Kekuatan Silaturahim
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita
bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.
Ana, Hasan Abdul Hadi Ba’abud, kelahiran Jakarta. Ayah ana,
Sayyid Ahmad Ba’abud, berasal dari Bogor, namun berdarah Pekalongan. Ibu
berasal dari Jakarta, namun berdarah Palembang.
Sekilas mengenai sejarah keluarga ana. Kebiasaan para habib
yang masih menggunakan kebiasaan Arab-nya, nama, pakaian, dan tradisi lainnya,
jarang bahkan tidak digunakan di keluarga ana.
Keluarga ana, Ba’abud Kharbasyani, keturunan dari Sayyid
Muhsin bin Umar Ba’abud Pekalongan, terkenal dengan sifatnya yang membaur dan
merakyat.
Karena datuk-datuk kami sampai ke Habib Muhsin (sembilan
generasi di atas ana) berdakwah di lingkungan kerajaan, jadi penasihat
pemerintah, banyak keturunan beliau yang menggunakan nama Jawa, berpakaian
Jawa, dan juga memakai tradisi atau adat Jawa.
Yang cukup termasyhur dari keturunan beliau, antara lain,
Habib Abubakar Puspodipuro bin Hasan Al-Munadi bin Alwi bin Abdulah bin Muhsin
Ba’abud, yang berdakwah di Keraton Yogya, dan Habib Muhsin Soeroatmodjo bin
Husein bin Ahmad bin Muhsin Ba’abud (Habib Muhsin Soeroatmodjo, ini datuk
ana), yang berdakwah di Kerajaan Amangkurat (Solo).
Masa kecil, ana lama di daerah Bekasi. Sempat juga di Bogor
dan di Jakarta. Dari kecil ana memang sudah memiliki ketertarikan terhadap
agama Islam. Kelas 6 SD, yang biasanya yang lain asyik melahap buku-buku komik,
ana sudah asyik dengan buku-buku kajian tentang agama.
Melihat kegemaran ana yang seperti itu, Abah memerintahkan
ana untuk tabarukan ilmu kepada adik Abah (ami ana), Sayyid Alwi bin Salim
Ba’abud, yang bermukim di Bogor, dan memiliki murid yang cukup banyak.
Dengan semangat, berangkatlah ana ke rumah beliau.
Yang ada di pikiran ana, ana akan langsung diajar ilmu-ilmu
khusus, karena ana ini keponakannya. Ternyata tidak, ana malah disuruh
melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci pakaian, dan sejenisnya.
Tapi ana lakukan itu dengan senang hati, berharap barakah mengalir ke diri
ana.
Ana bertahun-tahun tabarukan kepada beliau, walau tidak
menetap (pulang, nanti sekian minggu ke sana lagi). Ana selalu diwasiati dan
dibimbing perkara-perkara hikmah.
Selain kepada beliau, ana juga tabarukan kepada Habib
Luthfi Bin Yahya, yang banyak memberikan ilmu serta nasihat-nasihat yang amat
teduh, juga membangun karakter yang baik.
Karena memang ana belajar keliling, cukup banyak guru ana.
Saat ini, ana membina majelis yang sudah ana jalankan sejak
tahun 2006, yaitu Majelis Ratib, Maulid, dan Tafakkur Barokatul Karomah, di
Tambun, Bekasi, Jawa Barat.
Kegiatan rutin setiap hari Sabtu malam Ahad, ba’da isya:
Sabtu minggu pertama: Dzikir Ratib Mubarok, karya Al-Imam
Al-Habib Abdulloh bin Abu Bakar Alaydrus.
Sabtu minggu kedua: Dzikir Ratib Alatas, karya Al-Imam
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Alatas.
Sabtu minggu ketiga: Dzikir Ratib Al-Haddad, karya Al-Imam
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Sabtu minggu keempat: Pembacaan tahlil dan Maulid Diba’i,
karya Syaikh Abdurrahman bin Ali Ad-Diba’i, dan Maulid Simthud Durar, karya
Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Setiap majelis itu diisi mauizhah hasanah oleh khadimul
majelis atau alim ulama lainnya.
Adapun aktivitas lainnya adalah:
Ziarah ke makam para awliya’, dua minggu sekali, dengan
beberapa rute, antara lain:
Wilayah Bekasi: Makam Habib Shaleh bin Abdullah Alatas
(Gubah Hijau), makam Habib Muhammad Tongkat bin Muhammad Bin Yahya (Kartini),
makam Syaikh Ma’sum bin Syaikh Subakir (Cikarang).
Wilayah Pesisir Jakarta: Makam Habib Husein bin Abubakar
Alaydrus (Luar Batang), makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Koja), makam
Kampung Bandan, makam Pangeran Jayakarta (Rawamangun).
