Senin, 07 Oktober 2013

SAYYID HASAN ALI AL HUSAINI (SYEKH SITI JENAR)



Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit. Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An- Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun. Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka. Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad. Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad. Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Khalifah Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Syekh Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al- Ahadiyah ada 4 orang, yaitu: 1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman. Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At- Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy. Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun. Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.


Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.
Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan
kepada para dewan wali/ Wai Songo bahwa
Kelak pada suatu zaman akhir, kalau ada kerbo bule mata kucing ( orang Belanda ) naik dari laut, itulah tandanya musibah kepada anak cucu anda, katanya, sedang kenyataannya Belanda menjajah
Indonesia selama 350 tahun dan banyak
menyengsarakan rakyat Indonesia.





AL HABIB IBERAHIM BIN UMAR BIN SYECH AL HABSY ( HABIB IBERAHIM NEGARA )

AL HABIB IBERAHIM BIN UMAR BIN SYECH AL HABSY

Proses pembangunan Mesjid Jami Iberahim yang terletak tepat di dekat persimpangan tiga sungai Negara desa Sungai Mandala tersebut tidak terlepas dari peran penting seorang ulama dari golongan habaib yang berasal dari kota Tarem Hadramaut Yaman, untuk lebih jelasnya : Berikut manaqib dari Habib Iberahim bin Umar Bin Syech Al habsyi : Dari sekian banyak keturunan Rasulullah SAW yang mulia yang berdakwah mengajak manusia kepada kebenaran di alam ini salah satunya adalah Habib Ibrahim Al-Habsy Negara Kandangan Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, dari catatan yang ada penulis belum menemukan kapan beliau lahir, yang pasti beliau lahir dikota para wali, kota yang penuh berkah ALLAH SWT, kotanya ilmu dan banyak lagi keutamaan keutamaan daerah ini, beliau lahir dikota seiwun Hadral Maut dan bermarga Al-Habsy salah satu marga marga keturunan Rasulullah yang tersebar dialam ini, terlahir dari keluarga yang mulia dengan keberlimpahan ilmu dari ayah bernama Habib Umar Al-Habsy membuat beliau sangat mencintai ilmu, selain dengan belajar kepada ayah beliau sendiri,salah satu guru beliau adalah Yang Mulia Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy pengarang kitab Maulid Simthud Durar (semoga rahmat ALLAH selalu tercurah buat beliau dan seluruh keturunan beliau yang mulia) selain dengan Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsy beliau jua menimba ilmu dengan :
1.    Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Ahdhar
2.    Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Manshur
3.     Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-'Aydrus
4.     Al-Habib Ali bin Salim bin Syekh Abu Bakar bin Salim
Al-Habib Ibrahim sendiri hapal Al-Qur'an dan lebih dari 12000 matan hadist, kedatangan beliau ke Indonesia sendiri adalah melaksanakan tugas yang diberikan gurunya yaitu Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy shohibul maulid yang mempunyai banyak murid yang tersebar disluruh dunia, dan beliau datang ke Indonesia bersama 3 orang murid Habib Ali lainnya, selin itu beliau pergi ke Indonesia bersama anak tercinta yang bernama habib Muhammad Al-Habsy dan meninggalkan seorang saudara di Hadralmaut bernama Habib Musa bin Umar Al-Habsy, ketika pertama kali menginjakkan kaki pertama kali adalah di Ampel Surabaya kemudian beliau menetap di Banjarmasin dan Martapura dan terakhir menetap di Negara hingga akhir hayat beliau, tempat beliau mengajarkan ilmu adalah mesjid untuk itu beliau menyumbangan sebagian hartanya untuk pembangunan mesjid tersebut, pelajaran yang beliau sampaikan adalah pelajaran Tasawuf, Al-Adzkar karya Imam Nawawi, Syarah Ibnu Qasim dan Mukhtashar Al-hadhramiyyah.
Ada kejadian yang sangat mengherankan ketika tengah melaksanakan pembangunan mesjid ,pada awalnya mesjid jami' yang kini berada didesa Sungai Mandala dibangun didesa Tambak Bitin, satu desa yang terletak diseberang Sungai Mandala, pada suatu ketika terjadi angin ribut yang terjadi selama 3 hari 3 malam, angin ribut tersebut menerbangkan puncak mesjid Jami' yang terletak didesa Tambak Bitin ke desa Sungai Mandala,kemudian puncak mesjid tersebut dikembalikan ke desa Tambak Bitin, namun ketika dikembalikan ketempatnya semula terjadi lagi angin ribut yang menerbangkan puncak mesjid itu dan hal tersebut berlangsung selama 3 kali, dengan adanya kejadian tersebut akhirnya Habib Ibrahim Al-habsy bersama masyarakat setempat sepakat untuk memindahkan pembanguan mesjid didesa Sungai Mandala.
Untuk pembangunan Mesjid tersebut diperlukan kayu besar dan tinggi,oleh masyarakat bersama sama mencari kayu tersebut namun sekian lama kayu yang diperlukan belum juga ditemukan akhirnya mereka melaporkan hal tersebut kepada Habib Ibrahim Al-Habsy, setelah mendapatkan laporan masyarakat tersebut akhirnya beliau melaksanakan sholat sunat dua raka'at, setelah beliau selesai sholat beliau memberitahukan masyarakat bahwa besok hari pada jam 11 akan tiba empat kayu besar dan tinggi,memang benar apa yang dikatakan beliau pada keesokan harinya tepat jam 11 siang terlihat empat batang kayu yang besar dan tinggi hanyut mengapung disungai mandala, untuk menaikkan kayu yang besar dan panjang tersebut tidak ada seorang pun yang sanggup,maka dengan diikatkan tali oleh Habib Ibrahim dan dengan bertawakkal kepada ALLAH kayu tersebut naik kedarat dengan tangan beliau sendiri.
Kejadian lain yang sangat mengherankan adalah ketika akan mendirikan tiang guru mesjid yang besar dan panjang tersebut, beliau meminta agar disediakan kayu gaharu atau cendana untuk ditaburkan diperapian namun ketika itu tak seorangpun mempunyainya,kemudian beliau mengumpulkan sisa potongan kayu kayu kecil dan dimasukkan diperapian, subhanallah... dari perapian tersebut keluar bau harum kayu gaharu dan kemudian dengan tangan beliau sendiri membetulkan letak tiang mesjid tersebut.
Untuk pembangunan mesjid itu diperlukan biaya yang tidak sedikit,beliau bersama masyarakat kemudian memohon sumbangan dari rumah kerumah, beberapa anggota masyarakat yang tidak berpunya juga didatangi beliau dan dengan jujur mereka mengatakan bahwa mereka tidak punya uang, namun dengan tersenyum Habib mengatakan bahwa uangnya ada ditempat anu, dan setelah diperiksa tempat yang ditunjukkan oleh beliau ternyata disana memang ada uang,dan uang tersebut langsung diserahkan semuanya untuk pembangunan mesjid,demikianlah beberapa usaha Habib untuk membangun mesjid tempat penyebaran ajaran agama Islam.
Pernah suatu ketika beliau pergi ke Banjarmasin dan kendaraan yang beliau tumpangi mogok dijalan karena kehabisan bahan bakar, oleh beliau diperintahkan untuk mengisi bahan bakar tersebut dengan air.. anehnya kendaraan tersebut dapat melanjutkan perjalanan sampai ketujuan,
Lain waktu beliau menyuguhkan tamunya dengan teko kecil padahal waktu itu tamunya banyak sekali tapi anehnya lagi dari teko kecil tersebut keluar air yang banyak sekali dan mencukupi semua tamu.
 Menjelang kembalinya beliau ke pangkuan Ilahi beliau pulang ke Hadral Maut dengan keinginan menghabiskan usia dan ber makam disana, namun sesampainya beliau disana ternyata tanpa sengaja beliau membawa pena milik panitia pembangunan mesjid, demi mengetahui bahwa beliau tanpa sengaja membawa pena milik orang lain beliau kemudian kembali ke Negara untuk mengembalikan pena milik panitia mesjid tersebut (subhanallah beginilah sifat sifat para Aulia ALLAH)
Dengan kedatangan beliau inilah merupakan terakhir kali masyarakat bertemu beliau, karena beliau ber pulang ke rahmatullah pada hari Jum'ad tanggal 14 syafar 1354 H, sebelum sholat Jum'ad dilaksanakan beliau memberikan tugas kepada orang-orang tertentu untuk memandikan beliau, tidak lama setelah sholat Jum'ad beliau berpulang ke Rahmatullah seperti yang telah beliau sampaikan kepada keluarga beliau.....


fhoto hasil ziarah sendiri  tgl 21 – 09 – 2013 

Dan Di dalam Qubah beliau ini ada juga maqam
1 Al Habib Ja’far Bin Abdullah Bin Iberahim Al Habsy
2 Al Habib Abdullah Bin Iberahim Al Habsy
3 Syarifah Zahrah Binti Abdul Hamid Assegaf

SYEKH MUHAMMAD THAHER BIN H SYAHBUDDIN ( DATU DAHA )

KISAH DATU DAHA NEGARA

Seorang ulama dari Nagara Hulu Sungai Selatan Kandangan, nama beliau adalah Syekh Muhammad Thaher bin Haji Syahbuddin atau sering dipanggil orang Datu Daha,satu riwayat mengatakan bahwa beliau adalah salah satu murid dari Syekh Muhammad Thaib atau kerap dipanggil Datu Taniran yang bergelar Haji Sa'duddin bin haji Muhammad As'ad bin Puan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. yang ini masih dalam pemikiran penulis, disatu riwayat bahkan ini sangat terkenal bahwa beliau sempat bertemu dengan Datu Sanggul, sedang Datu Sanggul ini kehidupannya malam lebih dulu dari Syekh Muhammad Arsyad yang merupakan Datuk dari Datu Taniran yang merupakan guru Datu Daha... wallahu a'lam bissowab... yang mana yang benar riwayat ini... tapi tidak ada yang tidak mungkin kalau sudah mencakup masalah kewalian,
           Pada pertengahan abad ke 18 pelabuhan yang terbesar dinusantara berada di Banjarmasin (Borneo), bersamaan pada saat kebesaran kerajaan Banjar, ada yang menyebutnya Bandar Masih ada pula yang menyebutnya Bandar Asin, banyak para saudagar Nusantara yang singgah kesana ada dari pulau jawa, sulawesi, sumatra bahkan sampai negara lain seperti Malaysia, Cina, India dan orang Arab dari hadrol Maut, mereka singgah untuk berdagang dipelabuhan Banjar, pada masa itu terdapat kota kota pelabuhan sungai seperti Muara Bahan (Marabahan), Muara Muning (Rantau) Daha (nagara HSS), dan Amuntai.
           Pada masa itu setiap orang yang akan menunaikan ibadah haji ke Mekkah Al-Mukarramah hanya bisa lewat laut, yang mana biasanya orang ikut kapal dagang. Alkisah tersebutlah seorang Datu dari Daha (Nagara Dipa) yang bernama Muhammad Thaher bin H.Syahbuddin, yang ingin menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, bersama rombongan beliau berangkat melalui pelabuhan Nagara dengan kapal kecil, kemudian ikut kapal dagang yang besar melalui pelabuhan Bandar Masih, setelah berpindah pindah dari kapal orang jawa sampai kekapal yang lebih besar milik orang Arab hadrol Maut untuk menuju pelabuhan Jeddah, pejalanannya itu sendiri memakan waktu sampai 6 bulan perjalanan, ditengah perjalanan menuju pelabuhan Jeddah ini ditengah lautan konon tiba tiba kapal berhenti mendadak tanpa ada penyebabnya, tidak ada batu karang yang menghalangi atau menabrak kumpulan lumpur, kebingungan Kapten kapal dan penumpang pun semakin menjadi jadi karena gelombang besar menerjang kapal dan mengakibatkan air banyak masuk kekapal, ditengah kebingungan ini akhirnya Kapten kapal meminta ahli nujum pendapat bagaimana cara mengatasi masalah tersebut, setelah merenung beberapa saat akhirnya ahli nujum ini mengatakan kalau mereka ingin keluar dari masalah itu mereka harus mengeluarkan salah satu penumpang yang bernama Muhammad Thaher orang dari Daha, akhirnya dengan berat hati untuk menyelamatkan penumpang yang lainnya terpaksa hal tersebut diucapkannya dihadapan penumpang lainnya dan memanggil Datu Daha, akhirnya dengan peralatan seadanya Datu Daha dikeluarkan dari kapal tersebut, ditengah gelombang besar dan angin ribut tidak ada yang bisa dilakukan oleh Datu Daha selain berserah diri memohon pertolongan kepada ALLAH SWT, setelah sekian lama dihempaskan gelombang akhirnya beliau tidak sadarkan diri, pada saat itu ALLAH berkehendak lain, angin kencang menghempaskan tubuh beliau kepinggir pantai, tidak berapa lama beliau siuman kembali,menyadari dirinya selamat dan sudah berada dipinggir pantai maka ia langsung mengucap puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang masih memberikannya kesempatan untuk hidup di dunia ini, dengan kekuatan yang masih tersisa akhirnya beliau bangkit dan berjalan menyisir pantai, dari kejauhan beliau melihat secercah cahaya terang dari sebuah tempat, mungkin sebuah perkampungan pikir beliau, disepanjang jalan banyak terlihat makam makam yang terpelihara dengan rapi, dengan kepenatan dan kelelahan akhirnya beliau melihat orang tua, kemudian beliau mengucapkan salam dan dijawab orang tua tersebut dengan salam pula, dengan isyarat orang tua tersebut meminta Datu Daha mengikutinya dan membawa Datu Daha kesebuah rumah, setelah beristirahat sebentar akhirnya Datu Daha menceritakan seluruh pengalamannya dari awal sampai akhir dan menceritakan tujuannya untuk menunaikan ibadah haji, orang tua itu dengan serius mendengarkan cerita Datu daha,kemudian Datu Daha menanyakan perihal kampung tersebut yang terlihat hanya rumah orang tua tersebut dan kuburan kuburan, orang tua tersebut menjelaskan bahwa memang dikampung itu tidak ada perumahan dan dia hidup sendiri sedangkan kuburan kuburan yang dilihatnya disepanjang jalan adalah kuburan orang orang yang tenggelam dilaut yang dikuburkannya disini, mendengar hal tersebut Datu Daha sangat gembira sekali dan yakin orang tua tersebut adalah Nabi Khaidir AS, lalu beliau bertanya,,
"Apakah sampeyan yang bernama Nabi Khaidir..??....."benar..!!..sayalah Nabi Khaidir" jawab orang tua tersebut....
"Alhamdulillah dengan ijin dan rahmat ALLAH  telah memberikan anugerah NYA sehingga mempertemukan ulun (bahasa halus untuk saya (banjar))dengan sampeyan, setelah mengucapkan kata kata tersebut Datu Daha langsung memeluk dan mencium Nabi Khaidir AS, setelah itu dengan suara rendah penuh permohonan dan sikap hormat beliau memohon kepaa Nabi Khaidir untuk menolongnya supaya tercapat niatnya menunaikan ibadah haji, dengan suara penuh wibawa  Nabi Khaidir berkata "Insya ALLAH,dengan ijin ALLAH niat kamu untuk beribadah haji akan terkabul, tetapi kamu harus bermalam disini dulu selama 3 hari 3 malam untuk menungggu jum'at tiba,karna pada hari itu akan datang seorang Wali Allah saudaraku dari  tanah borneo yang tiap hari jum'ad selalu singgah kesini ,dia biasanya sholat jum'ad di Mesjidil Haram makkah,nanti kamu ikut dengannya"   mendengar keterangan Nabi Khaidir makin bertambah kegembiraan Datu Daha, karena selain akan tercapai hajatnya menunaikan ibadah haji, beliau juga akan bertemu dengan seorang wali dari negerinya sendiri yang bernama Syekh Abdus Samad (Datu Sanggul), meskipun Datu Daha cuma bermalam selama 3 hari, namun waktu yang singkat tersebut tidak beliau sia-siakan untuk menuntut bermacam macam ilmu dengan Nabi Khaidir AS, ketika malam jum'at tiba Datu Daha melaksanakan ibadah semalam suntuk, sampai sampai iya tidak tahu lagi berapa rakaat sholat sunat yang dikerjakannya dan berapa zikir dan sholawat yang telah dibacanya, hingga tak terasa waktu subuh telah sampai, setelah sholat subuh disambung dengan wiridan hingga terbit matahari disambung lagi dengan sholat sunat Isyrak kemudian wiridan lagi sampai tiba sholat dhuha, setelah sholat dhuha dan berdoa, tiba tiba muncul dihadapan beliau seorang tua yang raut wajahnya penuh wibawa dan berpakaian sederhana,melihat ada orang dihadapannya Datu Daha langsung memeluk tubuh orang tua tersebut dan mencium kedua tangannya yang mulia, hal tersebut dilakukannya karena ada firasat yang kuat dari batinya bahwa orang tua tersebut adalah Datu Sanggul, orang yang ditunggu tunggunya dari borneo yang dikatakan oleh Nabi Khaidir sebagai Wali Allah yang akan singgah sebentar untuk menemui Nabi Khaidir kemudian melanjutkan perjalanannya untuk sholat Jum'at di Masjidil Haram Makkah atau di Masjid Nabawi Madinah Al-Munawwarah, Datu Sanggul mengucapkan salam kepada Nabi Khaidir yang kemudian dijawab oleh Nabi Khaidir dan Datu Daha, kemudian mereka saling mencium seperti layaknya cara bersalaman orang arab selanjutnya mereka saling mendoakan.

           Kemudian Nabi Khaidir menceritakan tentang Datu Daha kepada Datu Sanggul dari awal sampai akhir dan meminta kepada Datu Sanggul untuk membawa Datu Daha menunaikan ibadah haji, Datu Sanggul mengangguk sambil berkata kepada Datu daha "baiklah sebelum kamu ikut aku berangkat ke Mekkah sebaiknya kamu mandi sunnat dulu dan memakai pakaian ikhram " Datu Daha segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Datu Sanggul, setelah siap siap dan pamit kepada Nabi Khaidir , Datu Sanggul kemudian berkata lagi kepada Datu Daha "pegang pinggangku dan pejamkan matamu"

           Datu Daha kemudian memegang pinggang Datu Sanggul dan memejamkan matanya, hanya sekejap Datu Sanggul kemudian menyuruh ia membuka matanya kembali, betapa terkejutnya Datu Daha tiba tiba mereka sudah berada ditempat yang Datu Daha belum pernah mengetahui,Datu Sanggul berkata "sekarang kita sudah sampai di salah satu pintu Masjidil Haram yaitu pintu Babussalam yang mana disunatkan kepada kita apabila masuk Masjidil Haram lewat pintu ini, selanjutnya apabila kamu sudah selesai melaksanakan ibadah haji dan akan pulang kekampung halaman tunggulah aku pada hari jum'at dipintu sini.. "setelah Datu Daha mengucapkan terima kasih kemudian mereka berpisah, Datu Daha kemudian memasuki Masjidil Haram.

           Pada waktu itu musim haji masih satu bulan lagi, orang orang masih belum datang, yang mana digunakan Datu Daha untuk beribadah kepada ALLAH, baru setelah satu bulan mulai berdatanganlah para jamaah haji, pada saat itulah rombongan jamaah haji dari Daha datang, betapa terkejutnya mereka melihat Datu Daha, masing-masing mereka meminta maaf kepada beliau karena tidak mampu mencegah waktu Datu Daha akan dilemparkan ketengah lautan, Datu Daha memaklumi dan memaafkan mereka semua kemudian beliau menceritakan pertemuan beliau dengan Nabi Khaidir dan Datu Sanggul wali dari pulau borneo, singkat cerita setelah melaksanakan ibadah haji Datu Daha kemudian menunggu datangnya Datu Sanggul,setelah bertemu dengan bahasa isyarat Datu Sanggul meminta Datu Daha untuk memegang tangannya dan memejamkan matanya seperti dulu, sekejab kemudian mereka sudah berada dipulau borneo, Datu Sanggul mengantarkan Datu Daha sampai ujung kampungnya dan menyuruh Datu Daha untuk berjalan agar para penduduk melihatnya, sebelum mereka berpisah Datu Sanggul berpesan kalau masyarakat bertanya beliau harus menjawab bahwa semua kejadian ini adalah anugrah dari ALLAH SWT, penduduk sangat terkejut dengan kedatangan beliau, karena beliau datang tidak pada saat semestinya, biasanya jamaah haji baru akan datang 2 bulan lagi, banyak yang tidak percaya bahwa Datu Daha telah melaksanakan ibadah haji dan menanyakannya tapi dijawab oleh Datu Daha seperti dipesankan oleh Datu Sanggul, dua bulan telah berlalu kemudian datanglah rombongan jamaah haji dari Daha, penduduk kemudian menanyakan kepada mereka perihal Datu Daha mengerjakan haji apa tidak, kemudian diceritakan oleh mereka dari awal sampai akhir tentang Datu Daha yang memang betul betul berhaji dan mereka juga mengisahkan pada saat mereka akan pulang mereka mencari Datu Daha untuk bersama sama pulang, tapi mereka tidak menemukan Datu Daha yang tiba tiba saja menghilang seperti ditelan bumi, mendengar kisah itu makin kagum lah masyarakat dengan pengalaman Datu Daha berhaji.

           Setelah kembali ke Daha beliau segera menyebarkan ilmunya yang diperoleh dari Nabi Khaidir kepada masyarakat luas hingga diberi gelar Surgi Tuan karena ilmunya yang banyak. suatu ketika negeri Daha dilanda kekeringan panjang hingga sungai sungai menjadi kering,masyarakat banyak meminta Datu Daha untuk memimpin sholat istisqa untuk memohon diturunkan hujan, setelah sholat tersebut anehnya air keluar dari tanah sangat banyak hingga mampu memenuhi kebutuhan penduduk saat itu padahal saat itu hujan tidak turun, selain itu salah satu keramat beliau kubah tempat maqam beliau yang terletak didesa Teluk Haur, Nagara disebut orang Kubah Dingin karena suasana disekitar makam Datu Daha yang dingin dan sejuk meskipun diluar sangat panas, tidak tercatat kapan tahun wafatnya beliau, diantara murid murid beliau adalah :
1. Al-Mukarram Tuan Guru Haji Abdurrahman Syarif makam Keramat Bagandi Nagara Kandangan HSS.
2.  Al-Mukarram Tuan Guru Haji Muhammad Sarasi Nagara Kandangan HSS ...........

dan fhoto ini hasil ziarah admint sendiri pada tanggal 27 - 09 -2013