorang yang Muhshan (sudah menikah),orang ketiga adalah seorang yangGhairu Muhshan
 (belum menikah), orangkeempat adalah seorang budak sedangkan orang kelima adalah seorang yang gila. 

PERTANYAAN-4
 
PP:
 
Seorang laki-laki mengerjakan shalat, lalu tatkala memberi salam ke kananisterinya menjadi ditalak, tatkala memberi salam ke kiri batallah shalatnyaserta tatkala melihat ke langit, dia malah wajib membayar 1000 dirham. (kenapabisa begitu.?-red.,)
 

IS:
 
Tatkala memberi salam ke kanan, ia melihat seseorang yang telah ia nikahiisterinya saat dia menghilang (dalam pencarian), maka ketika ia melihatnya(suami lama isterinya tersebut) sudah hadir, ditalaklah isterinya tersebut dantatkala menoleh ke arah kirinya, dia melihat ada najis sehingga batallahshalatnya, lalu ketika menengadah ke langit, dia melihat bulan sabit telah nampakdi sana sementara ia punya hutang sebesar 1000 dirham yang harus dibayarnyapada awal bulan begitu nampak bulan sabit tersebut (karena dia harus membayarhutang tersebut pada awal bulan hijriah-red.,).
 


PERTANYAAN-5 
PP:
 
Ada seorang imam melakukan shalat bersama empat orang jama’ah di masjid,lalu masuklah seorang laki-laki dan ikut melakukan shalat di samping kanan sangimam. Tatkala imam memberi salam ke kanan dan melihat orang tersebut, maka iawajib dieksekusi mati sedangkan empat orang yang bersamanya harus dihukumcambuk sedangkan masjid tersebut wajib dihancurkan, (bagaimana bisademikian.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya lelaki yang datang itu dulunya memiliki seorang isteri, lalu diabepergian dan meninggalkannya (mantan isterinya tersebut) di rumah saudaranyalantas si imam ini membunuh saudaranya tersebut dan mengklaim bahwa perempuanitu adalah isteri korban yang dikawininya (padahal ia adalah saudara perempuansi korban-red.,) lantas ke-empat orang yang melakukan shalat bersamanya itubersaksi atas hal itu (bersaksi dusta-red.,), sedangkan masjid tersebut dulunyaadalah rumah si korban (saudara laki-laki si wanita yang jadi isterinya-red.,)lalu dijadikan oleh si imam sebagai masjid (sehingga wajib dihancurkan-red.,).
 

PERTANYAAN- 6
 
PP:
 
Apa pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang memiliki budak namunmelarikan diri, lalu orang ini berkata, “Dia bebas (merdeka) jika aku makan,hingga aku menemukannya (alias: aku tidak akan makan hingga bisa menemukannyadan bila aku ternyata makan sebelum menemukannya, maka status budak tersebutadalah bebas/merdeka-red.,), bagaimana jalan keluar baginya dari ucapannyatersebut?
 

IS:
 
Ia hibahkan saja budak tersebut kepada sebagian anak-anaknya kemudian diamakan, kemudian setelah itu ia menarik kembali hibahnya tersebut.
 

PERTANYAAN- 7
 
PP:
 
Ada dua orang wanita bertemu dengan dua orang anak laki-laki, lalu keduawanita tersebut berkata, “Selamat datang wahai kedua anak kami, kedua suamikami dan kedua anak dari kedua suami kami.” (bagaimana gambarannya?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya kedua anak laki-laki itu adalah dua anak dari masing-masing wanitatersebut, lalu masing-masing wanita itu menikah dengan anak laki-laki temannya(kawin silang-red.,), maka jadilah kedua anak laki-laki itu sebagai kedua anakmereka berdua, kedua suami mereka berdua dan kedua anak dari kedua suamimereka.
 

PERTANYAAN- 8
 
PP:
 
Seorang laki-laki mengambil sebuah wadah air untuk minum, lalu dia hanyabisa meminum separuhnya yang halal baginya sedangkan sisanya menjadi harambaginya, (bagaimana bisa terjadi.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya laki-laki itu telah meminum separuh air di wadah, lalu ketikameminum separuhnya lagi ia mengalami ‘mimisan’ sehingga darah menetes ke wadahitu sehingga membuat darah bercampur dengan air. Maka, jadilah ia (sisanyatersebut) haram baginya.
 

PERTANYAAN- 9
 
PP:
 
Ada seorang laki-laki memberi kantong yang terisi penuh dan telah disegelkepada isterinya, lalu ia meminta kepada isterinya tersebut untuk mengosongkanisinya dengan syarat tidak membuka, merobek, menghancurkan segel ataumembakarnya sebab bila ia melakukan salah satu dari hal tersebut, maka iaditalak. (apa yang harus dilakukan sang isteri.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhya kantong itu terisi penuh oleh gula atau garam sehingga apa yangharus dilakukan wanita hanyalah mencelupkannya ke dalam air hingga ia mencairsendiri.
 

PERTANYAAN- 10
 
PP:
 
Seorang laki-laki dan wanita melihat dua orang anak laki-laki di jalan, lalukeduanya mencium kedua anak laki-laki tersebut. Dan tatkala keduanya ditanyaimengenai tindakan mereka itu, si laki-laki itu menjawab, “Ayahku adalah kakekdari kedua anak laki-laki itu dan saudaraku adalah paman keduanya sedangkanisteriku adalah isteri ayahnya.” Sedangkan si wanita menjawab, “Ibuku adalahnenek keduanya dan saudara perempuanku adalah bibinya (dari pihak ibu).” (siapasebenarnya kedua anak itu bagi kedua orang tersebut.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya laki-laki itu tak lain adalah ayah kedua anak laki-laki itusedangkan wanita itu adalah ibu mereka berdua.
 

PERTANYAAN- 11
 
PP:
 
Ada dua orang laki-laki berada di atas loteng rumah, lalu salah seorang darimereka jatuh dan tewas. Sebagai konsekuensinya, isteri orang yang tewastersebut menjadi haram bagi temannya yang satu lagi. (bagaimana ini bisaterjadi.?-red.,)
 

IS:
 
Sesungguhnya laki-laki yang jatuh lalu tewas itu adalah orang (majikan/tuan)yang telah menikahkan putrinya dengan budaknya yang bersamanya di atas lotengtersebut (yang selamat), maka tatkala ia tewas, putrinya tersebut mewarisinyasehingga menjadi pemilik budak yang tidak lain suaminya tersebut, maka jadilahia (putri majikannya tersebut) haram baginya.
 

Sampai di sini, sang khalifah Harun ar-Rasyid yang menghadiri perdebatantersebut tidak mampu menyembunyikan rasa kagumnya terhadap kecerdasan Imamasy-Syafi’i, spontanitasnya, kebagusan pemahamannya dan keindahan ilmunyaseraya berkata, “Maha suci Allah atas karunianya kepada Bani ‘Abdi Manaf;engkau telah menjelaskan dengan baik dan menafsirkan dengan begitu menawanserta mengungkapkan dengan begitu fasih.”
 

Maka berkatalah Imam asy-Syafi’i, “Semoga Allah memanjangkan umur AmirulMukminin. Aku mau mengajukan kepada para ulama tersebut satu pertanyaan sajayang bila mereka dapat menjawabnya, maka alhamdulillah sedang bila tidak bisa,aku berharap Amirul Mukminin dapat mengekang keusilan mereka terhadapku.”
 

“Ya, itu hakmu, silahkan ajukan pertanyaanmu kepada mereka, wahaiasy-Syafi’i,?” kata sang khalifah

“Ada seorang laki-laki yang meninggal dunia dengan meninggalkan warisansebanyak 600 dirham namun saudara wanitanya hanya mendapatkan bagian 1 dirhamsaja dari warisan tersebut, bagaimana cara membagikan warisan tersebut,?” tanyaasy-Syafi’i.
 

Maka, masing-masing dari para ulama tersebut saling memandang satu sama lainbegitu lama namun tidak seorang pun dari mereka yang mampu menjawab satupertanyaan tersebut sehingga tampak keringat membanjiri jidat mereka. Dansetelah begitu lama mereka hanya terdiam, berkatalah sang khalifah, “Ayo,katakan kepada mereka apa jawabannya.!”
 

“Orang tersebut meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris; dua anakperempuan, seorang ibu, seorang isteri, dua belas orang saudara laki-laki danseorang saudara perempuan. Jadi, dua anak perempuannya itu mendapatkan duapertiganya, yaitu 400 dirham; si ibu mendapatkan seperenam, yaitu 100 dirham;isteri mendapatkan seperdelapan, yaitu 75 dirham; dua belas saudaralaki-lakinya mendapatkan 24 dirham (masing-masing 2 dirham) sehingga sisanyayang satu dirham lagi itu menjadi jatah saudara perempuannya tersebut,” jawabImam asy-Syafi’i setelah orang-orang yang ingin menjatuhkannya di hadapankhalifah yang amat mencintainya itu berbuat nekad terhadapnya.
 

Dan jawaban Imam asy-Syafi’i tersebut membuat sang khalifah tersenyum serayaberkata, “Semoga Allah memperbanyak pada keluarga besarku orang sepertimu.”
 

Lalu beliau memberi hadiah kepada Imam asy-Syafi’i sebanyak 2000 dirham. Hadiahitu diterimanya, lalu dibagi-bagikannya kepada para pelayan istana dan parapengawal.
 

(SUMBER:
 Mi`ah Qishshah Wa Qishshah Fi Aniis ash-Shaalihiin Wa Samiir al-Muttaqiinkarya Muhammad Amin al-Jundy, Juz.II, h.3-10)


Diposkan oleh Ekoy Y

http://masjidjono.blogspot.com/2013/03/kisah-imam-asy-syafii-dan-para.html

Kesabaran Imam Al-Baqir

Seorang Nasrani bermaksud mengejek-ejek Imam Muhammad bin Ali bin Husain yang digelari orang dengan panggilan “Al-Baqir” (yang luas pentahuannya). Orang Nasrani itu berkata kepadanya: “Engkau adalah baqar (lembu).” Maka Imam Baqir menjawab dengan penuh kelembutan: “Bukan, tetapi saya adalah Al-Baqir.”
Orang Nasrani tersebut tidak menghiraukan jawaban itu. Selanjutnya ia berkata: “Engkau adalah anak seorang tukang masak. Engkau adalah anak seorang wanita hitam yang mulutnya berbau busuk.” Al-Baqir menjawab: “Seandainya engkau benar, maka aku doakan semoga wanita itu diampuni oleh Allah, dan jika engkau bohong, maka aku doakan semoga Allah mengampunimu.”
Ternyata sikap lemah-lembut dan pemaaf yang dimiliki oleh Imam Muhammad bin Ali bin Husain itu telah menimbulkan rasa kagum pada diri orang Nasrani tersebut, sehingga akhirnya diapun bertaubat untuk tidak mengulangi lagi perangai buruknya itu dan menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda: Kekuatan itu tidak dibuktikan dengan kemenangan yang terus menerus
Tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika sedang marah. [Bukhari & Muslim]
Innallaha Ma’ashobirin:  Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

Dikirim oleh aan
http://kisahislami.com/kesabaran-imam-al-baqir/

Imam Ibnul Jauzi Rah

Ketika saya masih kecil, saya terbiasa memunguti sisa-sisa roti kering

Dia adalah Jamalludin Abdul-Faraj Abdurrahman bin Ali Bin Muhammad bin Ali bin’Ubaidillah bin Abdullah bin Hammadi bin Ahmad bin Muhammad bin Ja’far bin Abdullah bin al-Qasim bin an-Nadr bin al- Qasim bin Muhammad bin Abdullah al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar ash-Shaddi Al-Quraysi at -  Taimi al- Bakri al- Baghdadi al-Hambali al- Faqih al- Hafizh al- mufassir al-waizh al-mu’arrikh al-adib, yang terkenal dengan nama Ibnul Jauzi.
Beliau lahir di Darbu Habib yang terletak di Baghdad, ada yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 507 H. ada pula yang mengatakan pada tahun 509 H atau tahun 510 H. Pendapat yang mungkin paling tepat adalah dia di lahirkan sesudah tahun 510 H.
Dalam bukunya Shaidul Khathir beliau menuturkan kisah perjalanannya yang penuh penderitaan dan kesulitan dalam mencari ilmu dan bagaimana beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran. Ia berkata, “Sungguh, dalam perjalanan mencari ilmu banyak sekali kesulitan yang saya hadapi. Semua itu saya rasakan lebih manis daripada madu. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah syair:
“Barangsiapa yang cita-cita tingginya mengalahkan nafsunya, maka apapun yang menimpanya semua tetap ia cintai“.
Ketika saya masih kecil, saya terbiasa memunguti sisa-sisa roti kering, kemudian saya keluar untuk mencari hadis. Saya biasanya duduk di pinggir sungai Isa di Baghdad, karena saya tidak bisa memakan langsung roti itu kecuali dengan air. Tentunya karena kerasnya. Setiap kali satu suapan pasti saya ikuti dengan minum air.
Dan naluri saya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan dalam menuntut ilmu itu, meskipun secara lahir orang melihatnya cukup menderita. Saya sudah cukup bersyukur dengan keadaanku. Dan benar, akhirnya jerih payah ini membuahkan pengetahuan luas. Saya dikenal sebagai orang yang banyak menghafal hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, riwayat keadaan beliau, para shahabat dan tabi’in.

Hasan Abdul Hadi Ba’abud

Kekuatan Silaturahim
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.
Ana, Hasan Abdul Hadi Ba’abud, kelahiran Jakarta. Ayah ana, Sayyid Ahmad Ba’abud, berasal dari Bogor, namun berdarah Pekalongan. Ibu ber­asal dari Jakarta, namun berdarah Pa­lem­­bang.

Sekilas mengenai sejarah keluarga ana. Kebiasaan para habib yang masih menggunakan kebiasaan Arab-nya, nama, pakaian, dan tradisi lainnya, jarang bahkan tidak digunakan di keluarga ana.

Keluarga ana, Ba’abud Kharbasyani, keturunan dari Sayyid Muhsin bin Umar Ba’abud Pekalongan, terkenal dengan sifatnya yang membaur dan merakyat.

Karena datuk-datuk kami sampai ke Habib Muhsin (sembilan generasi di atas ana) berdakwah di lingkungan kerajaan, jadi penasihat pemerintah, banyak ke­turunan beliau yang menggunakan nama Jawa, berpakaian Jawa, dan juga memakai tradisi atau adat Jawa.

Yang cukup termasyhur dari keturun­an beliau, antara lain, Habib Abubakar Puspodipuro bin Hasan Al-Munadi bin Alwi bin Abdulah bin Muhsin Ba’abud, yang ber­dakwah di Keraton Yogya, dan Habib Muh­sin Soeroatmodjo bin Husein bin Ah­mad bin Muhsin Ba’abud (Habib Muhsin Soeroatmodjo, ini datuk ana), yang berdak­wah di Kerajaan Amang­kurat (Solo).

Masa kecil, ana lama di daerah Be­kasi. Sempat juga di Bogor dan di Jakar­ta. Dari kecil ana memang sudah memi­liki ketertarikan terhadap agama Islam. Kelas 6 SD, yang biasanya yang lain asyik melahap buku-buku komik, ana su­dah asyik dengan buku-buku kajian ten­tang agama.
Melihat kegemaran ana yang seperti itu, Abah memerintahkan ana untuk ta­barukan ilmu kepada adik Abah (ami ana), Sayyid Alwi bin Salim Ba’abud, yang bermukim di Bogor, dan memiliki murid yang cukup banyak.

Dengan semangat, berangkatlah ana ke rumah beliau.
Yang ada di pikiran ana, ana akan langsung diajar ilmu-ilmu khusus, karena ana ini keponakannya. Ternyata tidak, ana malah disuruh melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci pa­kaian, dan sejenisnya. Tapi ana lakukan itu dengan senang hati, berharap ba­rakah mengalir ke diri ana.
Ana bertahun-tahun tabarukan ke­pada beliau, walau tidak menetap (pu­lang, nanti sekian minggu ke sana lagi). Ana selalu diwasiati dan dibimbing per­kara-perkara hikmah.

Selain kepada beliau, ana juga ta­barukan kepada Habib Luthfi Bin Yahya, yang banyak memberikan ilmu serta nasihat-nasihat yang amat teduh, juga membangun karakter yang baik.
Karena memang ana belajar keliling, cukup banyak guru ana.

Saat ini, ana membina majelis yang sudah ana jalankan sejak tahun 2006, yaitu Majelis Ratib, Maulid, dan Tafakkur Barokatul Karomah, di Tambun, Bekasi, Jawa Barat.
Kegiatan rutin setiap hari Sabtu malam Ahad, ba’da isya:


Sabtu minggu pertama: Dzikir Ratib Mubarok, karya Al-Imam Al-Habib Abdulloh bin Abu Bakar Alaydrus.
Sabtu minggu kedua: Dzikir Ratib Alatas, karya Al-Imam Al-Habib Umar bin Abdurrahman Alatas.
Sabtu minggu ketiga: Dzikir Ratib Al-Haddad, karya Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Sabtu minggu keempat: Pembacaan tahlil dan Maulid Diba’i, karya Syaikh Abdurrahman bin Ali Ad-Diba’i, dan Maulid Simthud Durar, karya Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.

Setiap majelis itu diisi mauizhah ha­sanah oleh khadimul majelis atau alim ulama lainnya.
Adapun aktivitas lainnya adalah:


Ziarah ke makam para awliya’, dua minggu sekali, dengan beberapa rute, antara lain:
Wilayah Bekasi: Makam Habib Shaleh bin Abdullah Alatas (Gubah Hijau), makam Habib Muhammad Tongkat bin Muhammad Bin Yahya (Kartini), makam Syaikh Ma’sum bin Syaikh Subakir (Cikarang).
Wilayah Pesisir Jakarta: Makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (Luar Batang), makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Koja), makam Kampung Bandan, makam Pangeran Jayakarta (Rawamangun).
Wilayah Pusat Jakarta: Makam Al-Hawi (Condet), makam Habib Ahmad Kuncung bin Alwi Al-Haddad (Kali­bata), makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi (Cikini).
Wilayah Bogor: Makam Habib Salim bin Umar Ba’abud dan Habib Umar bin Ahmad Ba’abud (kakek dan buyut khadimul majelis), makam Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Empang), makam Mbah Khoir Shohibul Bogor (Air Mancur Kota).
Pemberian santunan kepada yatim piatu dan kaum dhuafa.
Tafakkur alam ke berbagai wilayah.

Majelis yang ana bina tidak memiliki jama’ah yang banyak layaknya majelis-majelis yang lain. Ana merasa, apabila jama’ah terlalu banyak, ilmu yang disam­paikan belum tentu bisa diterima dengan baik oleh para jama’ah. Dengan sedikit­nya jama’ah, ana berharap, ilmu seder­hana yang ana sampaikan lebih mudah terserap, diingat, dipahami, dan diterap­kan oleh masing-masing jama’ah.

Untuk tamu-tamu ana, jelas ilmu yang disampaikan tidak sekhusus saat di majelis, tapi lebih kepada hal-hal yang bersifat umum.
Kalangan Hitam

Ana juga membina beberapa ja­ma’ah dari kalangan hitam. Preman, pe­mabuk, wanita malam, dan sejenisnya. Ana memegang prinsip, syiar dakwah se­karang harus seperti syiar dakwah para pendahulu kita. Orang-orang se­perti itu harus didekati, jangan dijauhi. Jangan maunya hanya membina atau dekat dengan orang-orang benar saja, atau yang terlihat benar saja. Orang-orang yang masih kelam hidupnya justru harus lebih diperhatikan. Bagaimana mereka bisa benar kalau mereka dibiar­kan berada dalam ketidakbenaran.


Untuk mengetahui tempat yang te­rang, kita harus tahu terlebih dahulu mana tempat yang gelap. Dari situ kita bisa menentukan bahwa yang ini benar dan yang itu salah.

Alhamdulillah, kebanyakan mereka, yang awalnya gelap, dengan obrolan san­tai, canda tawa, duduk bersama, per­lahan mulai mengarah ke tempat yang terang.

Kepada siapa pun, memang ana me­nerapkan sistem santai dalam tiap peng­kajian.
Alhamdulillah, dengan sistem yang ana gunakan, cukup banyak fitnah dari orang lain. Dibilang bahwa ana ikutan mabuk, ikutan judi, main perempuan. Tapi sesuai dengan perintah dari guru-guru, ana tutup telinga, luruskan niat, lillahi ta’ala. Ana berharap, ada hidayah, kita lihat ke depannya. Alhamdulillah, tetap lancar hingga saat ini.

Sampai saat ini, tantangan yang ana ha­dapi, yang ana rasa juga menjadi tantangan umat, adalah semakin ba­nyaknya paham nyeleneh yang mem­buat orang bingung. Ana kasihan melihat orang yang belum mengerti, ikut dalam paham-paham nyeleneh. Dikasih tahu, mereka tidak mau tahu, malah sok tahu. Semoga Allah membimbing mereka me­nuju hakikat kebenaran agama Rasul­ullah Muhammad SAW.

Hingga saat ini, hampir 24 jam, ru­mah ana, di Jln. Panda 1 D/75 Perum Pon­dok Ti­mur Indah 1, Kelurahan Jati­mulya, Ke­ca­matan Tambun Selatan, Be­kasi, selalu terbuka bagi para tamu. Mereka berda­tangan dengan berbagai macam problem kehidupan, dari berba­gai macam lapisan sosial. Mereka ana sam­but dengan suka cita, karena me­reka adalah tamu-tamu yang mulia, yang hendak mencari kemulia­an. Dengan izin Allah, kita selesaikan ber­sama problem yang ada, akan selesai se­mua dengan kehendak Allah.

Harapan ana, umat seluruhnya ber­satu, jangan membawa bendera sendiri-sendiri, tapi bawalah bendera Rasulullah Muhammad SAW. Ingat, musuh agama me­nyebar luas di muka bumi. Mereka tahu, Islam ini tidak bisa diganggu de­ngan kekerasan. Islam bisa dirusak bila dalam­nya dihinggapi virus, yang perla­han-lahan akan menggerogoti aqidah pemeluknya. Mari, kita jaga aqidah kita dengan ilmu, dekat dengan orang-orang alim. Dan yang terpenting, sekali lagi, bersatulah. Karena virus-virus itu paling enggan mendekati me­reka yang bersatu dalam naungan aga­ma yang penuh rahmat. Bersatu dalam naungan panji Rasulullah SAW.
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.

Indahnya Islam. Indahnya bersatu. Indahnya silaturahim.