Wilayah Pusat Jakarta: Makam Al-Hawi (Condet), makam Habib
Ahmad Kuncung bin Alwi Al-Haddad (Kalibata), makam Habib Abdurrahman bin
Abdullah Al-Habsyi (Cikini).
Wilayah Bogor: Makam Habib Salim bin Umar Ba’abud dan Habib
Umar bin Ahmad Ba’abud (kakek dan buyut khadimul majelis), makam Habib Abdullah
bin Muhsin Alatas (Empang), makam Mbah Khoir Shohibul Bogor (Air Mancur Kota).
Pemberian santunan kepada yatim piatu dan kaum dhuafa.
Tafakkur alam ke berbagai wilayah.
Majelis yang ana bina tidak memiliki jama’ah yang banyak
layaknya majelis-majelis yang lain. Ana merasa, apabila jama’ah terlalu banyak,
ilmu yang disampaikan belum tentu bisa diterima dengan baik oleh para jama’ah.
Dengan sedikitnya jama’ah, ana berharap, ilmu sederhana yang ana sampaikan
lebih mudah terserap, diingat, dipahami, dan diterapkan oleh masing-masing
jama’ah.
Untuk tamu-tamu ana, jelas ilmu yang disampaikan tidak
sekhusus saat di majelis, tapi lebih kepada hal-hal yang bersifat umum.
Kalangan Hitam
Ana juga membina beberapa jama’ah dari kalangan hitam.
Preman, pemabuk, wanita malam, dan sejenisnya. Ana memegang prinsip, syiar
dakwah sekarang harus seperti syiar dakwah para pendahulu kita. Orang-orang
seperti itu harus didekati, jangan dijauhi. Jangan maunya hanya membina atau
dekat dengan orang-orang benar saja, atau yang terlihat benar saja. Orang-orang
yang masih kelam hidupnya justru harus lebih diperhatikan. Bagaimana mereka
bisa benar kalau mereka dibiarkan berada dalam ketidakbenaran.
Untuk mengetahui tempat yang terang, kita harus tahu
terlebih dahulu mana tempat yang gelap. Dari situ kita bisa menentukan bahwa
yang ini benar dan yang itu salah.
Alhamdulillah, kebanyakan mereka, yang awalnya gelap, dengan
obrolan santai, canda tawa, duduk bersama, perlahan mulai mengarah ke tempat
yang terang.
Kepada siapa pun, memang ana menerapkan sistem santai dalam
tiap pengkajian.
Alhamdulillah, dengan sistem yang ana gunakan, cukup banyak
fitnah dari orang lain. Dibilang bahwa ana ikutan mabuk, ikutan judi, main
perempuan. Tapi sesuai dengan perintah dari guru-guru, ana tutup telinga,
luruskan niat, lillahi ta’ala. Ana berharap, ada hidayah, kita lihat ke
depannya. Alhamdulillah, tetap lancar hingga saat ini.
Sampai saat ini, tantangan yang ana hadapi, yang ana rasa
juga menjadi tantangan umat, adalah semakin banyaknya paham nyeleneh yang
membuat orang bingung. Ana kasihan melihat orang yang belum mengerti, ikut
dalam paham-paham nyeleneh. Dikasih tahu, mereka tidak mau tahu, malah sok
tahu. Semoga Allah membimbing mereka menuju hakikat kebenaran agama Rasulullah
Muhammad SAW.
Hingga saat ini, hampir 24 jam, rumah ana, di Jln. Panda 1
D/75 Perum Pondok Timur Indah 1, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun
Selatan, Bekasi, selalu terbuka bagi para tamu. Mereka berdatangan dengan
berbagai macam problem kehidupan, dari berbagai macam lapisan sosial. Mereka
ana sambut dengan suka cita, karena mereka adalah tamu-tamu yang mulia, yang
hendak mencari kemuliaan. Dengan izin Allah, kita selesaikan bersama problem
yang ada, akan selesai semua dengan kehendak Allah.
Harapan ana, umat seluruhnya bersatu, jangan membawa
bendera sendiri-sendiri, tapi bawalah bendera Rasulullah Muhammad SAW. Ingat,
musuh agama menyebar luas di muka bumi. Mereka tahu, Islam ini tidak bisa
diganggu dengan kekerasan. Islam bisa dirusak bila dalamnya dihinggapi virus,
yang perlahan-lahan akan menggerogoti aqidah pemeluknya. Mari, kita jaga
aqidah kita dengan ilmu, dekat dengan orang-orang alim. Dan yang terpenting,
sekali lagi, bersatulah. Karena virus-virus itu paling enggan mendekati mereka
yang bersatu dalam naungan agama yang penuh rahmat. Bersatu dalam naungan
panji Rasulullah SAW.
Kita bisa menang bila kita kuat. Kita bisa kuat bila kita
bersatu. Kita bisa bersatu bila kita sering silaturahim.
Indahnya Islam. Indahnya bersatu. Indahnya silaturahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar