Habîb Raîs diahirkan hari Kamis, 11 Agustus 1960, pukul
15.30 WIT, di Daerah Batu Merah, Ambon Maluku, Indonesia. Masa pendidikan
formalnya dilalui sejak 1964–1987.
Semasa kecil selalu membaca buku–buku yang membahas tentang
Filsafat. Sehingga pada usia 7 tahun, Habîb Raîs telah membaca buku filsafat,
“Alam Pikiran Yunani“, sebanyak 20 jilid, dan pada usia tersebut, Habîb Raîs
diberikan pendidikan oleh orang tuanya sendiri melalui metode ceritera tentang
Abû Nawâs (Mansyûr bin Mu h ammad) yang hidup pada jaman Sulthân Hârûn
al-Rasyîd, di Bagdad. Habîb Raîs, pada masa itu, telah menghafal ± 100 judul
ceritera tentang kecerdikan Abu Nawas tersebut.
Pada usia 14 tahun (1974), Habîb Raîs dibimbing secara
ruhani dengan bentuk yang masih sederhana oleh orang tuanya sendiri. Dan orang
tuanya, sekarang, mendirikan tharîqat yang disebut “Tharîqat Taufîqiyyah
An-Nûriyyah“ atau beliau istilahkan juga dengan “Tharîqat Ahlûl Bait” yang
bersumber pada keilmuan tentang Hakikat dan Ma’rifatullah.
Pada usia 17 tahun (1977), Habîb Raîs diberikan suatu
pemahaman tentang pohon keyakinan agama oleh orang tuanya sendiri, yang akrab
dipanggil Abah . Kata orang tuanya; “ Sekalipun kepalamu putus, keyakinan ini
tidak boleh engkau lepaskan karena inilah kebenaran yang hakiki itu “.
Tahun 1980, Habîb Raîs menyelesaikan pendidikan lanjutan
atas di kota Sorong, Irian Jaya. Dan tahun 1982 mengambil perkuliahan di
Universitas Kristen Indonesia (UKI), Fakultas Hukum Perdata. Perkuliahan dapat diselesaikan
pada tahun 1987, non Skripsi serta tanpa Wisuda Keserjanaan, dengan alasan
bahwa biarlah para teman-temannya mengambil Wisuda dan Ijazah keserjanaan, tapi
beliau akan menghambil Wisuda dan Ijazah SIR-JANNAH (Rahasia Sorga), dan bukan
Sarjana.
Akhirnya, terbukti, pada saat teman sekuliahnya sedang
mengusahakan pemutihan atas keterlambatan pelajaran mereka pada Universitas,
karena terjadi peralihan sistim pendidikan dari sistim Paket kepada sistim SKS,
Habîb Raîs pun pada masa itu menerima Khirqah dari WaliyulLâh Syekh Yûsuf
Tuanta Salamaka Tâjul Khalwati Abû Al-Ma h âsin Al-Maqâsari r.a. y ang hadir
bersama Tuanta Imam Lapeo dan Tuanta Masakilang Karaeng Bogo sebagai saksi.
Kata Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka; Pemberian ini atas ijin dan perintah dari
Tuan kami, Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni yang tinggal di Bagdad“.
Inilah yang disebut SIR-JANNAH (Rahasia Surga) dan bukan
SARJANAH (sepotong kertas yang tidak menjamin keselamatan dunia maupun
akhirat). Selain Gurunya Tuanta Salamaka Syekh Yûsuf, Habîb Raîs juga belajar
pada guru-guru yang hidup dimasanya sekaraag yaitu:
Sekilas Tentang Guru-gurunya
Banyak sekali para guru yang ditemuinya, tapi ada beberapa
guru saja yang Habîb Raîs berbaiat kepada mereka untuk menjadi murid mereka
dalam hal keilmuan tentang Haqîqatul Insân dan Ma´rifatulLâah beserta segala
ilmu pemahamannya yang terkait erat dalam rangka pengenalan yang dimaksud;
1. Habîb
Hâsjim bin Husein bin ´Ali bin ´Abdurrahmân bin ´Abdullâh (Shâ h ibul Masilah
Hadralmaut ) bin Husein Bin Thâhir (Maulâ Bin Thâhir).
2. Tuan
Syekh Musthafâ bin Syekh Mu h yidîn (1967–1992).
3. Habîb
Muhammad bin ´Abdullah bin ‘Umar Al-Idrûs Tanjung Batu Merah, Ambon, Maluku,
Indonesia. (Kakek Ibunya Syarîfah Thalhah binti ´Abdullâh bin Muhammad bin
‘Umar Al-Idrûs).
4. Tuan
Syekh Yusuf yang bergelar Tuanta Salamaka Tâjul Khalwâti Abû Al-Mahâsin
Al-Maqasari (1987–1991).
5. Tuan Imam
Lapeo asal dari Poliwali Mamasa (Polmas), Sulawesi Selatan (1987–1992).
6. Habîb
Muhammad Al-Gadri, yang dikenal dengan sebutan Habîb Marunda (1993–masih sampai
sekarang tahun 2003).
7. Beberapa
Guru asal Jawa Timur yang sangat dalam ilmu kebatinannya (1995).
8. Beberapa
Guru asal Jawa Tengah yang sangat dalam Ilmunya tentang pengenalan akan Hakikat
dan Ma’rifatullâh (1995).
9. Seorang
guru dari Beas India yang sangat Masyhur namanya di kalangan Lintas Agama
seluruh Dunia, yaitu Hazur Maharaj Charan Sing Ji (1983–1985).
10. Syekh
Hârûn al-Rasyîd yang akrab dipanggil dengan nama Syekh Faye dari Sinegal (awal
2003–sekarang ini).
Sekilas tentang Guru – gurunya
1. Habîb
Hâsjim Bin Husein Bin Thâhir; Orang Tuanya sendiri, yang menguasai
perbendaharaan Ilmu Hakikat dan Ma’rifatullâh yang tuntas secara keilmuan,
menguasai Ilmu peralihan bahasa Arab kepada bahasa Indonesia, dan beliau adalah
salah satu manusia yang selama hidupnya mencatat setiap mimpinya tanpa
terlewati seharipun, lengkap dengan hari, tanggal, jam dan detik.
Mimpi-mimpinya itu ialah tentang pengkabaran pemahaman Ilmu Hakikat dan
Ma’rifatullâh, serta segala kejadian yang belum terjadi di negara Indonesia
maupun diseluruh dunia. Sebagai contoh, beliau bermimpi bahwa: Amerika akan
dikejutkan oleh suatu ledakan yang sangat dahsyat sekali . Setelah sekian puluh
tahun, ternyata, terjadilah kejadian 11 September 2001. Dan dalam jarak 20
tahun, sebelum kejadian, beliau bermimpi tentang Amin Rais , bahwa Pimpinan
Muhammaddiyah pusat bernamanya Ikrâman Mahbûb , 5 tahun kemudian beliau
bermimpi lagi bahwa yang disebut Ikrâman Mahbûb adalah Amin Rais, yang waktu
itu masih bersekolah di Luar Negeri. Ternyata beberapa tahun kemudian Amin Rais
menjadi Pimpinan Muhammadiyah Pusat, dan kemudian menjadi Ketua MPR. Inilah
Jabatan yang termulia di negeri ini ( Ikrâman Ma h bûb = yang mulia lagi
dicintai) ternyata mimpinya itu, sangat tepat kejadiannya beliau telah
diberitahukan lebih dahulu lewat mimpi-mimpinya.
Habîb Hâsjim diangkat langsung sebagai murid oleh Syekh
´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a. pada tahun 1967 di Desa Waras-waras, Seram Timur,
Maluku, Indonesia. Kehadiran Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a sangat
mengagumkan sekali, dengan pengawalan yang cukup ketat dari kalangan bangsa
Ruhani dan bangsa Jin Islam yang ta’at pada perintah AlLah SWT. Kebenaran
kehadirannya, sudah barang tentu, dengan segala tanda-tanda yang dapat
dipercaya tentang kebenaran kehadiran tersebut. Dari sinilah, Habîb Hâsjim
dibimbing secara terus menerus selama 26 tahun (1967– 1993). Semua perintah
Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a, yang datang secara ruhani, dicatat dengan
terperinci. Begitu juga, segala isi pembicaraan para Ruhani dengannya, tidak
luput ditulisnya. Hal ini bertujuan, untuk kemudian hari, dijadikan pelajaran
bagi anak-anaknya serta orang lain tentunya.
2. Habîb
Muhammad bin ´Abdullâh bin ‘Umar Al-Idrûs; Seorang WaliyulLâh yang sangat besar
kemuliaannya dimasa kehidupannya. Habîb Muhammad ialah seorang pejuang
kemerdekaan dalam menentang kaum penjajah, Belanda. Belanda mengasingkan Habîb
Muhammad dari kota Semarang ke pulau Kupang, di sanalah Habîb Muhammad menikah.
Dan saat istrinya sedang hamil, Habîb Muhammad diasingkan lagi ke Ambon. Habîb
Muhammad menamakan anaknya dalam kandungan istrinya yang ditinggalkan di Timor,
Kupang, dengan nama Abdul Rahmân. S telah Habîb Muhammad tiba di kota Ambon,
kampung Batu Merah, maka beliau mendapatkan sebuah gundukan tanah di bawah
tempat tidurnya. Beliau pun mengatakan, inilah anaknya yang bernama Habîb
´Abdul Rahmân telah lahir di Timor, Kupang, dan AlLâh SWT telah
mengembalikannya langsung keharibaan-Nya.
Kemudian, gundukan tanah tersebut dipindahkan ke atas bukit.
Menjadilah ia suatu Makam, yang pada masa itu mengeluarkan cahaya terang pada
setiap malam Jum’atnya, dan akhirnya oleh masyarakat dikenal dengan nama
Karamat Tanjung Batu Merah Ambon.
Habîb Muhammad setiap harinya menyusun perlawanan terhadap
Penjajah Belanda di Kota ambon, maka beliau diasingkan ke Solo, Jawa Tengah. Di
sana beliau kembali kepada keharibaan-Nya, AlLâh SWT. Saat dikuburkan dan
setelah ditutup tanahnya, dan saat hendak disiramkan air di atas kubunya,
ternyata kuburannya telah lenyap tanpa meninggalkan bekas sedikitpun, sementara
tempat bekas galian itu menjadi seperti sebelum digalikan kuburannya. Semoga
AlLâh senantiasa memberi rahmat yang besar kepada beliau khususnya. Amin yâ
rabbal ‘Âlamîn.
3. Tuan
Syekh Musthafâ bin Syekh Muhyiddîn ; Berasal dari bangsa Ruhâni yang sangat
besar kekuasaannya. Syekh Musthafâ telah datang kepada kedua orang tua Habîb
Raîs, tahun 1967, di bawah perintah AlLah SWT. serta di bawah pengawasan Syekh
´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a beserta pendamping–pendampingnya yang lain, di
antaranya Tuan Syekh ‘Ali, Tuan Syekh Shaleh dan sebagainya.
Mereka semua datang untuk membimbing kedua orang tua Habib
Rais serta semua anak-anaknya, termasuk Habîb Raîs sendiri untuk tetap selalu
berada dalam kebaikan AlLâh SWT. dan barakat para wali-Nya. Jadi, sejak Habîb
Raîs berusia 6 tahun sudah berada dalam suasana keakraban dengan para wali
AlLâh dan para ruhani–ruhani-Nya. Dan tahun 1992, Tuan Syekh Musthafâ serta
para pendampingnya mengatakan, bahwa misi mereka dari AlLâh SWT. untuk pertama
ini telah selesai. Maka, kami nanti akan kembali semuanya kepada H abib Rais.
Kami datang dari tahun 1967 dan sampai akan kami kembali kepada Habîb Rais. Ini
semua adalah karena Barakat yang senantiasa mengalir dari kemuliaannya Habib
Muhammad bin ´Abdullah bin ´Umar Al-Idrûs karamat Tanjung Batu Merah Ambon ).
Secara kebetulan, saat kalimat perpisahan dari para Ruhani ini kepada orang tua
Habîb Raîs ( Habîb Hâsjim), Habîb Raîs berada bersama kedua orang tuanya
(mudah-mudahan AlLâh SWT mengembalikan bangsa Ruhani itu kepada Habib Rais
dengan misi yang lebih baik dan berguna kepada kita semuanya khususnya, dan
kepada kemanusiaan pada umumnya. Amin yâ rabbal ´Âlamîn ).
5. Tuan Imam
Lapeo r.a; Dengan ijin AlLâh SWT. dan di bawah pengawasan Tuan Syekh Yûsuf
Tuanta Salamaka r.a, beliau mengajarkan kepada Habîb Raîs beberapa Ilmu Hikmah;
penggunaannya menyangkut HURUF atau dengan kata lain ilmu tersebut dinamakan
Asrâru’l Hurûf , dan beliau bersama Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamak r.a
berjanji kepada Habîb Raîs, bahwa mereka akan kembali kepada Habîb Raîs saat
umurnya sudah bertambah (saat itu Habîb Raîs berumur 27 tahun). Mungkin
maksudnya kalau sudah lebih matang dalam keilmuan tentang ketuhanan.
6. Habîb
Muhammad Al-Gadri; Beliau dikenal dengan sebutan Habîb Marunda. Kalau ada orang
yang menanyakan namanya, maka dengan cepat beliau menjawab“ nama saya habib
gila “. Habîb Marunda membangun Padepokan di Marunda. Majelisnya diadakan
setiap malam Jum’at; Dzikir yang dibacakan mulai jam 00.00 tengah malam sampai
dengan selesai lebih kurang 3 jam 03.00.
Habîb Marunda telah memantapkan keyakinan Habîb Raîs tentang
ilmu dan keilmuan yang ada pada diri Habîb Raîs itu sendiri, dengan diangkatnya
Habîb Raîs menjadi anaknya (dibai´atnya pada tahun 1993). Habîb Marunda,
seorang yang sangat teguh dalam prinsipnya, kalimat-kalimatnya tidak pernah
memperlihatkan ada kekhawatiran pada hati beliau-beliau. Bersama Habîb Marunda,
Habîb Raîs telah dibawa keberbagai daerah untuk mengunjungi tempat–tempat yang
baik dan mulia. Dan bersama beliau pula, Habib Rais mendapat banyak pengalaman
batin yang sangat besar dan baik. Mudah-mudahan AlLâh SWT dan para wali-Nya
memberkati beliau selalu. Amin ya Rabbal Alamiin.
