tag:blogger.com,1999:blog-60374794867839263672024-03-04T20:06:12.338-08:00kisah teladan islamiAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.comBlogger763125tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-92023295318901683882014-01-08T18:09:00.003-08:002014-01-15T18:21:47.611-08:00Kisah Al Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih bertemu dengan Nabiyullah Khidir<div class="MsoNormal">
as-sayyid al-walid habibana Hasan bin ja’far assegaf,dan
bliau sendiri yg mengalaminya.</div>
<div class="MsoNormal">
suatu ketika,semasa habib Hasan di pesantren darul hadist
malang, beliau dipanggil oleh gurunya untuk membuat teh 2 gelas,lalu habib
Hasan bingung berfikir dalam hati beliau, kan ga ada tamu kok minta bikin 2
gelas teh…</div>
<div class="MsoNormal">
krena printah guru bsar,beliau turuti….</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Singkat cerita jadilah teh itu dibawa kehadapan guru beliau
Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih. lalu habib Hasan berfikir,klo teh itu
untuk beliau berdua. Ternyata Habib Hasan disuruh keluar,ya Hasan ente boleh
keluar (perkataan Habib Abdullah Bil Faqih).</div>
<div class="MsoNormal">
lalu Habib Hasan keluar,dari kejauhan Habib menunggu tamu
siapa yg akan datang. Dan lalu tiba-tiba datang tukang siomay berpakaian
compang camping dengan mengenakan handuk kcil dilehernya, lalu tukang siomay
itu diciumi kening dan pipinya oleh gurunya Habib Hasan. Dan tekang siomay itu
memegang jenggot gurunya, dalam hati Habib Hasan bertanya-tanya siapa dia
lancang sekali tidak lama kemudian, karena Habib Hasan perutnya sakit beliau
menuju belakang (kamar mandi), tidak selang lama panggilan adzan datang. Lalu
Habib Hasan buru-buru menuju masjid, dan ketika sebelum sampai masjid bertemu
guru beliau al Habib Abdullah bin Abdulqadir bin Ahmad Bil Faqih lalu beliau
bercakap-cakap dengan Habib Hasan,</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ya Hasan kmana td ente”, dg polosnya beliau jawab</div>
<div class="MsoNormal">
“ane ke belakang bib sakit perut”,</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
lalu guru bliau bilang lagi,</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“coba tadi ente sabar sebentar menunggu ane,ane ajak salaman
ma beliau”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Habib Hasan kaget dan berkata, “kan cuma tukang siomay ya
Habib”. lalu guru beliau berkata</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“enak aje ente,ente liat pake kaca mata gag.itu nabi yaallah
khidir yg bertamu ama ane,klo bliau pake gamis n imamah rapih,org2 pada mau
salaman”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
subhanallah,ini terjadi waktu tahun 80an</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiapbTrwXrB7gToaX_EcI4xBT8M5xLwJ05FPdaPW5dPYLRlVhgX0at5iArWpxaarvPKlFPT0JYxGryP2JJ_zV7Edi6Z_S3BjWikSKfGPZ0sndATLMlJkLwGvg3cMGfrwn489ZdGVp23Qw/s1600/pizap.com13898032499371.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiapbTrwXrB7gToaX_EcI4xBT8M5xLwJ05FPdaPW5dPYLRlVhgX0at5iArWpxaarvPKlFPT0JYxGryP2JJ_zV7Edi6Z_S3BjWikSKfGPZ0sndATLMlJkLwGvg3cMGfrwn489ZdGVp23Qw/s1600/pizap.com13898032499371.jpg" height="239" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://pondokhabib.wordpress.com/2010/12/06/kisah-al-habib-abdullah-bin-abdulqadir-bil-faqih-bertemu-dengan-nabiyullah-khidir/">http://pondokhabib.wordpress.com/2010/12/06/kisah-al-habib-abdullah-bin-abdulqadir-bil-faqih-bertemu-dengan-nabiyullah-khidir/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-41309248110605622502014-01-08T18:08:00.000-08:002014-01-08T18:21:41.730-08:00KH.MAKSUM JAUHARI (GUS MAKSUM SANG PENDEKAR)<div class="MsoNormal">
Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8
Agustus 1944, salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH Manaf
Abdul Karim. Semasa kecil ia belajar kepada orang tuanya KH Abdullah Jauhari di
Kanigoro. Ia menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957) lalu melanjutkan ke
Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya, ia lebih
senang mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam,
pengobatan dan kejadukan .</div>
<div class="MsoNormal">
Keistimewaan sejak kecil</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keistimewaan-keistimewaan Gus Maksum sudah tampak sejak
kecil.pada waktu itu Gus Maksum kecil mampu melompat melayang dari satu tiang
ketiang yang lainnya di masjid Kanigoro,ia juga mampu berputar cepat diatas
piring tanpa pecah laksana Gangsing,padahal waktu itu ia belum mahir ilmu
silat.</div>
<div class="MsoNormal">
Gus Maksum kecil juga pernah melempar seekor kuda seperti
melempar sandal.padahal waktu itu bobot angkatan beliau tidak lebih dari 20 Kg.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dimasa remaja Gus Maksum pernah membantu salah seorang
familinya untuk memasang lembu bajakannya.ketika hendak memasang tiba-tiba
lembu itu mengamuk dan dengan cepat dan kuat menerjang kearah dada Gus
Maksum.dengan reflex beliau menangkis
dan berbalik menerkam,dan apa yang terjadi membuat semua orang yang melihatnya
heran karena lembu itu terpelanting beberapa meter jauhnya,menanggapi kejadian
tersebut Gus Maksum hanya berkata semua hanyalah kebetulan saja dan berkat
pertolongan Allah SWT.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rambut tidak mempan dipotong / Kyai Gondrong</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penampilan Gus Maksum dengan rambut gondrongnya bukan
sekedar gaya atau hobi semata.Tetapi Rambut Gondrongnya itu merupakan sebuah
ijazah yang didapat dari guru beliau yaitu Habib Baharun Mrican Kediri,hasil
dari pengamalan itu sering terjadi keanehan keanehan terkait dengan rambut
beliau ini,seperti rambut beliau bisa berdiri,bisa mengeluarkan api,serta tidak
mempan dipotong.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bukti daripada itu adalah,pada decade 1970-an beliau pernah
terjaring razia rambut panjang.namun terjadi keanehan,setiap kali aparat menggunting rambutnya,rambut itu tidak
terpotong bahkan setiap gunting yang tajam beradu dengan rambut beliau selalu
mengeluarkan percikan api.Kejadian ini pernah dimuat di harian republika.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Menaklukan Jin</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berbicara tentang Gus
Maksum orang awam biasanya akan langsung berasosiasi tentang jin,tapi apakah
benar Gus Maksum memelihara jin seperti banyak diperbincangkan orang..?</div>
<div class="MsoNormal">
Anggapan ini tidaklah benar,yang benar Gus Maksum tidak
pernah memelihara jin,tapi kalau beliau sering menaklukan jin yang mengganggu
itu memang benar,Gus Maksum pernah menaklukan Patihnya jin namanya Jin Dempul
ketika Gus Maksum menolong orang yang kesurupan,orang tersebut berhasil
disembuhkan Gus Maksum setelah jin didalam tubuh orang itu berhasil ditaklukan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Menghadapi puluhan orang sendirian</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salah satu kisah yang
menunjukan keberanian Gus Maksum adalah ketika beliau harus bentrok dengan
orang-orang PKI di alun-alun.Gus Maksum yang waktu itu sangat muda usianya
mampu mengalahkan mereka semua.</div>
<div class="MsoNormal">
Dalam pertempuran itu Gus Maksum bukan hanya menggunakan
olah kanuragan tapi juga dengan olah batinnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Peristiwa lain ketika Gus Maksum diundang menghadiri
pertandingan silat di Kediri Timur,saat itu beliau bertarung melawan pendekar
silat,jago duel dari berbagai macam aliran silat yang sudah berkumpul
disitu.Karena telah memiliki bekal dan kemampuan yang terlatih sejak kecil Gus
Maksum mengalahkan puluhan pesilat sendirian,Bahkan lawan terakhir berhasil dikalahkan dengan sangat mudah
peristiwa ini terjadi saat usia beliau 16 Tahun.</div>
<div class="MsoNormal">
Dan itulah peristiwa paling dramatik membuat para pendekar
lainnya harus mengakui kemampuan Gus Maksum di dunia persilatan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ban bocor hanya dengan acungan jari</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat NU masih menjadi partai massa NU sering bentrok dengan
massa LDII dulu bernama Darul Hadits waktu itu termasuk underbow dari
GOLKAR,suatu ketika massa LDII/Golkar berkonvoi melewati jalan depan Pesantren
Lirboyo,saat itu Gus Maksum sedang menerima tamu.</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika arak-arakan itu sampai depan ndalem Gus Maksum,beliau
langsung keluar karena mendengar bising suara knalpot dan klakson kendaraan
yang memekakan telinga.Melihat gelagat yang kurang baik ini secara reflek Gus
Maksum mengacungkan jari telunjuknya kearah mereka.keajaibanpun terjadi dengan
serta merta seluruh ban kendaraan yang mereka tumpangi bocor secara
serentak,karena bannya bocor rombongan konvoi itu tidak bisa melanjutkan
arak-arakan.Akhirnya terpaksa mereka pulang dengan mendorong kendaraannya
masing-masing.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Tidak mempan senjata tajam</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hal ini terbukti saat beliau melawan orang-orang PKI
dahulu.Setiap Bacokan dan tebasan senjata tidak pernah bisa mengenai tubuh
beliau,bahkan senjata lawan selalu berhenti jarak satu kilan dari
tubuhnya.kalaupun ada yang sampai mengenai tubuh beliau,senjata-senjat tak ada
satupun yang melukai beliau.</div>
<div class="MsoNormal">
Keistimewaan ini juga terbukti ketika beliau di undang
pengajian di daerah Sragen Jawa Tengah pada tahun 1999,Waktu itu tanpa ada
sebab yang jelas tiba-tiba ada orang yang menikamnya Untungnya Gus Maksum tidak
terluka sedikitpun hanya pakaian yang dipakai robek kena tikaman,lalu pakaian
itupun beliau simpan karena pemberian dari salah seorang sahabatnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak mempan di santet</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalau bicara santet,banyak sekali pengalaman yang beliau
dapatkan,Hampir semua aliran ilmu santet di kenalnya,dan sudah tidak terhitung
banyaknya dukun santet yang pernah dihadapi,sejak kecil Gus Maksum sudah
terbiasa menghadapi berbagai macam-macam aliran ilmu santet.Beliau juga tidak
segan-segan untuk menantang para dukun santet secara terang-terangan.Hal itu
dilakukan karena santet menurut Gus Maksum termasuk kemungkaran yang harus
dilawan.</div>
<div class="MsoNormal">
Kekebalan Gus Maksum terhadap santet juga sudah pembawaan
sejak lahir,karena beliau juga masih keturunan Kiai Hasan Besari
(ponorogo).Menurut Gus Maksum sebagai muslim tidak perlu khawatir terhadap
santet,karena santet hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kufur atau
murtad,yang penting seorang muslim haruslah selalu ingat kepada Allah dan
bertawakal kepadaNya.</div>
<div class="MsoNormal">
Diantara pengalaman Gus Maksum mengenai santet diantaranya
dialaminya ketika menginap di desa Wilayu,Genteng,BanyuWangi,sekitar jam
setengah dua malam,saat beliau hendak istirahat,tiba-tiba dari arah kegelapan
muncul bola api sebesar telur terbang menuju kearah pahanya.Dengan santai Gus
Maksum membiarkan bola api itu mendekatinya.Ketika bola api itu sampai ke
paha,Beliau Cuma Tanya”Banyol tha (mau bercanda ya?) seketika itu juga bola api
itu melesat pergi ditengah kegelapan malam.</div>
<div class="MsoNormal">
Satu lagi kejadian yang pernah dialaminya,ketika bermalam
didesa Kraton,Ranggeh saat Gus Maksum beristirahat,beliau di datangi kera
jadi-jadian yang berusaha mencekiknya,tapi usaha itu dibiarkannya saja,setelah
beberapa lama baru ditanya Gus Maksum “mau main-main ya? Langsung saja kera itu
lari menghindar dari Gus Maksum.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Surat sakti</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gus Maksum pernah kedatangan tamu dari semarang yang
mengeluhkan kelakuan putranya yang suka mabuk-mabukan dan sering pergi
kelokalisasi,bahkan putranya sering mengancam akan membunuh orang tuanya.Karena
sudah tak tahan melihat kelakuan putranya itu,ia pergi kerumah Gus Maksum di
Kediri,dengan harapan mendapat obat untuk mengobati prilaku anaknya.Tapi yang
diharapkan tidak dipenuhi Gus Maksum,Beliau hanya membuatkan sepucuk surat
untuk dibawa pulang agar dibacakan kepada anaknya.</div>
<div class="MsoNormal">
Walaupun orang tua itu bingung karena obat yang di
harapkannya tidak diberi,ia tetap melakukan apa yang diperintahkan Gus Maksum
dengan menyampaikan surat itu kepada anaknya,Dan begitulah setelah surat itu
dibacakan kepada anaknya,dalam waktu singkat kelakuan anaknya yang sebelumnya
tidak bisa dikendalikan perlahan berubah.Singkatnya kelakuan anak itu tidak
lagi nakal seperti dulu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebagai seorang kiai, Gus Maksum berprilaku nyeleneh menurut
adat kebiasaan orang pesantren. Penampilannya nyentrik. Dia berambut gondrong,
jengot dan kumis lebat, kain sarungnya hampir mendekati lutut, selalu memakai
bakiak. Lalu, seperti kebiasaan orang-orang “jadug” di pesantren, Gus Maksum
tidak pernah makan nasi alias ngerowot. Uniknya lagi, dia suka memelihara
binatang yang tidak umum. Hingga masa tuanya Gus Maksum memelihara beberapa
jenis binatang seperti berbagai jenis ular dan unggas, buaya, kera, orangutan
dan sejenisnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal sakti
mandaraguna. Rambutnya tak mempan dipotong (konon hanya ibundanya yang bisa
mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api, punya kekuatan
tenaga dalam luar biasa dan mampu mengangkat beban seberat apapun, mampu
menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tak mempan disantet, dan seterusnya. Di
setiap medan laga (dalam dunia persilatan juga dikenal istilah sabung) tak ada
yang mungkin berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para
pendekar aliran hitam gelagapan. Kharisma Gus Maksum cukup untuk membangkitkan
semangat pengembangan ilmu kanuragan di pesantren melalui Pagar Nusa.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar bangsa” Gus
Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama, namun dia tak
pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. Saat
kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan PKI Gus Maksum menjadi
komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di wilayah Jawa Timur, terutama
karesidenan Kediri. Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU
mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang
menggetarkan podium. Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan
legislatif ataupun eksekutif. Pendekar ya pendekar! Gus Maksum wafat di
Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan di pemakaman keluarga
Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHqrJLojcjIUyo7FKT_26Cw66uOPRjlvA8k5TghTiocTZT7hXL1xXGsgEtprak2rZriU-bbam0O5qzKLDn0dWIUq61XM5-UQxoTzeaNDf0k7tVOJlZka1D64LXQRcNM4MIj76mz84UsQ/s1600/pizap.com13890663283121.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHqrJLojcjIUyo7FKT_26Cw66uOPRjlvA8k5TghTiocTZT7hXL1xXGsgEtprak2rZriU-bbam0O5qzKLDn0dWIUq61XM5-UQxoTzeaNDf0k7tVOJlZka1D64LXQRcNM4MIj76mz84UsQ/s1600/pizap.com13890663283121.jpg" height="239" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://media-sugi.blogspot.com/2012/07/khmaksum-jauhari-gus-maksum-sang.html">http://media-sugi.blogspot.com/2012/07/khmaksum-jauhari-gus-maksum-sang.html</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-3763108126659408252014-01-08T18:06:00.002-08:002014-01-08T18:06:50.274-08:00Karomah Tahlil KH Kholil<div class="MsoNormal">
Suatu hari, KH. Kholil Bangkalan diminta untuk memimpin
tahlil di kediaman seorang warga. Sampai di rumah shohibul hajat, Kiyai Kholil
memimpin jalannya acara. Tetapi ada yang ganjil, setelah salam beliau hanya
membacakan kalimat thoyibah “Laa ilaaha illallaah” sekali saja. Lantas salam
dan pulang. Padahal oleh pemilik rumah beliau diberi berkat dengan ukuran
kardus yang cukup besar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Melihat kejadian itu istri pemilik rumah marah-marah kepada
suaminya. Jika pemberian berkat untuk Kiyai Kholil dengan bacaan tahlil tidak
sebanding. Akhirnya si istri meminta suaminya untuk mendatangi kediaman beliau.
Sampai di rumah Kiyai kemudian lelaki tersebut menjelaskan maksud
kedatangannya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lelaki : “Maaf Kiyai, kehadiran saya kesini atas permintaan
istri saya. Dia merasa ganjil dengan tahlil yang Kiyai pimpin tadi.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kiyai : “Pantas saja sampai rumah ketika berkat mau dibuka
oleh istri, saya melarangnya. Akhirnya saya pun menaruhnya di atas almari.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk menjelaskan keganjilan itu, Kiyai Kholil mengambil
timbangan, kemudian beliau menimbang selembar kertas bertuliskan kalimat
thoyibah dan berkat. Subhanallah, setelah ditimbang, ternyata berat menuju
selembar kertas yang bertuliskan kalimat thoyibah.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kiyai : “Makanya, saya hanya membacakan satu kalimat tahlil
saja. Karena bacaan itu sudah cukup untuk bingkisan ahli kuburmu. Beratnya pun
melebihi berkat yang anda berikan kepadaku.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lelaki : ?????</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jangan pernah meremehkan kalimah thoyyibah dan jangan pernah
perhitungan dalam sedekah. Apa yang engkau berikan kepada orang lain belum
tentu lebih baik dari apa yang telah kau terima dari mereka. Amal kebaikan
ibarat tubuh, keikhlasan ibarat jiwanya. Jadi beramal tanpa keikhlasan laksana
tubuh yang tak berjiwa alias mayat hidup.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://madjidista.blogspot.com/2013/04/karomah-tahlil-kh-kholil.html">http://madjidista.blogspot.com/2013/04/karomah-tahlil-kh-kholil.html</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-88007619084975363812014-01-08T18:05:00.003-08:002014-01-08T18:05:58.160-08:00Karomah Syeikh Kholil Bangkalan<div class="MsoNormal">
Berguru Dalam Mimpi</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada waktu Syeikh Kholil masih muda, ada seorang Kiai yang
terkenal di daerah Wilungan, Pasuruan bernama Abu Darrin. Kealimannya tidak
hanya terbatas di lingkungan Pasuruan, tetapi sudah menyebar ke berbagai daerah
lain, termasuk Madura. Kholil muda yang mendengar ada ulama yang mumpuni itu,
terbetik di hatinya ingin menimba ilmunya. Setelah segala perbekalan
dipersiapkan, maka berangkatlah Kholil muda ke pesantren Abu Darrin dengan
harapan dapat segera bertemu dengan ulama yang dikagumi itu.Tetapi alangkah
sedihnya ketika dia sampai di Pesantren Wilungan, ternyata Kiai Abu Darrin
telah meninggal dunia beberapa</div>
<div class="MsoNormal">
hari sebelumnya. Hatinya dirundung duka dengan kepergian
Kiai Abu Darrin. Namun karena tekad belajarnya sangat menggelora maka Kholil
segera sowan ke makam Kiai Abu Darrin. Setibanya di makam Abu Darrin, Kholil
lalu mengucapkan salam lalu berkata: bagaimana saya ini Kiai, saya masih ingin
berguru pada Kiai, tetapi Kiai sudah meninggal</div>
<div class="MsoNormal">
desah Kholil sambil menangis. Kholil lalu mengambil sebuah
mushaf Al Quran. Kemudian bertawassul dengan membaca Al Quran terus menerus
sampai 41 hari lamanya.Pada hari ke-41 tiba-tiba datanglah Kiai Abu Darrin
dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Kiai Abu Darrin mengajarkan beberapa ilmunya
kepada Kholil. Setelah dia bangun dari tidurnya, lalu Kholil serta merta dapat
menghafal kitab Imriti, Kitab Asmuni dan Alfiyah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di Datangi Macan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suatu hari di bulan Syawal. Kiai Kholil tiba-tiba memanggil
santrinya. Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan
pondok pesantren. Pintu gerbang</div>
<div class="MsoNormal">
harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk
ke pondok kita ini.” Kata Syeikh Kholil agak serius. Mendengar tutur guru yang
sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu sebelah
timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari
demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditungu-tunggu itu
belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren pemuda kurus,
tidak berapa tinggi berkulit kuning langsat sambil menenteng kopor seng.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesampainya di depan pintu rumah SyeikhKholil, lalu mengucap
salam. Mendengar salam itu, bukan jawaban salam yang diterima, tetapi Kiai
malah berteriak memanggil santrinya ; Hey santri semua, ada macan….macan.., ayo
kita kepung. Jangan sampai masuk ke pondok.” Seru Syeikh Kholil bak seorang
komandan di medan perang.Mendengar teriakan Syeikh kontan saja semua santri
berhamburan, datang sambil membawa apa yang ada, pedang, clurit, tongkat, pacul
untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak kelihatan pucat.
Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin
nyantri ke Syeikh Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya mencoba untuk
datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren, langsung disongsong
dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya. Baru pada malam
ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada
malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam,
akhirnya tertidur di bawah kentongan surau.Secara tidak diduga, tengah malam
Syeikh Kholil datang dan membantu membangunkannya. Karuan saja dimarahi
habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Syeikh Kholil. Setelah berbasa-basi
dengan seribu alasan. Baru pemuda itu merasa lega setelah resmi diterima
sebagai santri Syeikh Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah. Kelak
kemudian hari santri yang diisyaratkan macan itu, dikenal dengan nama KH. Wahab
Hasbullah, seorang Kiai yang sangat alim, jagoan berdebat, pembentuk komite
Hijaz, pembaharu pemikiran. Kehadiran KH Wahab Hasbullah di mana-mana selalu
berwibawa dan sangat disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan,
seperti yang diisyaratkan Syeikh Kholil.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SANTRI MIMPI DENGAN WANITA</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan diantara karomahnya, pada suatu hari menjelang pagi,
santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu
tidak bisa sholat subuh berjamaah. Ketidak ikutsertaanBahar sholat subuh
berjamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Semalam Bahar
bermimpi tidurdengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar. Sebab
wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya. Menjelang subuh, terdengar
Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap:“Santri
kurang ajar.., santri kurang ajar…..Para santri yang sudah naik ke masjid untuk
sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud
santri kurang ajar itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Subuh itu Bahar memang tidak ikut sholat berjamaah, tetapi
bersembunyi di belakang pintu masjid.Seusai sholat subuh berjamaah, Kiai Kholil
menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya ; Siapa santri yang
tidak ikut berjamaah?” Ucap Kiai Kholil nada menyelidik.Semua santri merasa
terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri
menoleh ke kanan-kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak
hadir waktu itu hanyalah Bahar. Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar
dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai
Kholil menatap tajam-tajam kepada bahar seraya berkata ; Bahar, karena kamu
tidak hadir sholat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun
bambu di belakang pesantren dengan petok ini Perintah Kiai Kholil. Petok adalah
sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput. Setelah menerima perintah itu,
segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang
dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat
kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini
akhirnya diselesaikan dengan baik. Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai Ucap
Bahar dengan sopan dan rendah hati. Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang
ada di nampan itu sampai habis, Perintah Kiai kepada Bahar.Sekali lagi santri
Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar
melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan
sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah ini
santri Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu. Setelah itu
santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap ; Hai santri, semua ilmuku
sudah dicuri oleh orang ini ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar.
Dengan perasaan senang dan mantap santri Bahar pulang</div>
<div class="MsoNormal">
meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung
halamannya.Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat
mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang sangat alim, yang memimpin
sebuah pondok pesantren besar di Jawa Timur. Kia beruntung itu bernama Kiai
Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di Pondok
Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur.</div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p> </o:p>Orang Arab Dan Macan Tutul</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suatu hari menjelang sholat magrib. Seperti biasanya Kiai
Kholil mengimami jamaah sholat bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan
Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba kedatangan tamu berbangsa Arab. Orang
Madura menyebutnya Habib. Seusai melaksanakan sholat, Kiai Kholil menemui
tamunya, termasuk orang Arab yang baru datang itu. Sebagai orang Arab yang
mengetahui kefasihan Bahasa Arab. Habib menghampiri Kiai Kholil seraya berucap
; Kiai, bacaan Al- Fatihah antum (anda) kurang fasih tegur Habib. Setelah
berbasa-basi beberapa saat. Habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk
melaksanakan sholat magrib. Tempat wudlu ada di sebelah masjid itu. Silahkan
ambil wudlu di sana ucap Kiai sambil menunjukkan arah tempat wudlu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Baru saja selesai wudlu, tiba-tiba sang Habib dikejutkan
dengan munculnya macan tutul. Habib terkejut dan berteriak dengan bahasa
Arabnya, yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu.
Meskipun Habib mengucapkan Bahasa Arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul,
namun macan itu tidak pergi juga.Mendengar ribut-ribut di sekitar tempat wudlu
Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab
keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang
fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil
yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh. Dengan kejadian
ini, Habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran
kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih,
melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawaban Syeikh Kholil kepada tamunya</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suatu Ketika Habib Jindan bin Salim berselisih pendapat
dengan seorang ulama, manakah pendapat yang paling sahih dalam ayat ‘Maliki
yaumiddin’, maliki-nya dibaca ‘maaliki’ (dengan memakai alif setelah mim),
ataukah ‘maliki’ (tanpa alif).Setelah berdebat tidak ada titik temu. Akhirnya
sepakat untuk sama-sama datang ke Kiyahi Keramat; Kiyahi Khalil bangkalan.</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika</div>
<div class="MsoNormal">
itu Kiyahi yang jadi maha guru para kiyahi pulau Jawa itu
sedang duduk didalam mushala, saat rombongan Habib Jindan sudah dekat ke
Mushola sontak saja kiyahi Khalil berteriak. Maaliki yaumiddin ya Habib,
Maaliki yaumiddin Habib, teriak Kiyahi Khalil bangkalan menyambut kedatangan
Habib Jindan.</div>
<div class="MsoNormal">
Tentu</div>
<div class="MsoNormal">
saja dengan ucapan selamat datang yang aneh itu, sang Habib
tak perlu bersusah payah menceritakan soal sengketa Maliki yaumiddin ataukah
maaliki yaumiddin itu.</div>
<div class="MsoNormal">
Demikian</div>
<div class="MsoNormal">
cerita Habib Lutfi bin Yahya ketika menjelaskan perbendaan
pendapat ulama dalam bacaan ayat itu pada Tafsir Thabari.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tongkat Syeikh Kholil Dan Sumber</div>
<div class="MsoNormal">
Mata Air</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suatu hari Kiai Kholil berjalan ke arah selatan Bangkalan.
Beberapa santri menyertainya. Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya sampai di
desa Langgundi, tiba-tiba Kiai Kholil menghentikan perjalanannya. Setelah
melihat tanah di hadapannya, dengan serta merta Kiai Kholil menancapkan
tongkatnya ke tanah. Dari arah lobang bekas tancapan Kiai Kholil, memancarlah
sumber air yang sangat jernih. Semakin lama semakin besar. Bahkan karena terus
membesar, sumber air tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa dipakai untuk
minum dan mandi. Kolam yang bersejarah itu sampai sekarang masih ada. Orang
Madura menamakannya Kolla Al-Asror Langgundi. Letaknya sekitar 1 km sebelah
selatan kompleks pemakaman Kiai Kholil Bangkalan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://songgobumi.wordpress.com/2011/06/01/karomah-syeikh-kholil-bangkalan-grand-master-amr/">http://songgobumi.wordpress.com/2011/06/01/karomah-syeikh-kholil-bangkalan-grand-master-amr/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-87328919833105191182014-01-08T18:04:00.002-08:002014-01-08T18:04:08.986-08:00Kisah Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana <div class="MsoNormal">
Suatu malam, Umar bin Abdul Aziz terlihat sibuk merampungkan
sejumlah tugas di ruang kerja istananya. Tak dinyana, putranya masuk ruangan
dan hendak membericarakan sesuatu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
”Untuk urusan apa putraku datang ke sini: urusan negarakah
atau keluargakah?” tanya Umar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
”Urusan keluarga, ayahanda,” jawab si anak.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba Umar mematikan lampu penerang di atas mejanya.
Seketika suasana menjadi gelap.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
”Kenapa ayah memadamkan lampu itu?” tanya putranya merasa
heran.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
”Putraku, lampu yang sedang ayah pakai bekerja ini milik
negara. Minyak yang digunakan juga dibeli dengan uang negara. Sementara perkara
yang akan kita bahas adalah urusan keluarga,” jelas Umar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Umar kemudian meminta pembantunya mengambil lampu dari ruang
dalam.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Nah, sekarang lampu yang kita nyalakan ini adalah
milik keluarga kita. Minyaknya pun dibeli dengan uang kita sendiri. Silakan
putraku memulai pembicaraan dengan ayah."</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitulah perangai pejabat sejati. Ternyata, puncak kejayaan
di berbagai bidang tak lantas membuat Umar bin Abdul Aziz terperdaya. Meski
prestasinya banyak dipuji, pemimpin berjuluk ”khalifah kelima” ini tetap
bersahaja, amanah, dan sangat hati-hati mengelola aset negara.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://al-syahbana.blogspot.com/2013/05/kisah-umar-bin-abdul-aziz-dan-lampu.html">http://al-syahbana.blogspot.com/2013/05/kisah-umar-bin-abdul-aziz-dan-lampu.html</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-86213128272354124082014-01-08T18:03:00.000-08:002014-01-08T18:03:15.641-08:00Kisah Teladan Umar Bin Abdul Aziz<div class="MsoNormal">
1. Halalnya Uang Belanja Dalam Sepotong Roti</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alkisah pada suatu hari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
disediakan makanan oleh Istrinya yang beda dari biasanya.. saat itu ada
sepotong roti yang masih hangat, harum dan wangi tampak roti itu begitu
lezatnya hingga membangkitkan selera.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sang Khalifah merasa heran dan bertanya pada Istrinya : “
Wahai Istriku dari mana kau memperoleh roti yang harum dan tampak lezat ini ? “.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Istrinya menjawab “ Ooh itu buatanku sendiri wahai Amirul
Mukminin , aku sengaja membuatkan ini hanya untuk menyenangkan hatimu yang
setiap hari selalu sibuk dengan urusan negara dan umat “.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ Berapa uang yang kamu perlukan untuk membuat roti seperti ini
“ tanya Khalifah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ Hanya tiga setengah dirham saja , kenapa memangnya“ jawab
sang istri</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ Aku perlu tahu asal usul makanan dan minuman yang akan
masuk ke dalam perutku ini, agar aku bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan
Allah SWT nanti “ jawab Khalifah, dan bertanya lagi “ terus uang yang 3,5
dirham itu kau dapatkan dari mana ? “.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Uang itu saya dapatkan dari hasil penyisihan setengah
dirham tiap hari dari uang belanja harian rumah tangga kita yang selalu kau
berikan kepadaku , jadi dalam seminggu terkumpulah 3.5 dirham dan itu cukup
untuk membuat roti seperti ini yang halalan toyyiban “ jawab istrinya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ Baiklah kalau begitu . Saya percaya bahwa asal usul roti
ini halal dan bersih “ kata Khalifah yang lalu menambahkan “ Berarti kebutuhan
biaya harian rumah tangga kita harus dikurangi setengah dirham, agar tak
mendapat kelebihan yg membuat kita mampu memakan roti yang lezat atas
tanggungan umat “.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Khalifah memanggil Bendahara Baitul Maal (Kas
Negara) dan meminta agar uang belanja harian untuk rumah tangga Khalifah
dikurangi setengah dirham. Dan Khalifah berkata kepada istrinya “ saya akan
berusaha mengganti harga roti ini agar hati dan perut saya tenang dari gangguan
perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi “.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Subhanalaah …Cerita ini benar2 mengandung keteladanan dari
seorang Khalifah atau Presiden pimpinan negara yang begitu kuat berprinsip dan
berhati-hati bahwa apapun yang dimakan dan minum harus benar2 tahu asal usul
nya bahwa semua itu didapat secara halal dan benar. sebagai khalifah dia juga
tak mau menggunakan serta menghamburkan uang negara untuk kepentingan pribadi.
kalau biaya rumahtangganya cukup 3 dirham sehari kenapa mesti 3.5 dirham.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
2. Dua Setengah Tahun Memerintah Berhasil Mengentaskan
Kemiskinan Seluruh Umat</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Umar berhasil mensejahterakan rakyat di seluruh wilayah
kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said,
seorang petugas zakat masa itu berkata, ‘'Saya pernah diutus Umar bin Abdul
Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud
memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin
seorangpun".</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di bidang fiskal, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani.
Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu
telah menumbuhkan simpati dari kalangan non Muslim sehingga mereka
berbondong-bondong memeluk agama Islam. Inilah sebenarnya cara penyebaran islam
dengan akhlaq mulia seperti dicontohkan Nabi Muhammad SAW, bahwa Islam Tidak
Mengajarkan Kekerasan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, walaupun hanya
2,5 tahun tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala
mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada
penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan
lagi, penjara tak ada penghuninya. Sejak di angkat menjadi Khalifah Umar
bertekad, dalam hatinya ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang di
embannya. Akhirnya dia berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits
Nabi SAW, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan
(rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://yuliarman.polinpdg.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=32%3Akisah-teladan-umar-bin-abdul-aziz-&catid=9%3Akisah-islami&Itemid=63&limitstart=2">http://yuliarman.polinpdg.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=32%3Akisah-teladan-umar-bin-abdul-aziz-&catid=9%3Akisah-islami&Itemid=63&limitstart=2</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-88950990137931362642014-01-08T18:01:00.002-08:002014-01-08T18:01:49.979-08:00JABIR IBNU ABDULLAH AL-ANSHARI RODHIALLAHU ‘ANHU<div class="MsoNormal">
Rombongan kendaraan melaju mempercepat langkah dari Yatsrib
ke Mekah karena didorong oleh rasa kerinduan kepada seseorang yang dicintai.
Mereka sudah berjanji kepada Rasulullah untuk bertemu. Setiap orang yang berada
di rombongan itu sangat rindu dengan suatu waktu pada saat akan merasakan
kebahagiaan bertemu dengan Nabi Muhammad Shalalllahu ‘alaihi wasallam dan
meletakkan tangan di atas tangan beliau dengan membaiatnya untuk selalu mendengarkan
perintahnya dan taat, serta berjanji untuk saling menguatkan dan menolong.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di antara rombongan itu, ada orang tua, salah seorang pemuka
kaum, membonceng anak laki-laki satu-satunya yang masih kecil di belakangnya.
Ia meninggalkan sembilan anak perempuan di Yatsrib karena ia tidak memiliki
anak laki-laki yang kecil selainnya. Orang tua itu sangat ingin anaknya bisa
menyaksikan baiat dan tidak kehilangan hari agung yang dianugerahkan itu. Orang
tua itu bernama Abdullah ibnu Amr al-Khazraji al-Anshari. Anaknya bernama
Jabir ibnu Abdullah al-Anshari.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keimanan bersinar di hati Jabir ibnu Abdullah, sedangkan ia
masih kecil dan segar. Keimanan pun menyinari setiap sendinya. Islam menyentuh
jiwanya yang halus seperti tetesan-tetesan hujan menyentuh kelopak bunga.
Tetesan-tetesan itu pun membukanya dan memenuhinya dengan semerbak
wangi-wangian. Hubungan Jabir dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
menjadi kuat sejak mudanya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia
datang berhijrah ke Madinah, anak kecil yang mukmin ini berguru kepada Nabi
pembawa petunjuk dan rahmat. Ia pun menjadi sebagian orang utama yang
diluluskan oleh pendidikan Muhammad menjadi penghafal Kitab Allah untuk
kepentingan manusia dan menjadi periwayat hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam. Cukuplah kita mengetahui bahwa Musnad Jabir ibnu Abdullah terkumpul
di antara kedua sisinya sebanyak 1.540 hadits. Dihafallah semua hadits itu oleh
seorang murid yang pandai dan meriwayatkannya dari Nabi kaum muslimin yang agung.
Imam Bukhari dan Imam Muslim menetapkan dalam dua kitab shahihnya lebih dari
200 hadits dari hadits-haditsnya. Ia menjadi sumber penyiaran dan petunjuk bagi
kaum muslimin sepanjang waktu. Allah pun memanjangkan kehidupannya sehingga
umurnya sampai satu abad.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jabir ibnu Abdullah tidak mengikuti Perang Badar dan Perang
Uhud bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam karena di satu sisi ia
masih kecil dan di sisi lain ayahnya memerintahkannya untuk tinggal bersama
sembilan saudara perempuannya. Hal itu terjadi karena tidak ada seorang pun
selainnya yang menjaga urusan mereka.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jabir menceritakan, “Ketika pada suatu malam menjelang
Perang Uhud, ayah memanggilku dan berkata, ‘Sungguh aku tidak melihat diriku,
kecuali terbunuh bersama sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
dan sesungguhnya, demi Allah, aku memiliki utang kepada seseorang. Kau
lunasilah utangku, sayangilah saudara-saudara perempuanmu, dan berikanlah
wasiat kebaikan kepada mereka.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika waktu sudah pagi, ayahku menjadi orang pertama yang
terbunuh di Perang Uhud. Ketika ingin menguburkannya, aku mendatangi Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku
telah membebankan utangnya kepadaku. Dan aku tidak memiliki sesuatu pun untuk
melunasinya, kecuali apa yang dapat dipetik dari pohon kormanya. Kalau aku
mengandalkan pohon itu untuk melunasi utangnya, maka aku akan melunasinya
selama beberapa tahun, sedangkan saudara-saudara perempuanku tidak memiliki
harta untuk dinafkahkan kecuali dari pohon itu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasulullah berdiri dan pergi bersamaku ke tempat
penyimpanan korma kami. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata
kepadaku, “Panggillah orang-orang yang berpiutang kepada ayahmu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka aku pun memanggil mereka. Beliau masih saja menakar hingga
Allah melunasi utang ayahku dengan korma. Aku melihatnya seperti sediakala,
seakan-akan tidak berkurang satu biji korma pun.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejak ayahnya meninggal, Jabir tidak pernah absen dari satu
peperangan pun bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Di setiap
peperangan, ia mengalami sebuah peristiwa yang diriwayatkan dan dijaga. Kita
tinggalkan pembicaraan tentangnya. Ia sendiri yang menceritakan salah satu
peristiwa bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jabir berkata, “Pada hari persiapan Perang Khandaq, kami
menggali. Lalu batu besar yang keras menghalangi kami, sehingga kami pun tidak
mampu untuk memecahkannya. Kami datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, jalan kami terhalang dengan batu besar
yang keras. Cangkul-cangkul kami tidak dapat berbuat apa pun terhadapnya.’ Maka
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Tinggalkan batu itu, aku
akan turun ke batu itu.’ Kemudian beliau berdiri sedangkan perutnya diganjal
dengan batu karena sangat lapar. Hal itu terjadi karena kami tidak makan selama
tiga hari. Maka beliau mengambil cangkul dan memukul batu itu. Maka batu itu
pun menjadi pasir secara perlahan-lahan.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika itu, keinginanku untuk menolong rasa lapar yang
menimpa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bertambah. Maka aku pun
menghadapnya dan berkata, “Apakah kau izinkan aku pergi ke rumahku wahai
Rasulullah?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau berkata, “Pergilah.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika sampai di rumah, aku berkata kepada istriku, “Aku
lihat baginda Rasulullah merasakan rasa lapar yang amat sangat. Tidak ada
seorang pun manusia yang dapat menahannya. Apakah kau mempunyai sesuatu?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia berkata, “Aku punya sedikit biji gandum dan kambing
kecil.”</div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p> </o:p>Aku berdiri menuju kambing itu lalu menyembelihnya dan memotong-motongnya.
Setelah itu, aku letakkan di kuali. Aku juga mengambil biji gandum dan
menggilingnya. Lalu aku serahkan kepada istriku. Ia pun memasaknya. Ketika aku
tahu daging itu hampir matang, dan adonan sudah lembut dan hampir matang, aku
pergi menuju Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Aku katakan kepadanya,
“Kami sudah membuat sedikit makanan untukmu wahai Nabi Allah. Makanlah beserta
satu orang atau dua orang yang kau ajak makan bersamamu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau bertanya, “Berapa banyak makannya?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku pun menyebutkan banyaknya. Ketika Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam tahu ukuran makan itu, beliau berkata, “Wahai para pembuat
parit, Jabir telah membuat makanan untuk kalian. Kemarilah kita menuju
rumahnya.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata, “Pergilah ke
istrimu dan katakan kepadanya, ‘Jangan kau turunkan kualimu dan jangan kau buat
roti adonanmu sampai aku datang.’”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku pun pergi ke rumah. Aku merasa gundah dan malu. Tidak
ada yang tahu keadaanku ini kecuali Allah. Aku pun berkata, “Apakah penduduk
Khandaq akan datang kepada kita dengan hanya disuguhi satu sha gandum dan satu
kambing kecil?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku pun menemui istriku dan berkata, “Celakalah engkau,
ketahuan keadaanku yang sebenarnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam akan
datang bersama semua pembuat parit ke rumah kita.”</div>
<div class="MsoNormal">
Ia pun berkata, “Apakah beliau berkata, ‘Berapa banyak
makananmu?’”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku jawab, “Ya.”</div>
<div class="MsoNormal">
Ia berkata, hilangkanlah kegundahanmu dari dirimu, Allah dan
Rasul-Nyalah lebih tahu. Hilanglah kesedihanku dengan perkataannya itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Makanan itu hanya sedikit hingga Rasulullah tiba. Bersama
beliau, ada orang-orang Anshar dan Muhajirin. Beliau berkata, “Masuklah dan
jangan berdesak-desakan.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian beliau berkata kepada istriku, “Datangkan seorang
pembuat roti untuk membuat roti bersamamu. Duduklah menunggui kualimu dan
jangan menurunkannya dari tempat apinya.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian ia pun mulai memperbanyak roti, mengisinya dengan
daging, dan mendekatkannya kepada para sahabat beliau, sedangkan mereka
menyantap makanan hingga semuanya kenyang. Kemudian Jabir menyusul sambil
berkata, “Aku bersumpah kepada Allah, bahwa mereka ramai-ramai memakan makanan
itu, sedangkan periuk kami mendidih dengan penuh seperti sediakala dan adonan
kami bisa dibuat kue seperti sediakala. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam berkata kepada istriku, “Makanlah dan bagikanlah.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ia pun makan dan mulai menghadiahkannya sepanjang hari itu.
Karena itulah, Jabir ibnu Abdillah al-Anshari telah menjadi sumber penyiaran
dan petunjuk bagi umat muslim dalam tempo yang lama. Allah telah memanjangkan
umurnya hingga hampir satu abad.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di suatu tahun, ia keluar menuju Kerajaan Romawi untuk jihad
fi sabilillah. Pasukan itu dipimpin oleh Malik ibnu Abdillah al-Khatsami.
Malik berkeliling-keliling dengan tentaranya. Mereka berangkat untuk mengetahui
situasi mereka dan memperkuat kekuatan mereka, serta berbuat baik kepada para
pembesarnya dengan kekuatan yang mereka miliki.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malik kemudian bertemu dengan Jabir ibnu Abdillah yang
sedang berjalan kaki, padahal ia sedang membawa keledainya yang diikat dengan
tali kekangnya dan dituntun olehnya. Maka Malik berkata, “Ada apa denganmu,
wahai Abu Abdullah? Kenapa kau tidak menungganginya? Padahal Allah memberikan
kemudahan kepadamu dengan punggungnya yang dapat membawamu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka ia pun berkata, “Aku dengar Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam
mengerjakan perintah Allah, maka Allah akan mengharamkannya masuk neraka.’”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Malik meninggalkannya dan pergi hingga esok pagi ia
muncul mendahului para tentara. Kemudian Malik menoleh kepadanya dan
memanggilnya dengan suara keras, “Wahai Abu Abdullah, kenapa engkau tidak
menunggangi keledaimu, padahal itu milikmu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jabir pun mengetahui maksudnya dan menjawabnya dengan suara
yang keras, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam melaksanakan perintah Allah, maka
Allah mengharamkannya masuk neraka.’” </div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Orang-orang pun melompat dari binatang tunggangannya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka semua mendapatkan ganjaran ini. Tidak ada pasukan
yang pejalan kakinya lebih banyak dari pasukan itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beruntunglah Jabir ibnu Abdillah al-Anshari. Ia telah
membaiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, sedangkan ia masih
kecil, belum balig, berguru kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam
sejak kuku-kukunya masih halus, meriwayatkan hadits-hadits yang dinukil oleh
para perawi hadits, berjihad bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
padahal ia seorang pemuda dan menebarkan debu ke kakinya di jalan Allah padahal
ia sudah tua.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://kisahislam.wordpress.com/2007/05/21/jabir-ibnu-abdullah-al-anshari-rodhiallahu-anhu/">http://kisahislam.wordpress.com/2007/05/21/jabir-ibnu-abdullah-al-anshari-rodhiallahu-anhu/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-50521500612706294652014-01-08T17:58:00.002-08:002014-01-08T17:58:50.391-08:00ISYARAT KEWAFATAN SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI<div class="MsoNormal">
a. Detik-detik
Kewafatan Abuya As-Sayyid Muhammad Al-Maliki</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Al-Habib Hamid bin Zaid pernah menempuh pendidikan di
Pesantren Darul Mustafa (Hadramaut Yaman) dan telah menikah dengan adik
perempuan istri Sayyid Muhammad al-Maliki. Seminggu sebelum Ramadhan 1425 H,
Habib Hamid menerima telepon dari Sayyid Muhammad al-Maliki di Mekah dan
memintanya supaya datang ke Mekah untuk umrah dan menemuinya. Habib Hamid
memenuhi undangan tersebut dan bersama istrinya segera mempersiapkan segala
keperluan untuk keberangkatannya. Tiket dan visa sudah diurus oleh biro
perjalanan yang ditunjuk Abuya (panggilan hormat untuk Sayyid Muhammad
al-Maliki).</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya hanya mengurus paspor. Seluruh biaya juga ditanggung
Abuya”, kata Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari kedua Ramadhan, Sayyid Muhamad al-Maliki kembali
meneleponnya. Beliau meminta Habib Hamid untuk segera terbang ke Mekah. “Kamu
harus cepat menyelesaikan urusanmu, segeralah terbang ke Mekah”, pinta Sayyid
Muhammad al-Maliki terkesan agak cemas.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari keempat Ramadhan, kembali beliau menelepon untuk
memastikan Habib Hamid dan istrinya jadi berangkat. “Ketika itu Abuya bilang
agar saya langsung saja terbang ke Madinah untuk berziarah ke Makam Rasulullah
Saw. dan shalat di Masjid Nabawi. Sekali lagi, saat itu, beliau meminta agar
secepatnya sampai di Mekah.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tepat pada 5 Ramadhan 1425 H, Habib Hamid dan istri terbang
menuju Madinah. Di bandar udara, dijemput oleh salah seorang murid Sayyid
Muhammad al-Maliki dan membawanya ke hotel yang telah disediakan. Dua hari di
Madinah, kemudian terbang ke Mekah. “Saya sampai di Mekah pada tanggal 8
Ramadhan dan langsung istirahat di hotel yang disediakan Abuya. Sorenya baru
dijemput oleh Habib Isa bin Abdul Qadir, salah satu murid beliau untuk menemui
orang yang paling saya kagumi, Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hasani. Sungguh
tegang dan jantung berdetak lebih keras dari biasanya.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sore itu, seusai sholat Asar, Abuya menerima Habib Hamid di
ruang kerjanya. “Beliau memelukku, mengucap selamat datang dan bertanya kabar
teman dan muridnya di Indonesia, seperti Habib Abdurrahman Assegaf (Bukit
Duri), Habib Abdullah al-Kaf (Tegal), KH. Abdullah Faqih (Langitan) dan ulama
lainnya. Saya jawab semua baik-baik saja. Setelah itu saya kembali ke hotel.
Beliau pesan, agar nanti berbuka puasa bersama dengannya”, kenang Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika saat berbuka puasa hampir tiba, utusan Sayyid
Muhammad al-Maliki menjemput Habib Hamid. “Hamid, apa yang kau bawa dari
Indonesia?” Tanya Abuya tiba-tiba, saat Habib Hamid masuk ke ruang kerjanya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya membawa dodol durian kesukaan Abuya.” jawab Habib
Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wajah Sayyid Muhammad al-Maliki tampak gembira sekali.
Beliau langsung membagikan oleh-oleh itu kepada teman-teman dan muridnya yang
ada di situ. Beliau juga langsung mencicipinya saat buka puasa tiba.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada titipan lagi buat saya?” tanya Abuya lagi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, saya membawa buah mangga dan kelengkeng”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dahi Abuya berkerut. “Kelengkeng? Buah apa itu?” tanya
beliau.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Habib Hamid menjelaskan buah kelengkeng dan meminta beliau
mencobanya. “Abuya tampak suka sekali buah itu, dan memakannya sampai menjelang
shalat Isya.” Tutur Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu, tepat malam tanggal 9 Ramadhan 1425 H, Habib
Hamid berkesempatan shalat Isya dan Tarawih berjamaah bersama Sayyid Muhammad
al-Maliki. Saat itu ikut berjamaah beberapa ulama dari Turki, Mesir dan
beberapa negara lain. Tiba-tiba Sayyid Muhamad al-Maliki memanggil Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hamid bin Zaid, kamu jadi imam Tarawih!” kata Sayyid
Muhammad al-Maliki. Habib Hamid tidak merasa namanya yang dipanggil, sebab ia
merasa tidak mungkin ditunjuk menjadi imam. Sementara di situ banyak ulama
besar yang pasti lebih layak menjadi imam shalat Tarawih.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekali lagi Sayyid Muhammad al-Maliki memanggil Habib Hamid.
“Hamid bin Zaid, kamu yang akan menjadi imam.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sulit dipercaya, saya yang masih muda ini ditunjuk menjadi
imam. Sementara di belakang saya ada Abuya dan ulama-ulama besar yang disegani.
Sungguh, saya gemetar. Membaca surah al-Fatihah yang biasanya lancar di luar
kepala pun, menjadi terasa sangat sulit. Alhamdulillah, saya mampu melewati
ujian berat itu dengan baik, meskipun harus gemetaran.” Habib Hamid melanjutkan
ceritanya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selesai shalat Tarawih, Sayyid Muhammad al-Maliki membaca
shalawat dan qasidah. “Menurut murid-muridnya, setiap Ramadhan, seusai shalat,
beliau selalu membaca Qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Beliau juga sering
berziarah ke makam istri pertama Nabi Saw. bersama keluarganya. Sebelum
meninggalkan masjid, beliau memanggil dan menyuruh saya umrah malam itu juga.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebelum saya berangkat umrah, Abuya sempat menanyakan
keadaan Indonesia. Beliau ingin berkunjung ke Indonesia, bertemu dengan para
ulama dan murid-muridnya. Tapi wakyunya belum tepat, beliau bilang, kesibukan
menulis buku dan pertemuan dengan para ulama Mekah, sangat menyita waktunya.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada 10 Ramadhan, kembali Abuya memanggil Habib Hamid untuk
shalat Tarawih bersama dan untuk kedua kalinya menyuruhnya umrah. “Ajaklah
istrimu untuk umrah dan kembalilah untuk shalat Shubuh berjamaah, pesan Abuya
sebelum saya berangkat umrah. Saya pun berpamitan sambil meminta izin untuk
pergi ke Jeddah, sekadar silaturrahim ke saudara-saudara istri saya. Abuya
hanya memberi izin dengan isyarat tangan dan wajah menunduk. Saya merasa,
beliau tidak ingin mengizinkan saya pergi, tapi juga tidak ingin mencegah. Saya
akhirnya memutuskan untuk tidak pergi ke Jeddah.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pagi hari tanggal 11 Ramadhan, Habib Hamid shalat Shubuh
bersama bersama Sayyid Muhamad al-Maliki. Beliau terkejut saat saya berada di
sampingnya. “Kamu tidak jadi pergi ke Jeddah?” tanyanya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak Abuya”, sahut Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagus!” jawab Abuya sambil memeluknya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malamnya, seperti hari sebelumnya, Habib Hamid berjamaah
shalat Tarawih yang diakhiri dengan membaca qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra.
Malam itu juga, Habib Hamid mendapat perintah Sayyid Muhammad al-Maliki untuk
umrah yang ketiga kalinya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pada 12 Ramadhan, selesai shalat Isya, Abuya menyuruhku
untuk umrah yang keempat kalinya. Katanya, itu adalah umrah terakhir atas
perintahnya. Perasaan saya memang tak enak saat beliau mengatakan itu. Ah,
mungkin beliau punya rencana lain untuk saya besok.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rabu 13 Ramadhan, untuk kedua kalinya, Habib Hamid ditunjuk
menjadi imam Tarawih oleh Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu jamaahnya sekitar
200 orang, sebagian besar adalah tamu-tamu Abuya. “Malam itu, beliau merasa
letih dan kakinya kesemutan.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di luar kebiasaan pula, kali ini, Abuya tidak membaca
sholawat dan qasidah. Beliau meminta murid-muridnya, Bilal, Burhan, Aqil
al-Aththas dan satu murid asal Kenya, membacakan secara bergantian. Sayyid
Muhammad al-Maliki kelihatan sangat lelah. Maklum terkadang selama hampir 24
jam terjaga. Tamunya tak pernah berhenti mengalir, dan di sela waktu luangnya,
masih tekun menulis dan membaca buku. Perpustakaan di rumah tinggalnya sampai membutuhkan
tiga lantai. Kamarnya juga penuh dengan buku. Selain itu, beliau juga suka
berkebun, tanahnya luas. “Abuya juga punya kebun buah yang cukup luas.” Kata
Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya, Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki masuk rumah sakit
untuk menjalani pemeriksaan. Menurut dokter, kondisinya cukup baik, hanya perlu
istirahat di rumah sakit. Pada kamis 14 Ramadhan, istri dan keluarga beliau
menjenguk. “Apa kabar Hamid bin Zaid, kamu betah di sini?” tanya Abuya ambil
memandangku. Seperti biasanya, wajahnya kelihatan gembira, tidak seperti orang
yang sedang sakit.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak lama di rumah sakit, karena istri dan anak-anak
Abuya akan berziarah ke Ma’la, ke makam Sayyidah Khodijah al-Kubra. Ziarah kali
ini aneh. Biasanya istri Abuya tidak pernah turun dari mobil. Beliau membaca
sholawat dan qasidah dari dalam mobil. Eh, hari itu beliau dan semua anggota
keluarga bersama-sama membaca al-Fatihah di makam istri pertama Rasulullah
Saw.” ungkap Habib Hamid.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malamnya, murid dan kerabat beliau berkumpul di rumah akit.
Wajah beliau tidak berubah, tetap gembira, seperti tidak sedang sakit. “Sekitar
jam 20.00. dokter datang, dan mengatakan Abuya sudah sembuh. Kami semua
memekik, Allahu Akbar!”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
b. Saat Bulan
Purnama Tersaput Awan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di luar rumah sakit sesaat kemudian, Sayyid Muhammad
al-Maliki meminta izin kepada dokter untuk menengok keluarga dan
murid-muridnya. Tepat jam 00.00, beliau keluar dari rumah sakit. Sebelum masuk
ke mobil, Abuya menghadap ke langit selama dua menit. Bilal, salah satu
muridnya bertanya: “Ada apa, Abuya?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Abuya al-Maliki menjawab: “Tidak ada apa-apa.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat itu, seharusnya bulan sedang purnama sangat indah,
namun malam itu justru tertutup awan. “Sebelumnya dalam beberapa hari terakhir,
beliau selalu meminta agar murid-muridnya melihat bulan, dan bertanya apakah
bulan sudah kelihatan?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dari rumah sakit, beliau tidak langsung ke rumah, tapi ke
pondok pesantren, untuk menemui murid-murinya. Saat itu jam 03.00. “Saya
sendiri yang membukakan pintu gerbang. Setelah itu, datang Sayyid Abbas, adiknya,
bersama keluarga yang lain. Kami bersama-sama membaca qasidah, lalu terlibat
dalam obrolan yang sesekali diselingi dengan tertawa lebar”, cerita Habib Hamid
sambil mengenang peristiwa penting itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pertemuan malam itu, katanya, diakhiri dengan sahur bersama.
Sebelumnya, Abuya sempat bertemu kakaknya dan bikin perjanjian untuk berbuka
puasa hanya dengan tiga buah kurma dan air zamzam. “Pas jam 04.00, beliau
meminta semuanya istirahat dan bersiap shalat Shubuh. Beliau sendiri masuk ke
kamar kerjanya.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di kamar itu, beliau ditemani Bilal dan Burhan. Tapi Bilal
diminta keluar kamar. Saat itulah, Sayyid Muhammad al-Maliki tiba-tiba bertanya
kepada Burhan. “Hai, Burhan. Aku sebaiknya istirahat di kursi atau di bumi
(maksudnya karpet)?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terserah Abuya.” Sahut Burhan bingung, karena tidak tahu
harus menjawab Abuya. Bagaimana mungkin seorang murid memutuskan sesuatu untuk
gurunya?</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya akan istirahat di bumi saja.” Kata Sayyid Muhammad
al-Maliki.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau kemudian duduk menghadap kiblat dan bersandar.
Sesaat, sempat mengambil buku dari tangan Burhan. Tapi kemudian, diletakkan di
meja, lalu beliau menengadah menyebut, “Lailaaha illallah….”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Innalillahi wainna ilaihi raji’un...” hanya itu yang
terucap dari mulut Burhan. Hari tepat tanggal 15 Ramadhan 1425 H atau 29
Oktober 2004, saat pagi mulai membuka kehidupan, Sayyid Muhammad bin Alawi bin
Abbas al-Maliki al-Hasani wafat. Jenazah almarhum langsung dibawa ke rumah
sakit. Dokter menyuruh semua keluarga dan murid-murid beliau untuk pulang ke
Pondok Pesantren.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tepat seusai shalat Shubuh, ambulan rumah sakit yang membawa
jenazah Abuya, tiba di kediaman beliau. “Saya pingsan. Ya, sepertinya,
pertemuan saya dengan beliau hanya untuk mengantarkan jenazahnya ke Ma’la,
tempat beliau dimakamkan, dekat dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra, yang
qasidahnya dibaca setiap kali selesai shalat Tarawih.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
c. Berkah Doa
Al-Fatihah</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mari kita hadiahkan al-Fatihah untuk Guru kita al-‘Allamah
al-Muhaddits Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Beliau
wafatnya pada hari Jum’at, malam 15 Ramadhan di waktu sahur, wafat di saat
beliau beristighfar di waktu Sahur, pada malamnya beliau tidak mengajar
kitab-kitab namun banyak menceritakan perihal surga dan menyatakan hasratnya
untuk bertemu dengan ayahnya, Sayyid Alawi al-Maliki.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau wafat hari Jumat 15 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan
tanggal 29 Oktober 2004 M dan dimakamkan di pemakaman al-Ma’la di samping makam
istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra,
Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husein dan beberapa putri-putri
yang tidak bisa disebut satu persatu di sini.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ilaa hadhrotinnabiyil musthofa rosulullah shollallohu
‘alaihi wasallam, wa ila ruuhi sayyid muhammad bin alawi al-maliki qoddasallahu
sirrohu wanawwaro dloriihahu, al-Fatihah...</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/07/isyarat-kewafatan-sayyid-muhammad-bin.html">http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/07/isyarat-kewafatan-sayyid-muhammad-bin.html</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-21263224073142292062014-01-08T17:57:00.002-08:002014-01-08T17:57:35.831-08:00Al Habib Mustofa bin Soleh Al-Haddad<div class="MsoNormal">
Gigih Beramar Ma’ruf Nahi Munkar</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Usianya telah merambat senja, namun semangatnya dalam
menegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar tetap membara. Itulah sosok dai Habib Mustofa
bin Soleh Al-Hadad dari Pontianak yang juga dikenal sebagai Ketua Front Pembela
Islam (FPI) Kalimantan Barat</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria berumur 58 tahun ini gigih membrantas segala bentuk
kemunkaran di mana tempat. Kerap ia berurusan dengan aparat keamanan dan pemerintah
di Pontianak karena kevokalannya menyuarakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bahkan ia
sempat ditahan oleh kepolisian karena sikapnya yang berlawanan dengan sikap
pemerintah. Tapi itu dulu, sekarang ia banyak berkecimpung dalam barisan Front
Pembela Islam (FPI) Kalimantan Barat dan juga kesibukannya banyak diisi dengan
berdakwah baik di Pesantren yang ia pimpin atau pun menghadiri majelis-majelis
taklim yang mengundangnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Habib Mustofa bin Soleh Al-Haddad, kelahiran Pontianak 17
Agustus 1949 ini adalah putra 3 dari 6 bersaudara dari Habib Soleh Al-Haddad.
Ia mengenyam pendidikan dasar sampai kelas III Sekolah Rakyat (SR). Kemudian ia
melanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Hadits, Malang (Jawa Timur) yang diasuh
oleh Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih selama 10 tahun (1957-1967).</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selama di Darul Hadits, ia seangkatan dengan Habib Syekh bin
Ali Al-Jufri, Habib Abdul Qadir Al-Hadad (Condet, Jakarta Timur), Habib Mustofa
bin Abdul Qadir Alaydrus (Sabilal Muhtadin, Jakarta Selatan), Habib Ahmad
Habsyi (Palembang), Habib Abdullah Abdun (Malang), Habib Abdullah bin Alwi
Al-Kaff (Cirebon), Habib Ali bin Ahmad Al-Jufri (Pekalongan) dan lain-lain.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Habib Mustofa mengaku sangat terkesan selama menempuh
pendidikan di Pesantren yang banyak menghasilkan ahli hadits itu. ”Banyak ilmu
yang diajarkan kepada saya sehingga saya bisa seperti ini. Ini semua berkat
bimbingan beliau dan putranya Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pesan dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih kepadanya
dan selalu dipegangnya sampai sekarang:”Belajarlah kamu hati-hati dan kamu
sebagai seorang ulama; jaga sikap tawadhu, jangan sombong dan takabur.
Gunakanlah ilmu ini untuk menegakan kalimat tauhid dan sampaikan ilmumu untuk
mendidik umat Nabi Muhammad SAW supaya menjadi umat yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah dari Darul Hadits pada tahun 1967, ia pulang ke
Pontianak dan belajar dengan abahnya sekitar 10 tahun sampai meninggal. Abah
Habib Mustafa, Habib Soleh bin Alwi bin Abubakar Al-Haddad adalah seorang ulama
yang wafat pada bulan Muharam 1403 H.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada tahun 1994, ia mendirikan pesantren pada tahun 1994.
“Sekarang ada 300 santri, yang menetap sekitar 100 santri dan 60 diantaranya
adalah anak-anak yatim piatu,” kata Bapak 19 putra (10 laki-laki, 9 putri) ini
kepada alKisah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Latar belakang membuka pesantren yang banyak dihuni oleh
anak-anak yatim piatu, ”Karena kita ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW.
Karena Rasulullah merangkul pada anak-anak yatim, dan kita perlu membina
anak-anak yatim ini,” kata ketua Front Pembela Islam (FPI) Kalimantan Barat ini
lebih lanjut.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Menurutnya, selama mengasuh Pesantren, tantangan dan
hambatan nyaris sangat sedikit, ”Biasa santri-santri ada yang nakal dan ada
yang tidak. Cuma itu lainnya tidak ada,” katanya. Lebih lajut, Habib Mustofa menuturkan
kalau perjuangan dilandasi dengan semangat keikhlasan akan banyak ditolong oleh
Allah SWT. ”Dengan semata-mata berjuang untuk menolong umat Rasulullah SAW
supaya bertaqwa kepada Allah. Kami Alhamdulillah tidak kekurangan makanan dan
minuman. Banyak donatur yang, mengantarkan kebutuhan santri ke Pesantren.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selain itu, di pesantrennya santri-santri mendapat perlakuan
yang sama sebagaimana anak-anaknya. “Kami menganggap seluruh santri yang ada di
Pesanteen ini seperti anak sendiri. Santri dan anak kita tidak ada perbedaan.
Sama seperti anak kita. Kita selalu berdoa kepada Allah, supaya santri-santri
ini bisa diberikan ilmu yang bermanfaat dijadikan ulama yang warasatul anbiya
(Pewaris para Nabi) supaya kalau kita mati merekalah yang bisa meneruskan pondok
pesantren ini. Hanya itu niat kami.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selain itu, di pesantren Riyadhul Jannah Pontianak,
santri-santri diwajibkan menggunakan bahasa arab sebagai bahasa percakapan
bersehari-hari.”Kalau mereka sudah betul-betul fasih berbahasa Arab dan ilmu nahwunya,
baru mereka diperbolehkan memperdala bahasa asing lainnya, seperti bahasa
Inggris. Sebab kalau kita tak tahu ilmu Nahwu, tidak boleh kita mengartikan
Al-Qur’an.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://alhabaib.blogspot.com/2009/05/habib-mustofa-bin-soleh-al-haddad.html">http://alhabaib.blogspot.com/2009/05/habib-mustofa-bin-soleh-al-haddad.html</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-62481218756518991472014-01-08T17:56:00.002-08:002014-01-08T17:56:28.287-08:00AIR BEKAS PEMANDIAN JASAD RASULULLAH SAW<div class="MsoNormal">
Salah seorang santri Rubath Tarim li al-Habib Salim bin
Abdullah asy-Syathiri, Ustadz Mochammad Nuzulul Bawwakiel Muttaqien, suatu hari
mengkisahkan tentang “Air pemandian Rasulullah Saw.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alkisah, asy-Syaikh al-Fadhil Mutwalli asy-Sya’rawi pernah
diundang untuk menghadiri sebuah acara muktamar di Arab. Dalam majelis muktamar
tersebut, asy-Syaikh mengajukan pertanyaan yang tidak pernah disangka oleh
semua hadirin, terutama pimpinan muktamar. Beliau bertanya: “Ke manakah air
bekas pemandian jenazahnya Rasulullah Saw.?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semua hadirin seperti terbungkam, tidak ada satu pun ulama
yang menjawabnya. Hingga pimpinan muktamar berkata: “Ya Syaikh Mutawalli
asy-Sya’rawi, pertanyaan ini perlu jawaban dan pembahasan. Aku akan menjawabnya
pada pertemuan mendatang.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sepulang dari muktamar, pemimpin majelis muktamar itu
menjadi gelisah. Dengan segala kemampuannya dicarilah dalalah dan kisah atau
riwayat yang menunjukkan tentang “Ghusalah”, air bekas pemandian jasad
Rasulullah Saw. itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun semua kitab pun tanpa bergeming dan enggan memberikan
jawban. Di tengah kecapekannya, tertidurlah pemimpin majelis muktamar itu. Dan
di dalam mimpinya ia bertemu Rasulullah Saw. yang sedang bersama seorang lelaki
agung, membawa sebuah qindil (lentera). Sang pemimpin muktamar sangat senang
sekali dan berkata: “Ya Rasulullah, ke manakah air bekas pemandian jasad Tuan
Saw.?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasulullah Saw. tersenyum dan menjawab: “Bertanyalah kepada
shahibul qindil” (sembari menunjuk lelaki yang membawa lentera).</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka bertanyalah sang pemimpin majelis muktamar kepada
lelaki itu, dan dijawab dengan suara yang halus dan jelas: “Air bekas pemandian
jasad Rasulullah Saw. naik ke langit, kemudian turunlah air itu ke bumi. Tidak
akan jatuh percikan air itu di bumi kecuali Allah menjadikannya sebuah masjid.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terbangunlah sang pemimpin muktamar itu dengan wajah berseri
dengan ditemukannya jawaban dari pertanyaan Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi. Dan
ketika pertemuan muktamar dilanjutkan, sang pimpinan muktamar itu berkata
kepada Syaikh asy-Sya’rawi: “Aku telah menemukan jawaban dari pertanyaan Anda
ya Syaikh.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi menyahut: “Apakah itu jawaban
dari shahibul qindil?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemimpin muktamar itu bertanya: “Apakah Anda mengetahuinya?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi berkata: “Akulah shahibul
qindil itu.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/12/air-bekas-pemandian-jasad-rasulullah-saw.html">http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/12/air-bekas-pemandian-jasad-rasulullah-saw.html</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-87531309502231461642014-01-08T17:51:00.002-08:002014-01-08T18:35:51.138-08:00IBADAH 500 TAHUN Hanya Sebanding dengan Satu kenikmatan penglihatan<div class="MsoNormal">
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu
bersabda, 'Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia memberitahu,
'Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Sesungguhnya Allah
memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah
kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah
laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan
tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah
mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat
segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam
mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari
menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik
buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah
Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan
mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia
dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika
kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia
dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah hambaKu
ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba itu membantah, 'Ya Rabbi, aku masuk
Surga karena perbuatanku.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah Ta’ala berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam
Surga karena rahmatKu.' Hamba tersebut membantah lagi, 'Ya Rabbi, masukkan aku
ke surga karena amalku.'</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, 'Cobalah kalian
timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan
amal perbuatannya.'</div>
<div class="MsoNormal">
Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya
lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan
anggota tubuh yang lain. Allah Ta’ala berfirman, 'Sekarang masukkanlah hambaKu
ini ke Neraka!'</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka. Hamba itu lalu
berkata, 'Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah
aku ke dalam SurgaMu.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah Ta’ala berfirman, 'Kembalikanlah ia.'</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah
Ta’ala bertanya kepadanya, 'Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika
kamu belum menjadi apa-apa?'</div>
<div class="MsoNormal">
Hamba tersebut menjawab, 'Engkau, wahai Tuhanku.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah bertanya lagi, 'Yang demikian itu karena keinginanmu
sendiri atau berkat rahmatKu?'</div>
<div class="MsoNormal">
Dia menjawab, 'Semata-mata karena rahmatMu.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah bertanya, 'Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu
sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?'</div>
<div class="MsoNormal">
Dia menjawab, 'Engkau Ya Rabbi.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah bertanya, 'Siapakah yang menempatkanmu berada di
gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di
tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima
yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu
mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah
memenuhi permintaanmu!?'</div>
<div class="MsoNormal">
Hamba itu menjawab, 'Engkau ya Rabbi.'</div>
<div class="MsoNormal">
Allah Ta’ala berfirman, 'Itu semua berkat rahmatKu. Dan
hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang
masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh
kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.' Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke
dalam Surga."</div>
<div class="MsoNormal">
Jibril ‘Alaihis Salam melanjutkan, "Wahai Muhammad,
sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat Rahmat Allah Ta’ala."
(HR. Al-Hakim, 4/250.)</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZaMJai_qJy5gS1A7EE6YbxWomp4pekKcgtghoKULxfDslVum3Y1apcTil88bmf_B4WXPdD5IAx_P93jf-veJhzW5XfnV2DPbUONvgVwnFNvOSPMb7HxEqos3z1wF1hQd8mMp7J3heow/s1600/pizap.com13892342647961.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZaMJai_qJy5gS1A7EE6YbxWomp4pekKcgtghoKULxfDslVum3Y1apcTil88bmf_B4WXPdD5IAx_P93jf-veJhzW5XfnV2DPbUONvgVwnFNvOSPMb7HxEqos3z1wF1hQd8mMp7J3heow/s1600/pizap.com13892342647961.jpg" height="239" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://simtuddurorkebumen.blogspot.com/">http://simtuddurorkebumen.blogspot.com/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-47346933557126474042014-01-02T01:07:00.002-08:002014-01-02T01:07:37.824-08:00Menabur Benih Gandum Sembari Berdzikir<div class="MsoNormal">
Di sebuah desa, di dekat kota Thus tinggallah seorang hamba
Allah yang saleh. Imam Ghazali yang telah kembali ke kota Thus pun segera
mengunjunginya. Menyaksikan kedatangan Imam Ghazali, orang saleh yang sedang menabur
benih gandum di kebunnya tersebut, serta merta menyambutnya. Salah seorang
teman orang saleh itu bermaksud menggantikannya menabur benih gandum sementara
dia menemui Imam Ghazali, namun orang saleh tersebut menolak permintaannya.</div>
<div class="MsoNormal">
Dalam hati, Imam Ghazali bertanya-tanya, mengapa ia tidak
mau digantikan? Beberapa waktu kemudian beliau pun menanyakan alasan orang
saleh itu tidak membiarkan temannya menggantikannya menabur benih gandum
tersebut. Orang saleh itu pun menjawab, “Aku selalu menabur benih gandum ini
dengan hati yang khusyuk dan lisan yang berdzikir kepada Allah. Aku berharap
agar setiap orang yang memanen gandum ini nantinya memperoleh keberkahan.
Karena itulah aku tidak menyerahkan benih ini kepada seseorang yang akan
menaburnya dengan hati yang tidak khusyuk dan lisan yang tidak berdzikir kepada
Allah.</div>
<div class="MsoNormal">
Orang-orang saleh terdahulu selalu menanamkan niat yang baik
dalam setiap gerak dan diam mereka. Karena itulah, kehidupan orang-orang saleh
terdahulu diliputi keberkahan. Lain halnya dengan kita yang hidup di zaman
sekarang. Saat ini, jangankan ketika menanam benih, dalam shalat pun kita
sering lupa dan tidak mengingat Allah. Yang teringat adalah dunia; anak,
pasangan hidup, pekerjaan, dan berbagai kegiatan duniawi yang mewarnai
kehidupan kita sehari-hari. Alangkah indahnya jika kita dapat mencontoh akhlak
orang saleh dalam kisah di atas. Bagaimana kiranya jika ketika menanak nasi,
memasak di dapur, menyuapi anak, dan sejenisnya, semua itu dilakukan sembari
berdzikir kepada Allah….?</div>
<div class="MsoNormal">
« Ta’riful Ahya Bifadhailil Ihya, Darul Fikr, Beirut, Juz.I,
Hal.172</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.sarkub.com/2013/menabur-benih-gandum-sembari-berdzikir/">http://www.sarkub.com/2013/menabur-benih-gandum-sembari-berdzikir/</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-21139717232596707322014-01-02T01:06:00.003-08:002014-01-02T01:06:55.414-08:00Membangun Surga Di Muka Bumi<div class="MsoNormal">
Dalam kisah jaman dahulu kala ternyata di bumi ini pernah
bertengger 4 penguasa penuh, yg 2 orang muslim yakni Nabi Sulaiman as bin Dawud
as dan Iskandar Dzulqornain, 2 orang lagi kafir yakni Namrudz bin Kan’an bin
Nuh as, dan Syidad (bin ‘ Ad bin ‘Aush bin Irom bin Sam bin Nuh as).</div>
<div class="MsoNormal">
Konon Syidad ini ukuran tubuhnya lebih besar dari rata-rata
manusia biasa, usianya mencapai 1000 tahun, memiliki 1000 orang istri dan 4000
anak. Dengan kekuasaan penuh di muka bumi dia bisa melakukan apa saja yang
diinginkan. Kabar tentang sifat-sifat surga yang dia baca dari kitab-kitab para
nabi tergugah hatinya untuk membuat surga di muka bumi.</div>
<div class="MsoNormal">
Mulailah dia mengumpulkan menteri-menterinya yang berjumlah
1000 orang, para pembesar, para ahli dan arsitek, dikerahkan seluruh manusia
untuk mencari, menggali dan mengumpulkan seluruh benda-benda barang tambang
berharga, seperti emas, perak intan, zamrud, zabarjud, marjan dan mutiara.
Marmer terbaik yang ada di bumi ini diangkut, juga tak ketinggalan bahan-bahan parfum dan misik pun dikumpulkan.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah terkumpul dalam jumlah besar dan terus sambil
mencari, Syidad mendelegasikan pakar-pakar geografi dan arsitek untuk
menelusuri lokasi-lokasi di penjuru bumi. Mereka mendapati sebuah kawasan luas
ada dataran rendah dan tinggi yang banyak sumber airnya.</div>
<div class="MsoNormal">
Kawasan terindah masa itu adalah daerah Yaman. Mereka
mengambil kawasan 80 km x 80 km dan dibuatnya benteng seputarnya dengan marmer
yang sangat tinggi dan di atasnya dibuat dinding bata dari emas. Setelah selesai
bangunan benteng tersebut mulailah membangun istana inti dengan bahan mas
bertatahkan batu-batu permata yang berkilauan, di sekeliling istana dibangun
bungalau2 untuk istri-istri dan anak-anak mereka, serta kawasan taman rekreasi
yang sangat indah dan berbagai bangunan lainnya</div>
<div class="MsoNormal">
Di sekitar istana dibangunlah sungai-sungai yang bertebing
batu-batu mulia dan pohon-pohon berdaun emas berbatang zamrud dan zabarjud.
Negeri indah ini selesai pembangunannya dalam waktu 300 tahun, Imam Wahab bin
Munbih mengatakan kota indah seperti ini tak akan dijumpai lagi di muka bumi,</div>
<div class="MsoNormal">
Firman Allah :” Bangsa Irom yang memiliki bangunan-bangunan
megah yang tak dibuat di negeri-negeri lainnya”.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah usai sempurna pembangunan tersebut raja Syidad
memerintahkan untuk memboyong kekayaannya ke istana baru tersebut dan
mengusungnya memakan waktu 10 tahun. Mulailah Syidad boyong menuju istana baru
dengan keluarga besarnya serta para menteri dan pembesar kerajaan. Namun apa yg
terjadi ?</div>
<div class="MsoNormal">
Hanya kehendak Allahlah yang berlaku pada setiap
makhluk-NYA. Sesampainya Syidad di gerbang istana tiba-tiba datang seorang
malaikat dan berkata : ” Hai Syidad jika
kamu mengakui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Esa, aku persilahkan kamu tinggal
di istana ini, jika tidak maka aku cabut nyawamu sekarang juga “</div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar perkataan itu Syidad menjadi marah dan bengis
serta bertambah tambah kesesatannya, maka berteriaklah malaikat tersebut hingga
Syidad dan rombongannya mati seketika, dan tak seorangpun yang masuk ke kota
megah tsb, ada yang berpendapat kota itu ikut hancur seluruhnya, ada juga yang
berpendapt kota itu tetap dalam keindahannya hingga masa-masa berikutnya,
wallahu a’lam</div>
<div class="MsoNormal">
(Sumber : Kitab Badai’uz zuhur)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.sarkub.com/2012/membangun-surga-di-muka-bumi/">http://www.sarkub.com/2012/membangun-surga-di-muka-bumi/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-57562962865300020432014-01-02T01:05:00.005-08:002014-01-02T01:05:54.504-08:00makanan orang mulia adalah obat<div class="MsoNormal">
Suatu hari Imam Syafii berkunjung ke rumah Imam Ahmad Ibn
Hanbal. Setelah usai dijamu oleh Imam
Ahmad, dengan makanan-makanan, Imam Syafii tidur di kamarnya.</div>
<div class="MsoNormal">
Saat pagi menjelang, putri Imam Ahmad Ibn Hanbal berkata
pada ayahnya: “wahai ayah, benarkah ini Imam Syafii yang sering kau ceritakan?”</div>
<div class="MsoNormal">
.</div>
<div class="MsoNormal">
Imam Ahmad menjawab: “benar putriku!”</div>
<div class="MsoNormal">
“Ada tiga hal yang saya perhatikan darinya, pertama saat
kami suguhkan makanan kepadanya, dia makan banyak sekali,</div>
<div class="MsoNormal">
Kedua saat dia masuk kamar dia tidak menjalankan shalat
malam,</div>
<div class="MsoNormal">
Ketiga saat shalat subuh dengan kita, dia tidak berwudlu.”
kata sang putri.</div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba saat Imam Syafii berpapasan dengan Imam Ahmad Ibn
Hanbal, Imam Syafii menjawab tiga hal yang dipertanyakan putrinya.</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai, Ahmad!” tegur Imam Syafii, “aku makan banyak sekali,
karena tahu bahwa makan-makananmu dari harta yang halal, sesungguhnya engkau
adalah orang mulia, dan makanan orang mulia adalah obat, dan makanan orang
kikir adalah penyakit. saya tidak makan untuk sekedar kenyang, sesungguhnya aku
memakan makananmu untuk obat.”</div>
<div class="MsoNormal">
“Adapun mengenai aku tidak shalat malam, karena setiap aku
meletakkan kepalaku untuk tidur, saya melihat seakan didepanku ada al-quran dan
al-hadits, Allah membukanya untukku dengan 72 masalah ilmu fiqh. saya berharap
ummat memanfaatkannya, dan saya tidak menemukan kesempatan untuk shalat malam.”</div>
<div class="MsoNormal">
“Terkait dengan shalat subuh yang tanpa wudlu’, Demi Allah
saya tidak tidur kecuali sebelumnya saya memperbarui wudlu”, sepanjang malam
saya tidak tidur, maka saya shalat subuh dengan kalian dengan wudlu’ shalat
isya’”</div>
<div class="MsoNormal">
Referensi Fawaidul Mukhtaroh hal. 171-172 berdasar Anis al
Mu’minin hal. 80</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.sarkub.com/2011/makanan-orang-mulia-adalah-obat-makanan-orang-kikir-adalah-penyakit/">http://www.sarkub.com/2011/makanan-orang-mulia-adalah-obat-makanan-orang-kikir-adalah-penyakit/</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-1562327576644902732014-01-02T01:05:00.002-08:002014-01-02T01:05:11.915-08:00Maimun, Budak Hina Yang Doanya Mustajab<div class="MsoNormal">
Basrah, Iraq. Sudah beberapa lama tidak turun hujan. Hari
itu belum beranjak siang. Terik matahari mulai terasa. Angin musim kemarau
berhembus. Angin kering padang pasir menerpa wajah. Orang-orang mulai kesulitan
mendapati air. Demikian juga binatang peliharaan yang kelihatan kurus-kurus.</div>
<div class="MsoNormal">
Hari itu penduduk Basrah sepakat untuk mengadakan shalat
Istisqa’. Untuk meminta hujan yang sudah sekian lama tertahan. Shalat itu akan
dihadiri para ulama Basrah dan tokoh masyarakatnya. Yang langsung akan dipimpin
oleh salah seorang ulama pilihan di antara mereka. Nampak di antara para ulama
yang sudah hadir Ulama Besar Malik bin Dinar, Atho’ As-Sulaimi, Tsabit
Al-Bunani, Yahya Al-Bakka, Muhammad bin Wasi’, Abu Muhammad As-Sikhtiyani,
Habib Abu Muhammad Al-Farisi, Hasan bin Abi Sinan, Utbah bin Al-Ghulam, dan
Sholeh Al-Murri.</div>
<div class="MsoNormal">
Benar-benar sebuah sholat Istisqo’ yang istimewa. Dihadiri
orang-orang terbaiknya. Tentunya dengan harapan agar Allah menurunkan kembali
hujan yang ditahan karena dosa-dosa manusia.</div>
<div class="MsoNormal">
Para penduduk nampak berduyun-duyun mendatangi lapangan yang
telah ditentukan. Para ulama pun sudah mulai nampak di lapangan itu.</div>
<div class="MsoNormal">
Anak-anak kecil yang asyik belajar di tempat pengajian
Al-Qur’an mereka, juga nampak berlarian menuju lapangan. Demikian juga para
wanitanya. Besar, kecil, laki, perempuan, tua, muda, semuanya tidak ada yang
ketinggalan untuk mengikuti sholat. Dengan hanya satu harapan, agar hujan
kembali turun.</div>
<div class="MsoNormal">
Sholat dimulai. Dua rokaat sudah. Selesai itu sang imam menyampaikan
khutbah dan doa panjangnya. Mengakui segala kelemahan dan kesalahan manusia
yang menyebabkan murka Allah. Dan mengharap kembali turunnya berkah hujan dari
langit. Karena masih ada orang tua dan binatang yang tidak bersalah ikut
menanggung akibat dosa sebagian orang. Doa terus dipanjatkan.</div>
<div class="MsoNormal">
Waktu terus beranjak siang. Tidak ada tanda-tanda akan turun
hujan. Mendung tak kunjung datang. Langit masih terlihat cerah. Matahari
semakin terasa terik. Sholat Istisqa’ selesai. Semua penduduk pulang ke rumah masing-masing.
Tinggallah para ulama yang masing-masing bertanya dalam hati mengapa hujan tak
kunjung datang. Padahal telah berkumpul orang-orang baik dan pilihan di
masyarakat Basrah.</div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya diputuskan untuk menentukan hari lain. Mengulang
sholat Istisqa’ berharap untuk kali ke dua ini, Allah mengabulkan doa mereka.
Sholat kedua ditentukan. Suasana sholat ketika itu tidak jauh berbeda dengan
sholat sebelumnya. Dan kali ini pun belum ada tanda-tanda dikabulkannya doa.
Langit masih sangat cerah dengan terik matahari tengah hari. Tanda tanya di
hati para ulamanya semakin besar.</div>
<div class="MsoNormal">
Sholat ketiga pun segera menyusul. Semoga yang ketiga inilah
yang didengar, begitu harapan mereka. Persis seperti yang pertama dan kedua,
sholat yang ketiga pun mempunyai suasana yang sama. Dan ternyata hasilnya pun
sama. Hujan masih tertahan entah karena apa. Tanda tanya di hati para ulama
Basrah kian menggelayut di dalam hati mereka masing-masing. Tanpa jawaban.
Seluruh penduduk dan ulamanya pulang ke rumah dan tidak tahu kapan musim kering
itu berlalu.</div>
<div class="MsoNormal">
Tersisa Malik bin Dinar dan Tsabit Al-Bunani di lapangan
terlihat berbincang serius. Perbincangan itu dilanjutkan di masjid yang tidak
jauh dari tempat itu. Hingga malam datang menjelang. Masjid sudah sepi, tidak
ada lagi yang sholat. Karena sudah malam larut.</div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seorang dengan kulit
berwarna gelap, wajah yang sederhana, dengan betis tersingkap yang terlihat
kecil, dengan perut buncit. Orang itu memakai sarung dari kulit domba, demikian
juga kain yang dipakainya untuk atas badannya. “Aku memperkirakan semua yang
dipakainya tidak melebihi dua dirham saja,” kata Malik bin Dinar. Yang
menunjukkan bahwa orang itu hanyalah orang miskin yang tidak memiliki banyak
harta.</div>
<div class="MsoNormal">
Malik bin Dinar mengamati gerak-geriknya, ingin mengetahui
apa yang akan dilakukan oleh orang hitam itu di larut malam seperti ini. Orang
itu menuju tempat wudhu. Setelah selesai wudhu, seperti tanpa mempedulikan
Malik dan Tsabit yang mengamatinya dari tadi, orang itu menuju mihrab imam kemudian
sholat dua rokaat. Sholatnya tidak terlalu lama. Surat yang dibaca tidak
terlalu panjang. Ruku’ dan sujudnya sama pendeknya dengan lama berdirinya.</div>
<div class="MsoNormal">
Selesai sholat, orang itu menengadah tangannya ke langit
sambil berdoa. Malik bin Dinar mendengar isi doa yang disampaikan dengan suara
yang tidak terlalu tinggi tapi terdengar. “Tuhanku, betapa banyak
hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang
sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang
ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang?
Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau
berkenan memberi kami hujan secepatnya.”</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah mendengar itu Malik bin Dinar berkata, “Belum lagi
dia menyelesaikan perkataannya, angin dingin pertanda mendung tebal menggelayut
di langit. Kemudian tidak lama, hujan turun dengan begitu derasnya. Aku dan
Tsabit mulai kedinginan.”</div>
<div class="MsoNormal">
Malik dan Tsabit hanya bisa tercengang melihat orang hitam
itu. Mereka berdua menunggu hingga orang itu selesai dari munajatnya. Begitu
terlihat orang itu selesai, Malik menghampirinya dan berkata, “Wahai orang
hitam tidakkah kamu malu terhadap kata-katamu dalam doa tadi?” Orang tdai
bertanya, “Kata-kata yang mana?” “Kata-kata: dengan kecintaan-Mu kepadaku,”
kata Malik. “Apa yang membuatmu yakin bahwa Allah mencintaimu?” sambung Malik.
Orang itu menjawab, “Menyingkirlah dari urusan yang tidak kamu ketahui, wahai
orang yang sibuk dengan dirinya sendiri! Dimanakah posisiku ketika aku dapat mengkhususkan
diri kami untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ma’rifat kepada-Nya. Mungkinkah
aku dapat memulai hal itu jika tanpa cinta-Nya kepadaku sesuai dengan kadar
yang dikehendaki dan cintaku kepada-Nya sesuai dengan kadar kecintaanku.”</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah berkata itu, dia pergi begitu saja dengan cepatnya.
Malik memohon, “Sebentar, semoga Allah merahmatimu. Aku perlu sesuatu.” Orang
itu menjawab, “Aku adalah seorang budak yang mempunyai kewajiban untuk mentaati
perintah tuanku.”</div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya Malik dan Tsabit sepakat untuk mengikuti dari jauh.
Ternyata orang itu memasuki rumah seorang yang sangat kaya di Basrah yang
bernama Nakhos. Malam sudah sangat larut. Malik dan Tsabit merasakan sisa malam
begitu panjang, karena rasa penasarannya untuk segera mengetahui orang itu di
pagi harinya.</div>
<div class="MsoNormal">
Pagi yang dinanti akhirnya tiba. Malik yang memang mengenal
nakhos itu segera menuju rumahnya untuk menanyakan budak hitam yang dijumpainya
semalam. “Apakah engkau punya budak yang bisa engkau jual kepadaku untuk
membantuku?” kata Malik bin Dinar beralasan untuk mengetahui budak hitam yang
dijumpainya semalam. Nakhos berkata, “Ya, saya mempunyai seratus budak.
Kesemuanya bisa dipilih.” Mulailah Nakhos mengeluarkan budak satu per satu
untuk dilihat Malik. Sudah hampir semuanya dikeluarkan, ternyata Malik tidak
melihat budak yang dilihatnya semalam. Sampai Nakhos menyatakan bahwa budaknya
sudah dikeluarkan semua. “Apakah masih ada yang lain?” tanya Malik. “Masih
tersisa satu lagi,” jawab Nakhos.</div>
<div class="MsoNormal">
Saat itu waktu mendekati waktu dhuhur. Saat istirahat siang.
Malik berjalan ke belakang rumah menuju suatu kamar yang sudah terlihat reot.
Di dalam kamar itulah Malik melihat budak hitam yang dilihatnya semalam sedang
tertidur lelap. “Nakhos, dia yang saya mau, ya demi Allah dia,” kata Malik
semangat. Dengan penuh keheranan Nakhos berkata, “Wahai Abu Yahya, itu budak
sial. Malamnya habis untuk menangis dan siangnya habis untuk sholat dan puasa.”
“Justru untuk itulah aku mau membelinya,” kata Malik. Melihat kesungguhan
Malik, Nakhos memanggil budak tadi.</div>
<div class="MsoNormal">
Dengan wajah kuyu, dengan rasa kantuk yang masih terlihat
berat budak itu keluar menemui majikannya. Nakhos berkata kepada Malik,
“Ambillah terserah berapa pun harganya agar aku cepat terlepas darinya.”</div>
<div class="MsoNormal">
Malik mengulurkan dua puluh dinar sebagai pembayaran atas
harga budak itu. “Siapa namanya?” tanya Malik yang sampai detik itu masih belum
mengetahui namanya. “Maimun.”</div>
<div class="MsoNormal">
Malik menggandeng tangan budak itu untuk diajak ke rumahnya.
Sambil berjalan, Maimun bertanya, “Tuanku, mengapa engkau membeliku padahal aku
tidak cocok untuk membantu?”</div>
<div class="MsoNormal">
Malik berkata, “Saudaraku tercinta, kami membelimu agar kami
bisa membantumu.” “Kok bisa begitu?” tanya Maimun keheranan. “Bukankah kamu
yang semalam berdoa di masjid itu? Tanya Malik. “Jadi kalian sudah tahu saya?”
Maimun kembali bertanya. “Ya akulah yang memprotes doamu semalam,” kata Malik.</div>
<div class="MsoNormal">
Budak itu meminta untuk diantar ke masjid. Setelah sampai ke
pintu masjid, dia membersihkan kakinya dan masuk. Langsung sholat dua rokaat.
Malik bin Dinar hanya bisa diam sambil mengamatinya dan ingin tahu apa yang
ingin dilakukannya. Selesai sholat, orang itu mengangkat tangannya berdoa
seperti yang dilakukannya kala malam itu. Kali ini dengan doa yang berbeda,
“Tuhanku, rahasia antara aku dan Engkau telah Engkau buka di hadapan makhluk-makhluk-Mu.
Engkau telah membeberkan semuanya. Maka bagaimana aku nyaman hidup di dunia ini
sekarang. Karena kini telah ada yang ketiga yang menghalangi antara aku dan
diri-Mu. Aku bersumpah, agar Engkau mencabut nyawaku sekarang juga.”</div>
<div class="MsoNormal">
Tangan diturunkan, budak itu kemudian sujud. Malik
mendekatinya. Menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi lama dinanti tak juga
bangun. Malik menggerakkan badan budak itu, dan ternyata budak itu sudah tidak
bernyawa lagi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.sarkub.com/2013/maimun-budak-hina-yang-doanya-selalu-di-ijabah-oleh-allah/">http://www.sarkub.com/2013/maimun-budak-hina-yang-doanya-selalu-di-ijabah-oleh-allah/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-32029935889302364072014-01-02T01:03:00.005-08:002014-01-02T01:03:58.510-08:00Kisah Tujuh Malaikat Penjaga Pintu-Pintu Langit<div class="MsoNormal">
Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang
laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada
Mu’adz bin Jabal ra., salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah
engkau dengar langsung dari Rasulullah saw., suatu hadits yang engkau hafal dan
selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits
tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah
yang menurut engkau yang paling penting?”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz
sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, “Mu’adz tiba-tiba saja
menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah
berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis,
berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduh betapa rinduku kepada
Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau”</div>
<div class="MsoNormal">
Selanjutnya Mu’adz bin Jabal ra. mengisahkan sebagai
berikut, “Ketika aku mendatangi Rasulullah saw., beliau sedang menunggangi unta
dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka berangkatlah aku
bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian beliau
menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian bersabdalah Rasulullah saw.:”</div>
<div class="MsoNormal">
“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan
ketentuan (qadha) atas segenap makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, ya Mu’adz!”.
Aku menjawab, “Labbaik yaa Sayyidal Mursaliin”.</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan kepadamu suatu
hadits yang jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka (hadits) ini akan
memberi manfaat kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau melalaikan dan
tidak menjaga (hadits) ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu akan terputus di
hadhirat Allah Ta’ala!”</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah
menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh lelangit dan bumi.
Pada setiap langit tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap
pintu dari pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang Malaikat penjaga,
sesuai dengan kadar dan keagungan (jalaalah) pintu tersebut.</div>
<div class="MsoNormal">
Maka naiklah al-Hafadzah (malaikat-malaikat penjaga insan)
dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak
subuh hari hingga petang hari. Amal perbuatan tersebut tampak bersinar dan
menyala-nyala bagaikan sinar matahari, sehingga ketika al-Hafadzah membawa naik
amal perbuatan tersebut hingga ke Langit Dunia mereka melipat gandakan dan
mensucikan amal tersebut. Dan ketika mereka sampai di pintu Langit Pertama,
berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah amal
perbuatan ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang mengawasi
perbuatan ghiibah (menggunjing orang), aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk
tidak membiarkan amal ini melewatiku untuk menuju ke langit yang berikutnya!”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain dengan membawa
amal shalih diantara amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal shalih itu
bersinar sehingga mereka melipat-gandakan dan mensucikannya. Sehingga ketika
amal tersebut sampai di pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat penjaga pintu
kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah
pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki kemanfaatan
duniawi belaka! Akulah ‘Malakal Fakhr’, malaikat pengawas kemegahan, aku telah
diperintah Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan ini melewatiku menuju
ke langit berikutnya, sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya
terhadap manusia sesamanya di lingkungan mereka!”. Maka seluruh malaikat
mela’nat orang tersebut hingga petang hari.</div>
<div class="MsoNormal">
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba
yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih,
berupa amal-amal shadaqah, shalat, shaum, dan berbagai amal bakti (al-birr)
yang lainnya. Kecemerlangan amal tersebut telah membuat al-Hafadzah takjub
melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan mensucikannya, mereka
diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di pintu Langit Ketiga,
maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian!
Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibil Kibr’, malaikat
pengawas kesombongan, aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan
amal perbuatan seperti ini lewat dihadapanku menuju ke langit berikutnya!
Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat takabbur di hadapan manusia di
lingkungan (majelis) mereka!”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan membawa
amal seorang hamba yang sedemikian cemerlang dan terang benderang bagaikan
bintang-bintang yang gemerlapan, bagaikan kaukab yang diterpa cahaya.
Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah.
Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan berkatalah
Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian!
Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah
‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah
diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku
menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan
suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang
hamba hingga mencapai ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin
putri yang sedang diiring diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu
Langit Kelima, amalan yang demikian baik berupa jihad, haji dan umrah yang
cahayanya menyala-nyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat
penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal
perbuatan ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! Akulah
‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal
ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang
sedang menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa
dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang
berhasil meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha
mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak
membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan
seorang hamba yang memancarkan cahaya yang terang benderang seperti cahaya
matahari, yang berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak,
zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat hingga
mencapai pintu Langit Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada
al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya,
sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba-hamba Allah yang
sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa senang
dengan hal tersebut! Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’, malaikat pengawas sifat rahmah
(kasih sayang), aku telah diperintahkan Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal
perbuatan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya!”</div>
<div class="MsoNormal">
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan
seorang hamba yang lain, amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah, jihad, dan wara’
(memelihara diri dari perkara-perkara yang haram dan subhat/meragukan). Amalan
tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar
matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut
hingga mencapai pintu Langit Ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu
kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah
pemiliknya, pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal
perbuatannya ini! Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat pengawas perbuatan
mencari nama-diri (ingin disebut-sebut namanya), yakni sum’ah (ingin
termashur). Akulah yang akan menghijab dari Rabb-ku segala amal perbuatan yang
dikerjakan tidak demi mengharap Wajah Rabb-ku! Sesungguhnya orang itu dengan
amal perbuatannya ini lebih mengharapkan yang selain Allah Ta’ala, ia dengan
amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status) di kalangan para
fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan penyebutan-penyebutan (pujian-pujian) di
kalangan para ulama, dan lebih mengharapkan nama baik di masyarakat umum! Aku
telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat
dihadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlash karena
Allah Ta’ala adalah suatu perbuatan riya’, dan Allah tidak akan menerima segala
amal perbuatan orang yang riya’!”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan
seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam,
dan dzikrullah Ta’ala. Seluruh malaikat langit yang tujuh
mengumandang-kumandangkan pujian atas amal perbuatan tersebut, dan diangkatlah
amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala.
Hingga sampailah dihadhirat-Nya, dan para malaikat memberi kesaksian kepada-Nya
bahwa ini merupakan amal shalih yang dikerjakan secara ikhlash karena Allah
Ta’ala.</div>
<div class="MsoNormal">
Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah, “Kalian
adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hamba-Ku, sedangkan Aku adalah
Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya!
Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan Aku dan tidaklah
mengikhlashkannya untuk-Ku! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi
mengharap sesuatu yang selain Aku! Aku yang lebih mengetahui ihwal apa yang
diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknat-Ku, karena ini telah
menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidakklah ini dapat menipu Aku!
Akulah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, Maha Melihat segala apa
yang ada di dalam hati, tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar,
tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apa pun yang bersembunyi! Pengetahuan-Ku
atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala
yang baqa (kekal), Pengetahuan-Ku tentang yang awal adalah sama dengan
Pengetahuan-Ku tentang yang akhir! Aku lebih mengetahui perkara-perkara yang
rahasia dan lebih halus, maka bagaimana Aku dapat tertipu oleh hamba-Ku dengan
ilmunya? Bisa saja ia menipu segenap makhluk-Ku yang tidak mengetahui, tetapi Aku
Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknat-Ku!”</div>
<div class="MsoNormal">
Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang
mengiringi, “Yaa Rabbana, tetaplah laknat-Mu baginya dan laknat kami semua
atasnya!”, maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan
la’nat kepadanya.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah mendengar semua itu dari lisan Rasulullah saw. maka
menagislah Mu’adz dengan terisak-isak, dan berkata, “Wahai Rasulullah! Engkau
adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat
selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”</div>
<div class="MsoNormal">
Berkatalah Rasulullah saw., “Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabi-mu
ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amal perbuatanmu terdapat kekurangan.
Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan meng-ghiibah manusia dan
meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul Al-Qur’aan. Tahanlah dirimu dari
keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa yang kamu ketahui ihwal aibnya!
Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan menjelek-jelekan
saudara-saudaramu! Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan
saudara-saudaramu! Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan engkau bebankan kepada
orang lain”</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam perkara
duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! Janganlah berbuat riya’ dengan
amal-amalmu agar diketahui oleh orang lain dan janganlah engkau bersikap
takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!”</div>
<div class="MsoNormal">
“Janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang sementara
di hadapanmu ada orang lain! Janganlah engkau mengagung-agungkan dirimu
dihadapan manusia, karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia
dan akhirat! Janganlah engkau berkata kasar di majelismu dan janganlah engkau
merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab akibatnya di Hari Qiyamah kelak
tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka Jahannam!”</div>
<div class="MsoNormal">
“Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna Firman Allah
Ta’ala: ‘Wa naasyithaati nasythan!’ (‘Demi yang mencabut/menguraikan dengan
sehalus-halusnya!’, An-Naazi’aat [79]:2)? Aku berkata, “Demi bapakku, engkau,
dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”</div>
<div class="MsoNormal">
Rasulullah saw. bersabda, “Anjing-anjing di dalam Neraka
yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari tulangnya!”</div>
<div class="MsoNormal">
Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah,
siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari
kebinasaan?”</div>
<div class="MsoNormal">
Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Mu’adz, sesungguhnya hal
demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah
Ta’ala! Dan untuk memenuhi hal tersebut, maka cukuplah engkau senantiasa
berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan
untuk dapat meraihnya bagi dirimu, dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu
sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri! Maka dengan ini
wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan terhindar!”</div>
<div class="MsoNormal">
Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin Jabal ra.
sangat sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca
Al-Qur’aan, dan sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau
mempelajari Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.sarkub.com/2013/kisah-tujuh-malaikat-penjaga-pintu-pintu-langit/">http://www.sarkub.com/2013/kisah-tujuh-malaikat-penjaga-pintu-pintu-langit/</a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-81404708555022988712014-01-02T01:03:00.002-08:002014-01-02T01:50:45.501-08:00Kisah Penjual Halwa Pengamal Shalawat<div class="MsoNormal">
Tausyiah Alhabib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan di
Palembang tahun 2000</div>
<div class="MsoNormal">
Saat Haul Syekh Abu Bakar bin Salim</div>
<div class="MsoNormal">
Dikisahkan di kota Addan, ada seorang pedagang Halwa
(manisan), beliau sering dan suka bershalawat kepada Nabi Muhammad
shallallahu’alaihi wa sallam. Setiap ia memanggil pelanggan, ia berkata:</div>
<div class="MsoNormal">
“HALWA.. HALWA.. SHOLLU ‘ALAN NABIY”.</div>
<div class="MsoNormal">
Kebetulan ia mengontrak di suatu kios dan sang pemilik kios
ini tidak suka bershalawat dan paling benci siapa saja yang mengatakan itu.
Dalam beberapa hari pemilik kios itu makin tidak suka kepada pedagang itu dan
ingin mengusirnya dari rumah yang dikontrakkannya. Akan tetapi, sebelum niat
itu terwujud, Allah memberikan rezeki kpd pemilik kios itu untuk pergi Umroh.
Sang pemilik kios pun melaksanakan umroh di Mekkah dan diteruskan berziarah ke
makam sayyidina Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam di Madinah.</div>
<div class="MsoNormal">
Sesampainya di makam Sayyidina Muhammad Shallallahu’alaihi
wa sallam, ia mendengar perkataan sang pedagang, yaitu: “HALWA.. HALWA.. SHOLLU
‘ALAN NABIY”. Lalu tiba-tiba ia menangis saat mendengar kata-kata itu didepan
makam sayyidina Muhammad shallallahu’alaihi wasallam. Ia langsung pulang ke kota
Addan dan meminta maaf kepada pedagang itu dan ingin terus mendengar ia
bershalawat kpd sayyidina Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, kemudian ia
berkata: “Aku mendengar shalawatmu di depan makam sayyidina Muhammad” “HALWA..
HALWA.. SHOLLU ALLAN NABIY”. Lalu si pedagang itu tersenyum dan bergembira.
Sang pemilik kios pun memeluk si pedagang tersebut sambil meneteskan air mata.</div>
<div class="MsoNormal">
Ya rosulallah salaamun ‘alaika ya rofi ‘asyani waddaroji..</div>
<div class="MsoNormal">
ahlul baitil musthofa thuhuri hum amanul ardhi faddakiri..</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhH67VJH2cIc0JRPX2keSmJLeV9W0cJ0R08eBptnRLRvWQkGrBZ_812trc4U6kn-IASzneWl23pmBh4MvSBc1edCIL4lmH8nuswOywW-4yYX2UBrSa14hVD9YHIVYsjNSsGXZIiIUMViQ/s1600/pizap.com13886553995001.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhH67VJH2cIc0JRPX2keSmJLeV9W0cJ0R08eBptnRLRvWQkGrBZ_812trc4U6kn-IASzneWl23pmBh4MvSBc1edCIL4lmH8nuswOywW-4yYX2UBrSa14hVD9YHIVYsjNSsGXZIiIUMViQ/s320/pizap.com13886553995001.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.sarkub.com/2012/kisah-penjual-halwa-pengamal-shalawat/">http://www.sarkub.com/2012/kisah-penjual-halwa-pengamal-shalawat/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-19094975015038734052014-01-02T01:02:00.002-08:002014-01-02T01:02:38.066-08:00Kisah Karomah Mbah Ma’shum Lasem<div class="MsoNormal">
Mbah Ma’shum Lasem, Jawa Tengah, adalah ulama besar yang
tindakannya sering sulit dicerna nalar awam. Setelah peristiwanya, barulah
orang mengerti apa sesungguhnya yang terjadi.</div>
<div class="MsoNormal">
Diperkirakan, Mbah Ma’shum lahir pada tahun 1868. Dia adalah
anak bungsu pasangan Ahmad dan Qosimah. Oleh orangtuanya dia kemudian
diserahkan kepada Kiai Nawawi, Jepara, untuk mempelajari ilmu agama, karena
sejak kecil diatelah ditinggal wafat oleh ibunya. Dari Kiai Nawai dia mendapat
pelajaran dasar ilmu alat (nahwu) yang diambil dari kitab Jurumiyyah dan
Imrithi.</div>
<div class="MsoNormal">
Pengembaraannya mencari ilmu tidak sebatas di Lasem,
melainkan sampai ke Jepara, Kajen (Kiai Abdullah, Kiai Abdul Salam, dan Kiai
Siroj), Kudus (Kiai Ma’shum dan Kiai Syarofudin), Sarang Rembang (Kiai Umar
Harun), Solo (Kiai Idris), Termas (Kiai Dimyati), Semarang (Kiai Ridhwan),
Jombang (Kiai Hasyim Asy’ari), Bangkalan (Kiai Kholil), hingga Makkah (Kiai
Mahfudz At-Turmusi), dan kota-kota lain.</div>
<div class="MsoNormal">
Suatu saat, di Semarang, dia tertidur dan bermimpi bertemu
Nabi Muhammad SAW. Ketika di Bojonegoro, dia tidak hanya bermimpi, melainkan,
antara tertidur dan terjaga, dia bertemu dengan Nabi, yang memberikan ungkapan
La khayra ilia fi nasyr al-ilmi, yang artinya “Tidak ada kebaikan (yang lebih
utama) daripada menyebarkan ilmu”.</div>
<div class="MsoNormal">
Di rumahnya sendiri, dia bermimpi kembali. Dalam mimpinya,
ia bersalaman dengan Nabi Muhammad SAW, yang berpesan, “Mengajarlah, segala
kebutuhanmu insya Allah akan dipenuhi semuanya oleh Allah.”</div>
<div class="MsoNormal">
Di kemudian hari, Mbah Ma’shum menjadi ulama besar yang
dikenal memiliki banyak karamah. Inilah beberapa kisah karamahnya:</div>
<div class="MsoNormal">
Walisanga Bertamu</div>
<div class="MsoNormal">
Ada satu kisah karamah lain yang menunjukkan ketinggian
kedudukan spiritualnya. Hari itu datang sembilan orang tamu ke Lasem. Mereka
ingin berjumpa dengan Mbah Ma’shum.</div>
<div class="MsoNormal">
Namun, karena tuan rumah sedang tidur, Ahmad, seorang
santrinya, menawarkan apa perlu Mbah Ma’shum dibangunkan. Ternyata mereka
menolak.</div>
<div class="MsoNormal">
Lalu mereka semua, yang tadinya sudah duduk melingkar di
ruang tamu, berdiri sambil membaca shalawat, kemudian berpamitan.</div>
<div class="MsoNormal">
“Apa perlu Mbah Ma’shum dibangunkan?” tanya Ahmad sekali
lagi.</div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak usah,” ujar mereka serempak lalu pergi.</div>
<div class="MsoNormal">
Rupanya saat itu Mbah Ma’shum mendusin dan bertanya kepada
Ahmad perihal apa yang baru saja terjadi.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah mendapat penjelasan, Mbah Ma’shum minta kepada Ahmad
agar mengejar tamu-tamunya.</div>
<div class="MsoNormal">
Tapi apa lacur, mereka sudah menghilang, padahal mereka
diperkirakan baru sekitar 50 meter dari rumah Mbah Ma’shum.</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika Ahmad akan melaporkan hal tersebut, Mbah Ma’shum,
yang sudah bangun tapi masih dalam posisi tiduran, mengatakan bahwa
tamu-tamunya itu adalah Walisanga dan yang berbicara tadi adalah Sunan Ampel.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Mbah Ma’shum tertidur
pulas lagi.</div>
<div class="MsoNormal">
Beras Melimpah</div>
<div class="MsoNormal">
Di depan para cucunya, Mbah Ma’shum memimpin pembacaan
istighatsah dan membaca potongan syair Al-Burdah yang artinya, “Wahai makhluk
paling mulia (Muhammad), aku tak ada tempat untuk mencari perlindungan kecuali
kepadamu, pada kejadian malapetaka nan besar nanti.”</div>
<div class="MsoNormal">
Syair tersebut dibaca 80 kali, dilanjutkan dengan doa
sebagai berikut: “Ya Allah, orang-orang yang ada dalam tanggungan kami sangat
banyak, tetapi beras yang ada pada kami telah habis. Untuk itu kami mohon rizqi
dari-Mu.”</div>
<div class="MsoNormal">
Selain mengamini, Nadhiroh, salah seorang cucunya,
berteriak, “Mbah, tambahi satu ton.”</div>
<div class="MsoNormal">
Ditimpali oleh Mbah Ma’shum, “Tidak satu ton, tepi lebih….”</div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa hari kemudian, beras seolah mengalir dari tamu-tamu
yang datang dari berbagai kota, seperti Pemalang dan Pasuruan, ke tempat Mbah
Ma’shum.</div>
<div class="MsoNormal">
Masih soal beras. Pada kali yang lain, setelah mengajar 12
santrinya lalu diikuti dengan membaca Alfiyah, Mbah Ma’shum minta mereka
mengamini doanya, karena persediaan beras sudah habis.</div>
<div class="MsoNormal">
“Ya Allah, Gusti, saya minta beras….”</div>
<div class="MsoNormal">
“Amin…,” ke-12 santri itu, yang ditampung dan ditanggung di
rumah Mbah Ma’shum, khidmat menyambung doanya.</div>
<div class="MsoNormal">
Jam sebelas siang, datang sebuah becak membawa beberapa
karung beras. Tanpa pengantar, kecuali alamat ditempel di karung-karung beras
itu. Di sana tertera jelas, kotanya adalah Banyuwangi.</div>
<div class="MsoNormal">
Kepada santrinya yang bernama Abrori Akhwan, Mbah Ma’shum
minta agar mencatat alamat yang tertera di karung itu.</div>
<div class="MsoNormal">
Suatu saat ketika berkunjung ke Banyuwangi, Mbah Ma’shum
bermaksud mampir ke alamat itu. Saat alamat tersebut ditemukan, tempat itu
ternyata kebun pisang yang jauh di pedalaman. Ironisnya, masyarakat di sana
hampir- hampir tak ada yang kelebihan rizqi. Lalu siapa yang mengirim beras?</div>
<div class="MsoNormal">
“DuaTahun Lagi Saya Menyusul”</div>
<div class="MsoNormal">
“Seandainya Paman wafat pada hari ini, saya akan menyusui
dua tahun kemudian,” demikian reaksi Mbah Ma’shum ketika mendengar kabar bahwa
pamannya, Kiai Baidhowi, meninggal hari itu, 11 Desember 1970.</div>
<div class="MsoNormal">
Bahkan ucapan itu ditegaskan sekali lagi langsung di telinga
almarhum ketika dia menghadiri pemakamannya, “Ya, Paman, dua tahun lagi saya
akan menyusui.”</div>
<div class="MsoNormal">
Mbah Ma’shum tutup usia pada 28 Oktober 1972 atau 12
Ramadhan 1332, sepulang dari shalat Jum’at di masjid jami’ Lasem, tak jauh dari
rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal">
Persis seperti ucapannya, menyusui dua tahun setelah
pamandanya wafat.</div>
<div class="MsoNormal">
Mengajar atau Menolong Orang
juga “Dzikir”</div>
<div class="MsoNormal">
Kisah lain, sambil memijit badan Mbah Ma’shum, Abrori
Akhwan, yang kala itu, awal dekade 1960-an, masih menjadi santri di pesantren
Mbah Ma’shum, Al-Hidayat, dalam benaknya terlintas pertanyaan, kenapa Mbah
Ma’shum tak pernah menggunakan peci haji atau sorban bila keluar rumah, tidak
pernah berdzikir dalam waktu yang lama, dan tidak banyak kitab kuning di
rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal">
Pikiran itu rupanya terbaca oleh Mbah Ma’shum. Tak lama
kemudian, ia berujar, “Seorang kiai tidak harus menggunakan peci haji atau sorban.
‘Berdzikir’ kepada Allah bisa dilakukan langsung secara praktek, seperti
misalnya kita mengajar atau menolong orang, tidak harus dalam waktu lama dengan
beberapa bacaan tertentu. Kitab kuning sebenarnya banyak, tapi dipinjam oleh
Ali, anak sulungku.”</div>
<div class="MsoNormal">
Insya Allah akan Kembali</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika dalam perjalanan silaturahim ke Jawa Tengah dan Jawa
Timur, Mbah Ma’shum kehilangan kacamata di kereta api yang tengah meluncur,
antara Tegal dan Pekalongan. Menyadari hal itu, ia kemudian mengajak para
pengikutnya membaca surah Adh-Dhuha. Dan ketika sampai ayat wawajadaka dhaallam
fahada, ayat tersebut dibaca delapan kali.</div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan membaca surah tersebut, insya Allah barang kita yang
hilang akan kembali. Setidaknya Allah akan memberikan ganti yang sesuai,”
katanya kemudian.</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika rombongan mampir ke rumah Kiai Faturrahman di
Kebumen, Mbah Ma’shum melihat sebuah kacamata di lemari kaca tuan rumah, persis
miliknya yang hilang. Dengan spontan ia berkata, “Alhamdulillah.”</div>
<div class="MsoNormal">
Kepada Faturrahman, ia bertanya, “Apa ini kacamata saya?”</div>
<div class="MsoNormal">
Dijawab Kiai Faturrahman dengan terbata-bata, “Ya mungkin
saja, Mbah….”</div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian kacamata itu diambil dan dipakai oleh Mbah Ma’shum.</div>
<div class="MsoNormal">
Kendaraan Soal Belakang</div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini soal dokar. Santri yang mengawal Mbah Ma’shum
kebingungan. Setelah maghrib, sudah menjadi kebiasaan, dokar di daerah Batang,
Pekalongan, tidak akan ada yang berani keluar kecuali kalau dicarter. Namun
Mbah Ma’shum berkata, “Shalat dulu, kendaraan soal belakang.”</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika itu rombongan Mbah Ma’shum sudah sampai di sebuah
mushalla. Maka shalatlah mereka secara berjama’ah. Bahkan dilanjutkan hingga
shalat Isya.</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah semua selesai, rombongan pun melanjutkan perjalanan.
Dan, tanpa diduga, begitu rombongan keluar dari halaman mushalla, lewatlah
sebuah dokar kosong. Mereka pun menaikinya. Subhanallah,…</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(Disadur dari Majalah Alkisah No. 26/Tahun VII)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.sarkub.com/2012/kisah-karomah-mbah-masum-lasem/">http://www.sarkub.com/2012/kisah-karomah-mbah-masum-lasem/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-79903593232728539422014-01-02T01:01:00.002-08:002014-01-04T18:11:04.964-08:00Kisah Gadis Shalehah, Penjual Susu Yang Jujur<div class="MsoNormal">
Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul
Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi
lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga
mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.</div>
<div class="MsoNormal">
Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada
seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.</div>
<div class="MsoNormal">
Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika
hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari
dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya.
Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan
menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.</div>
<div class="MsoNormal">
“Nak, campurlah susu itu dengan air,” pinta sang ibu kepada
putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari
hasil penjualan susu oplosannya (campuran).</div>
<div class="MsoNormal">
Putrinya menjawab, “Maaf, Bu, tidak mungkin aku
melakukannya. Amirul Mukminin tidak membolehkan untuk mencampur susu dengan
air, kemudian menjualnya,” tolak putrinya dengan halus.</div>
<div class="MsoNormal">
Sang ibu tetap bersikukuh, “Itu suatu hal yang lumrah, Nak.
Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya,”
bujuk sang ibu lagi.</div>
<div class="MsoNormal">
“Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengetahui apa yang
kita lakukan sekarang, tetapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!” jawab
sang putri salehah.</div>
<div class="MsoNormal">
Haru dan bahagia membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa
ia kagum akan kejujuran dan keteguhan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin
gadis tersebut miskin harta, tetapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin
teringat akan tujuannya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar
bersama para sahabat.</div>
<div class="MsoNormal">
Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab
segera memangil putranya yang bernama ‘Ashim. Beliau segera memerintahkan
‘Ashim untuk melamar putri penjual susu yang jujur tersebut karena memang sudah
saatnya ‘Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan
keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut kepada putranya.</div>
<div class="MsoNormal">
“Aku melihat dia akan membawa berkah untukmu kelak jika kamu
mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan temui mereka, lamarlah dia untuk
menjadi pendampingmu. Semoga kalian dapat melahirkan keturunan yang akan
menjadi pemimpin umat kelak!” ujar Umar bin Khaththab kepada putranya, ‘Ashim.</div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya, ‘Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan
lahirlah seorang putri bernama Laila. Ia tumbuh menjadi gadis yang taat
beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin
Marwan. Dari pernikahan keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin
besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan
buyutnya, Umar bin Khaththab.</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZL_scaHohPSMb7YqPSsnDSPrDe1KEAs2MTYKDUgo7OxqRO_EYNz6shBUtHGevBO0Ny6GA7Wdr0qvaiDZJIyjEg-Bm3V_Vtc-DjyAJ38r3nqeeX3QnsMsvh7LExiRarZm_DSppVDQ3xg/s1600/pizap.com13887317544531.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZL_scaHohPSMb7YqPSsnDSPrDe1KEAs2MTYKDUgo7OxqRO_EYNz6shBUtHGevBO0Ny6GA7Wdr0qvaiDZJIyjEg-Bm3V_Vtc-DjyAJ38r3nqeeX3QnsMsvh7LExiRarZm_DSppVDQ3xg/s320/pizap.com13887317544531.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.sarkub.com/2011/kisah-gadis-shalehah-penjual-susu-yang-jujur/">http://www.sarkub.com/2011/kisah-gadis-shalehah-penjual-susu-yang-jujur/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-28816024590188932372014-01-02T01:00:00.002-08:002014-01-06T04:07:52.021-08:00Karomah KH Falak<div class="MsoNormal">
KH. Tubagus Muhammad Falak bin Tubagus Abbas adalah seorang
ulama kharismatik yang sampai saat ini masih diziarahi oleh banyak orang, ini
menunjukan suatu bukti bahwa semasa hidupnya beliau memiliki kedalaman ilmu dan
pengaruh yang sangat luas diberbagai khayalak.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pernyataan seperti itu didukung oleh pengakuan beberapa
ulama besar termasuk para Habib di nusantara, mereka memberikan pengakuan bahwa
KH Falak merupakan seorang Waliyullah, hal itu pernah disampaikan oleh Habib
Umar Bin Muhammad bin Hud Al-Attas (Cipayung ), Habib Soleh Tanggul Jawa Timur
dan Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Jakarta.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salah satu karomah KH. Falak adalah ketika tiga hari
menjelang wafatnya beliau sempat dikunjungi oleh para gurunya yang telah tiada,
seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Said Abdul Turki, Syekh Abdul Karim
bahkan juga Syekh Abdul Qodir Jailani. Selain itu diterangkan pula, bahwa KH.
Falak sering melakukan perjalanan singkat antara Pagentongan–Banten. Selama di
Banten beliau menjadi seorang ulama besar yang menjadi pusat kunjungan berbagai
kalangan masyarakat Banten. Artinya, disana dapat dilihat tidak semata-mata
seorang individu yang memiliki pengaruh luas. Tapi, jelas ada konteks
kekaromahan yang dimilikinya dan diyakini khalayak masyarakat yang tidak
mungkin dapat dituangkan secara keseluruhan didalam tulisan yang serba singkat
ini.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Menurut KH. Zein Falak yang pernah menuturkan pengalamannya
selama menjadi pengawal pribadi KH Falak. “Subhanallah -Tabarakallah. Abah
Falak itu seorang yang Alim, Wali, ‘allamah, perawakannya kecil, kulitnya putih
berseri. Beliau sangat ramah dan selalu tersenyum kepada yang menyapanya”,
tutur KH. Zein.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lebih jauh, lelaki keturunan kelima dari KH Falak yang lahir
tahun 1940 itu menuturkan, “Abah Falak tinggi badannya sekitar 150 cm, Abah selalu
memakai udeng (sorban yang dililitkan dikepala-red), wajahnya selalu berseri,
tutur katanya lembut namun tegas dan jelas. Bahkan dikagumi oleh semua orang,
baik dengan para ulama, habaib dan sahabat-sahabatnya yang datang
bersilaturahmi kepadanya, Abah Falak dalam berbicara selalu menggunakan bahasa
Arab yang fasih, sedangkan kalau kepada santri-santri dan tamunya selalu
menggunakan bahasa sunda atau bahasa Indonesia.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Abah Falak, termasuk ulama besar yang selalu menjaga
kebersihan dan kesehatan tubuhnya Karena itu sudah menjadi kebiasaan setiap
pagi memakan dua telur ayam kampung, kemudian jalan-jalan sambil melihat-lihat
pondok pesantren, madrasah, majlis ta’lim dan masjid”, tutur KH Zein.</div>
<div class="MsoNormal">
Semasa hidupnya KH. Falak dikenal sebagai seorang yang
dermawan, banyak orang yang datang kepadanya untuk meminta tolong dan beliau
selalu memberikan pertolongan kepada orang-orang yang meminta pertolongan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yang tidak kalah menarik menurut penuturan KH. Zein, bahwa
apabila kedatangan tamu yang niatnya tidak bagus, maka beliau seperti orang
tuli.</div>
<div class="MsoNormal">
“Pernah suatu saat Abah Falak kedatangan tamu yang minta
nomor buntut. Pada saat orang itu mengutarakan maksudnya, Abah Falak bertanya
berulang kali seolah-olah sama sekali tidak mendengar apa yang diutarakan orang
itu, bahkan secara tiba-tiba, Abah Falak menyuruh orang itu pulang”. ujar KH
Zein.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
KH. Tubagus Muhammad Falak wafat pada waktu subuh pukul
04.15 hari Rabu tanggal 19 Juli 1972 atau tanggal 8 Djumadil Akhir 1392 H di
usianya yang ke, 130 tahun di Pagentongan, Bogor. Beribu-ribu jemaah datang
dari berbagai kalangan baik tokoh agama, politik dan militer serta masyarakat
luas yang berasal dari dalam dan luar negeri. Alhamdulillah, hingga saat ini
Pesantren Al-Falak peninggalan KH. Tubagus Muhammad Falak diteruskan oleh anak
cucu dari keturunan beliau. Semoga anak cucu dan keturunan beliau diberikan
kesabaran, ketabahan dan kekuatan untuk meneruskan toriqoh dan perjuangan
beliau ilaa yaumil qiyamah</div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqGpWu_lWJYbX2zoHWEESXL_4WxyDIQ3Z7iEGGsmGGy_pPCSJHxGqNZPN6OWqN_ilK1EUYVX-wF9JcWW5f0CqzHiiCIrhRASeLoEoPGcht2Wx8nCFh0jMB80wsGhO8l5bNUYwasdWISA/s1600/pizap.com13888511696252.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqGpWu_lWJYbX2zoHWEESXL_4WxyDIQ3Z7iEGGsmGGy_pPCSJHxGqNZPN6OWqN_ilK1EUYVX-wF9JcWW5f0CqzHiiCIrhRASeLoEoPGcht2Wx8nCFh0jMB80wsGhO8l5bNUYwasdWISA/s1600/pizap.com13888511696252.jpg" height="239" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://sobrujamil.wordpress.com/2011/05/29/tokoh-sufi-tanah-jawa/">http://sobrujamil.wordpress.com/2011/05/29/tokoh-sufi-tanah-jawa/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-20015040625385871202014-01-02T00:59:00.002-08:002014-01-02T00:59:45.989-08:00Biografi KH Ali Shodiq Umman Pendiri Pondok Hidayatul Mubtadien Ngunut Tulungagung<div class="MsoNormal">
demikian nama aslinya,lahir sekitar tahun 1929 m di
gentengan link IV Ngunut,sebuah kota industri yang berada di sebelah timur dan
termasuk wilayah Tulungagung, di mana masyarakat Ngunut waktu itu sangat minim
pengetahuan agamanya atau boleh di katangan abangan, ayahnya pak uman adalah
kurir dokar yang sederhana dan taat beribadah,dan ibunya ibu marci,pasangan
suami istri yang datang dari Leran kec Manyar kab Gresik ini sangat mendambakan
seorang anak yang ‘alim ‘allamah dalam masalah agama, Sehingga pak uman sangat
senang dan hormat kepada kiyai dan santri-santri, setiap santri yang menumpang
dokar beliau, beliau siap mengantar kemana santri itu pergi tanpa memungut upah
darinya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DI ASUH PAMAN DARI IBU</div>
<div class="MsoNormal">
ALI SHODIQ adalah anak ke 7 dari 18 bersaudara,namun yang
hidup hingga dewasa adalah 10 orang,masing-masing adalah INTIAMAH, M. SYARIF,
MARKATAM, ABDUL SYUKUR, ABDUL GHONI, UMI SULKAH, ALI SHODIQ, AMINI, KHOIRUL
ANAM dan MARZUKI, sedangkan yang 8 wafat ketika masih kecil sehingga tidak
jelas namanya. Sejak umur sepasar (lima hari) beliau di asuh paman beliau,pak
tabut yang masih adik ibu marci,seorang pedanggang batik dan pemborong palawija
yang cukup mapan perekonomiannya,beliau tinggal bersama istrinya ibu urip dari
olak alung ngunut yang konon daerah ini merupakan daerah basis pki tepatnya di
jln raya 1no 34 ngunut yang sekarang menjadi Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadien.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau sangat di sanyang oleh bpk Tabut dan istrinya ibu
Urip,yang tidak di karuniai seorang anakpun. Dalam momongan pak tabut ALI
SHODIQ kecil hidup dalam kecukupan,segala keinginan terpenuhi, sejak itu pula
beliau sangat suka dengan kuda, namun di balik itu semua beliau yang masih muda
merasa prihatin dengan keadaan/kondisi masyarakat Ngunut yang dalam pola
hidupnya jauh dari nilai-nilai agama. Hingga sejak kecil beliau mulai belajar
mengeja huruf-huruf Al-Qur’an dan cara-cara beribadah kepada bpk Mahbub di
Kauman, Ngunut.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah menamatkan sekolah rakyat,beliau mulai melanglang
dari satu pesantren ke pesantren lainnya selama 26 tahun. Di awali dari pondok
krapyak Yogyakarta,beliau di sini tidak begitu lama,kemudian beliau nyantri di
pondok Jampes yang waktu itu di asuh oleh K.H. IHSAN DAHLAN, seorang ‘ulama
ahli tasawuf pengarang kitab SHIROJUT THOLIBIN, sebuah syarah dari kitab
MINHAJUL ‘ABIDIN karya IMAM GHOZALI, di mana sampai sekarang kitab tersebut
populer di kalangan pesantren, bahkan menjadi literatur wajib di universitas
al-Azhar Mesir.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sepeninggal kyai ihsan beliau pindah ke pondok Lirboyo
Kediri,untuk bulan puasa beliau sering mondok di Tertek Pare Kediri yg di asuh
oleh K.H JUWAINI dan pernah juga ke Mojosari Nganjuk asuhan K.H ZAINUDDIN ,juga
pernah tabarukan ke pondok Tebu ireng Jombang asuhan K.H H ASYIM ASY’ARI dan
pada K.H MA’RUF Kedunglo Kediri.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sewaktu beliau masih mondok di jampes kediri, beliau meminta
kepada ibu angkat beliau mbah Urip untuk mendirikan sebuah langgar kecil yang
kelak kemudian menjadi cikal bakal berdirinya PONDOK PESANTREN HIDAYATUL
MUBTADIIEN.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DARI LIRBOYO KE PELAMINAN</div>
<div class="MsoNormal">
Menurut K.H IHSAN (pengasuh ponpes abul faidl bakalan
wonodadi blitar) setelah K.H IHSAN jampes wafat sekitar tahun 1952,K.H ALI
SHODIQ UMMAN pindah ke ponpes Lirboyo yang waktu itu masih di asuh oleh K.H
ABDUL KARIM, di waktu beliau mondok di sinilah,a da peristiwa yang penting
yakni sekitar tahun 1958, ada seorang kyai dari Mbaran Kediri, yakni K.H UMAR
SUFYAN yang menghendaki beliau sebagai menantu untuk di jodohkan dengan putri
beliau yang bernama H AULIYAH (setelah ibadah haji di ganti menjadi HJ.SITI
FATIMATUZZAHRO’) yang waktu itu masih berumur 7 tahun. Akad nikahpun di
laksanakan dengan sederhana namun cukup meriah, hari bahagia nan penuh
berkah,akad nikah seorang kyai dengan putri seorang kyai berlangsung jua,dengan
di antar beberapa santri Lirboyo,beliau berangkat dari ponpes lirboyo menuju
baran ke mertua beliau.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SANTRI YANG TEKUN</div>
<div class="MsoNormal">
Di mata kawan sesama santri K.H ALI SHODIQ muda di kenal
sebagai santri yang tekun cerdas dan sangat ta’dhim (hormat) kepada guru-guru
beliau,Hingga beliau menjadi kiyai kharismatik di wilayah tulungagung beliau
masih ta’dhim kepada dzuhrriyah-dzuhrriyahnya. Walopun mereka sudah berada di
alam kubur,bahkan ketika sowan ziyaroh ke makam guru-guru beliau melepas sandal
dan berjalan dengan jongkok,setiap beliau mbalah (mengaji kitab) selalu mencari
waktu yang tidak bersamaan dengan qori’ atau pengkaji yang lain,yaitu di atas
jam 12:00 malam yang biasa bertempat di panggung lama atau di AL-IKHWAN karena
biasanya beliau banyak di minati santri,akhirnya para qori’ yang lain sepi dari
pengikut jika di lakukan bersamaan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau juga di kenal sebagai AHLI TAHQIQ, sebab setiap mau
mbalah jika belum memahami apa yang akan di kaji beliau tidak jadi melakukan
dan menunggu sampe faham betul terhadap hal yang akan di kaji oleh beliau
tersebut, juga beliau sering mengikuti satu kitab secara berulang-ulang, dengan
setiap ikut kitabnya selalu baru,menurut pak ghufron(salah seorang teman
sekaligus santri beliau) ketekunan beliau sulit di gambarkan sehingga tidak
pernah di ketahui kapan beliau tidur seakan-akan waktu hanya di curahkan untuk
mathala’ah yang bahkan beliau sering ketiduran dalam keadaan mathala’ah atau
belajar,beliau juga menyoroki (mengajar menmbaca) al-qur’an para santri yang
bertempat di kamar beliau pada waktu setelah jama’ah magrib sampe lonceng
sekolah berbunyi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari-hari senantiasa di lewati dengan berpuasa dan beliau
juga seorang qona’ah terbukti dengan makan beliau sedikit dan seadanya sesuai
dengan yang di sajikan oleh juru masak beliau,sampe-sampe dalam
sehari-seharinya beliau memakai bengkungan di perut yang sangat kencang di
karenakan sedikitnya makan walopun menurut beliau sering juga di beri uang saku
oleh keluarga padahal uang saku bulan sebelumnya belum habis,satu hal lagi yang
menunjukan ketekunan dan himmah beliau dalam tholabul ilmi adalah walopun
beliau sudah meningkah beliau tetap mukim di PONPES LIRBOYO kediri,sebab di
samping untuk memperdalam ilmu tenaga dan fikiran beliau masih di perlukan di
sana,Hanya saja kalau memasuki BULAN ROMADLON beliau mengadakan pengajian pasan
di mbaran kediri,rumah mertua beliau.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekitar tahun 1958 pengajian pasan pertama yang di adakan di
mbaran di ikuti oleh 7 orang santri lirboyo dan pada tahun berikutnya di ikuti
oleh 40 santri,hal ini berlangsung selama beberapa tahun hingga tahun
1966,Selama itu beliau telah menamatkan kitab SIROJUT THOLIBIN karya K.H IHSAN
JAMPES yang menjadi guru beliau sendiri dan beberapa kitab kuning ,karya ulama
terkenal lainya. Bahkan pernah membaca kitab MUHADZDZAB khatamnya sudah pada
tgl 1 syawal pukul 01 siang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN</div>
<div class="MsoNormal">
Pada tahun 1967 K.H ALI SHODIQ UMMAN dengan berat hati
pindah ke ngunut meninggalkan mbaran untuk mengemban amanat dan tugas dari guru
beliau sewaktu nyantri di lirboyo yakni K.H MARZUQI DAHLAN dan K.H MAHRUS ALI
untuk mengembangkan ilmu beliau dan mendidik masyarakat ngunut yang waktu itu
masih belum mengenal ajaran islam(abangan). Pada masa perintisan aktivitas
dakwah beliau di pusatkan di sebuah langgar kecil yang telah di dirikan pak
tabut,juga ikut mengajar di PGA Ngunut (sekarang SMP 1 Ngunut).</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tantangan dan rintangan datang silih berganti terutama dari
masyerakat sekitar yang masih buta agama,Teror fisik atau teror yang bersifat
non fisik / rohani(jengges/santet) tak henti-henti,tetapi dengan penuh
kesabaran beliau tetap menyiarkan AGAMA ALLAH. Bukti kesabaran beliau terlintas
dalam sebuah kejadian,pada saat pondok mengadakan sebuah acara yang di hadiri
oleh K.H MAHRUS ALI lirboyo,pada saat itu beliau (K.H MAHRUS ALI) berkenan ke
kamar kecil,beliau melihat masyarakat di sekitarnya melakukan kegiatan yang
mengganggu acara tersebut dan pengajian rutin yang di selenggarakan setiap
hari,K.H MAHRUS ALI berkata”mbok di hizib nashor wae,ben ndang bar” lalu K.H
ALI SHODIQ menjawab “ingkang kawulo rantos anak putu nipun” Dengan di ikuti 50
santri dari lirboyo pengajian pasan pertama di laksanakan dengan penuh
hidmah,Hingga 4 tahun kemudian beliau berhasil menamatkan kitab ‘IHYA ULUMUDDIN
karya HUJJATUL ISLAM IMAM GHOZALI.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada bulan syawal tahun yang sama pengajian sistem klasikal
dan non klasikal mulai di terapakna walopun dengan materi pelajaran yang masih
sederhana sesuai dengan kemampuan santri yang ada,pada tahun berikutnya jumlah
santri bertambah,terutama santri senior lirboyo dan dari daerah ngunut dan
sekitarnya,sehingga K.H ALI SHODIQ menetapkan TGL 01 JANUARI 1967 bertepatan
dengan TGL 21 ROJAB 1368 sebagai hari berdirinya PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN
sebuah nama yang di ambil dari ponpes lirboyo dengan niat TAFA’ULAN(ngalap
ketularan).sejak saat itulah sistem pendidikan di PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN
mulai di tata dan bisa berjalan sampai sekarang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk mempermudah penyampean materi dan untuk menertipkan
pengorganisasian jenjang pendidikan PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN di bagi menjadi
dua tingkatan,IBTIDA’IYAH dan TSANAWIYAH. Waktu pun terus berjalan,zaman
semakin berkembang,iptek semakin canggih namun di lain fihak dengan
perkembangan ini timbul pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakt,untuk itu di
butuhkan deneresi ISLAM yangintelek dan berwawasan luas sehingga KH ALI SHODIQ
UMMAN di samping mengembangkan lembaga pendidikan yang sudah ada,yaitu PONPES
HIDAYATUL MUBTADIIEN putra dan putri murni mempelajari kitab kuning,beliau juga
mendirikan pondok kanak-kanak dengan pendidikan formal SDI SUNAN GIRI,PONPES
PUTRA SUNAN GUNUNG JATI,PONPES PUTRI SUNAN PANDAN ARAN yang menampung santri
yang belajar di smpi dan smui sunan gunung jati. Langkah yang di ambil K.H ALI
SHODIQ UMMAN mendapat smbutan hangat dari masyarakat,terbukti banyak masyarakat
yang menyekolahkan dan memondokkan putra putrinya di lembaga yang di asuh oleh
beliau.Dan untuk mempermudah pengelolaan lembaga tersebut pada TGL 03 DESEMBER
1992 atas inisiatif K.H ALI SHODIQ UMMAN di bentuklah YAYASAN SUNAN GIRI yang
terdaftar di kantor pengadilan negri tulungagung denga nomor 14/X/92/PN/TA.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitulah perjuangan beliau yang tak kenal lelah guna
mempersiapkangenerasi islam yang menghadapi tantangan zaman.bukan hanya
pendidikan saja yang K.H ALI SHODIQ UMMAN perhatikan,dalam tuntunan hidup
sehari-hari beliau sering memberikan mau’idzoh hasanah dengan tutur bahasa yang
khas”CHO NENG NGENDI WAE AWAKMU MANGGONOJO LALI KARO PESENKU,</div>
<div class="MsoNormal">
1. AKHLAQUL KARIMAH,</div>
<div class="MsoNormal">
2. PINTER-PINTER NDELEHNO AWAK,</div>
<div class="MsoNormal">
3. NGEKEH-NGEKEHNO BALI MARI ALLAH</div>
<div class="MsoNormal">
Beliau sangat sabar dan istiqomah dalam mendidik
santri-santrinya,setiap pagi beliau dengan halus membangunkan santri-santinya
dari satu kamar ke kamar lainnya untuk jama’ak shubuh,karena beliau dalam
membina santri-santrinya sangat menekankan sholat jama’ah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
JAMA’AH DENGAN DIPAPAH</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah menunaikan ibadah haji yang ke tiga kali,tahun 1997
kondisi kesehatan K.H ALI SHODIQ UMMAN sering terganggu,maklum usia beliau
mulai beranjak sepuh. Sementara tugas sebagai pengasuh yang kian berkembang pesat
cukup menyita waktu,tenaga dan fikiran beliau.Akan tetapi yang cukup
menyedihkan kesehatan kiyai mulai menurun,sehingga kaki beliau tak lagi
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga untuk menjalankan tugas
sehari-harinya,memberi pengajian,menjadi imam jama’ah beliau harus di papah
oleh satu ato dua orang santri. Akan tetapi berkat kesabaran K.H ALI SHODIQ
UMMAN hari-hari beliau yang panjang itu di lalui dengan tabah,malahan beliau
tidak pernah meninggalkan tugas yang beliau emban.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SABTU KELABU</div>
<div class="MsoNormal">
Pada hari jum’at 23 JULI 1999 K.H ALI SHODIQ UMMAN jatuh
sakit dan kemudian di bawa ke RSI ORPEHA Tulungagung, beliau di rawat di
pavilium arafat, perawatan intensif terus menerus di lakukan, namun keadaan pun
tak semakin membaik,akhirnya atas kesepakatan keluarga dan saran dari pihak
kedokteran RSI ORPEHA, pada hari RABU 10 AGUSTUS 1999, beliau di bawa RS DARMO
Surabaya. Selama 4 hari beliau menjalani opname di Surabaya, namun kondisi
beliau tak kunjung membaik, bahkan harapan untuk kesembuhan kian tipis, hingga
pada hari SABTU 14 AGUSTUS 1999 pukul 10.00 BBWI (pagi) rupanya ALLAH SWT,
telah menggariskan untuk memanggil K.H ALI SHODIQ UMMAN , sehingga di pagi yang
cerah itu dengan KHUSNUL KHOTIMAH beliau kembali ke hadiratnya, INNALILLAHI WA
INNA ILAIHI ROJI’UN. Beliau wafat pada usia 71 tahun dengan meninggalkan
seorang istri (yang pada akhirnya 7 bulan kemudian menyusul), 9 putra putri (6
putra dan 3 putri), serta 12 cucu laki-laki dan perempuan. Berita wafatnya K.H
ALI SHODIQ UMMAN di terima keluarga di Ngunut jam 11.00 pagi lewat telfon dan
30 menit kemudian orang-orang yang melayat mulai berdatangan, mereka menggu
kedatangan jenazah K.H ALI SHODIQ UMMAN sambil berdzikir, jenazah tiba di
ngunut pukul 16.00 BBWI. Keesokan harinya (ahad) pukul 10.00 BBWI setelah di lakukan
sholat jenazah sebanyak 47 kali, lalu jenazah beliau di makamkan di makam
keluarga di sebelah barat MASJID SUNAN GUNUNG JATI, sampai di liang lahat
jenazah beliau di sambut oleh menantu beliau K.H DARORI MUKMIN, K.H MAHRUS
MARYANI, dengan di sertai putra beliau KH AGUS BADRUL HUDA ALI, K.H AGUS IBNU
SHODIQ ALI, K.H ADIB MINANURROHMAN ALI, AGUS MINANURROHIM ALI.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beliau pergi meninggalkan kita untuk
selama-lamanya,menggoreskan kenangan,meninggalkan sebongkah jasa untuk kita,
beliau menuju alam damai dan abadi. Semoga amal ibadah beliau di terima oleh
Allah SWT dan semoga kesalahan-kesalahan beliau juga di ampuni oleh Allah SWT.
Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin…. Semoga blog kumpulan biografi ulama ini bisa
bermanfaat umumnya untuk Anda dan khususnya untuk saya pribadi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
BEBERAPA KEISTIMEWAAN K.H ALI SHODIQ UMMAN</div>
<div class="MsoNormal">
Pada waktu MBAH KYAI ALI SHODIQ menjadi kepala pondok
LIRBOYO,saat ada acara rapat umum tahun ajaran baru bertepat di serambi,sudah
menjadi hal yang wajar dan lumrah bila semua santri berkumpul calam satu majlis
suasana ramai dan ricuh,pada waktu itu pengurus memberi arahan/membacakan
peraturan-peraturan pondok pada santri baru,para santri bersorak-sorai,ramai
dan sangat ricuh,setelah itu MBAH KYAI melewati sebelah barat santri yang
ramai,para santri seketika terdiam. MBAH KYAI ALI SHODIQ seorang pencak yang
sangat mumpuni,beliau salah satu murid kesanyangan dan andalan MBAH KYAI ALI
SHODIQ BAHRI TANEN. MBAH KYAI ALI SHODIQ seorang yang sangat sakti / jaduk,tapi
beliau sangat pandai dan rapat dalam menutupi dan menyimpan hal tersebut.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ada cerita bersumber langsung dari MBAH KYAI ALI SHODIQ yang
dawuh pada salah satu momongan beliau, “MBAH KYAI baru saja pindah pondok dari
jampes ke lirboyo, pada waktu itu ada kekosongan,mustahiq kelas III tsanawiyah
(jauhar maknun),sebelumnya beliau bermimpi di ajak oleh K.H MARZUKI DAHLAN
tetapi dawuhe MBAH KYAI terbangnya K.H MARZUKI selalu di atas MBAH KYAI,
sampai-sampai K.H MARZUKI tidak kelihatan dan MBAH KYAI selalu di bawahnya,
pada akhirnya MBAH KYAI di utus menjadi mustahiq kelas III tsnawiyah, padahal
beliau mengaku belum pernah belajar dan mengaji JAUHAR MAKNUN, berkat
kelimpatan, ketekunan dan rasa tawadlu’ beliau terhadap guru, pada akhirnya
beliau dapat menjadi mustahiq kelas III tsanawiyah tersebut, yang di antara
santri kelas itu putra K.H MARZUKI yakni AGUS IDRIS MARZUKI.” Setiap MBAH KYAI
tidur sore beliau pesan agar di bangunkan pada waktu jama’ah atau waktu
mengaji, kepada salah seorang khodim dekat beliau dengan memakai 1 jari dengan
3 ketukan ringan, dan setiap jari tangan menyentuh kaki atau tangan beliau,
beliau langsung memukul apa saja yang ada di dekatnya, sampai-sampai dinding
kamar kan roboh. Begitulah haliyah K.H ALI SHODIQ UMMAN yang tidak di miliki
oleh orang lain.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/01/09/biografi-kh-ali-shodiq-umman-pendiri-pondok-hidayatul-mubtadien-ngunut-tulungagung/">http://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/01/09/biografi-kh-ali-shodiq-umman-pendiri-pondok-hidayatul-mubtadien-ngunut-tulungagung/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-30141559428023428382014-01-02T00:58:00.002-08:002014-01-02T00:58:33.592-08:00Bidadari yang Cantik Jelita<div class="MsoNormal">
Mereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah
dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan
siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada
mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu.
Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup
bersama mereka.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semuanya itu adalah anugrah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang
memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai
kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk
tubuh yang merupakan bentuk wanita yang
paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala
mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan
putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha pernah berkata: “warna putih adalah
separoh keindahan”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith.
Seorang penyair berkata:</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan</div>
<div class="MsoNormal">
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan</div>
<div class="MsoNormal">
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut</div>
<div class="MsoNormal">
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Al-’In jama’ dari aina’, artinya wanita yang matanya lebar,
yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu
matanya panjang dan hitam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai
bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan
akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu
wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh
Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan
untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah
haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik
dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin
mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit
di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya.
Bahkan mereka tidak pernah keluar dari
rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar
pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang
seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara
wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar,
karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada
laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku
tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan
tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah
penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah
dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat
menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?” Beliau menjawab,”Di tempat yang belum
dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak
pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir
yang menikahi seorang janda, yang artinya: “Mengapa tidak engkau nikahi wanita
gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan
Asy-Syaikhany)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub,
jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang
luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku
dan gerak-geriknya serba halus.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari
tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan
orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda,
tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan
telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan
dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang
tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan.
Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan
Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh
kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari
Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(Sumber Rujukan: Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin
[Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu], karya Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyyah)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://ruangmuslimah.wordpress.com/2009/12/01/bidadari-yang-cantik-jelita/">http://ruangmuslimah.wordpress.com/2009/12/01/bidadari-yang-cantik-jelita/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-2076026328885839222013-12-28T20:29:00.002-08:002013-12-28T20:29:40.055-08:00KH.HAMIM DJAZULI (GUS MIEK KYAI NYELENEH)<div class="MsoNormal">
Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena, bagi
Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang
tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus
Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun
membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga
dikenal sebagai orang yang nyeleneh beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan
orang yang melakukan maksiat seperti discotiq ,club malam dibandingkan dengan
menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab
kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur keluar
masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di
pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang
sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan
terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pernah di ceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq
dan disana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras,
Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu
memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan
bertanya kepada Gus Miek.” Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ?
sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ? lalu Gus Miek
Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…!hal
ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum
minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan ,Gus miek angkat bicara
“sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..?
lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam
Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras
tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt
untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama.
Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali
mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan
kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang
yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika beliau berda’wak di semarang tepatnya di NIAC di
pelabuhan tanjung mas.Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar
baik dari pribumi maupun keturunan ,Gus Miek yang masuk dengan segala
kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu
mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga
perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu contoh lagi ketika Gus miek berjalan-jalan ke Surabaya,
ketika tiba di sebuah club malam Gus miek masuk kedalam club yang di penuhi
dengan perempuan-perempuan nakal, lalu gus miek langsung menuju watries
(pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan
asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus di kejar oleh
Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut.
Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan,
setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang
sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di
hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap kali
bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang
terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada”jawab
Gus miek.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus
Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan
tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku diberi pengetahuaan
tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang
yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar
orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis “jawab Gus miek</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adanya sistem Da’wak yang dilakukan Gus miek tidak bisa di
contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim pun
Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wak
seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang
waliyalloh.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya
yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang
nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih
abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://sachrony.wordpress.com/2007/10/30/khhamim-djazuli-gus-miek/">http://sachrony.wordpress.com/2007/10/30/khhamim-djazuli-gus-miek/</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-75004500970924391632013-12-28T20:28:00.003-08:002013-12-28T20:28:52.127-08:00Karomahnya menghidupkan dan mematikan orang<div class="MsoNormal">
Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang
Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan,
Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuah thoriqoh
yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai
ke Indonesia hingga saat ini.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali
dari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan
lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik
disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang
tidak lain adalah Syekh Bahauddin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syekh Muhammad
Baba inilah Syekh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan
diri kepada Allah Swt. sampai Syekh Muhammad Baba menganugerahinya sebuah
“kopiah wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul
kepada Allah Swt. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat,
Syekh Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah
satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan
sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya
Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta
kepada Allah)”.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang
waliyullah yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata
kepada Syekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah
aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya
terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan
memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin
seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad
baba.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang
Kholiq, Syekh Bahauddin seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian
dan kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu
itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk
bercakap-cakap. Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada
beliau, “He, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain
Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut, hati Syekh Bahauddin langsung
bergetar dengan kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu
hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa
cukup tenang, Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan
sholat sunah dua rokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang
luar biasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab1 yang pertama kali
beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ?
“Biar tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengar lagi suara,
“Jika demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan. Syekh Muhammad
Bahauddin berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata
sampai 15 hari lamanya beliau masih merasa keberatan. Terus terdengar lagi
suara, “Ya sudah, sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab,
“Aku ingin thoriqoh yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul
ilallah”.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh
Muhammad Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih
banyak dan sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk
pindah berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya
juga seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh
Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syekh
Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil
bertawajuh dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara
perlahan-lahan, mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang
diduduki oleh seseorang yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur
yang berkilau. Disamping kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk
guru beliau yang telah wafat, Syekh Muhammad Baba.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah
Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya.
Lalu ada yang menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh
Mahmud al Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah
menjadi gurumu. Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy memberikan
penjelasan mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya
lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya
terlihat kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan
harus menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus
betul-betul menjalankan 3 perkara :</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan
agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan
berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini,
besok pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al
An-Yakutiy, di sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya
lagi, berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah
wasiat al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa,
nanti beliau sudah tahu sendiri”.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal
segera meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat
melihat kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang
ada didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh
Muhammad Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir
Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan
sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian
beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu
seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para
sahabat. Setelah semua perintah dari Syekh Abdul Kholiq di dalam alam kasyaf
itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas
itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan
yang sangat pesat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh
Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al
Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy.
Syekh Yusuf al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika,
berkata hidup ya langsung hidup kembali, lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu
Yazid al Busthomi naik sampai sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri
itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir
di hadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu
dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”…</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy
/dzikir sirri dan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan
insya Allah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaran
langsung adalah nabi Khidhir as.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah
seorang sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan
membawa cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul
tersebut. Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan
tentang ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti
sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan
mati seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada
Muhammad Zahid, “matilah kamu!, Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi
sampai waktu dhuhur.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi
kebingungan, apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya
matahari. Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplah kamu).
Kemudian Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3 kali, saat itulah
terlihat mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga
kembali seperti semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad
Bahauddin Ra. dan yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Wali yang sangat
mustajab do’anya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra
berkata, “Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang
jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan
sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam
perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku. Semenjak itu kekuatanku
untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku
tidak bisa terbang sampai saat ini”.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke
Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku
peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra.
dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk
dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia
terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan
seketika. Demikian kisah keramatnya Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Rodiyallah
‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa
‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://simpandihati.blogspot.com/2012/02/karomahnya-menghidupkan-dan-mematikan.html">http://simpandihati.blogspot.com/2012/02/karomahnya-menghidupkan-dan-mematikan.html</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6037479486783926367.post-60172250751080627532013-12-28T20:27:00.002-08:002013-12-28T20:27:43.717-08:00Karomah Tuan Syekh Abdul Qodir Jailani<div class="MsoNormal">
Berikut ini merupakan salah satu karomah yang pernah saya
dengar dari Guru :</div>
<div class="MsoNormal">
Orang yang tercatat atau diakui sebagai murid Tuan Syekh
Abdul Qodir Jailani (selanjutnya disebut Tuan Syekh) adalah "di bawah
tanggungan" Tuan Syekh. Kalau sudah "di bawah tanggungan" Tuan
Syekh adalah jaminan keselamatan dunia dan akhirat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tersebutlah di suatu jaman setelah wafatnya Tuan Syekh, ada
seorang yang beragama majusi (penyembah api) tetapi anehnya setiap Peringatan
Haul (hari kematian) Tuan Syekh, ia selalu ikut berpartisipasi dengan cara
menghias rumahnya serta mengundang warga sekitar rumahnya untuk di jamu,
singkatnya ia cinta dan hormat kepada Tuan Syekh.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak berapa lama orang majusi tersebut meninggal.
Sebagaimana biasanya orang majusi, jika meninggal jasadnya di bakar. Terjadi
keanehan ketika jasad orang tersebut dibakar ternyata tidak hangus dimakan api
tapi tetap utuh. Orang-orang yang mengadakan upacara pembakaran mayat-pun
menjadi bingung mau diapakan mayatnya. Setelah berembug akhirnya disepakati
mayatnya dibuang saja ke sungai. Mereka-pun pulang ke rumah masing-masing
sambil tetap membawa kebingungan tentang keanehan yang terjadi terhadap diri
orang tersebut.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada malam setelah kejadian tersebut, ada seorang ulama yang
bermimpi didatangi oleh Tuan Syekh, beliau berkata bahwa ada seorang muridnya
yang dibuang ke sungai, Beliau minta kepada ulama tersebut untuk mencari dan
menguburkannya secara layak. Ulama tersebut kaget, seingat dia, jasad yang
dibuang ke sungai tadi siang adalah orang yang beragama majusi tetapi kenapa
Tuan Syekh mengakuinya sebagai murid. Tuan Syekh menjelaskan kepada ulama
tersebut bahwa kenapa orang majusi itu dicatat sebagai muridnya adalah
dikarenakan semasa hidupnya orang itu cinta terhadap Tuan Syekh, hal itu
dibuktikan dengan setiap Perayaan Haul, orang tersebut ikut merayakannya,
selain itu ketika menjelang sakaratul mautnya ia menyebut-nyebut nama Tuan
Syekh, maka tercatatlah ia sebagai murid Tuan Syekh Abdul Qodir.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keesokan harinya, ulama tersebut melaksanakan perintah Tuan
Syekh untuk mencari jasad orang majusi tersebut, lalu kemudian dikuburkan
secara layak.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Demikian kisah pecinta Tuan Syekh, walaupun ia beragama
majusi, tetapi karena percaya dan cintanya yang tulus kepada Tuan Syekh orang
tersebut diaku murid oleh Beliau. Sedangkan Allah SWT telah memberikan buku
catatan yang panjangnya sejauh mata memandang kepada Tuan Syekh untuk mencatat
orang-orang yang menjadi murid beliau untuk dapat diselamatkan oleh Tuan Syekh
di dunia dan akhirat kelak.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah diatas adalah orang
majusi saja diaku menjadi murid Beliau, apa lagi kita, orang muslim yang di
dalam dada tersimpan Lafadz La Ilaaha Illallah. Maka Cintailah Nabi Muhammad
SAW dan Al Muhyiddin Tuan Syekh Abdul Qodir Al Jailani Qoddasallahu Sirrohul
Aziz Al Ghautsul A'adzom.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://kisahtakberujung.blogspot.com/2011/02/karomah-tuan-syekh-abdul-qodir-jailani_15.html">http://kisahtakberujung.blogspot.com/2011/02/karomah-tuan-syekh-abdul-qodir-jailani_15.html</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15239199366925441353noreply@blogger.com0