Kamis, 10 Oktober 2013

Makam Siti Fatimah binti Maimun Gresik

Makam Siti Fatimah binti Maimun berada di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, tidak begitu jauh dari lokasi Masjid Malik Ibrahim
Makam Siti Fatimah binti Maimun berada di sebuah kompleks datar yang luas, dengan makam-makam tua di sekelilingnya.
Kabarnya Makam Siti Fatimah binti Maimun adalah makam Islam yang paling tua di wilayah Asia Tenggara. Siti Fatimah merupakan penyebar agama Islam di wilayah Giri sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.

Selain keunikan cungkup Makam Siti Fatimah binti Maimun yang terbuat dari batu putih, di kompleks Makam Siti Fatimah binti Maimun yang sangat luas ini juga terdapat beberapa kubur yang sangat panjang, jauh lebih panjang dari kubur yang lazim, sehingga sering disebut sebagai Makam Panjang.
Makam Siti Fatimah berada di dalam kelambu. Berjajar di samping Makam Siti Fatimah adalah makam Putri Kamboja, Putri Kucing, dan Putri Keling. Nisan makamnya ditutup kain putih yang sudah mulai terlihat lusuh.
Makam Siti Fatimah binti Maimun di balik kelambu putih, dan berpagar kisi besi. Ukuran nisan dan panjang Makam Siti Fatimah binti Maimun ini tidak berbeda dengan makam para dayangnya.

Di makam inilah ditemukan peninggalan berupa Batu Nisan Leran, sebuah batu nisan dengan pahatan kaligrafi bergaya Kufi, yang merupakan model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi yang ada. Namun Batu Nisan Leran ini telah dipindahkan ke Museum Trowulan pada tahun 1997.

Inskripsi pada Prasasti Batu Nisan Leran terdiri dari tujuh baris, yang terjemahannya:

Dengan Nama Allah (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Semua yang ada
di bumi adalah fana. Dan yang kekal hanya Dzat Tuhanmu yang mempunyai Kebesaran
dan Kemuliaan. makam perempuan yang tak berdosa,
yang lurus, binti Maimun, bin Hibatu’llah, yang meninggal
hari Jum’at delapan Rajab (setelah tujuh malam berlalu)
tahun 475, dengan rahmat
Allah Yang Maha Mengetahui semua yang gaib, Tuhan Yang Maha Agung dan Rasul-Nya yang mulia.
Orang pertama yang menemukan dan membaca inskripsi Batu Nisan Leran, menurut Mahammad Yamin, adalah peneliti asal Belanda bernama JP Moquette pada 1911, kemudian Paul Ravaisse (berkebangsaan Perancis) melakukan beberapa perbaikan. Adalah Mohammad Yamin yang membaca angka tahun 475 H atau 1082 M, bukan 495, sebagai tahun meninggalnya Siti Fatimah, yang konon disebabkan oleh wabah yang sangat ganas.


http://thearoengbinangproject.com/makam-siti-fatimah-binti-maimun-gresik/2/

HABIB SHOLEH BIN MUHSIN AL HAMID( TANGGUL JEMBER JAWA TIMUR)

Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan da’wahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.

Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.

Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Da’wak kepada masyrakat.

Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo’ ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jama’ah Majlis ta’limnya apabila do’a-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjama’ah.

Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati haul beliau

Diposkan oleh Majlis Arrahman


Al Habib Nuh Bin Muhammad Al Habsy - Cahaya dari Singapura

adalah seorang wali Allah SWT yang telah menghabiskan masa hidupnya di singapura. Maqam beliau terletak disebuah bukit, yaitu di Palmer Road, Tanjung Pagar, Singapura.
Habib Nuh Al Habsy berasal dari kedah, malaysia. Beliau berketurunan Rasulullah SAW. mengikuti nasab Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Hussein RA Tidak banyak yang mengetahui kehidupan beliau diusia muda. Beliau adalah mempunyai 4 bersaudara, yaitu Habib Noh, Habib Ariffin dan Habib Zain (kedua-duanya meninggal di Pulau Pinang) dan Habib Salikin, yang meninggal di Daik, Indonesia.
Beliau menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Province Wellesley, Pulau Pinang, mereka dikurniakan hanya seorang anak perempuan bernama Syarifah Badaniah. Syarifah Badaniah kemudiannya berkawin dengan Syed Mohamad bin Hassan Al-Syatiri di Jelutong, Pulau Pinang. Pasangan ini kemudiannya memberikan Habib Noh hanya seorang cucu perempuan bernama Syarifah Rugayah. Dia berkawin dengan Syed Alwi bin Ali Aljunied dan mereka mempunyai lima anak, dua lelaki dan tiga perempuan bernama Syed Abdul Rahman, Syed Abdullah, Syarifah Muznah, Syarifah Zainah dan Syarifah Zubaidah.
Beliau adalah seorang yang amat wara. Waktu malamnya beliau gunakan untuk sholat hingga terbit fajar. Dan beliau juga sering berkunjung ke makam-makam untuk selalu mendoakan roh-roh yang telah meninggalkan jasad.
Habib nuh sangat di idolakan oleh masyarakat, baik yang tua, muda dan bahkan anak-anak. Sering orang melihat karamah-karamah beliau. Beliau juga sering memberikan permen dan uang kepada anak-anak, fakir miskin dan yang memerlukan. Habib Nuh sangat sayang kepada anak-anak karana mereka adalah Ahlul Jannah [ahli Syurga].
Habib Nuh mempunyai banyak sekali karamah selama hidupnya. Beliau pernah dipenjarakan oleh penjajah, tapi anehnya Habib Nuh tetap berada di luar penjara, walaupun dalam penjara kaki dan tangannya dirantai beliau masih bisa keluar, sehingga penjajah tidak bisa lagi untuk memenjarakan beliau.

Habib Noh juga terkenal sebagai tabib yang hebat, banyak sekali cerita yang menunjukkan karomah habib nuh
Beberapa Karomah Beliau
-         Al Habib Nuh disaat mengobati anak-anak. beliau juga tidak segan’’ berjalan jauh tuk mengobati. Pernah diceritakan bahwa beliau pernah mengubah air kelapa menjadi air susu dan diberikan kepada anak dari seorang keluarga miskin yang sedang sakit.

-         Diceritakan lagi bahwa pada satu ketika ada seorang saudagar yang sedang dalam pelayaran ke Singapura. Dalam pelayaran, kapalnya telah dipukul badai yang kencang. Dalam suasana cemas tersebut, saudagar itu berdoa kepada Allah SWT agar diselamatkan kapalnya dari angin ribut tersebut dan dia bernazar jika sekiranya dia selamat sampai ke Singapura dia akan menghadiahkan sebuah kain kepada Habib Nuh. Alhamdulillah, dia dan barang dagangannya diselamatkan Allah dari keganasan angin ribut tersebut. Setibanya di Singapura, dia sangat heran kerana Habib Noh telah sedia menunggu kedatangannya di pelabuhan dan memintanya melaksanakan nazar yang telah dibuatnya di tengah laut itu.

-         Dalam satu peristiwa lain, ketika sebuah kapal hendak berlayar, muncul Habib Noh di perlabuhan. Habib Noh menahan barang2 yang berharga yang dibawa bersama dalam pelayaran itu. Orang2 tidak senang dengan sikap beliau itu tetapi beliau tetap bertegas;
           “Tidak boleh membawa barang-barang yang berharga.”
Beberapa hari kemudian, penduduk Singapura mendapat berita bahwa kapal tersebut telah terbakar dan tenggelam di tengah lautan. Barulah orang2 yang mempunyai barang2 tersebut sadar hikmah dibalik larangan Habib Noh itu.
-         Pada satu saat ada seorang India Muslim yang balik ke India melewati jalan laut untuk. Dia telah berniat bahwa jika dia kembali ke Singapura dengan selamat, dia akan menghadiahkan kepada Habib Noh satu hadiah. Ketika dia pulang, dia terkejut karena melihat Habib Noh sudah menunggunya di tepi laut.
          Habib Noh berkata kepadanya “Saya percaya bahwa anda sudah berjanji         untuk memberikan sesuatu kepada saya.” Terkejut, India Muslim itu berkata, “Katakan kepada saya wahai tuan yang bijaksana, apakah yang tuan hajati dan saya akan dengan senang hati menghadiahkan kepada tuan.”
Habib Noh menjawab, “Saya ingin beberapa gulung kain kuning untuk bersedekah kepada orang miskin, yang memerlukannya dan anak-anak.”
Sambil memeluk Habib Noh, India Muslim itu berkata, “Demi Allah, saya amat gembira untuk menghadiahkan kepada seorang lelaki yang dirahmati Allah karena baik budinya terhadap umat manusia. Berilah pada saya tiga hari untuk menghadiahkannya kepada tuan.”
-         Dikisahkan bahwa Kiyai Agung Muhammad bin ‘Abdullah as-Suhaimi BaSyaiban memang selalu mengamalkan bacaan maulid Junjungan Nabi s.a.w., tetapi kadangkala beliau meninggalkannya.
-          
-         Pada satu malam, beliau bermimpi dan dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Junjungan Nabi Muhammad SAW dan Habib Nuh yang ketika itu sudah berpulang ke Rahmatullah. Dalam mimpi tersebut, Habib Nuh sedang mengiringi Baginda Nabi SAW yang sedang berjalan di hadapan rumah Kiyai Agung, lalu Habib Nuh pun berkata kepada Baginda Nabi SAW: “Ya RasulAllah, marilah kita berkunjung ke rumah kawan saya Muhammad Suhaimi.”
-          
-         Tetapi Junjungan Nabi SAW tidak mau berkunjung sambil bersabda: “Saya tidak ingin berkunjung kesana, Muhammad Suhaimi ini selalu melupakan saya, karena dia selalu meninggalkan bacaan maulid saya.” Habib Nuh merayu kepada Baginda Nabi SAW “Saya mohon kepada Baginda supaya dia diampuni.” Setelah itu barulah Junjungan Nabi SAW. mau masuk dan duduk di dalam rumah Kiyai Agung. Inilah kisah mimpi Kiyai Agung, setelah isyarat mimpi itu, maka Kiyai Agung tidak lagi meninggalkan bacaan maulid, meskipun dalam pelayaran sekalipun dan walaupun hanya 2 atau 3 orang saja dalam majlis pembacaan tersebut.
Habib Nuh al-Habsyi wafat pada hari Jum'at, 14 Rabi`ul Awwal 1283H. Sebelum meninggal, beliau telah mewasiatkan agar dikebumikan di atas sebuah bukit kecil di Jalan Palmer tersebut. Wasiat ini dipandang sedikit aneh karena tempat yang ditunjukkannya itu adalah terpencil dari kuburan orang Islam dan berada di tepian laut. Maka keluarga beliau memutuskan agar jenazahnya dimakamkan saja di tanah perkuburan biasa. Setelah selesai urusan jenazah dan ketika hendak dibawa ke tanah pemakaman biasa, jenazah beliau tidak dapat diangkat oleh orang yang hendak membawanya. Diceritakan puluhan orang mencoba untuk mengangkat jenazah tersebut, semuanya gagal. Akhirnya mereka diperingatkan agar mematuhi wasiat Habib Nuh tentang tempat pengkebumiannya. Maka ketika jenazahnya hendak dibawa ke tempat menurut wasiatnya tersebut, maka orang-orang yang membawanya merasa jenazahnya amat ringan dan mudahlah mereka mengusungnya. Maqam beliau tetap terpelihara sehingga sekarang dan menjadi tempat ziarah bagi mereka yang mencintai para Aulia Allah

Banyak sekali cerita dari karamah-karamah beliau yang patut kita teladani dan kita dapat mencontohi jejak langkah beliau dalam mengikuti perjalanan para leluhurnya sambung-menyambung sehingga ke hadhrat Junjungan Rasulullah SAW

Sumber:
Tujuh Wali Melayu
Sheikh Hassan Abdullah Al-Khatib, penjaga makam Habib Noh

http://pusaka-ilmuanwali.blogspot.com/2013/02/kisah-para-wali-di-tanah-melayu-habib.html


AL HABIB MUHAMMAD BIN AHMAD AL MUHDAR ( BONDOWOSO )

Ulama Bondowoso kelahiran Hadramaut merupakan sosok ulama karismatik yang menjadi panutan masyarakat serta rujukan ilmu dari para ulama. Putra dari seorang ulama besar lahir di desa Quwairoh Hadramaut sekitar tahun 1280 H atau 1859 M. Ayah beliau bernama Habib Ahmad bin Muhammad al muhdhar seorang ulama besar di hadramaut. sejak kecil habib Muhammad bin Ahmad Al muhdhor menuntut ilmu dari ayahnya, kecerdasan dan penguasaan materi yang di berikan Ayahnya membuat Ayahnya merasa bangga terhadap putranya. Menginjak Remaja Habib Muhammad Muhdhor belajar kepada seorang Ulama dan Waliyulloh bernama Habib Ahmad bin Hasan Al athos. Gurunya walaupun buta namun mampu melihat dengan pandangan Batiniyyah yang telah dikaruniakan Alloh SWt.

Sewaktu Gurunya Habib Ahmad bin Hasan Al athos pergi ke suatu daerah untuk berdakwah , beliau mengajak Muridnya Habib Muhammad Al muhdhor untuk menemaninya. Mereka menunggang kuda bersebelahan, dalam perjalanan Habib Muhammad minta izin gurunya untuk membacakan Kitab Al Muhadzdzab karya Imam Abu Ishak. Dan sepanjang Perjalanan Habib Muhammad Al Muhdhor membaca Kitab Muhadzdzab sedangkan gurunya menyimak bacaan Muridnya sampai khatam. Selesai menghatamkan Kitab Muhadzadzab gurunyapun mendo’akan habib Muhammad al Muhdhor .

Tahun 1886 M Habib Ahmad Al muhdhor ayah Habib Muhmmad al muhdhor meninggal dunia , Orang yang selama ini menjadi sugesti dan tempat mengadu telah dipanggil Alloh SWt. Setelah itu pula habib Muhammad al muhdhor mulai melakukan ritual Dakwahnya ke berbagai daerah. Gaya bahasa dan tutur kata yang lembut mampu meluluhkan hati setiap orang. Setiap kali daerah yang dikunjungi nya selalu ramai orang berbondong -bondong mengelilinginya untuk belajar kepadanya.

Setelah sekian lama melakukan ritual dakwahnya kebebagai daerah hingga akhirnya Beliau menetap di Bondowoso Jawa timur. Keharuman namanya serta kedalaman ilmu yang dimiliki mampu membuat simpatik masyarakat serta para ulama dari berbagai daerah Ditanah air. Salah seorang ulama Surabaya Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi sangat mengagumi habib Muhammad Al Muhdor hingga Menikahkan dengan salah seorang putrinya. Mertua dan Menantu yang memang seorang ulama bahu membahu untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar kepada masyarakat, pendirian Madrasah Al Khaeiriyyah Surabaya dan darul Aitam Jakarta adalah juga merupakan usaha dari Habib Muhammad Muhdhor untuk mengajak para Donatur menyisihkan hartanya membangun tempat tersebut.

Majlisnya tak pernah sepi dari para Muhiibin yang menghadirinya , kepedulian Habib Muhammad al muhdhor terhadap ilmu sangat besar maka tak heran bila beliau mendapat tempat tersendiri di hati para ulama . tak jarang beliau menghabiskan waktunya untuk menelaah kitab -kitab dan mengajarkannya kepada umat. Perhatian beliau terhadap umatpun sangat besar, tak segan segan Habib Muhammad membantu kesulitan umat baik berupa materi mapun imateril. Begitupun terhadap tamu yang berkunjung ke rumahnya, beliau akan sambut tamu tersebut di depan pintu dengan senyumnya yang bersahaja, maka tak jarang para tamu yang berkunjung kerumahnya untuk datang kembali karena keramah tamahan yang dimilki Habib Muhammad Al muhdhor.

Tanggal 4 may 1926 Habib Muhammad al muhdhor Wafat setelah beberapa hari di rawat di Rumah sakit di surabaya, beliau meninggalkan 5 orang putra dan 3 anak perempuan. Masyarakat dan para ulama baik dari Ahli bait maupun ahwal merasa sangat kehilangan sosok ulama yang sangat perduli dengan umat. Beliau dimaqomkan disamping maqom mertuanya Habib muhammad al habsy.

Diposkan oleh ANDRI WIJAYA


Al Maghfurlah Al-Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, Palu-Sulawesi Tengah

VeiLady Guru tua, begitu Beliau disapa. Beliau adalah Ulama Hadamaut yang hijrah ke Indonesia untuk menjaga benteng pertahanan akidah Islam di Sulawesi dari rongrongan ancaman Missionaris Kristen. Beliaulah pendiri Yayasan Alkhairaat, yang kini terdiri dari TK, SD, SMP,SMA, SMK,MI, MTS, MA hingga Universitas. Lembaga-lembaga pendidikan Islam Al-Khairaat berpusat di Kota Palu dan menyebar ke daerah sekitar, menjadikannya sebagai pintu gerbang dakwah Islam di Kawasan Timur Nusantara.

Nasab Beliau adalah :
Habib Idrus bin Salim bin Alwi bin Segaf bin Alwi bin Abdullah bin Husein bin Salim bin Idrus bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Abu Bakar Aljufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ali bin Muhammad Faqqqih Al-Muqaddam bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa An-Naqib bin Ali AL-‘Uraidhi bin Jakfar As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Azzahrah binti Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.
Habib Idrus lahir di kota Taris, 4 km dari ibu kota Seiwun, Hadramaut, pada 14 sya’ban 1309 H bertepatan dengan 15 Maret 1881 M. Beliau mendapat pendidikan agama langsung dari ayah dan lingkungan keluarganya. Ayah beliau, Habib Salim adalah seorang qadhi (hakim) dan mufti (Ulama yang memiliki otoritas mutlak untuk memberi fatwa) di Kota Taris, Hadramaut. Sedangkan kakek Beliau, Al Habib Alwi bin Segaf Aljufri, adalah seorang ulama di masa itu. Beliau adalah salah satu dari lima orang ahli hukum di Hadramaut yang fatwa-fatwanya terkumpul dalam kitab Bulughul Musytarsyidin, karya Al-Imam Al-habib Abdurrahman Al-Masyhur.
Tatkala Habib Idrus menginjak usia remedial, ayah Beliau Al-Habib Salim melihat bahwa kelak anak nya ini bisa menggantikannya. Beliaupun mendidik anaknya tersebut secara khusus. Habib Salim membuatkan kamar khusus bagi anaknya agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Habib Idrus kemudian mendalami berbagai Ilmu seperti tafsir, hadits, tasawuf, fiqih, Tauhid, Mantiq, ma’ani, bayan, badi’, nahwu, sharaf, falaq, tarikh dan sastra. Selain pada ayahnya, Habib Idrus juga belajar kepada Para Ulama dan Auliya’ di Hadramaut, diantaranya adalah : Al-Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Al-Habib Abdurrahman bin Alwi bin Umar Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ibrahim bilfaqih, Al-Habib Abdullah bin Husein bin Sholeh Al-Bahar, Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi. Dan Al-Habib Abdullah bin Umar As-Syathiri di Rubath Tarim.
Kemudian pada tahun 1327 H. atau sekitar tahun 1909 M bersama sang ayah, Habib Idrus berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah salallahu alaihi wasallam di Madinah. Di sana mereka menetap selama enam bulan. Selama itu Habib Salim memanfaatkan waktunya untuk mengajak putranya ini berziarah kepada para ulama dan Auliya’ yang berada di Hijaz pada masa itu, untuk memminta berkah, do’a serta ijazah dari mereka. Salah satunya kepada Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani di Makkah. Habib Salim kemudian membawa putranya kembali ke Hadramaut. Setelah itu beliau membawa Habib Idrus berlayar ke Indonesia tepatnya di kota Manado untuk menemui ibunya Syarifah Nur Al-Jufri serta Habib Alwi dan Habib Syekh yang merupakan kedua saudara kandung Habib Idrus yang telah terlebih dahulu hijrah ke Indonesia. Setelah beberapa waktu di Indonesia, Habib Idrus dan ayahnya kembali ke Hadramaut. Sebtibanya di Hadramaut, Habib Idrus mengajar di Madrasah yang dipimpin oleh ayah beliau.
Setelah itu Habib Idrus menikah dengan Syarifah Bahiyah, yang kemudian dikaruniai tiga orang anak: Habib Salim, Habib Muhammad dan Syarifah Raguan. Pada bulan Syawwal 1334 H bertepatan dengan 1906 M ayah beliau wafat. Dan pada tahun itu pula Habib Idrus diangkat oleh Sultan Mansur sebagai Mufti dan Qadhi di kota Taris, Hadramaut, padahal usianya saat itu baru 25 Tahun.
Semenjak tahun 1839 M Hadramaut berada dalam penjajahan Inggris. Pada masa penjajahan Inggris itulah Habib Idrus bersama seorang sahabatnya, Habib Abdurrahman bin Ubaidillah (keduanya dikenal sebgai ulama yang moderat) bermaksud ke Mesir untuk mempublikasikan kekjaman Inggris dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Inggris di Hadramaut. Setelah sesuatunya dipersiapkan dengan matang dan rapi, keduanya berangkat melalui Pelabuhan Aden. Namun di Pelabuhan Laut Merah itu rencana mereka diketahui oleh pasukan Inggris. Keduanya ditangkap, dokumennya disita dan dimusnahkan. Setelah ditanah beberapa waktu kemudian mereka dibebaskan dengan syarat, mereka tidak diperbolehkan bepergian ke negeri Arab manapun. Setelah kejadian itu Habib Abdurrahman memilih tinggal di Hadramaut, sedangkan Habib Idrus memilih hijrah ke Indonesia.
Pada tahun 1925 M Habib Idrus kembali untuk kedua kalinya ke Indonesia. Pada mulanya beliau tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah. Di sana beliau menika dengan Syarifah Aminah Al-Jufri. Dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua anak perempuan, Syarifah Lulu’ dan Syarifah Nikmah. Syarifah Lulu’ kemudian menikah dengan Sayyid Segaf bin Syekh Al-Jufri, yang salah seorang anaknya adalah Dr.Salim Segaf Al-Jufri, Duta besar Indonesia untuk Arab Saudi periode sekarang.
Pada tahun 1926 M beliau pindah ke kota Jombang, disana beliau mengajar dan berdagang. Namun di penghujung tahun 1928 M karena seringkali mengalami kerugian dalam berdagang, Habib Idrus berhenti Berdagang dan memulai mengajar. Di tahun itu pula beliau pindah ke kota Solo. Pada tanggal 27 Desember 1928 bersama beberapa Habaib beliau mendirikan Madrasah Rabithah Alawiyah di kota Solo. Namun, pada akhir tahun 1929 M Habib Idrus meninggalkan kota Solo dan hijrah ke Sulawesi. Beliau kemudian berlayar menuju Manado. Ketika kapalnya singgah di Donggala, Habib Idrus menggunakan kesempatan itu untuk berkonsolidasi dengan komunitas Arab yang dipimpin Syekh Nasar bin Khams Al-Amri, di situ beliau mengutarakan tentang rencananya untuk mendirikan madrasah di kota Palu.
Setibanya di Manado, Habib Idrus mendapatkan telegram tentang hasil musyawarah masyarakat arab yang ada di Kota Palu mengenai pendirian Madrasah. Pada akhirnya disepakati bersama bahwa sarana pendidikan berupa gedung akan disiapkan oleh masyarakat arab Palu, sedangkan gaji guru, Habib Idrus yang akan mengusahakannya. Pada awal 1930 M Habib Idrus menuju kota Palu. Dan pada tanggal 30 Juni 1930 M setelah mengurus prizinan pendirian dan surat-surat lainnya ke pemerintah Hindia Belanda, maka, diresmikanlah Madrasah Al-Khairaat di Kota Palu.
Dalam perkembangannya, pengelolaan Madrasah sepenuhnya ditangani oleh Habib Idrus. Para murid yang belajar di sana tidak dipungut biaya sama sekali. Hal ini karena Habib Idrus mengadaptasi sistem pendidikan arab yang pada umumnya tidak memungut biaya kepada para muridnya. Sehingga para murid lebih fokus dalam belajar. Habib Idrus membrikan gaji kepada para guru dan staf sekolah dari hasilnya berdagang.
Habib Idrus mengajar para santrinya dengan penuh dedikasi dan profesionalitas yang tinggi. Keikhlasan dan keuletan beliau telah membuahkan hasil. Perguruan Al-Khairaat waktu itu telah menghasilkan guru-guru Islam yang handal yang kemudian disebarkan ke seluruh pelosok Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. Keberadaan perguruan Al-Khairaat dan para santrinya telah berhasil membentengi kawasan Timur Indonesia dari para penginjil, yang waktu itu pada masa Hindia Belanda ada tiga organisasi yang bertugas mengkristenkan suku-suku terasing di Sulawesi Tengah. Mereka adalah Indische Kerk (IK) berpusat di Luwu, Nederlands Zending Genootschap (NZG) berpusat di Tentena, dan Leger Dois Hest (LDH) berpusat di Kalawara.
Pada tanggal 11 Januari 1942 M Jepang menduduki Sulawesi dan menjadikan kota Manado sebagai pusat pangkalan di Kawasan Timur Indonesia. Tidak berselang lama stelah itu, Jepang memerintahkan penutupan perguruan Al-Khairaat. Selama tiga setengah tahun kependudukan Jepang, Habib Idrus tidak menyerah sedikitpun untuk mengajar para muridnya. Proses belajar mengajar tetap berlangsung meskipun secara sembunyi-sembunyi. Lokasi pembelajarandialihkan ke desa Bayoge, yang berjarak satu setengah kilometer dari lokasi perguruan Al-Khairaat. Pengajarannya dilaksanakan pada malam hari dan hanya menggunakan penerangan seadanya, para muridnya datang satu persatu secara sembunyi- sembunyi. Tepat saat kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Habib Idrus kembali membuka perguruan Al-Khairaat secara resmi. Beliau berjuang kembali untuk mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam. Hingga selama kurun waktu 26 tahun (1930-1956) lembaga yang telah dirintisnya ini telah menjangkau seluruh kawasan Indonesia Timur.
Perguruan Alkhairaat kemudian mengembangkan sayapnya dengan membuka perguruan tinggi pada tahun 1964 M dengan nama Universitas Islam Al-Khairaat dengan tiga fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah. Dan Habib Idrus sebagai Rektor pertamanya. Ketika terjadi peristiwa pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965, perguruan tinggi Al-Khairaat dinonaktifkan untuk sementara. Para Mahasiswanya diberikan tugas untuk berdakwah di daerah-daerah terpencil kawasan Sulawesi. Hal ini sebagai upaya untuk membendung paham komunis sekaligus melebarkan dakwah Islam. Setelah keadaan kondusif, pada tahun 1969 perguruan Tinggi Al-Khairaat dibuka kembali.
Masih dalam suasana Idul Fitri, sakit parah yang telah lama diderita Habib Idrus kembali kambuh. Bertambah hari sakitnya semakin berat. Maka, guru, Ulama dan Sastrawan itu wafat, pada hari senin 12 Syawwal 1389 H betepatan dengan 22 Desember 1969 M. sebelum menjelang detik-detik kewafatannya, Habib Idrus sudah mewasiatkan tentang siapa saja yang memandikan jenazah, imam shalat jenazah, tempat pelaksanaan shalat jenazah, siapa yang menerima jenazah di Liang lahat, muadzin di liang lahad, sampai yang membaca talqin di kubur.
Habib Idrus tidak meninggalkan karangan kitab, namun karya besarnya adalah Al-Khairaat dan murid-muridnya yang telah memberikan pengajaran serta pencerahan agama kepada umat. Mereka para murid-murid Al-Khairaat meneybar di seluruh kawasna Indonesia untuk meneruskan perjuangan sang Pendidik yang tak kenal putus asa ini. Salah satu murid belia yang melanjutkan dakwahnya adalah Ustad Abdullah Awadh Abdun, yang hijarh dari kota Palu ke Kota Malang untuk berdakwah dan mendidik para muridnya dengan mendirikan pesantren Daarut Tauhid di Kota Malang. Ketika wafat, Habib Idrus telah mewariskan 25 cabang Alkhairaat dan ratusan sekolah, serta beberapa madrasah yang beliau dirikan kala hidupnya. Kini perguruan Besar Alkahiraat danYayasan Al-khairaat, dibentuk pula Wanita Islam Al-Khairaat dan Himpunan Pemuda Al-Khairaat.

Wallahu A`lam

Diposkan oleh Majlis Arrahman


Al Habib Alwy Bin Abdullah Bin Husen Bin Sahil

sebutan puang Towa,Beliau Lahir di Lasem sekitar Tahun 1835 M ayah beliau bernama Habib Abdullah Bin Husen bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Sahil, ibunya bernama Raden Ayu Habibah Almunawwar Patih Lasem ,sejak kecil belajar sama Ayahnya dan selanjutnya di minta ayahnya untk berangkat Timur Tengah Kota Mekkah Sama di negeri Yaman,setelaah kembali dari Timur Tengah maka beliau tiba di Batavia,dan tinggal beberapa bulan lamanya kemudian ketempat kelahirannya di Lasem,seorang pengembang Agama islam,maka beliau berangkat dari satu daerah ke daerah lain seperti halnya ketika tinggal di nusa tenggara barat(Sumbawa) selama di sumbawa beliau mengadakan pemurnian ajaran islam dgn memberikan pembinaan keagamaan terhadap masyarakat setempat,bahkan beliau mempunyai istri dan memiliki anak yg bernama sy Fatimah Binti Alwy Bin Sahil,Masuk Tanah Mandar , Berdasarkan informasi

saudagar mandar tentang kondisi mandar ,maka akhirnya beliau tertarik dan bersedia meninggalkan sumbawa utk ikut bersama saudagar guna melanjutkan misi dakwahnya ke tanah mandar ,dgn tujuan menyebarkan dan menyiarkan agama Islam.daerah yg ditmpati berdakwah; Monjopai..Pambussuang Dan Campalgiang Habib Alwy Bin Abdullah Bin Sahil sering ke daerah2 pegunungan tempat orng yg masih banyak memiliki pemahaman terhadap benda-benda gaib dan kepercayaan animisme.dalam dakwahnya sering di temani oleh Syekh Muhammad Tahir (Imam Lapeo) salah satu murid beliau ,Habib Alwy bin Abdullah Bin Sahil Wafat di campalagiang tanggal 9 April 1934 dan di makamkan di Mesjid Besar Campalagiang Desa Bonde Kec Campalgiang Polewali Mandar Sulawesi Barat.Anak-Anak Beliau; 1.Habib Hasan Bin Alwy Bin Sahil. 2.Habib Muhsin Bin Alwy Bin Sahil 3.Habib Husen Bin Alwy Bin Sahil 4.Syarifah Fatimah Binti Alwy Bin Sahil. 5.Syarifah Intan Binti Alwy Bin Sahil. 6.Syarifah Rugaiyah Binti Alwy Bin Sahil. 7.Syarifah Hural Aini Binti Alwy Bin Sahil. 8.Syarifah Hasmiyah Binti Alwy Bin Sahil. 9.Syarifah Murdiyah Binti Alwy Bin Sahil. 10.Syarifah Zahrah Binti Alwy Bin Sahil.

Di ambil dari berbagai sumber

http://anismahdi.blogspot.com/2013/02/habib-alwy-bin-abdullah-bin-sahil-puang_3.html

Habib Alwi bin Salim Al-Idrusy

Lautan Hikmah Sang Arif yang merakyat

Al ‘Allamah Al Wari’ Al Habib Salim bin Ahmad Al ‘Aydrus lahir di kota Malang Jawa Timur dari pasangan Habib Salim bin Ahmad dengan Hababah Fathimah. Tak heran jika kelak Hb.Alwi menjadi ulama’ besar yang syarat dengan kharisma. Disamping berkah kewara’-an kedua orang tuanya, beliau sendiri, juga karena memang ibunda beliau pernah mendapat bisyaroh (kabar gembira) di kala mengandungnya.

Sejak kecil Hb. Alwi telah menunjukan kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu. Menuntut ilmu beliau geluti tanpa mengenal lelah. “Tiada Hari Tanpa Belajar”, demikianlah mungkin motto beliau semasa muda. Kapan dan di manapun beliau senantiasa belajar. Begitu urgen ilmu di mata Hb. Alwi, hingga akhir hayatpun beliau senantiasa setia merangkulnya.

Habib Alwi lebih banyak belajar kepada Al ‘Allamah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih. Seorang ulama terkemuka yang mendapatkan sanjungan dari salah seorang maha gurunya Al Habib Alwi bin Abdulloh bin Syihab, _”Wabilfagiihi fil fighi kal adzro’i, wa fittashowwufi wal adabi muttasi’i”. Marga bilfagih (Hb. Abdul Qodir) dalam bidang fiqih bagai Imam Adzro’i, Dan dalam ilmu tasawuf serta kesusastraan bak lautan yang tak bertepi.

Habib Alwi adalah figur yang akrab dengan akhlaqul karimah. Apabila bertemu dengan muslim, beliau senantiasa menebar salam lebih dahulu. Dengan siapapun beliau selalu berkomunikasi dengan tutur kata yang halus dan sopan, bahkan sering kali tutur katanya membuat hati yang mendengarkan menjadi tenang. Sikap yang lemah lembut dan rendah hati senantiasa menghiasi hari-harinya. Tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai Bapak anak yatim, kasih sayang dan kepedulian kepada mereka sangat kental dengan pribadi Hb. Alwi.

Keluhuran akhlaq dan keluasan ilmunya mampu melunakkan hati semua orang, kafir sekalipun. Suatu saat ada seorang non-muslim keturunan Tionghoa bertandang di kediaman beliau guna mendiskusikan ajaran agama islam. Dengan ramah dan senang hati Hb. Alwi menemuinya dan mengajaknya berkomunikasi dengan tutur kata dan akhlaq yang luhur. Mendengarkan penjelasan dan petuah-petuahnya orang tersebut tercengang dan terkesima. Seketika ia memantapkan hati menyatakan diri memeluk agama islam.

Dalam urusan mengajar dan berdakwah Hb. Alwi senantiasa berada di barisan terdepan. Sakit, hujan ataupun sedikitnya yang hadir dalam majlis beliau, semuanya tak mengurangi sedikitpun semangat bahkan keikhlasannya dalam mengajar dan berdakwah. Suatu ketika Habib ‘Alwi mengajar di desa Gondanglegi Malang. Dalam perjalanan menuju desa tersebut hujan turun sangat lebat. Melihat kondisi demikian, salah seorang murid beliau yang menyertainya ketika itu mengusulkan agar majlis tersebut ditunda. Namun tidak demikian dengan Habib Alwi, karena beban dan tanggung jawab sebagai pengemban risalah nabawiyah, beliau tetap konsisten. Ironisnya, ketika sampai di tempat, ternyata yang hadir saat itu hanya segelintir manusia. Meskipun demikian Hb. Alwi tak patah semangat.

Bagi Hb. Alwi, apalah artinya semangat jika tanpa disertai keikhlasan. Pernah Habib Alwi diundang ceramah di wilayah Sukorejo. Beliau berangkat tidak dijemput dengan mobil mewah layaknya para muballigh lainnya. Tapi beliau hanya dijemput oleh salah seorang utusan panitia. Nanum, dengan landasan ikhlas yang tinggi dan ditopang semangat juang yang gigih, beliau berangkat ke Sukorejo hanya dengan mengendarai oplet, demi misi syiar islam.

Kesederhanaan memang tersirat dalam diri Habib Alwi. Memang untuk urusan mengajar beliau bukan tipe ulama yang perhitungan. Di mana dan kapanpun selagi tidak ada udzur syar’i. Siapapun orangnya yang meminta sampai harus naik apa, beliau bersedia hadir. Tidak jarang beliau diundang oleh orang miskin, di pelosok desa yang penuh rintangan, naik dokar sekalipun Habib Alwi menyanggupinya.

Hampir setiap sore terutama hari kamis Hb. Alwi memberikan pengajian di masjid Jami’ Malang. Takmir masjid tidak menyediakan mobil jemputan untuk Hb. Alwi. Untuk itu beliau rela pulang pergi dari rumah ke masjid dengan naik becak.

Da’wah Hb.Alwi melegenda ke segenap lapisan masyarakat. Mereka mengenal sosok Hb. Alwi sebagai ulama’ yang memiliki kepribadian yang santun dan bersahaja. Maka tak heran jika beliau memiliki pengaruh kuat yang membuahkan hasil perubahan dan peningkatan. Keberaniannya dalam menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil mampu menembus dinding baja ruang kerja para pejabat pemerintah. Ketika ada di antara mereka yang bertindak semau gue tanpa mengindahkan syariat agama islam, beliau tidak segan-segan menegurnya.

Demi misi dakwah, Habib Alwi sanggup merelakan segalanya. Dalam hidupnya beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Lebih-lebih ketika berdakwah di pedesaan, beliau membawa makanan sendiri dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Hampir setiap hari, dalam pengajian yang beliau gelar di kediamannya, Hb. Alwi menjamu para santrinya. Belum lagi ketika beliau mengadakan pengajian secara mendadak, maka beliau tidak segan-segan untuk merogoh koceknya sendiri demi langgengnya dakwah islamiyah. Begitu ramah dan supelnya Hb. Alwi, sehingga tukang becak atau pengemis sekalipun tidak merasa sungkan bertamu kepada beliau. Lebih heran lagi, Hb. Alwi tidak pernah membeda-bedakan tamunya, ini pejabat, ini tukang becak dan sebagainya. Beliau menghormati semua tamunya dengan pelayanan yang proporsional. Sebagai tuan rumah beliau tidak segan-segan mengeluarkan sendiri hidangan untuk tamunya.

Suatu ketika ada seorang pengemis bertamu kepada Hb. Alwi. Kala itu beliau sedang istirahat siang sementara beberapa santrinya berjaga-jaga di serambi rumah beliau. Rupanya sang pengemis tersebut bersikeras ingin bertemu sang Habib sekalipun para santri tidak mengizinkannya. Namun akhirnya pun sang pengemis angkat kaki dari rumah Hb. Alwi membawa kekecewaan yang mendalam. Rupanya Hb.Alwi mengetahuinya. “Tadi ada tamu pengemis ya?”, tanya Hb.Alwi kepada santrinya. “Iya Bib, tapi habib sedang istirahat”, jawab salah seorang santrinya. “Kenapa tidak membangunkan saya? Iya kalau yang datang tadi pengemis betulan, kalau ternyata Nabiyulloh Khidir as?”, tegas Hb. Alwi.

Maka berkat akhlaqul karimah, sabar, ikhlas istiqomah serta berbagai mujahadah yang beliau telateni salama ini, semasa hidup Hb. Alwi sudah menerima bisyaroh dari Al Imam Syafi’i ra berupa dua jaminan dari beliau. Yang pertama di dunia dan yang kedua untuk yang kedua (akherat). Bahkan semasa hidupnya pula Hb. Alwi pernah bertemu dengan datuknya Rosululloh SAW secara yaqodzoh (terjaga/bangun) sebanyak 35 kali.

Habib Alwi meninggal pada tahun 1995 M dan dimakamkan di pemakaman Kasin Malang di sebelah utara kubah maha gurunya Al ‘Arif billah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih.

http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/al-habib-alwi-bin-salim-al-idrusy/

Al Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi (Simtud Duror)

dilahirkan pada hari Juma’at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di negeri Hadhramaut.

Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya; ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya; As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang solihah yang amat bijaksana.

Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.

Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.

Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan sahaja di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya – di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.

Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.

Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabi’ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.

Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.

Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.

Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan diberinya judul “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).

Dipetik dari: Untaian Mutiara – Terjemahan Simtud Duror oleh Hb Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi



AL HABIB AL WALID ISA BIN MUHAMMAD BIN SYECH AL QATMYR AL-KAFF

merupakan sosok individu yang sangat sederhana sekali dengan pakaian ketawaddu'an ini sedikit sekali orang yang dapat mengenal siapa beliau sebenarnya. Kehidupan ekonomi al habib begitu memprihatinkan dan membuat hati kita sedih, untuk menunjang kehidupan hari-hari, al habib menerima upah menjahit pakaian. Juga terkadang beliau berdagang dengan bermodal kepercayaan dari orang yang memiliki barang-barang dagangan yang polanya serabutan.
Tempat tinggal beliau sangat sederhana sekali dimana bila kita masuk kerumahnya maka langit-langit rumahnya dapat kita sentuh dengan mengangkat tangan kita. Rumah yang Al Habib diami adalah rumah panggung kayu dua tingkat dimana Al Habib tinggal dibagian bawah rumah, dapat kita bayangkan kondisi udara yang cukup lembab.Rumah tersebut hingga saat ini masih dapat kita lihat yakni di Jl. Ali Qatmyr lrg. Kedipan 13 Ilir Palembang. Para Habaib yang ada saat itu hanya datang dan memperhatikan Al Habib saat mereka mencari nasab, mau nikah ataupun masalah warisan lebih dari itu kehidupan Al Habib nyaris terabaikan dan tidak ada perhatian sama sekali mengenai kehidupannya, sementara beliau berupaya menjaga benteng kemurnian nasab yang mulia sementara untuk yang lain kita berani berkorban mati-matian, inikah kondisi gambaran golongan Alawiyin yang sudah sakit sangat kronis sekali. Kalau Alawiyin sudah begini bagaimana masyarakat umum ?????.
Setiap ada acara-acara Al Habib selalu berada di baris bagian belakang dan sambil bertanya kepada anak-anak muda siapa namanya, nama orang tuanya, nama kakek dan neneknya. Sepulang kerumah AlHabib membuat catatan tersendiri. Pada catatannya Al Habib dengan rapi mencantumkan nama fulan bin fulan nikah dengan fulana binti fulan pada tanggal, bulan dan tahun. Kita akan kagum dan terheran-heran karena kita merasa belum mencatatkan nama kita tetapi beliau mengetahuinya. Inilah gambaran orang-orang yang ikhlas tetapi kehidupannya sangat memprihatinkan.
Bersamaan dengan masa itu juga Al Walid Al Habib Muhammad bin Alwi Al bin Hood Al Athas (yang menjadi ketua / Ahli nasab saat itu di Maktab Adda'imi - Rabithah Alawiyah Jakarta), Al Habib Muhammad dengan kejujuran yang ada mengatakan bahwa untuk wilayah Sumatera dan Semenanjung serta sebagian Kalimantan Al Habib Isa jauh lebih mengetahui dibanding beliau. Disini dapat kita lihat kita punya orang-orang tua jauh lebih terbuka fikirannya dibandingkan dengan kita, alfaqier sempat ceritakan mengenai kehidupan al habib Isa kepada Al Walid Muhammad bin Alwi AlAthas. Mendenger cerita alfaqier Al habib Muhammad sangat kaget dan tersentak kemudian beliau mencoba menghubungi salah seorang sahabatnya ditanah Melayu dan secara bersama-sama Al habib Muhammad dengan seorang habib dari tanah Melayu berkunjung ke kediaman Al Walid Alhabib Isa dan sedikit memberikan tanda cinta kasih sesama Alawiyin, satu tindakan yang sangat indah sekali yang belum pernah kita lakukan untuk menghargai seseorang ahli nasab.
Setelah kunjungan tersebut al Faqier sempat kembali bertemu dengan Al walid Muhammad bin Alwi Al Athas dan beliau bercerita panjang lebar. Yaa....Waladi (wahai anakku) begitukah orang-orang ditempat asal ente yang tidak menghargai orang yang memiliki ilmu yang begitu berjasa dan mempunyai kedudukan khusus disisi ALLAH dan RASULNYA ?????.
Ada satu jasa beliau lagi yang sempat luput dari pengamatan kita yaitu dalam dasa warsa tahun 1980 an Al habib Isa dengan gigih mengurus Maqam Keramat Kembang Koci Di Pelabuhan Boom Baru Palembang. Dimasa itu beliau seorang diri begitu gigih mempertahankan keberadaan maqam tersebut bahkan beliau pernah tidur di maqam tersebut kira-kira tahun 1994 awal. Pada waktu itu maqam tersebut akan di buldozzer /diratakan dengan tanah guna perluasan pelabuhan Boom Baru sehingga beliau beberapa malam menjaga kuburan tersebut jangan sampai dirusak. al faqier bertemu al habib Isa terakhir tahun 1994 dimana waktu itu beliau dalam keadaan sakit parah, kedua kaki beliau bengkak juga muka beliau nampaknya al habib terkenah gagal ginjal. Al faqier tidak melihat saat itu adanya upaya untuk membantu al habib untuk berobat ke dokter, akhirnya setelah lebih kurang satu minggu alfaqier bertemu beliau, alfaqier mendapat khabar bahwa beliau telah wafat di Palembang. Kesedihan yang sangat menyelimuti kita karena kehilangan orang besar sementara kita belum bisa menghargai jasa-jasanya.
Alhabib banyak meninggalkan catatan-catatan dalam bentuk pohon nasab dari berbagai macam qabilah. Al habib menulisnya dari almanak/tanggalan bekas karena ketidak mampuan membeli kertas dan sangat sayang sekali semua dokumentasi / hasil karya alhabib Isa banyak yang hilang, Alhabib sempat berpesan bila beliau telah tiada tolong buku yang 15 jilid di kembalikan ke Maktab Adda'imi Pusat Jakarta. Sewaktu Al Habib Zainal Abidin Assegaf menjabat sebagai ketua Maktab Adda'imi - Rabithah AlAlawiyah buku tersebut belum berada di pusat hingga menjelang tahun 1999. Alhamdulillah sebagian karya tulisan pribadi al Walid Al Habib Isa ini ada pada Alfaqier / Maktab Naqobatul Asyrof Al Kubro Jakarta. Al habib dikuburkan di qubah Al-kaff (di Palembang disebut juga qubah kecik/kecil) bersebelahan dengan qubah besar di Jalan Dr.M.Isa Kenten 8 Ilir, Palembang.
Demikianlah riwayat yang sangat singkat ini dapat al faqier tuliskan disini dan ini jauh dari sempurna tetapi hanya inilah yang untuk sementara yang bisa alfaqier tunjukkan sebagai rasa terima kasih kepada :
"GURUKU SEKALIGUS KAKEKKU TERCINTA AL WALID AL HABIB ISA BIN MUHAMMAD BIN SYECH AL-QATMYR AL-KAFF"
SEMOGA ALLAH BERKENAN MENERIMAH AMAL IBADAHNYA DAN DILAPANGKAN KUBURANNYA SEPERTI DI TAMAN SYURGA .

Diposkan oleh Majlis Arrahman



AL IMAM AL QUTHUB AL HABIB ABU BAKAR AL ADENI BIN ABDULLAH ALAYDRUS

( Bergelar AL-ADENI karena Beliau memiliki karomah bisa menurunkan Hujan Air Susu )

Beliau dilahirkan pada awal abad ke-9 Hijriah atau tepatnya pada tahun 851 H, bertepatan dengan 1432 M. Ada juga yang mengatakan bahwa kelahirannya adalah pada 852 H, adapun kota tempat dilahirkannya Imam Al-Adeni adalah kota Tarim, salah satu pusat keagamaan di propinsi Hadhramaut. Imam Al-Adeni tumbuh dalam naungan dan perhatian dari ayahandanya Imam Abdullah Alidrus, serta pamannya Imam Ali bin Abi Bakar Assakran dan Syeikh Alwali Saad bin Ali Madizhij, ketiga imam inilah yang berperan penting dalam membangun jati diri Imam Al-Adeni, maka suatu hal yang wajar kalau dalam usia yang masih belia, Imam Al-Adeni sudah hafal Al-qur'an, bahkan lebih dari itu beliau diberi futuh oleh Allah dalam memahami isi dan kandungan Al-qur'an, dikisahkan bahwa ayahandanya berpesan kepada guru ngaji yang mengajar dia membaca Al-qur'an agar bersikap lembut dan jangan membentaknya apalagi sampai memberikan hukuman kepadanya.

Dan hal yang menakjubkan dalam perlakuan Imam Abdullah Alidrus terhadap putranya adalah beliau selalu membawa serta Imam Al-Adeni dalam halaqoh Qur'an, dan ketika tiba gilirannya untuk membaca maka dibiarkannya membaca sendiri tanpa ada yang menegur ataupun menyalahkan nya walaupun keliru ataupun salah, dan terkadang ketika dia membaca sengaja membaca dengan salah untuk meyakinkan ataupun pindah dari satu surat ke surat yang lainnya ketika ada ayat yang serupa, tetapi tetap didiamkan tidak dibetulkan oleh ayahnya ataupun para peserta halaqoh lainnya sehingga dengan sendirinya Imam Al-Adeni mengulangi bacaanya yang keliru dan membetulkannya.
Pada usia yang masih belia itu beliau sudah diarahkan oleh ayahandanya untuk mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dari ilmu bahasa arab, hadits, tafsir, fiqih dan sebagianya, selain itu ayahandanya selalu mendorongnya agar rajin mutolaah dan murojaah sehingga dengan dorongan dari ayahandanya tersebut Imam Al-Adeni menjadi hobi membaca dan mutolaah kitab-kitab yang memenuhi perpustakaan pribadi ayahnya, namun bukan berarti beliau bebas membaca semua kitab-kitab yang ada diperpustakaan tersebut, Karena ayahandanya selalu memantau apa saja yang beliau baca, tentang hal itu Imam Al-Adeni mengungkapkan "seingatku ayah tidak pernah membentak atau memukulku, kecuali satu kali ketika beliau melihat aku memegang kitab "Al-Futuhat Almakkiyah" karangan Ibnu Arobi, beliau sangat marah dan dari detik itu aku tidak pernah lagi memegang kitab tersebut". Beliau juga berkata "Ayah melarangku untuk membaca kitab Al-Futuhat dan Al-Fusul keduanya karangan Ibnu Arobi, tetapi disamping itu ayah juga menyuruhku untuk berbaik sangka atas isi kitab tersebut, dan tentang isi kitab tersebut beliau berkata bahwa kitab-kitab tersebut mengandung hal-hal yang tidak difahami oleh orang-orang yang masih rendah, kitab-kitab tersebut hanya untuk dibaca oleh kalangan yang sudah tinggi". Domisili dan Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni.

Imam Abu Bakar bin Abdullah Alidrus semenjak dilahirkan tinggal di kota kelahirannya Tarim Hadhramaut, dan selama 38 tahun beliau tidak keluar dari Hadhramaut. Namun setelah ayahnya wafat beliau mulai mengadakan perjalanan ke kota Syihir meneruskan jejak ayahnya ziaroh Syeh Saad bin Ali Adzafari Asyihri. Selain ziaroh ke Syihir Imam Abu Bakar dalam rangka meneruskan jejak ayahnya, beliau juga ziaroh ke Doan dan Gidun tempat makomnya Syeh Said bin Isa Al-Amudi, selain itu beliau juga dengan rutin melakukan ziaroh ke makam Nabi Hud Alaihi Salam.

Imam Abu Bakar Al-Adeni sejak kecil sudah membiasakan dan menghiasi diri dengan kebiasaan dan sifat-sifat terpuji, maka bukan suatu hal yang aneh kalau beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya, sejak kecil beliau membagi waktunya antara perbuatan taat kepada Allah SWT, mencari dan hidmah kepada ilmu, menyebarkan dakwah islamiah, berkumpul dengan orang-orang shalih, zikir kepada Allah, membaca Al-qur'an, membaca wirid-wirid, serta membantu kedua orang tuanya, dan tidak ada waktu kosong kecuali beliau gunakan untuk mutola'ah kitab. Adapun prilakunya terhadap orang lain, beliau sangat penyayang terhadap orang-orang awam terutama mereka yang sering datang menghadiri majlisnya, dan memperlakukan mereka dengan sopan dan halus serta selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan, tentang hal itu beliau berkata : "Sesungguhnya aku merasa lega ketika melihat seseorang yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk menjalankan kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa besar, dan sebaliknya yang membuatku resah dan aku berusaha semampuku untuk meluruskan mereka yang terjebak dalam lautan dan dosa dan perangkap syetan".

Oleh karena itu setelah beliau menetap di kota Aden, setiap malamnya beliau mengumpulkan para pengikutnya terutama mereka yang diketahui setelah pulang dari majlisnya biasa melakukan maksiat, maka dengan sengaja beliau menahan mereka semalaman untuk berdzikir bersama dan membaca Al-qur'an hingga menjelang waktu subuh, setelah selesai berjamaah salat subuh barulah mereka diizinkan pulang setelah sebelumnya masing-masing diberikan upah sesuai upah kerja mereka selama sehari, hal tersebut beliau lakukan terhadap pengikutnya supaya mereka terbiasa menjalankan taat dan jauh dari kemaksiatan.

Diantara sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni adalah beliau selalu berlemah lembut dan penyayang terhadap orang muslim yang sedang bersedih hati, beliau selalu berusaha menghibur dan tidak pernah menakut-nakuti mereka dan memberikan mereka pengharapan agar tidak putus asa, karena beliau tahu bahwa rahmat Allah SWT sangat luas, Imam Abu Bakar juga memiliki semua sifat terpuji seperti sifat malu, menjaga harga diri dan zuhud terhadap dunia serta selalu berpegang
teguh terhadap Qur'an dan Hadits, dan memerintahkan kepada pengikutnya untuk mengikut jejak beliau dalam hal itu, beliau juga sangat menjauhi dari pembicaraan yang tidak berfaidah seperti pembicaraan tentang pertentangan antara Sahabat Nabi RA.

Beliau juga memiliki hati yang sangat lembut, hingga beliau sering sekali menangis ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-qur'an yang menerangkan tentang ancaman dan siksaan, sebaliknya beliau terlihat ceria dan senang ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Qur'an yang menerangkan tentang janji-janji pahala, beliau heran jika melihat orang yang tidak terpengaruh oleh ayat-ayat ancaman dan siksaan dan berkata "Ketika hati seseorang telah dikuasai oleh hawa nafsu maka ancaman-ancaman tersebut akan menjadikan dia semakin menjauh".

Beberapa Syekh dan Guru Imam Abu Bakar Al-Adeni ;
1. Ayahandanya sendiri Al Imam Al Habib Abdullah Al Aydrus
2. Syeh Ali bin Abu Bakar Assakran
3. Syeh Alfaqih Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakar Assakran
4. Syeh Sa'ad bin Ali Madzhaj
5. Syeh Muhammad bin Ali (Shahib Aidit)
6. Syeh Muhammad bin Abdurrahman Balfaqih
7. Syeh Abdullah bin Abdurrahman Balhaj Bafadhol
8. Syeh Muhammad bin Ali Bajahdab
9. Syeh Salim bin Gabri
10. Syeh Ibrohim bin Muhammad Bahurmuz
11. Syeh Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-Amudi
12. Syeh Muhammad bin Ahmad Bafadhol
13. Syeh Abdullah bin Ahmad bin Ali Bamakhromah
14. Syeh Ahmad bin Umar Al-Mazajjad
15. Syeh Yahya bin Abu Bakar Al-Amiri
16. Syeh Maqbul bin Abu Bakar Az-Zailai
17. Syeh Maqbul bin Musa Az-Zailai
18. Syeh Muhammad bin Abdurrahman Assakhowi
19. Syeh Ahmad bin Ahmad Asyarji
20. Syeh Abu Alqosim Al-Makki
21. Syeh Abdullah bin Aqil Baabbad
22. Syeh Abdullatif bin Ahmad Asyarji Az-Zabidi Al-Hanafi
23. Syeh Afifuddin Abdulatif bin Musa Al-Masyrai
24. Syeh Alfaqih Jamaluddin Muhammad bin Ahmad
25. Syeh Abu Bakar (Abu Harbah)
26. Syeh Musa bin Abdurrahman (Penguasa Arhab)

Diantara Karomah Al Habib Abu Bakar Al Adeni yang paling terkenal dan Fenomenal ialah Pada saat beliau pertama kali memasuki Kota Aden.Disana Beliau di cegat oleh penjaga gerbang kota Aden. Kata Penjaga gerbang : "Kota Aden adalah kotanya Para Wali yang bertabur Karomah,kalau anda hendak masuk perlihatkan lah karomah mu.Pada saat itu juga Beliau langsung mengangkat kedua tangan Beliau dan berkata " Ya ALLAH, Hamba adalah Abu Bakar bin Abdullah..Hamba memohon kepadaMu turunkan lah Hujan Air Susu sekarang ini juga ". setelah Beliau bermunajat tak lama langsung turun Hujan Air Susu dengan derasnya. Karena itu lah Beliau di beri gelar Al Habib Abu Bakar Al Adeni dan menjadi satu-satunya orang yang bergelar AL Adeni.

Al Habib Abu Bakar Al Adeni menghabiskan masa hidupnya dalam pengabdian kepada Sang Pencipta, menegakkan ilmu serta dakwah kepada Allah SWT, dan mengajak umat manusia kepada kebaikan dan mengamalkannya, hingga akhirnya Allah memberinya sakit beberapa hari untuk kemudian dipanggilan ke hadiratNya pada malam selasa tanggal 14 Syawal tahun 914 H, dalam usianya yang ke-63 tahun.

http://mediasyababunnabawi.blogspot.com/2011/11/al-imam-al-habib-abu-bakar-al-adeni-bin.html

Syarif Abdurrahman Alkadrie ( sultan pertama pontianak )

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie[1] adalah Pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak. Ia dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah / 1729/1730 M, putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab.
Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan salat zuhur itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.
Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami danKeraton Kadariah.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya'ban 1192 Hijriah,bertepatan dengan hari Senin dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.
Syarif Abdurrahman Alkadrie mangkat tahun 1707.[2]
Dibawah kepemimpinannya kerajaan Pontianak berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan yang cukup disegani.




Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas

Sejarah Ringkas Habib Abdullah Dan Masjid Keramat Empang Bogor

Kawasan Empang Bogor Selatan, Kota Bogor menjadi terkenal karena di lokasi itu berdiri Masjid Keramat An Nur yang lokasinya tepat di Jalan Lolongok.

Di Kompleks Masjid An nur itulah, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas di makamkan, bersama dengan makam anak-anaknya yaitu Al Habib Mukhsin Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Zen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Husen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al Athas, dan makam murid kesayangannya yaitu Al Habib Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir.

Dalam Manakibnya disebutkan bahwa Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas adalah seorang “ Waliyullah” yang telah mencapai kedudukan mulia dekat dengan Allah SWT. Beliau termasuk salah satu Waliyullah yang tiada terhitung jasa-jasanya dalam sejarah pengembangan Islam dan kaum muslimin di Indonesia. Beliau seorang ulama “Murobi” dan panutan para ahli tasauf sehingga menjadi suri tauladan yang baik bagi semua kelompok manusia maupun jin.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin. Bin Muhammad. Bin Abdullah. Bin Muhammad. Bin Mukhsin. Bin Husen. Bin Syeh Al Kutub, Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas adalah seorang tokoh rohani yang dikenal luas oleh semua kalangan umum maupun khusus. Beliau adalah “Ahli kasaf” dan ahli Ilmu Agama yang sulit ditandingi keluawasan Ilmunya, jumlah amal ibadahnya, kemulyaan maupun budi pekertinya.
Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas beliau asli dari Yaman Selatan dilahirkan di desa hawrat
salah satu desa di Al Kasar, Kampung kharaidhoh, “Khadramaut” pada hari Selasa 20 Jumadi Awal 1275 hijriah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dan perhatian khusus dari Ayahnya. Beliau mepelajari Al Qur’an dimasa kecilnya dari Mu’alim Syeh Umar Bin Faraj Bin Sabah.

Dalam Usia 17 tahun beliau sudah hafal Al Qui’an. Kemudian beliau oleh Ayahnya diserahkan kepada ulama terkemuka di masanya. Beliau dapat menimba berbagai cabang ilmu Islam dan Keimanan.

Diantara guru–guru beliau, salah satunya adalah Assyayid Al Habib Al Qutbi Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, dari guru yang satu itu beliau sempat menimba Ilmu–Ilmu rohani dan tasauf, Beliau mendapatkan do’a khusus dari Al Habib Abu Bakar Al Athas, sehingga beliau berhasil meraih derajat kewalian yang patut. Diantaranya guru rohani beliau yang patut dibanggakan adalah yang mulya Al Habib Sholih Bin Abdullah Al Athas penduduk Wadi a’mad.

Habib Abdullah pernah membaca Al Fatihah dihadapan Habib Sholeh dan Habib Sholeh menalkinkan Al Fatihah kepadanya Al A’rif Billahi Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Habsi. ketika melihat Al Habib Abdullah Bin Mukhsin yang waktu itu masih kecil beliu berkata sungguh anak kecil ini kelak akan menjadi orang mulya kedudukannya.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin pernah belajar Kitab risalah karangan Al Habib Ahmad Bin Zen Al Habsi kepada Al Habib Abdullah Bin A’lwi Alaydrus sering menemui Imam Al Abror Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Muhdhor. Selain itu beliau juga sempat mengunjungi beberapa Waliyulllah yang tingal di hadramaut seperti Al Habib Ahmad Bin Abdullah Al Bari seorang tokoh sunah dan asar. Dan Syeh Muhammad Bin Abdullah Basudan. Beliau menetap di kediaman Syeh Muhammad basudan selama beberapa waktu guna memperdalam Agama.
Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji yang pertama kalinya.

Selama di tanah suci beliau bertemu dan berdialog dengan ulama–ulama Islam terkemuka. Kemudian, seusai menjalankan ibadah haji, beliau pulang ke Negrinya dengan membawa sejumlah keberkahan. Beliau juga mengunjungi Kota Tarim untuk memetik manfaat dari wali–wali yang terkenal.

Setelah dirasa cukup maka beliau meninggalkan Kota Tarim dengan membawa sejumlah berkah yang tidak ternilai harganya. Beliau juga mengunjungi beberapa Desa dan beberapa Kota di Hadramaut untuk mengunjungi para Wali dan tokoh–tokoh Agama dan Tasauf baik dari keluarga Al A’lwi maupun dari keluarga lain.

Pada tahun 1283 H, Beliau melakukan ibadah haji yang kedua. Sepulangnya dari Ibadah haji, beliau berkeliling ke berbagai peloksok dunia untuk mencari karunia Allah SWT dan sumber penghidupan yang merupakan tugas mulya bagi seorang yang berjiwa mulya. Dengan izin Allah SWT, perjalanan mengantarkan beliau sampai ke Indonesia. beliau bertemu dengan sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.

Sejak pertemuanya dengan Habib Ahmad beliau mendapatkan Ma’rifat. Dan, Habib Abdullah Bin Mukhsin diawal kedatangannya ke Jawa memilih Pekalongan sebagai Kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepada beliau sehinga setiap kalinya gurunya menunjungi Kota Pekalongan beliau tidak mau bermalam kecuali di rumah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos.

Dalam setiap pertemuan Habib Ahmad selalu memberi pengarahan rohani kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin sehingga hubungan antara kedua Habib itu terjalin amat erat. Dari Habib Ahmad beliau banyak mendapat manfaat rohani yang sulit untuk dibicarakan didalam tulisan yang serba singkat ini.

Dalam perjalan hidupnya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas pernah dimasukan kedalam penjara oleh Pemerintah Belanda, mungkin pengalaman ini telah digariskan Allah. Sebab, Allah ingin memberi beliau kedudukan tinggi dan dekat dengannya. Nasib buruk ini pernah juga dialami oleh Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa Mashor yang telah memenjarakannya.

Karomah dan Kekeramatan Habib Abdullah

Selama di penjara ke keramatan Habib Abdullah Bin Mukhsin semakin tampak sehingga semakin banyak orang yang datang berkunjung kerpenjaraan tersebut. Tentu saja hal itu mengherankan para pembesar penjara dan penjaganya. Sampai mereka pun ikut mendapatkan berkah dan manfaat dari kebesaran Habib Abdullah dipenjara,

Setiap permohonan dan hajat yang pengunjung sampaikan kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin selalu dikabulkan Allah SWT, para penjaga merasa kewalahan menghadapi para pengunjung yang mendatangi beliau Mereka lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau. Namun, ketika usulan dirawarkan kepada Habib Abdullah beliau menolak dan lebih suka menungu sampai selesainya masa hukuman.

Pada suatu malam pintu penjara tiba–tiba terbuka dan datanglah kepada beliau kakek beliau Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas seraya berkata, Jika kau ingin keluar dari penjara keluarlah sekarang, tetapi jika engkau mau bersabar maka bersabarlah.

Beliau ternyata memilih untuk bersabar dalam penjara, pada malam itu juga Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dan Syeh Abdul Qodir Zaelani serta beberapa tokoh wali mendatangi beliau. Pada kesempatan itu Sayyidina Al Faqih Al Muqodam memberikan sebuah kopiah. Ternyata dipagi harinya Kopiah tersebut masih tetap berada di kepala Al Habib Abdullah Padahal, beliau bertemu dengan Al Faqih Al Muqodam didalam impian.

Para pengujung terus berdatangan kepenjara sehingga berubahlah penjaraan itu menjadi rumah yang selalu dituju, Beliau pun mendapatkan berbagai kekeratan yang luar biasa mengingatkan kembali hal yang dimiliki para salaf yang besar seperti Assukran dan syeh Umar Muhdor

Diantara Karomah yang beliau peroleh adalah sebagaimana yang disebutkan Al Habib Muhammad Bin Idrus Al Habsyi bahwa Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ketika mendapatkan anugrah dari Allah SWT, beliau tenggelam penuh dengan kebesaran Allah, hilang dengan segala hubungan alam dunia dan sergala isinya. Al Habib Muhammad Idrus Al Habsyi juga menuturkan, ketika aku mengujunginya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos dalam penjara aku lihat penampilannya amat berwibawa dan beliau terlihat dilapisi oleh pancaran Illahi. Sewaktu beliau melihat aku beliau mengucapkan bait –bait syair Habib Abdullah Al Hadad yang awal baitnya adalah sbb “ Wahaii yang mengunjungi Aku di malam yang dingin, ketika tak ada lagi orang yang akan menebarkan berita fitrah, Selanjutnya, kata Habib Muhammad Idrus, kami selagi berpelukan dan menangis, “
Karomah lainnya setiap kali beliau memandang borgol yang membelegu kakinya, maka terlepaslah borgol itu.

Disebutkan juga bahwa ketika pimpinan penjara menyuruh bawahannya untuk mengikat keher Habib Abdullah Bin Mukhsin maka dengan rante besi maka atas izin Allah rantai itu terlepas, dan pemimpin penjara beserta keluarga dan kerabatnya mendapat sakit panas, dokter tak mampu mengobati penyakit pemimpin penjara dan keluarganya itu, barulah kemudian pemimpin penjara sadar bahwa ;penyakitnya dan penyakit keluarganya itu diakibatkan Karena dia telah menyakiti Al Habib yang sedang dipenjara.

Kemudian, kepala penjara pengutus bawahannya untuk mendo’akan, penyakit yang di derita oleh kepala penjara dan keluarganya itu agar sembuh Maka, berkatalah Habib Abdullah kepada utusan itu Ambillah borgol dan rante ini ikatkan di kaki dan leher pemimpin penjara itu, maka akan sembuhlah dia.

Kemudian dikerjakanlah apa yang dikatakan oleh Habib Abdullah, maka dengan izin Allah SWT penyakit pimpinan penjara dan keluarganya seketika sembuh. Kejadian ini penyebabkan pimpinan penjara makin yakin akan kekeramatan Habib Abdullah Mukhsin Al Athas. Sekeluarnya dari penjara beliau tinggal di Jakarta selama beberapa tahun.

Perjalanan ke Empang

Dari sumber lain disebutkan, bahwa awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia, pada tahun 1800 Masehi, waktu itu beliau diperintahkan oleh Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, untuk menuju Kota Mekah. Dan sesampainya di Kota Mekah, beliau melaksanakan sholat dan pada malam harinya beliau mimpi bertemu dengan Rasullah SAW, entah apa yang dimimpikannya, yang jelas ke esok harinya beliau berangkat menuju Negeri Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Al Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas yang da dipakojan Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya, lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan agar beliau datang berziarah ke Habib Husen di luar Batang, dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor
Beliau datang ke Empang dengan tidak membawa apa-apa,

Pada saat belau datang ke Empang Bogor, disana disebutkan bahwa Empang yang pada saat itu belum ada penghuninya, namun dengan Ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan dipinggiran empang, kebetulan pada saat itu datang kepada beliau seorang penduduk Bogor dan berkata “ Habib, kalau anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukanlah kepada saya akan kekeramatannya..

Pada saat itu kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas tengah makan dengan seekor ikan dan ikan itu tinggall separuh lagi. Maka Habib Abdukkah berkata” Yaa sama Anjul ilaman Tabis,” ( wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah) maka atas izin Allah SWT, seketika itu juga ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke empang. Konon ikan sebelah tersebut sampai sekarang masih hidup dilaut.

Masjid Keramat Empang didirikan sekitar tahun 1828 M. pendirian Masjid ini dilakukan bersama para Habaib dan ulama-ulama besar di Indonesia. Di Sekitar Areal Masjid Keramat terdapat peninggalan rumah kediaman Habib Abdullah, yang kini rumah itu ditempati oleh Khalifah Masjid, Habib Abdullah Bin Zen Al Athas. Didalam rumah tersebut terdapat kamar khusus yang tidak bisa sembarang orang memasukinya, karena kamar itu merupakan tempat khalwat dan zikir beliau. Bahkan disana terdapat peninggalan beliau seperti tempat tidur, tongkat , gamis dan sorbannya yang sampai sekarang masih disimpan utuh.

Kitab-kitab beliau kurang lebih ada 850 kitab, namun yang ada sekarang tinggal 100 kitab, sisanya disimpan di “Jamaturkhair atau di Rabitoh”. Tanah Abang Jakarta. Salah satu kitab karangan beliau yang terkenal adalah “Faturrabaniah” konon kitab itu hanya beredar dikalangan para ulama besar,

Adapun karangannya yang lain adalah kitab “Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad.” Kedua kitab itu merupakan pelajaran rutin yang diajarkan setiap magrib oleh beliau kepada murid-muridnya dimasa beliau masih hidup, bahkan kepada anak dan cucunya, Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas menganjurkan supaya tetap dibacanya.

Habib Abdullah Bin Al Athas, adalah seorang Waliyullah dengan kiprahnya menyebarkan Agama Islam dari satu negeri kenegeri lain. Di Kampung Empang beliau menikahi seorang wanita keturanan dalem Sholawat. Dari sanalah beliau mendapatkan wakaf tanah yang cukup luas, sampai sekarang 85 bangunan yang terdapat di kampung Empang didalam sertifikatnya atas nama Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas.

Semasa hidupnya sampai menjelang akhir hayatnya beliau selalu membaca Sholawat Nabi yang setiap harinya dilakukan secara dawam di baca sebanyak seribu kali, dengan kitab Sholawat yang dikenal yaitu “ Dala’l Khoirot” artinya kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Menurut Manakib, beliau dipanggil Allah SWT pada hari Selasa, 29 Zulhijjah 1351 Hijriah diawal waktu zuhur Jenazah beliau dimakamkan keesokan harinya hari Rabu setelah Sholat zuhur. Tak terhitung jumlah orang yang ikut mesholatkan jenazah. Beliau dimakamkan di bagian Barat Masjid An nur Empang,sebelum wafat beliau terserang sakit flu ringan. (penulis : Iyan dan End)

“Sumber: kitab Manakib Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas dan wawancara “Gentra Madani” dengan Habib Hasan Bin Ja’far (Keturunan Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos)”.