7. Guru–guru
dari Jawa Timur; Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs tentang hal pandangan
batin ataupun tentang penampakan makhluk halus yang selama ini menjadi gaib
bagi kebanyakan orang awam. Dari ilmu yang diajarkan itu, banyak hal yang gaib
dapat dilihat secara kasat mata.
8. Guru–guru
dari Jawa Tengah; Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs, ilmu yang telah
didudukan lebih dahulu dasarnya oleh Abahnya sendiri, Habîb Hâsjim Bin Thâhir,
yaitu tentang Ilmu Tiga . Barangsiapa tidak menguasainya secara benar dan
mendalam sampai tuntas pendapatannya, maka ia akan hidup sia–sia di dunia
maupun di akhirat kelak; Ilmu Takbîratul Ihrâm (Ilmu Shalat) – Ilmu Nisâi (Ilmu
Perkawinan) – Ilmu Sakarâtul Maut (Ilmu untuk kembali hidup setelah mati ).
9. Hazur
Maharaj Charan Sing Ji; Seorang guru besar dari Beas India. Maharaj mengajarkan
suatu metode untuk mendengar suara di dalam diri setiap orang. Pengajarannya
lebih menekanan pada Dzikir Lima Nama Suci (Kontempelasi). Habîb Raîs mengambil
inisiasi kepadanya dalam rangka mendapatkan sebuah perbandingan Agama atau
Keilmuan dari para Guru yang dipandang masyhur oleh minimal murid-muridnya,
apalagi oleh manusia diberbagai negara di dunia ini.
Pengambilan guru tersebut oleh Habîb Raîs pada tahun 1983,
dan setelah 3 bulan mengikuti ceramahnya, Habîb Raîs diterima untuk diinisiasi
pada tahun 1983 itu juga. (Ini adalah sesuatu di luar kebiasaan yang terjadi di
kalangan majelis ini. Karena seseorang yang dapat diterima untuk diinisiasi
oleh Guru yang dipanggil dengan sebutan Sat Guru itu, adalah minimal yang sudah
mengikuti semua disiplin dalam majelis ini selama 2 tahun. Disiplin itu di
antaranya, harus senantiasa mengikuti ceramahnya yang disebut Satsang, harus
vegetarian (makan yang tidak bernyawa) selama 2 tahun dan minimal sudah membaca
sekian judul buku-bukunya, barulah boleh mengajukan Surat Permohonan untuk
diinisiasi kepada Sat Guru. Perkara diterima atau tidak diterima semuanya
tergantung dari penilaian Sat Guru itu sendiri).
Tapi untuk Habîb Raîs yang baru 4 bulan mengikuti Ceramah/
Satsangnya, telah dapat diterima untuk diinisiasi. Bahkan dari sekian ribu
orang yang mengajukan permohonan untuk diinisasi saat itu, ternyata yang
diterima saat itu, adalah hanya 33 orang, dan bahkan nama Habib Rais lah yang
tertulis pada urutan yang pertama (teratas). Pada keilmuan di majelis ini,
setiap orang yang diinisiasi menjadi Murid (atsangi), maka ia diberi Lima Nama
Suci yang harus diulang-ulang (Dzikirkan) dalam setiap harinya dalam Simran
(kontempelasi) dan Bayan (Mendengarkan suara).
10. Syekh
Harûn al-Rasyîd (Syekh Faye); Beliau adalah seorang Mursyid Tharîqat
Murîdiyyah–Musthafâwiyyah, dan beberapa tharîqat lainnya. Syekh Faye sangat
masyhur di daerah Afrika. Syekh Faye mempunyai banyak murid di Sinegal, asal
daerah kelahirannya, serta di Amerika dan sebagainya. Habîb Raîs berbaiat
kepada Syekh Faye pada awal tahun 2003. Atas bimbingan Syekh Faye, Habib Rais
telah melakukan khalwat selama 5 hari di gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, dan
mendapatkan Natijahnya dengan sangat baik. Kemudian Syekh Faye melanjutkan
beberapa pelajaran yang sangat besar nilainya kepada Habîb Raîs. Mudah-mudahan
AlLâh SWT. senantiasa memberikan perlindungan dan barakat selalu kepada beliau
dan keluarga serta semua pengikutnya di dunia sampai yaumil ma’syar. amin ya
rabbal alamiin .
http://seq13.wordpress.com/2009/05/14/habib-rais-ridjaly-bin-hasyim-bin-thahir-aq/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar