Minggu, 17 November 2013

Hasan Abdul Hadi Ba’abud

Kekuatan Silaturahim
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.
Ana, Hasan Abdul Hadi Ba’abud, kelahiran Jakarta. Ayah ana, Sayyid Ahmad Ba’abud, berasal dari Bogor, namun berdarah Pekalongan. Ibu ber­asal dari Jakarta, namun berdarah Pa­lem­­bang.

Sekilas mengenai sejarah keluarga ana. Kebiasaan para habib yang masih menggunakan kebiasaan Arab-nya, nama, pakaian, dan tradisi lainnya, jarang bahkan tidak digunakan di keluarga ana.

Keluarga ana, Ba’abud Kharbasyani, keturunan dari Sayyid Muhsin bin Umar Ba’abud Pekalongan, terkenal dengan sifatnya yang membaur dan merakyat.

Karena datuk-datuk kami sampai ke Habib Muhsin (sembilan generasi di atas ana) berdakwah di lingkungan kerajaan, jadi penasihat pemerintah, banyak ke­turunan beliau yang menggunakan nama Jawa, berpakaian Jawa, dan juga memakai tradisi atau adat Jawa.

Yang cukup termasyhur dari keturun­an beliau, antara lain, Habib Abubakar Puspodipuro bin Hasan Al-Munadi bin Alwi bin Abdulah bin Muhsin Ba’abud, yang ber­dakwah di Keraton Yogya, dan Habib Muh­sin Soeroatmodjo bin Husein bin Ah­mad bin Muhsin Ba’abud (Habib Muhsin Soeroatmodjo, ini datuk ana), yang berdak­wah di Kerajaan Amang­kurat (Solo).

Masa kecil, ana lama di daerah Be­kasi. Sempat juga di Bogor dan di Jakar­ta. Dari kecil ana memang sudah memi­liki ketertarikan terhadap agama Islam. Kelas 6 SD, yang biasanya yang lain asyik melahap buku-buku komik, ana su­dah asyik dengan buku-buku kajian ten­tang agama.
Melihat kegemaran ana yang seperti itu, Abah memerintahkan ana untuk ta­barukan ilmu kepada adik Abah (ami ana), Sayyid Alwi bin Salim Ba’abud, yang bermukim di Bogor, dan memiliki murid yang cukup banyak.

Dengan semangat, berangkatlah ana ke rumah beliau.
Yang ada di pikiran ana, ana akan langsung diajar ilmu-ilmu khusus, karena ana ini keponakannya. Ternyata tidak, ana malah disuruh melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci pa­kaian, dan sejenisnya. Tapi ana lakukan itu dengan senang hati, berharap ba­rakah mengalir ke diri ana.
Ana bertahun-tahun tabarukan ke­pada beliau, walau tidak menetap (pu­lang, nanti sekian minggu ke sana lagi). Ana selalu diwasiati dan dibimbing per­kara-perkara hikmah.

Selain kepada beliau, ana juga ta­barukan kepada Habib Luthfi Bin Yahya, yang banyak memberikan ilmu serta nasihat-nasihat yang amat teduh, juga membangun karakter yang baik.
Karena memang ana belajar keliling, cukup banyak guru ana.

Saat ini, ana membina majelis yang sudah ana jalankan sejak tahun 2006, yaitu Majelis Ratib, Maulid, dan Tafakkur Barokatul Karomah, di Tambun, Bekasi, Jawa Barat.
Kegiatan rutin setiap hari Sabtu malam Ahad, ba’da isya:


Sabtu minggu pertama: Dzikir Ratib Mubarok, karya Al-Imam Al-Habib Abdulloh bin Abu Bakar Alaydrus.
Sabtu minggu kedua: Dzikir Ratib Alatas, karya Al-Imam Al-Habib Umar bin Abdurrahman Alatas.
Sabtu minggu ketiga: Dzikir Ratib Al-Haddad, karya Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Sabtu minggu keempat: Pembacaan tahlil dan Maulid Diba’i, karya Syaikh Abdurrahman bin Ali Ad-Diba’i, dan Maulid Simthud Durar, karya Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.

Setiap majelis itu diisi mauizhah ha­sanah oleh khadimul majelis atau alim ulama lainnya.
Adapun aktivitas lainnya adalah:


Ziarah ke makam para awliya’, dua minggu sekali, dengan beberapa rute, antara lain:
Wilayah Bekasi: Makam Habib Shaleh bin Abdullah Alatas (Gubah Hijau), makam Habib Muhammad Tongkat bin Muhammad Bin Yahya (Kartini), makam Syaikh Ma’sum bin Syaikh Subakir (Cikarang).
Wilayah Pesisir Jakarta: Makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (Luar Batang), makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Koja), makam Kampung Bandan, makam Pangeran Jayakarta (Rawamangun).
Wilayah Pusat Jakarta: Makam Al-Hawi (Condet), makam Habib Ahmad Kuncung bin Alwi Al-Haddad (Kali­bata), makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi (Cikini).
Wilayah Bogor: Makam Habib Salim bin Umar Ba’abud dan Habib Umar bin Ahmad Ba’abud (kakek dan buyut khadimul majelis), makam Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Empang), makam Mbah Khoir Shohibul Bogor (Air Mancur Kota).
Pemberian santunan kepada yatim piatu dan kaum dhuafa.
Tafakkur alam ke berbagai wilayah.

Majelis yang ana bina tidak memiliki jama’ah yang banyak layaknya majelis-majelis yang lain. Ana merasa, apabila jama’ah terlalu banyak, ilmu yang disam­paikan belum tentu bisa diterima dengan baik oleh para jama’ah. Dengan sedikit­nya jama’ah, ana berharap, ilmu seder­hana yang ana sampaikan lebih mudah terserap, diingat, dipahami, dan diterap­kan oleh masing-masing jama’ah.

Untuk tamu-tamu ana, jelas ilmu yang disampaikan tidak sekhusus saat di majelis, tapi lebih kepada hal-hal yang bersifat umum.
Kalangan Hitam

Ana juga membina beberapa ja­ma’ah dari kalangan hitam. Preman, pe­mabuk, wanita malam, dan sejenisnya. Ana memegang prinsip, syiar dakwah se­karang harus seperti syiar dakwah para pendahulu kita. Orang-orang se­perti itu harus didekati, jangan dijauhi. Jangan maunya hanya membina atau dekat dengan orang-orang benar saja, atau yang terlihat benar saja. Orang-orang yang masih kelam hidupnya justru harus lebih diperhatikan. Bagaimana mereka bisa benar kalau mereka dibiar­kan berada dalam ketidakbenaran.


Untuk mengetahui tempat yang te­rang, kita harus tahu terlebih dahulu mana tempat yang gelap. Dari situ kita bisa menentukan bahwa yang ini benar dan yang itu salah.

Alhamdulillah, kebanyakan mereka, yang awalnya gelap, dengan obrolan san­tai, canda tawa, duduk bersama, per­lahan mulai mengarah ke tempat yang terang.

Kepada siapa pun, memang ana me­nerapkan sistem santai dalam tiap peng­kajian.
Alhamdulillah, dengan sistem yang ana gunakan, cukup banyak fitnah dari orang lain. Dibilang bahwa ana ikutan mabuk, ikutan judi, main perempuan. Tapi sesuai dengan perintah dari guru-guru, ana tutup telinga, luruskan niat, lillahi ta’ala. Ana berharap, ada hidayah, kita lihat ke depannya. Alhamdulillah, tetap lancar hingga saat ini.

Sampai saat ini, tantangan yang ana ha­dapi, yang ana rasa juga menjadi tantangan umat, adalah semakin ba­nyaknya paham nyeleneh yang mem­buat orang bingung. Ana kasihan melihat orang yang belum mengerti, ikut dalam paham-paham nyeleneh. Dikasih tahu, mereka tidak mau tahu, malah sok tahu. Semoga Allah membimbing mereka me­nuju hakikat kebenaran agama Rasul­ullah Muhammad SAW.

Hingga saat ini, hampir 24 jam, ru­mah ana, di Jln. Panda 1 D/75 Perum Pon­dok Ti­mur Indah 1, Kelurahan Jati­mulya, Ke­ca­matan Tambun Selatan, Be­kasi, selalu terbuka bagi para tamu. Mereka berda­tangan dengan berbagai macam problem kehidupan, dari berba­gai macam lapisan sosial. Mereka ana sam­but dengan suka cita, karena me­reka adalah tamu-tamu yang mulia, yang hendak mencari kemulia­an. Dengan izin Allah, kita selesaikan ber­sama problem yang ada, akan selesai se­mua dengan kehendak Allah.

Harapan ana, umat seluruhnya ber­satu, jangan membawa bendera sendiri-sendiri, tapi bawalah bendera Rasulullah Muhammad SAW. Ingat, musuh agama me­nyebar luas di muka bumi. Mereka tahu, Islam ini tidak bisa diganggu de­ngan kekerasan. Islam bisa dirusak bila dalam­nya dihinggapi virus, yang perla­han-lahan akan menggerogoti aqidah pemeluknya. Mari, kita jaga aqidah kita dengan ilmu, dekat dengan orang-orang alim. Dan yang terpenting, sekali lagi, bersatulah. Karena virus-virus itu paling enggan mendekati me­reka yang bersatu dalam naungan aga­ma yang penuh rahmat. Bersatu dalam naungan panji Rasulullah SAW.
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.

Indahnya Islam. Indahnya bersatu. Indahnya silaturahim.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar