Selasa, 29 Oktober 2013

Al-Habib Haidarah Bin Muhsin Al-Hinduan

MENEMUKAN GURU SEJATI

Ia benar-benar mendapati "ilmu yang luar biasa"
Dari teladan yang di berikan sang guru.
P
ribadinya santai lagi homuris namun, ia juga seorang yang serius , apalagi saat bicara perihal dakwah dan tarbiyah. Pesan-pesan keagamaan,terutama tazki-    yatunnafs (penyucian jiwa), atau biasa di sebut tasawwuf, banyak ia sampaikan saat menemui AlKisah di sela-sela kesibukannya berdakwah dan mendidik santrinya, Bertempat di kediamannya, di Desa Duwet, Situbondo, Jawa Timur, ia tampak fasih bicara seputar thariqah, baik teori maupun aplikasinya, Maklum, ia kini aktif sebagai seorang pembina majelis thariqah.
          Tidak  seperti berdakwah dengan metode tabligh, berdakwah lewat thariqah menuntut adanya ikatan erat antara guru dan setiap muridnya yang harus selalu di kelola secara tepat di setiap saat. Padahal jamaah nya terdiri dari beragam orang dengan latar belakang dan status sosial. Tentu saja, ini membutuhkan ketekunan, ketulusan, keseriusan dan kesabaran ekstra.
          Beruntung, thariqah  yang ia sebarkan adalah Thariqah Alawiyah yang jua sering di sebut thariqah sahlah atau thariqah yang mudah, sehingga cukup lentur dengan berbagai situasi dan kondisi. Kekayaan khazanah thariqah ini juga sangat membantunya dalam membina jamaahnya, yang awam sekalipun.

Alawiyah Naqsyabandiyah
Muhsiniyah
Pada kenyataannya, Thariqah alawiyah, yang bermuara kepada Sayyidina Ali KW, memiliki sanad dengan semua thariqat  Ahlussunah Waljamaah, termasuk naqsyabandiyah , yang bermuara pada Sayyidina Abu bakar RA. Sumber kedua sahabat utama itu tentu saja Rasulullah SAW. Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi , dalam Iqdul Yawaqit, banyak menyebut  kaitan dua thariqah.                            Bahkan Habib Abdurahman bin Mustafa Alaydrus menulis sebu- ah risalah khusus tentang Naqsyabandiyah.
      Atas dasar itulah ia memadukan keduanya. Harapannya masyarakat luas bisa mengakrapi dunia thariqah, segaligus beroleh sanad keilmuan dari kalangan hababaib. Namun, tetap,ia amat ketat dalam, menanam- kan prinsip-prinsip pokok Thariqah Alawiyah yang termuat pada lima asasnya : Ilmu, amal,wara,khauf, dan ikhlas.
      Tuntutan syari'at tentu tak lepas dalam aktivitas thareqatnya. Dalam hal ini ia tak sendirian. Sejumlah alumnus Darul Musthafa Tarim dan beberapa Kiayi serta guru setempat turut bersamanya dalam bimbingan syariat pada ikhwan thariqat.kerja sama itu dengan sendirinya juga memunculkan suasana dakwah yang baik dan terorganisir.
             saat ini majelis thariqah yang ia bina melebarkan sayapnya ke berbagai pelosok. Ada sekitar sepuluh pengurus  tingkat wilayah, mulai dari Kabupaten Situbondo sebagai pusatnya, Surabaya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah yang meliputi kota Palangkaraya, Sampit , Pangkalambun , dan beberapa kota di Kalimantan Barat, Sedang kepeng- urusan di tingkat Cabang telah mencapai Ratusan.
Kepiawaiannya dalam mengemas thareqat menjadi sesuatu yang menarik dan diminati ini bukan suatuyang aneh. Dalam dirinya mengalir darah dari sang Ayah, Tokoh Mursyid  besar dalam dunia Thareqah  di nusantara, Habib Muhsin Bin Ali Al-Hinduan.
Berbagai faktor tersebut membuatnya menamakan majelis thareqah yang ia bina dengan nama "Majelis Thareqah Alawiyah Naqsyabandiyah Muhsiniyah". Maksudnya yang ia sebarkan adalah Alawiyah, yang ia padukan dengan metode dan nilai-nilai yang selaras dalam Naqsyabandiyah , Berdasarkan formula ajaran thariqah yang di warisi Habib Muhsin, Ayahnya.
Haul Al-Faqih Al-Muqaddam
     Disamping lewat thariqah , ia juga mendirikan pesantren yang oleh Gurunya , Habib Umar Bin Hafidz , di beri nama "Adh-Dhiya'ul Musthafawy".Pesantren ini merupakan Pesantren  pertama yang di dirikan murid Habib Umar, yaitu saat Habib Umar melepaskan kelulusan santri angkatan pertama Darul Musthafa pada tahun 1998 .
Pesantrennya ini menggunakan kurikulum dan sistem pendidikan yang disesuaikan dengan Darul Musthafa Tarim, mulai dari materi pelajaran hingga aktivitas sehari-hari, seperti pada qiyamul lail, khuruj dakwah, hafalan-hafalannya. Ketika baru-baru ini Darul Musthafa Tarim mengubah kurikulum dan sistem pengajaranya, pesantren ini pun berusaha mengikuti induknya tersebut, meski tidak seratus persen.
Berkat kerja sama pengurus pesantren dan para ikhwan thariqah binaannya,pesantren ini memiliki program beasiswa kepada para santri berprestasi untuk melanjutkan studi ke Hadhramaut. Ada sekitar tujuh santrinya yang kini sedang belajar di Tarim, baik di Darul Musthafa ataupun di Rubath Tarim
Beberapa alumnus hasil didikannya telah menyelesaikan studinya di sejumlah perguruan di Timur Tengah,diantaranya  Alwi Al-Habsyi, yang telah mendirikan pesantren di Alalak, Banjarmasin, Ibrahim Assegaf dan ,Musthofa Assegaf yang telah berkiprah dengan majelis ta'limnya di kota Kintap, Kalimantan Selatan, dan Syarif Hamid Al-Qadri, dai muda dan penulis produktif, kini berdomisili di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.
Selain aktivitas sehari-hari dipesantren, setiap tahun ini juga mengadakan sejumlah kegiatan rutin, terutama dengan memanfaatkan momen-momen keagamaan yang ada. Yang paling menonjol dari kegiatan dakwah tahunan yang ia lakukan adalah penyelenggaraan haul Faqih Al-Muqaddam, setiap bulan Muharram, yang telah ia gelar sejak 2001. Pelaksanaannya bisa memakan waktu hampir satu bulan dan dilaksanakan  di sejumlah lokasi pada beberapa kota. Waktunya ia sesuaikan, agar tak berbenturan dengan kedatangan Habib Umar Bin Hafidz, yang setiap Muharram datang ke Indonesia.
Saat ditanya lebih jauh tentang profil pribadi dan perjalanan hidupnya,Habib Haidarah kerap meng- hindar.Ia tetap lebih suka mem- bicarakan tema-tema dakwah dan tarbiyah. Berbekal sedikit informasi darinya yang kemudian banyak dilengkapi oleh sejumlah orang dekatnya, gambaran sosok Habib Haidarah dapat alKisah hidangkan untuk Anda di sini.   Bersambung...
Berjumpa dengan Habib Ali  Al-Jufri
Habib Haidarah lahir di- Pontianak, dari pasangan Habib Muhsin Bin Ali Al-Hinduan dan Syarifah Khadijah Al-Mahdali. Ayahnya Wafat saat ia baru berusia 10 tahun . sejak itu, ia dan adik-adiknya diasuh oleh ibunda- nya,di Situbondo Jawa Timur.
          Pendidikan SD dan SLTP-nya diselesaikan di kota Situ- bondo, lalu ia masuk Pesantren Malang, Asuhan  Ustadz Abdullah Abdun Malang, disana, ia termasuk santri yang menonjol kecerdasannya, sehingga Ustadz Abdullah Abdun pun sangat menyayanginya.
          Usai lulus pesantren, ia melanjutkan studinya Ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Di sana ia menjumpai beragam corak pemikiran dan aliran. Latar belakang keluaraganya, yang akrab dengan dunia thariqah, cenderung banyak berhubungan dengan para tokoh thariqah sufi yang ada di mesir, seperti thariqah Burhaniyah, Dasuqiyah, dan sydziliyah.
          Ia tidak lama tinggal di Negeri Piramid itu. Tak sampai setahun, ia memutuskan belajar di syiria.
Selama belajar di Syria, ia juga menghadiri majelis yang diasuh Dr. M. Sa’id Ramadhan Al-Buthi
Ternyata di Syria pun ia tidak lama, hanya sempat tinggal sekitar tiga bulan. Ia memutuskan kembali lagi ke Mesir.
Sebelum berangkat ke Mesir, ia beristikharah, mengharap petunjuk dari Allah SWT : negeri mana yang tepat untuk menjadi tujuan belajarnya setelah itu.
Di tengah perasaannya yang sedang kalut, hatinya berbisik, “Hadharamaut.” Padahal, saat itu belum ada pelajar asal Indonesia di Hadharamaut seperti sekarang ini. Akibat perang sudara di Yaman, situasi negeri itu pun masih belum kondusif. Namun keinginannya pergi ke Hadharamaut terus menguat. Maka, sebelum kembali ke Mesir, ia telah mengusahakan visa untuk masuk ke Yaman.
Sesampainya di Mesir kembali, ia mendengar, seorng dari Hadhramaut tengah datang ber- dakwah ke Mesir.
Ditemani beberapa temannya, ia menemui orang itu. Ternyata orang yang ditemuinya itu adalah Habib Ali Al-Jufri.
Karena banyak bertanya tentang banyak hal, Habib Ali mengajaknya masuk ke dalam kamar untuk bicar empat mata. Saat ia mengutarakan keininannya belajar di Hadhramaut, Habib Ali tampak sangat senang, hingga ia tawari tiket pesawat ka Yaman untuk berangkat bersama. Ia menolak,karena ia sendiri sebelumnya telah membeli tiket ke Yaman.
Tak lama kemudian, ia pun berangkat ke Hadhramaut, negeri yang saat itu benar-benar asing baginya. Keterangan yang ia dapat dari Habib Ali menjadi petunjuk satu-satunya yang ia miliki ten- tang Hadramaut.
Mengenal sosok Habib Umar
Sesampainya di Aden, Yaman, Habib Ali menjemputnya, lalu mereka melanjutkan perjalanan bersama menuju Tarim. Saat itu, tengah berlangsung ziarah Nabi yullah Hud As. Maka, saat masuk Tarim, ia langsung dibawa menuju Bukit Hud.
Sebelum sampai di Bukit Hud, ia, yang Sebelum sampai di Bukit Hud, ia, yang waktu itu masih bercelana panjang, panjang, sempat diajak Habib Ali berziarah sempat diajak Habib Ali berziarah ke ‘Inat.
Usai ziarah bersama di makam Nabi Hud As, Habib Ali membawanya mendekati Habib umar.
Kepada Habib Ali, Habib Umar bertanya, “Dari mana kau bawa anak ini, ya Ali ?”
Habib Ali menjawab,”Dari Mesir.”
Lalu Habib Umar bertanya kepadanya, “Kau mau belajar kepada kami ?”
“Iya,” jawabnya.
“Ahlan wa sahlan bi washiyati rasulillah - Selamat datang, wasiat rasulullah,” habib Umar ­­­­­­­­menyambut.
Sejak itulah ia belajar kepada Habib Umar. Saat itu pelajar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di Tarim, cuma ia dan dua temannya, Habib Ali Zainal abidin Al-Hamid, saat ini kandidat doktor di Malaysia, dan seorang sayyid dari keluarga Al-Habsyi.
Sebuah pengalaman menarik ia dapati di awal kedatangannya di kota Tarim. Dalam perjalanan dari Mesir, ia berjumpa Sayyid Ibrahim Ar-Rifa’i, seorang mursyid Thariqah Rifa’iyah di Mesir, yang juga hendak berziarah ke Tarim. Sepanjang perjalanan, Sayyid Ibrahim tak henti-hentinya bershalawat.
Usai ziarah Nabi Hud,  malam nya dirumah Habib Umar ia tidur di samping Sayyid Ibrahim. Tengah malam Sayyid Ibrahim mendadak terjaga  dan mulutnya terus bershalawat . kejadian itu terjadi berulang kali pada malam itu.
Esoknya , usai sholat subuh berjamaah Sayyid Ibrahim selalu mendahulukan orang lain untuk bersalaman dengan Habib Umar , kecuali Habib Haidarah yang menolak di dahulukan. Mungkin maksud sayyid Ibrahim , dengan bersalaman paling akhir , ia dapat langsung berbincang dengan Habib Umar seusai semuanya bersalaman.
Tinggal Sayyid Ibrahim dan dirinya yang belum bersalaman dengan Habib Umar. Sayyid Ibrahim lalu bersalaman dengan Habib Umar dan bertanya, dimana kedudukanmu di hati Rasulullah?”
Dengan Tersenyum, Habib Umar balik bertanya “apa yang engkau lihat semalam ?”.
“Aku bermimpi Rasulullah memelukmu dan begitu bangga denganmu.” Jawabnya.
Mendengar jawaban itu. Habib Umar tidak menghiraukan dan segera memerintahkan Sayyid Ibrahim melanjutkan bersalaman dengan jamaah yang lain.
Kejadian tersebut amat membekas di hati Habib Haidarah, yang mendengar langsung dialog singkat itu . Ia semakin mengenal sosok gurunya . Ia pun merasa betah tinggal disana dan benar-benar memanfaatkan  waktunya untuk belajar kepada Habib Umar dengan sepenuh hati.
Restu Sang Guru
          Suatu ketika, ia hendak mengunjungi kerabatnya dari keluaraga Al-Hinduan di kota Aden . Ia pun minta izin Habib Umar untuk pergi satu bulan.
          Habib Umar mengizinkan  dan berpesan agar selama di sana ia belajar kepada Habib Abu Bakar Al-Masyhur, sehingga waktu sebulan disana bermanfaat.
          Benar saja. Di Aden, ia rasakan manfaat amat besar selama berguru kepada Habib Abu Bakar , Selain Alim dan istiqomah , pandangan-pandangannya amat  cemerlang dan tak sedikit di antaranya  yang belum pernah terlontar oleh para Ulama sebelumnya.
          Saat kembali ke Tarim, dengan tersenyum Habib Umar menyambutnya sambil membaca potongan ayat ke-65 dari surah Yusuf , “ Hadzihi bidha’atuna ruddat ilaina  ini dia barang milik kami dikembalikan kepada kami.”
          Kata-kata itu amat berkesan di hati nya. Bila ia di ingatkan kepada kejadian itu , sontak matanya berkaca-kaca . Begitu besar perhatian dan kasih sayang Habib Umar kepada murid-muridnya.
          Setalah sembilan bulan di Tarim, tibalah sekelompok pelajar Indonesia yang tercatat sebagai angkatan pertama Darul Musthofa , seperti Habib Jindan dan Habib Munzir. Kedatangan mereka semakin membuatnya betah tinggal disana.
          Di Tarim, ia tinggal sekitar dua tahun. kecendrungan hatinya pada dunia thareqat kaum sufi membuatnya berniat mencari guru Thariqah Naqsyabandiyah yang waktu itu ia dengar ada di India, sebelum kepulangannya ke tanah air.
Keinginannya itu ia utarakan kepada Habib Umar. Namun Habib Umar tak mengizinkannya dan menyuruhnya tinggal lagi di Tarim selama tiga bulan untuk mempelajari Thariqah Alawiyah.
Setelah tiga bulan mendalami Thariqah Alawiyah dari Habib Umar, di hatinya tumbuh rasa kagum yang luar biasa pada manhaj thariqah keluarganya ini. Sejak saat itu, berbekal restu dari sang guru , ia pun bertekad untuk kelak menyebarkan nya di tanah air.
Besarnya perhatian dan kasih sayang sang guru kembali ia rasakan saat hendak berpamitan pulang ke kampung halaman. Habib Umar memberikan kitab kepadanya dan berpesan agar kitab itu tidak dibuka kecuali bila sudah di dalam pesawat. Rasa penasaran menggalayutdi hatinya. Mungkin ada ilmu yang luar biasa yang terkandung dalam kitab tersebut.
Di dalam pesawat , kitab itu segera ia buka . Tiba-tiba, ait matanya pun menetes . Di dalamnya ada uang sebanyak 300 dolar. Ia merasakan perhatian sang guru ,yang masih dalam masa-masa awal membangun Darul Musthofa , sampai sedemikian jauh . Ya, ia benar-benar mendapati “ilmu yang luar biasa”dari teladan sang guru.
Hingga kini , ia terus menjaga jalinan hubungannya dengan Habib Umar , setiap masalah yang ia hadapi pun selalu di utarakan kepada gurunya itu. Sampai sekitar dua bulan silam. Saat berziarah ke Tarim, ia masukan putra sulungnya , Muhamad Amin Quthbi, usia 13 atau 14 tahun.,  di Darul Musthofa . Amin Quthbi tidak di tempatkan di asrama ,tapi di kediaman sang guru.

http://tarannamkelua.blogspot.com/2013/07/biografi-al-habib-haidarah-bin-muhsin.html

al-Habib al-’Allamah Muhammad b. ‘Umar as-Saqqaf

Sebuah Biografi Bried al-Habib al-'Allamah Muhammad b. Umar as-Saqqaf Alayhi Rahma oleh Sayyidi Suleiman al-Muslim:

• Dia dilahirkan di Sey'un, dan belajar dengan para ulama ilmu-ilmu Al-Qur'an (seperti semua pemula lakukan) tetapi ditindaklanjuti dengan studi mendalam Tafsir dan Fiqh. Syaikh Nya dalam Tafsir adalah Habib Ahmad b. 'Ali al-Habshi, ia juga mengambil dari adik Zayn b.' Umar as-Saqqaf, Hasan b. Ahmad as-Saqqaf dan Salim b. Muhammad as-Saqqaf.

• Dia sangat terkenal karena keahliannya dalam hukum waris, dan sering akan dikonsultasikan oleh hakim dalam hal ini.

• Demikian pula, ia dimasukkan ke dalam bertanggung jawab atas masalah moneter di Hafah al-Hawtah di Sey'un.

• Dia dulu juga mengajar di sekolah dan luar berbagai topik, khususnya tafsir dan hadits.

• Dia dikenal karena posisinya dalam masyarakat, yang ia akan gunakan untuk keuntungannya dalam menyelesaikan konflik
• Dia melakukan perjalanan ke Afrika untuk mencari nafkah, dan di sana ia bertemu Syaikh, al-Habib Ahmad Mash-hur al-Haddad dengan siapa ia berwisata bersama untuk tujuan dakwah.

• Itu dengan bantuan bahwa berbagai inisiatif untuk membantu siswa pengetahuan, menyebarkan agama dan membantu yang membutuhkan dibentuk - ini adalah apa yang ia dikenal di masyarakat.
Bismillah ...

Assalamu Alaykum Wa rahmatullahi Wa Barakatuh, Kita berdoa ini menemukan orang dengan baik, dibungkus dalam rahmat Allah dan tidak kendor bepergian jalan menuju kebahagiaan abadi, di sha Allah.

Sang Intelektual Scholar Hazrat Syaikh al-Habib al-'Allamah Muhammad b. Umar as-Saqqaf dari Yaman Telah Meninggal Usia 99, ia meninggal pada hari Minggu 26 Agustus 2012. Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Semoga Dia memberinya minum dari Cekungan Nabi-Nya (alayhi wa salam salat), bahwa ia mungkin tidak pernah haus sesudahnya, dan mungkin Dia memasukkannya ke dalam kebun tertinggi Paradise! Aamiin.


Al Habib Ali Zaenal Abidin Bin Abu Bakar Al Hamid

Majlis Ta'lim Darul Murtadza dibimbing oleh Al Habib Ali Zaenal Abidin Bin Abu Bakar Al Hamid.
Nama penuh / Nasab beliau:
Ali Zaenal Abidin Bin Abu Bakar bin Salim bin Hadi bin Salim Al Hamid bin Sheikh Abu Bakar
Berikut adalah sedikit sebanyak tentang latar belakang beliau:
Beliau dilahirkan pada hari Jumaat, 12 April 1974, selepas solat Jumaat di Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Beliau anak ke-2 dari 6 adik-beradik (4 lelaki dan 2 perempuan). Beliau daripada keluarga sederhana yang hidup di sebuah perkampungan yang didiami oleh ramai para ulama' dan terdapat juga beberapa buah pondok pesantren di situ.
Sewaktu membesar, beliau berguru dengan:

Ustadz Hasan Baharun
Ustadz Soleh Bal As'ad
Ustadz Abdul Hamid
Ustadz Soleh Bin Agil
Ustadz Ahmad Barakwan
Ustadz Husin Bin Abu Bakar
dan ramai lagi para asatizah. Beliau berguru dengan kesemuanya berbagai-bagai kitab dalam bidang agama.
Pada usia beliau 21 tahun, dengan restu Ayahanda, Al Habib Abu Bakar bin Salim Al Hamid, dan Bonda, beliau pergi ke Hadhramaut, Yemen untuk meneruskan pengajian. Di Hadhramaut, beliau berguru dengan:

Al Habib Umar bin Hafidz (pemimpin Dar Al Mustafa)
Al Habib Ali Masyhur
Al Habib Salim As Syatiri
Al Habib Hasan As Syatiri
Al Habib Abdullah Bin Syihab
Al Habib Abdul Qadir Jailani Al Masyhur
Al Habib Abdullah bin Syeikh Al Idrus
Syeikh Fadal Ba Fadal
Al Habib Musa Al Kazim As Saqqaf
Syeikh Umar Husain Al Khatib
Syeikh Umar Abu Bakar Al Khatib
Al Habib Ali Abdul Rahman Al Jufri
Beliau juga adalah antara anak murid Al Habib Umar bin Hafidz yang pertama di Dar Al Mustafa. Bakat semulajadi beliau sebagai seorang pendakwah mula diasah oleh Al Habib Umar bin Hafidz.
Selepas pengajian beliau di Hadhramaut, Yemen, beliau pergi ke Mesir pula. Selama 5 tahun di Universiti Al Azhar, beliau terus berguru mendalami ilmu-ilmu agama dengan:

1. Dr. Abdul Badi' Abu Hashim
2. Dr. Saad Jawish
3. Dr. Ali Jum'ah
4. Dr. Muhammad Jibril
Di sini juga beliau, seiring dengan belajar, telah terus mengasah kemahiran berdakwah beliau dengan mengajar dan mendidik pelajar-pelajar dari pelbagai kaum dan bangsa.
Setelah menerima ijazah (degree) dalam jurusan 'Islamic Legislation and Law' dari Universiti Al Azhar, beliau meneruskan kembara ilmunya di Universiti Islam Antarabangsa (UIA), Malaysia, dalam jurusan Al Quran dan Sunnah.
Dalam tahun 2004, beliau bernikah dan sejak itu, beliau serta isteri telah dianugerahkan dengan 3 orang puteri.
Setelah selesai kuliahnya di peringkat Sarjana (Masters), beliau sekarang sedang giat berusaha menyempurnakan Doktor Falsafah (PhD) beliau dalam jurusan Al Quran dan Sunnah.
Dalam tahun 2004, Al Habib Abdul Qadir Al Jufri, pengasas Darul Murtadza berpindah ke Kota Tinggi, Johor. Oleh kerana itu, Al Habib Abdul Qadir Al Jufri telah memohon Al Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid untuk mengambil alih.
Alhamdulillah, sejak dari itu, Darul Murtadza telah berkembang dari awalnya sebagai pengajian di rumah Al Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid dengan jemaah 10 – 20 orang ke sekarang, di Surau Al Hidayah (AU3) dengan jemaah yang makin bertambah.

Latarbelakang pendidikan dan pembangunan diri Al Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid yang dinamik dan menyeluruh, diregukan dengan bakat semulajadi dan kemahiran berdakwah yang telah diasah dan dibentuk oleh guru-guru beliau, menjadikan beliau seorang pendidik dan pendakwah yang bukan sahaja dikenali dengan kehebatan beliau di medan ilmu dan dakwah, tetapi juga sama dikenali kerana akhlak dan adab beliau yang mulia.

http://www.darulmurtadza.com/p/biografi-guru.html

Syekh Abdul Rahman Ibn Abdul Aziz as-Sudais an-Najdi

adalah seorang qori paling termashur untuk saat ini dari Saudi, beliau lahir di Saudi Arabia dari kabilah keluarga Anza. Beliau kini adalah Imam utama di masjidil Haram Mekkah Al Mukarramah.

Pada umur 12 tahun, As Sudais kecil telah mengawali kehidupan Quraninya dengan menghafalkan Al Quran, saat itu beliau bersekolah di SD ‘Al Muthana Bin Harith’. Pada tahun 1979, beliau lulus dengan predikat istimewa dari Institut Sains Riyadh.

Pada tahun 1983, As Sudais menempuh gelar sarjananya pada bidang Syariah pada Universitas Riyadh, lalu gelar master beliau sandang setelah menyelesaikan  pendidikan di Fakultas Syariah di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud pada tahun 1987. Dan gelar profesor beliau dapatkan pada tahun 1995 di Universitas Syariah Islamiyah Ummul Qura’.

Sheikh Al Sudais dikenal luas di seluruh dunia Islam sebagai seorang qori denganb suara yang khas dan penuh perasaan ketika membawakan bacaan Al quran secara murottal.
Di tahun 2005 yang lalu, beliau mendapatkan penghargaan sebagai Figur Islami Tahun 2005  ke-9 (Islamic Personality Of the year)  di Dubai melalui sebuah event tahunan Dubai International Holy Quran Award.

http://www.almuqorrobin-ungaran.blogspot.com/2012/10/abdul-rahman-ibn-abdul-aziz-as-sudais.html

KAI UTUH AMUT

 Burhan bin Aran menmceritakan suatu kisah yang diperolehnya dari seorang saksi sejarah yang kini masih hidup. Yang bernama sanah yang juga merupakan neneknya.
Dahulu di desa Hambuku ilir hidup sepasang suami istri yang amat rukun dan damai. Sanb suami bernama Datu Kapsan dan istrinya Datu Galuh Muning. Sdebagaimana kebanyakan penduduk desa saat itu kebanyakan bekerja sebagai nelayan di sungai atau danau yang ada disekitar desa mereka. Sebagian lagi mata pencaharian penduduk adalah bertani dan berkebun
            Datu Kapsan adalah salah satu dari penduduk desa itu yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Hasil dari tangkapan ikan yang ia dapatkan beliau bawa atau jual sendiri ke daerah lain. Terkadang ke Negara, Amuntai, Kalua dan daerah lainnya. Adapun istri beliau Datu Galuh Muning tatkala sang suami pergi, membantu mencari ikan di sekitar rumah saja.
            Beberapa tahun kemudian dari hasil perkawinan mereka berdua lahirlah empat orang anak yang terdiri dari seorang perempuan dan tiga orang laki-laki
1.      Anak pertama seorang perempuan bernama Jaah (wafat tahun 1994, umur 100 tahun lebih)
2.      Anak kedua seorang laki-laki bernama Rahmat yang akhirnya dikenal dengan sebutan UTUH AMUT .beliau tidak beristri hingga akhir hayat.
3.      Anak ketiga bernama Andar (wafat pada waktu berumur 80 tahun)
4.      Anak keempat seorang lelaki bernama Kai Ira ( wafat pada saat berumur 75 tahun)

RAHMAT YANG DIKENAL DNGAN SEBUTAN
UTUH AMUT
            Kai Rahmat atau yang lebih dikenal dengan gelar Utuh Amut yang merupakan anak kedua dari pasangan suami istri Datu Kapsan dan Datu Galuh Muning. Menurut cerita yang disampaikan nenek Sanah kepada Burhan bin Aran bahwa Kai Utuh Amut di waktu kecilnya pada usia sekitar tujuh atau delapan tahun masih berpakaian lengkap seperti anak kecil lainnya. Teapi ketika dia mendapat musibah atau kecelakaan yang menimpanya yaitu jatuh dari ayunan yang disebut ayunapan (ayunan yang terbuat dari papan). Yang mana ia bermain ayunan tersebut di bawah rumahnya 9kebiasaan rumah orang di desa ini saat itu tinggi-tinggi yang mana tingginya bias mencapai 2 meter. Mainan ayunapan ini merupakan permainan tradisional anak-anak pada masa dahulu. Setelah jatuh dari ayunan tersebut ia menjadi sakit dan sakitnya semakin hari semakin bertambah. Kedua orang tua Kai Utuh Amut ini berusaha menyembuhkannya dengan membawa kepenambaan (orang pintar) yg ada dikampungnya saja serta dengan mencoba memakan obat-obatan tradisional yang mereka ketahui dari orang tua terdahulu, maklum untuk berobat kekota atau keluar daerah mereka tidak mempunyai uang atau dana.
            Semakin hari sakit anaknhya semakin bertambah, sampai-sampai sakitnya tersebut hamper membuatnhya meninggal dunia.
            Demi melihat keadaan sakit anaknya yang demikian parah inilah Datu Kapsan dan Datu Galuh Muning berdoa siang dan malam untuk kesembuhan anaknya. Karena mereka berkeyakinan bahwa hanya kepada ALLAH-lah berserah diri, Tidak ada yang dapat meneymbuhkan penyakit selain Dia.
            Bagaimana parahnya suatu penyakit, kalau ALLAH belum menghendaki kematiannya, maka orang itu akan sembuh. Maka dengan qudrat dan iradat serta inayah dari ALLAH TA’ALA akhirnya Utuh Amut sembuh dari penyakit yang dideritanya.
            Tetapi setelah kesembuhannya terjadi perubahan pada dirinya . sebelum sakitnya ia masih suka berpakaian tetapi setelah sembuh ia tidak mau lagi berpakaian. Kalau disuruh berpakaian ia akan menggelangkan kepalanya dan kalau dipaksa dia akan menangis sambil meronta-ronta. Karena kebiasaanya ia akhirnya diberi gelar Utuh Amut atau orang yang telanjang bulat.
            Setelah kesembuhannya dari penyakit dan kebiasaan barunya yang tidak mau berpakaian, ia suka berjalan kemana saja baik siang maupun malam dan waktu ia berumur sekitar 9 tahun.
            Dalam hal perjalanannya itu Utuh Amut lebih sering berjalan kaki. Namun sesekali ia ikut menumpang kendaraan atau ada orang yang mengajaknya naik kendaraan. Menurut salah seorang cucunya yang masih hidup Utuh Amut saat mau berjalan tidak mau diberi bekal makanan atau minuman dan tidak bias diperkirakan ke mana ia akan berjalan dan kapan ia akan kembali, namun rumah keluarganya tidak pernah menutup pintunya karena Utuh Amut datangnya tidak menentu, terkadang siang, sore, malam bahkan waktu subuh, dan tentang makanan-makanan selalu disiapkan diatas meja maka, sebab walaupun disuruh makan terkadang ia tidak mau makan dan terkadang disaat orang tidak ada yang makannya ia minta makan.
            Melihat keadaan yang demikian Datu Kapsan merasa prihatin melihat kondisi anaknya yang kala itu masih terlalu muda untuk berjalan ketempat yang terlalau jauh dan kadang-kadang sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan baru kembali kerumah. Datu Kapsan berusaha sedapat mungkin untuk melarangnya, bahkan ia pernah melarangnya disertai dengan menyakiti atau memukulnya. Namun semua itu tidak dipedulikan Utuh Amut. Hal ini dilakukan Karen ia mempunyai kemauan yang keras dan kuat. Kebiasaan berjalan-jalan ini dilakukannya hingga tahun 1972.


ASAL MULA TERKENALNYA UTUH AMUT

            Kali pertam terlihat keanehan atau keramat pada Kai Utuh Amut terjadi pada akhir tahun 1971 di Kelayan, Banjarmasin di rumah seorang perempuan tua bergelar Ma Utuh dan disaksikan oleh Ma Utuh sendiri. Pada saat Kai Utuh Amut sudah mau memakai pakaian. Namun ia hanya mau memakai pakaian jika pakaian yang dipakainya berwarna kuning.
            Al-kisah adalah perempuan tua yang yg bergelar Ma Utuh ini mempunyai penyakit yang sudah lama sekali dideritanya, yaitu penyakit abuh (pembesaran perut) atau tumor diperut. Sudah kesana kemari berobat, baik kerumah sakit, dokter (pengobatan modern) ataupun kedukun kampong (pengobatan tradisional), namun penyakitnya tak kunjung sembuh juga. Sedangkan untuk biaya berobat kerumah sakit sudah tidak ukup lagi. Sampai pada suatu saat datang lah Ma Utuh kepada seorang Habib untuk minta Banyu TAwar (9meminta air yang diberi doa) bagi kesembuhan penyakitnya. Setelah sampai dirumah Habib tersebut Ma Utuh menceritakan penyakit yang dideritanay dan minta tolong kepada Sang Habib untuk memberikan banyu tawar (air yg diberi doa) dan mendoakan  bagi kesembuhan penyakitnya. Tak lama kemudian selesailah sang Habib menawar banyu yang diminta Ma Utuh dan memberikan air tersebut kepadanya sambil berpesan :
 “Wahai Ma Utuh air ini nanti diminum tiga kali sehari semoga penyakit sampian cepat disembuhkan oleh ALLAH SWT”.
 “Ma Utuh aku berpesan kepadamu nanti apabila sampian ada bertemu atau melihat seseorang yang terlihat aneh atau tidak seperti kebiasaan orang banyak maka ajaklah ke rumah dan beri makan dan minum serta pakaian dan peliharalah ia serta mintadoakan kepada untuk kesembuhan penyakit sampian. Hanya itulah yang dapat aku sampaikankepada sampian, semoga sampian bertemu dengan orang tersebut dan penyakit sampian lekas sembuh.” Ujar Habib menambahkan.
            Sesampainya dirumah terpikir oleh Ma Utuh untuk mencari orang yang disebutkan dan di isyaratkan oleh Habib tadi dan ia berusaha mencari orang tersebut.
            Setelah beberapa hari kemudian saat duduk-duduk di teras rumahnya Ma Utuh melihat seorang laki-laki tua sedang berjalan di depan rumahnya sambik mulutnyha komat-kamit seperti ada yang dibacanya, orang tersebut tidak memakai busana sedikitpun namun kulit orang tersebut terlihat sangAt bersih layaknya orang yang baru mandi. Demi melihat orang n tersebut dengan cepat Ma Utuh berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju orang yang ada di depan rumahnya sambil memanggil: “utuh!... utuh!... utuh!...(panggilan orang hulu sungai kepada laki-laki yang tidak dikenalnya) tunggu aku.”teriak Ma Utuh sambil melambaikan tangannya.
            Mendengar ada yang memanggilnya orang yang bertelanjang itupun berhenti. Kemudian Ma Utuh mengajak orang tersebut ke rumahnya  dan orang itupun mau mengikuti ajakan Ma Utuh . setelah masuk orang itu dianggapnya sebagai tamu, diberi makan, minum dan diberi kamar untuk istirahat, namun anehnya orang itu mau menuruti apa-apa yang diperintahkan Ma Utuh. Setelah seharian berada dirumah Ma Utuh orang yang bertelanjang itu diajak berbicara oleh Ma Utuh. Namun orang tersebut sepertinya aga atau gagu (tuna rungu) kurang lancer dalam berbicara, tetapi ia sangat faham dengan apa yang kita ucapkan kepadanya dan kalu diberi pertanyaan kebanyakan dijawabnya hanya dengan anggukan dan gelengan kepala atau senyum-senyum sambil tertawa-tawa.
            “Utuh, aku menderita suatu penyakityang sudah lama ku derita yaitu penyakit abuh (tumor diperut,perut setiap harinya bertambah besar) jadi aki minta tolong kepadamu bagaimana caranya supaya penyakitku ini sembuh.” Kata Ma Utuh seraya memohon dengan sangat.
            Orang yang dihadapannya (Utuh Amut) mendengarkan dengan seksama apa-apa yang dibicarakan oleh Ma Utuh.
            “apabila nanti penyakitku ini sembuh maka engkau akan ku angkat menjadi saudaraku dunia akhirat dan engkau akan kubelikan pakaian yang berwarna serba kuning.” Sambung Ma Utuh lagi.
            Mendengarkan perkataan Ma Utuh yang demikian Utuh Amut tersenyum sambil mengangguk-angguk tanda setuju. Kemudian Utuh Amut mendekati Ma Utuh, setelah berhadapan Utuh Amut memejamkan matanya sambil berdoa untuk kesembuhan Ma Utuh. Setelah seleesai berdoa Utuh Amut mengambil nafas dalam-dalam dan meniupkannya kea rah perut Ma utuh , hal ini dilakukannya sebanyak tiga kali berturut-turut. Setelah selesai Utuh Amut mengisyaratkan kepada Ma Utuh untuk tidur kekamarnya. Dan Ma Utuh menuruti apa yang di isyaratkan oleh Utuh Amut seraya berdoa : “mudah-mudahan penyakitku ini segera sembuh.”
            Seperti biasanya Ma Utuh bangun jam empat subuh dan mengambil air wudhu untuk sholat subuh, betapa terkejutnya ia melihat keadaan perutnya, yang mana tadinya besar  bagaikan orang yang sedang hamil tua sekarang sudah kecil seperti sebelum ia menderita penyakit abuh dan tidak merasakan lagi ada sakit ataupun rasa perih di perutnya sebagaimana sebelumnya tak terasa. Tak terasa ia berucap :
Maha suci ALLAH, Segala puji bagi ALLAH dan tidak ada Tuhan selain ALLAH dan ALLAH Maha Besar, yang apabila ia menghendaki sesuatu terjadi, maka terjadilah”.
            Kemudian dia bergeggas berwudhu dan melanjutkan shalat subuhnya dan diteruskan dengan doa. Setelah itu dia melakukan sujud syukur sebagai tanda terima kasihnya kepada ALLAH TA’ALA atas kesembuhannya yang telah diberikan-Nya kepadanya dan tak lupa pula ia berterima kasih kepada  Utuh Amut yang telah mendoakan kesembuhannya sambil mendoakan Utuh Amut agar ALLAH memberikan keselamatan dan kesejahteraan di dunia maupun diakhirat kelak.
Kemudian Ma utuh memberi tahu kpd Utuh Amut tentang kesembuhan penyakitnya sambil mengucap[kan terima aksih yg tak terhingga kepadanya . utuh Amut hanya senyum-senyum sambil mengangguk-ngangguk seraya ikut bergembira mndengar ucapan Ma Utuh.
            Setelah menyiapkan makanan ala kadarnya untuk Utuh Amut Ma Utuh pergi kepasar untuk membelikan pakaian kuning untuk Utuh amut sebagaimana Nadzarnya. Sesampainya dipasar Ma Utuh menceritakan  semua yang dialaminya ini kepada semua orang yang  ditemuinya terutama pedagang pakaian dimana ia akan membelikan pakaian itu. Mendengar penuturan Ma utuh  pedagang kain tersebut tidak mau dibayari perihal kain hyang ingin dibeli Ma Utuh. Pedagamng tersebut menyedekahkan pakaian tersebut.
Tak lama setelah kejadian tersebut maka gemparlah penduduk kampong Kelayan itu mendengar kesembuhan Ma Utuh yang didoakan dan ditiupi oleh Utuh Amut yg menjadi tamu. Maka berdatanganlah sebahagian penduduk kampong  ke rumah Ma Utuh untuk minta doa atau minta hajatnya didoakan agar dikabulkan ALLAH TA’ALA kepada Utuh amut, setiap harinya rumah Ma Utuh tidak pernah sepi dari para tamu yang datang baik dari dalam maupun luar kampong kejadian ini berjalan lebih dari 2 bulan (akhir tahun 1971). Begitu cepat berita tersebut terdengar sampai ketelinga keluarganya. Maka keluarganya akan menjenguk untuk memastikan apakah benar Utuh Amut yg diberitakan itu adalah keluarganya sekaligus untuk menjemputnya pulang kekampung halaman. Stelah mengadakan musyawarah keluarga, maka berangkatlah saudara tuanya yaitu Jaah dan cucunya Idup ke Kelayan, Banjarmasin untuk memastikan berita tersebut. Sesampainya dkampung Kelayan mereka menuju rumah Ma Utuh  diantar oleh penduduk kampong yg tahu keberadaanya. Setelah bertemu dgn Utuh Amut saudara dan cucunya bersalaman sambil berpelukan karena rindu setelah sekian lama tidak bertemu. Setelah beberapa hari menginap dirumah Ma Utuh Jaauh minta izin untuk membawa Utuh Amut kekampungnyadan tak lupa mengucapkanterima kasih karena telah memelihara saudaranya Utuh Amut dalam beberapa bulan terakhir. Ma Utuh pun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pertolongan Utuh Amut dalam mendoakan kesembuhannya serta mendoakan Utuh Amut agar diberikan balasan berlipat ganda oleh ALLAH SWT.
Mak pulanglah Utuh Amut bersama kakak dan cucunya menumpang kapal motor cinta sempurna menuju desa sungai Durait Babirik. Saat kepulangan inilah hamper seluruh warga penduduk kampong Kelayan berduyun-duyun datang kerumah Ma Utuh untuk melepas kepergian Utuh Amut dengan melambaikan tangan sambil berlinang air matasebagian penduduk kampong terutama Ma Utuh yang tak kuasa menahan tangisnya mengantarkan kepergian Utuh Amut dan keluarganya ketika mereka sudah menaiki kopal motor tersebut seraya berdoa “semoga kalian selamat sampai tujuan”. Utuh Amut dan keluarganya pun melambaikan tanan seraya berucap “selamat tinggal. Semoga kita bertemu kembali”.
Beberapa hari kemudian sampailah Utuh Amut beserta keluarganya dirumahnya desa Sungai Durait babirik yaitu sekitar awal tahun 1972. Dan sejak saat kedatangannya itu Utuh Amut tidak pernah lagi berjalan ataupun berkelana keluar kampungnya sebagaimana kebiasananya dahulu. Namun setiap harinya tidak henti-hentinya orang datang kerumahnya untuk minta doakan ataupun berbagai hajat lainnya baik dari sekitar kampungnya ataupun dari luar kampungnnya dan dari luar daerah Kalimantan Selatan seperti Palangkaraya, Sampit, Kapuas, Samarinda, Muara Teweh dan daerah-daerah lainnya.
Dan adapun yang penulis tulis kali ini adalah keramat Utuh Amut lainnya seperti :
1.      Saat Utuh Amut dalam kandungan pernah ibunya menemui keanehan, yaitu pada saat ibunya berjalan kerumah tetangga untuk suatu keperluan. Pada saat perjalanan pulang kembalinya kerumah hujan turun dengan lebatnya disertai angin sangat kencang, namun saat itu air hujan tidak mengenai tubuh ibunya sampai ibunya masuk kerumah. Padahal jarak dari saat kehujanan sampai kerumahnya sekitar 300-400 meter

2.      Pada saat disunat/khitan ia tidak mersa sakit. Bahkan ketika selesai disunat ia langsung bermain air dgn bermandi-mandian disekitar rumahnya yang terletak ditengah sawah.

3.      Pada tahun 1965  ketika ia berjalan disekitar kampung  ia digigit ular dikaki kanannya, namun gigitan tersebut tidak membahayakannya. Hanya dengan mengobati disertai olesan kucur kinang gigitan ular berbisa tersebut menjadi tawar dan baik kembali. Ular berbisa tersebut ditangkap dan dilepaskannya kesungai.

4.      Tersebut cerita pada masa penjajahan belanda pada saat itu musim kemarau, ada sebuah mobil belanda yang ingin lewat menyebrang diatas jembatan sungai durait, namun ketika baru sampai kurang lebih 2 meter diatas jembatan mesin mobil tersebut mati seketika dan tidak mau hidup, setelah dicoba diperbaiki dan dihidupkan kembali mobil tersebut tetap tidak mau hidup padahal mobil tersebut  sepertinya tidak ada kerusakan. Kemudian ada salah seorang penumpang yang melihat kebawah jembatan ternyata ada seseorang yang sedang tidur dengan pulas.. kemudian mereka memberitahu hal tersebut kepada teman yang lainnya. Maka mereka turun untuk memeriksa kebawah jembatan ternyata yang tidur tersebut adalah Kai Utuh Amut. Kemudian mereka mencoba membangunkannya dan Kai Utuh Amut pun bangun. Setelah itu mereka mencoba menghidupkan mesin mobil mereka lagi dan ternyata dapat dihidupkan serta dapat melewati jembatan tersebut untuk meneruskan perjalanan.

5.      Pedagang yang jika barang dagangannya diminta oleh Kai Utuh Amut dikasihkan kepadanya, barang dagangannya akan cepat laku,sebaliknya barang dagangan yang dimintanya tidak diberi maka dagangannya hamper tidak mau laku.

Mungkin hanya itu saja yang penulis dapat tulis dari salinan buku MANAQIB UTUH AMUT kali ini, apabila ada salah khilaf mohon dimaafkan dan kalau ada ketidak puasan dari pembaca atau ada yang ingin ditanyakan atau meminta postingan kisah-kisah para Wali Insya ALLAH penulis akan carikan.Terima kasih sudah mau singgah di blog kami,semoga bermanfaat dan memotivasi kita dalam beribadah kepada ALLAH.sekali lagi kami ucapkan TERIMA KASIH

Diposkan oleh Rosma Riadi
http://muslimktb.blogspot.com/2012/12/kai-utuh-amut.html

Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi

Ustadz Taha as-Suhaimi ialah keturunan langsung Nabi s.a.w. yang dicintai melalui keluarga basyaiban satu gelaran yang terkemuka Bani 'Alawi dari Hadramaut. Beliau dilahirkan pada Khamis, pada 27 Julai 1916 M / 26 Ramadhan 1334 H.

Beliau menerima pendidikan awal di Lembaga Raffles di Singapura dan kemudian di Kuliyah al-'Attas di Johor, Malaysia, yang ayahnya, Syeikh Muhammad Fadhlullah yang alim dan arif dalam syariat, yang mendirikan dan bertindak seperti Dekan.

Setelah lulus dari kolej, beliau melanjutkan pelajaran di Universiti Al-Azhar, Mesir untuk belajar lebih lanjut. Ketika di Mesir, beliau mengunjungi makam Syeikh Ahmad Badawi di Tanta. Di sana, beliau menerima instruksi yang jelas untuk mencari ilmu. Kerana pengalaman itu, beliau belajar di Mesir untuk jangka waktu sekitar 8 tahun sebelum pulang kembali ke Singapura, diisi dengan berbagai pengetahuan tentang ilmu agama yang difahami orang banyak dan tanpa sertifikasi apapun.

Ustadz Taha as-Suhaimi segera menemukan bahawa datuknya, Syeikh Muhammad Ibnu 'Abdullah as-Suhaimi, wali Allah yang besar, mendirikan sebuah tariqat dengan bacaan al-Aurad al-Muhammadiyah adalah amalan utama. Beliau kemudian dilanjutkan belajar di Klang, Malaysia, di mana pamannya, Syeikh Muhammad Khairullah, juga pernah membimbing para murid di tariqat ini.

Beliau menerima pelatihan rohani dari pamannya di Klang di mana dia memasuki uzlah untuk jangka waktu sekitar 6 bulan. Setelah mencapai ijazah di mana beliau diberikan izin untuk membimbing orang-orang dan terhadap tariqat ini, dia kembali ke Singapura dan diangkat sebagai dosen di Ngee Ann College dan presiden pertama dari Shari'ah Court.

Beliau telah memainkan peranan dalam mempertahankan Madrasah Al-Ma'arif Al-Islamiah, melalui perusahaan perjalanannya. Beberapa keuntungan dari perusahaan tersebut telah disalurkan kepada Madrasah dari dana. Beliau juga yang menyumbangkan keuntungan dari buku ke Madrasah. Selain itu kegiatan di Madrasah itu, beliau juga aktif di Masjid Ma'rof. Beliau juga disiapkan untuk skrip program agama di Radio Singapura, dan mengajar mata pelajaran agama di rumahnya. Beliau dikenal sebagai Syeikh tariqat dan seni beladiri eksponen. Di antara buku-bukunya ialah:

1) Hakikat Syirik
2) Haji dan Umrah
3) Tauhid
4) Qadha 'dan Qadar
5) Kitab »Iman
6) Kitab Puasa
7) Bukti-bukti Kebenaran Al-Quran
8) Apakah Alkitab telah diubah
9) Muhammad Foretold Sebelumnya dalam Kitab Suci.

Selama tahun 1960, beliau dikenal masyarakat Muslim di Singapura bahawa Tariqat Al-Muhammadiyah memiliki bentuk yang dikenal sebagai seni beladiri pencak silat Sunda yang berafiliasi dengannya. Selama huru-hara di Singapura, Ustaz Taha dihadapi mendadak peningkatan jumlah murid yang mencari perlindungan dari kekerasan yang sampai detik hitam dalam sejarah Singapura. Perlindungan yang diberikan oleh Allah melalui cara ini adalah seni beladiri yang efektif sehingga jumlah murid mencapai puluhan ribu.

Kini, Pemerintah Singapura yang dibutuhkan pendaftaran lisensi untuk setiap persatuan yang mencakup seni beladiri sebagai latihan. Kerana ini, Ustaz Taha mendirikan Persatuan Singapura Islam dan Pencak Silat yang dikenal sebagai PERIPENSIS, yang lokasinya dekat dengan Madrasah Al-Ma'arif di Ipoh Lane.

Di Singapura, Ustadz Taha yang terkenal untuk sangat aktif menjadi pendebat ketika membahaskan tasauf dan agama Kristian. Beliau bahkan menulis beberapa buku dalam bahasa Inggeris yang berkaitan dengan agama Kristian, yang mana usahanya itu sama dengan usaha dan jasa Ahmad Deedat. Kerana itu keluasan pemahaman beliau tentang berbagai ilmu agama, keberanian, kearifan dan menguasai bahasa Inggeris dan Bahasa Arab, beliau selalu mudah menyelesaikan masalah seperti Tawassul dan Tabarruk. Para sufi lainnya di Singapura bahkan mendekati beliau untuk mempertahankan kepercayaan mereka ketika mereka menghadapi tuduhan bidaah dari antara ulama tertentu dari masyarakat Muslim Singapura.

Ustadz Taha akan selalu diingat sebagai mualim utama dari Tariqat Al-Muhammadiyah. Beliau akan selalu diingat sebagai insan yang sangat percaya bahawa adalah mustahil bagi umat Islam untuk berbohong. Diamati dengan teliti semua pidatonya dan aktivitinya itu dalam harmoni dengan sunnah kita tercinta Nabi Muhammad s.a.w.. Beliau tinggal dalam satu kehidupan sederhana dan walaupun ia benar-benar kaya. Kekayaan beliau itu disedekahkan ke Madrasah Al-Ma'arif, PERIPENSIS dan orang-orang yang dianggap miskin. Beliau makan sehari-hari sangat sedikit dan pakaiannya hanya terdiri dari dua helai. Ada masanya beliau sendirian di malam hari. Selama pelajaran, beliau akan, hampir selalu, menjelaskan konsep-konsep agama tertentu dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan sebaliknya. Beliau akan menerangkan kepada siswa yang kadang-kadang sulit untuk memahami beberapa konsep dan praktik agama.

Tidak ada keraguan bahwa ayahnya dan dirinya bermain peranan yang sangat penting dalam membangun dan memperkuat dari Komuniti Muslim di Singapura.

Beliau meninggal pada Selasa, 8 Jun 1999 / 23 Safar 1420, pada usia 83 tahun. Semoga Allah memberkati beliau dan memberi jiwa kita manfaat dari ilmu pengetahuan, cahaya dan rahsia beliau. Amin.

Diterjemahkan dari:
http://heliconia.wordpress.com/2007/01/28/ustaz-sayid-taha-suh
http://zulfanioey.blogspot.com/2012/06/ustadz-taha-suhaimi-cucu-syeikh.html

TURBAH ZANBAL - TARIM HADROMAUT (YAMAN)

Zanbal adalah nama sebuah pemakaman yang berada di Kota Tarim Hadromaut, pemakaman ini terletak di bagian utara pusat Kota Tarim dan berbatasan dengan daerah Aidid.

Penghuni pemakaman ini sebagian besar adalah keluarga Bani ‘Alawi yang merupakan keturunan Baginda Rosulullah Saw. dan semuanya berpangkat Wali Quthub. Lebih dari 10.000 ribu Auliya Allah SWT yang berada di pemakaman Turbah Zanbal ini. Diantaranya : Datuknya Para Ba’alawi yaitu AL Ustadz Al A’zhom Al Faqih Muqoddam Muhammad bin’Ali Ba’alawi, Al Quthub Al Habib ‘Abdullah Ba ’Alawi, Al Quthub Al Faqih Muqoddam Tsani Assyeikh Al Habib ‘Abdurrohman Asseggaf bin Muhammad Mauladdawilah, Al Quthub Al Habib ‘Abdullah bin Abu Bakar As Sakron, Al Imam Al Quthub Al Habib ‘Umar Muhdhor, Al Imam Quthubil Irsyad Wa Ghoutsil ‘Ibad Wal Bilad Al Habib ‘Abdullah bin ‘Alawy bin Muhammad Al Haddad, Al Habib ‘Alwi bin Al Faqih Muqoddam, Al Quthub Al Habib ‘Ali bin Muhammad Shohib Mirbath, Al Quthub Al Habib ‘Ali bin Abu Bakar As Sakron, Al Imam ‘Ali bin ‘Alwi Khola’ Qosam dan masih banyak lagi Auliya Allah SWT lainnya.

Berkata Syeikh Ahmad bin Muhammad Baharmi : “Saya melihat Sayyidina Abu Bakar As Siddiq dan Sayyidina ‘Umar bin Khottab Rodhiallahu ‘Anhu dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah ke Yaman maka yang pertama kali diziarahi ialah Al Faqih Al Muqoddam Muhammad bin ‘Ali Ba’alawi, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki”.

Berkata lagi sebagian para Sa’adah Ba’alawi : “Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada Al Faqih Al Muqoddam Muhammad bin ‘Ali Ba’alawi, maka batal lah ziarahnya”.

Semoga kita semua diberi limpahan rezeki , kesehatan, taufiq dan hidayah oleh Allah SWT agar dapat berziarah kepada Auliya Allah SWT yang berada dimana saja. Khususnya lagi dapat berziarah kepada Baginda Rosulullah Saw
keterangan foto: "Pemakaman Zanbal di Tarim Hadromaut (Yaman)"


Tuanku Imam Bonjol (1772 – 1864)

Ulama , Pemimpin dan Pejuang  yang  Gigih Membela Aqidah Islam 
Adalah Muhammad Shahab, yang lahir di Bonjol pada tahun 1772. Dia adalah putra dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Sayyid Khatib Bayanuddin, adalah seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota.Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif , Malin Basa , dan Tuanku Imam . Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
     Dia dibesarkan dalam keluarga yang memegang tradisi Minang. Saat muda, Muhammad Shahab sudah mempelajari ilmu agama dari orangtuanya yang merupakan ulama setempat. Beliau memperoleh ilmu agama dari pesantren-pesantren dan berguru pada ulama ternama di Sumatera. Beliau juga mendalami tasawuf, ilmu fiqih, studi Alquran, dan Dalil. Sembari belajar agama, Muhammad Shahab rutin mengadakan pengajian dan menjadi pembicara bagi masyarakat setempat.
      Tuanku Imam Bonjol,  wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang gigih berperang melawan Belanda dalam perang yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838.
Riwayat  Perang Padri
1. Perang Antara Golongan Ulama (Padri) melawan Golongan Adat
      Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan pemimpin ulama di kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalankan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasullullah shalallahu 'alaihi wasallam.            .
     Kaum adat adalah golongan yang masih memegang teguh tradisi-tradisi lama yang bertolak belakang dengan ajaran Agama Islam seperti bid'ah, sabung ayam, judi, minuman keras, dll. Dalam hal ini kaum adat dipimpin oleh Yang Dipertuan Pagaruyung.
    Timbulnya perang antara ulama dengan masyarakat adat dimulai ketika salah satu pemimpin ulama yang tergabung dalam Harimau Nan salapan, meminta tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Agung Sultan Arifin Muningsyah Kerajaan Paruyung,  beserta kaum adat untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan Islam. Permintaan ini akhirnya diadakan beberapa negosiasi, tapi perkembangannya tidak ada kesepakatan dalam negosiasi tersebut.
    Beberapa nagari dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak dan akhirnya para ulama (Paderi) menyerang Pagaruyung pada tahun 1815 dan pecahlah pertempuran yang mengakibatkan mengungsinya Sultan Arifin Muningsyah ke ibu kota kerajaan Lubuk Jambi.
2.Perang Antara Golongan Ulama melawan Gabungan Kelompok Adat & Belanda
     Kekalahan yang dialami oleh kaum Adat, memaksa mereka meminta bantuan kepada Belanda.Tanggal 21 Februari 1821, kaum adat secara resmi bekerjasama dan mengadakan perjanjian dengan Belanda di Padang, sebagai kompensasi bantuan Belanda, Kerajaan Pagaruyung memberikan hak akses dan penguasaan di wilayah Darek. Dalam perjanjian ini dihadiri juga oleh keluarga kerajaan Pagaruyung oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar.
    Keikutsertaan Belanda dalam perang paderi ditandai dengan penyerangan simawang dan sulit air bawah tim kapten Goffinet dan kapten Dienema atas perintah Residen James du Puy di Padang pada tanggal 1821.
     Gigihnya perlawanan yang dilakukan Imam bonjol menipisnya kekuatan Belanda di Sumatera dan juga adanya peperangan di daerah lain seperti Perang Diponegoro, memaksa Belanda untuk mengadakan perjanjian perdamaian dengan kaum ulama, perjanjian itu dinamakan Perjanjian Masang tahun 1824. Tapi perjanjian itu rupanya hanya siasat Belanda sendiri dan akhirnya dilanggar sendiri setelah berakhirnya perang Pangeran Diponegoro.
3.Perang Antara Gabungan Kelompok Ulama & Adat melawan Belanda
     Melihat kelicikan Kolonial Belanda yang melanggar perjanjian Masang, dan kaum Adat merasa telah dirugikan oleh Belanda yang “bermuka-dua” tersebut , maka timbullah kesadaran berdamai dari pihak pribumi. Sebab perang saudara yang telah berlangsung selama 18 tahun itu sudah menyengsarakan rakyat Minang.Kesadaran akan perjuangan bersama mengusir belanda ini ditandai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama , Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an)
Dengan pasukan kekuatan penuh, dari beberapa catatan sejarah kekuatan Belanda saat itu berjumlah 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenep, Madura). Dengan pemimpin tim seperti; Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz. dan seterusnya, tetapi juga ada nama-namaInlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Inlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero. Belanda menyerang pertahanan ulama di benteng Bonjol dari berbagai jurusan selama kurang lebih enam bulan (20 Juli 1837).
     Belanda terus menerus mendatangkan tambahan kekuatan dari Batavia, pada tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1sergeant , 4 korporaals dan 112 flankeurs . Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka juga disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.
Berakhirnya  Perang Padri
     Dengan datangnya tambahan kekuatan dari pihak Belanda mengakibatkan jatuhnya benteng Bonjol ke tangan Belanda. Akan tetapi pemimpin dan pejuang Paderi berlari ke hutan dan tidak sudi untuk menyerahkan diri.
    Untuk menangkap Imam Bonjol, Belanda menggunakan akal licik yaitu menjebak dengan cara mengundang Imam Bonjol ke Palupuh pada bulan oktober 1837 untuk berkonsultasi mengakhiri perang. Tapi tiba-tiba ditempat itu dikepung dan Imam Bonjol di asingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke lotak, Minahasa, Manado, sekaligus tempat akhir hayat Tuanku Imam Bonjol. Beliau dimakamkan ditempat pengasingan pada tanggal 8 November 1864.
(“Semoga Allah SWT Melimpahkan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada Tuanku Imam Bonjol...Amiiin..ya..Robbal’Alamiin.”)



TOK KU TUAN PALOH ( SAYYID ABDURRAHMAN BIN MUHAMMAD ALAYDRUS )

DALAM halaman Agama Utusan Malaysia , nama Tok Ku Paloh ada disebutkan. Peranan penting ayah beliau, Saiyid Muhammad bin Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar di Terengganu, dilanjutkan pula oleh Tok Ku Paloh.

Beberapa riwayat tulisan yang terdahulu daripada ini, termasuk percakapan lisan, ada memperkatakan tentang sumbangan tersebut. Bagaimanapun, saya menemui beberapa dokumen yang menunjukkan Tok Ku Paloh bukan berpengaruh di Terengganu saja, tetapi juga di Patani.

Hubungan beliau sangat erat dengan Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani, iaitu Kadi Jambu. Walau bagaimanapun, Haji Wan Ismail al-Fathani (lahir 2 Jamadilawal 1304 H/27 Januari 1887 M) dari segi perbandingan umur adalah peringkat cucu kepada Tok Ku Paloh (lahir 1233 H/1818 M).
Tahun lahir Tok Ku Paloh itu sama dengan tahun lahir Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani (lahir 1233 H/1817 M). Beliau ini ialah datuk kepada Haji Wan Ismail al-Fathani. Hubungan antara Haji Wan Ismail al-Fathani, Kadi Jambu, dengan Tok Ku Paloh hanyalah kesinambungan hubungan yang terjalin sejak zaman datuknya itu, dan meneruskan hubungan antara Tok Ku Paloh dengan ayah beliau, iaitu Syeikh Ahmad al-Fathani.

Darah perjuangan Tok Ku Paloh dalam memperjuangkan Islam dan bangsa Melayu tidak dapat dinafikan mempunyai kesan tersendiri dalam tubuh Syeikh Ahmad al-Fathani. Isu kemaslahatan Islam dan bangsa Melayu yang menghadapi pelbagai masalah penjajah pada zaman itu perlu dilihat dalam konteks hubungan antara Syeikh Ahmad al-Fathani, Tok Ku Paloh dan Sultan Zainal Abidin III, Terengganu.

Tok Ku Paloh dirahmati berumur panjang. Beliau meninggal dunia pada bulan Zulhijjah 1335 H/September 1917 M. Bererti ketika meninggal dunia Tok Ku Paloh berusia sekitar 102 tahun menurut perhitungan tahun hijrah atau 100 tahun menurut tahun masihi.

Nama penuh beliau ialah Saiyid Abdur Rahman bin Saiyid Muhammad bin Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus. Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus mempunyai beberapa nama gelaran, yang paling popular ialah Tok Ku Paloh. Gelaran lain ialah Engku Saiyid Paloh, Engku Cik, Tuan Cik dan Syaikh al-Islam Terengganu. Tok Ku Paloh mempunyai beberapa orang adik-beradik. Ada yang seibu sebapa dan ada juga yang berlainan ibu. Adik-beradik kandung Tok Ku Paloh ialah Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus yang digelar dengan Engku Saiyid Seri Perdana, Saiyid Ahmad al-Aidrus digelar Tok Ku Tuan Ngah Seberang Baruh dan Saiyid Mustafa al-Aidrus yang digelar Tok Ku Tuan Dalam.

Beliau ialah seorang ulama dan Ahli Majlis Mesyuarat Negeri semasa pemerintahan Sultan Zainal Abidin III. Adik-beradiknya selain yang disebut itu ialah Tuan Embung Abu Bakar atau digelar dengan nama Tuan Embung Solok atau Tok Ku Tuan Kecik, Tuan Nik (Senik). Antara nama-nama tersebut, ramai yang memegang peranan penting dalam Kerajaan Terengganu tetapi nama yang paling masyhur ialah Tok Ku Paloh.

Pendidikan

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus atau Tok Ku Paloh berketurunan ‘Saiyid’. Oleh itu sudah menjadi tradisi keturunan itu untuk lebih mengutamakan usaha mempelajari ilmu-ilmu daripada orang yang terdekat dengan mereka. Ayah beliau, Saiyid Muhammad al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar, pula merupakan seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam urusan Islam di Terengganu. Dapat dipastikan Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus telah belajar pelbagai bidang ilmu daripada orang tuanya sendiri.

Hampir semua orang yang menjadi ulama di Terengganu pada zaman itu memperoleh ilmu melalui jalur daripada ulama-ulama yang berasal dari Patani. Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus, selain belajar daripada ayahnya, juga berguru dengan Syeikh Wan Abdullah bin Muhammad Amin al-Fathani atau Tok Syeikh Duyung (lihat Utusan Malaysia, Isnin, 6 Mac 2006).

Saiyid Muhammad al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar dan Tok Syeikh Duyung bersahabat baik dan sama-sama belajar daripada Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani di Bukit Bayas, Terengganu. Mereka juga sama-sama belajar dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani di Mekah.

Dalam artikel ini saya terpaksa menjawab satu e-mel dari Brunei Darussalam yang bertanyakan apakah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani berketurunan Nabi Muhammad s.a.w.? Sepanjang dokumen yang ditemui ada tulisan meletakkan nama ‘Wan’ pada awal nama beliau. Ada saudara pupu saya di Mekah memberi maklumat bahawa beliau menemui satu catatan Syeikh Ismail al-Fathani (Pak De ‘El al-Fathani) bahawa ulama Patani itu juga berketurunan marga ‘al-Aidrus’.

Sejak dulu saya mengetahui ada catatan lain menyebut hal yang sama bahawa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani di Bukit Bayas, Terengganu juga termasuk marga ‘al-Aidrus’. Dengan keterangan ini bererti antara ulama Patani dengan ulama Terengganu yang diriwayatkan ini selain ada hubungan keilmuan mereka juga ada perhubungan nasab.

Perjuangan

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus (Tok Ku Paloh) melanjutkan pelajarannya di Mekah. Di sana beliau bersahabat dengan Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani, Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani, Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Nik Mat Kecik al-Fathani (kelahiran Sungai Duyung Kecil, Terengganu) dan ramai lagi. Antara orang yang menjadi guru mereka di Mekah ialah Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki.

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus setelah pulang dari Mekah memusatkan aktivitinya di Kampung Paloh, Terengganu. Menurut Muhammad Abu Bakar, Kampung Paloh didatangi orang daripada pelbagai jurusan, bukan saja dari sekitar Kuala Terengganu, tetapi juga dari Kelantan, Pahang dan Patani (Ulama Terengganu, hlm. 181). Diriwayatkan bahawa salah seorang murid Tok Ku Paloh ialah Sultan Zainal Abidin III. Riwayat lain pula mengatakan antara muridnya yang terkenal dan menjadi pejuang antipenjajah ialah Haji Abdur Rahman Limbung dan Tok Janggut.

Tok Ku Paloh ialah ulama yang tidak takut menanggung risiko tinggi dalam perjuangan demi mempertahankan Islam dan bangsa Melayu. Beliau melindungi pejuang-pejuang Islam dan Melayu yang bermusuh dengan penjajah Inggeris pada zaman itu. Semangat jihadnya sungguh indah, menarik dan ada hembusan segar seperti yang diriwayatkan oleh Muhammad Abu Bakar.

Katanya: “Dalam Perang Pahang, penentang-penentang British yang dipimpin oleh Datuk Bahaman, Tok Gajah dan Mat Kilau hampir-hampir menyerah diri setelah mengalami tekanan daripada kerajaan.
“ Pada Mei 1894, mereka menghubungi Tok Ku Paloh, dan mendapat simpati daripada ulama tersebut. Ini bukan sahaja memberi nafas baru kepada perjuangan mereka, tetapi mereka juga diberi perlindungan di Paloh serta diajar ilmu untuk menentang musuh mereka di Pahang. Hugh Clifford dalam pemerhatiannya mengatakan Tok Ku Paloh telah menyeru pahlawan-pahlawan itu melancarkan perang jihad.
“Hasil semangat baru yang diperoleh daripada Tok Ku Paloh, serta penambahan kekuatan, pasukan pahlawan menjadi lebih besar dan tersusun.” (Ulama Terengganu, hlm. 184)

Daripada riwayat ini, kita dapat mengambil iktibar berdasarkan peristiwa dunia terkini bahawa ramai tokoh Islam menjadi pejuang Islam dan bangsanya, dan ramai pula yang menjadi pengkhianat. Afghanistan, Iraq, Palestin dan Lebanon menjadi sasaran bom yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa bukan Islam. Ada ramai pejuang Islam di sana. Pengkhianat pun banyak. Bangsa kita, bangsa Melayu yang beragama Islam, patut mencontohi perjuangan bijak Tok Ku Paloh. Janganlah ada manusia Melayu yang khianat terhadap agama Islam dan bangsanya.

Tok Ku Paloh sangat berpengaruh terhadap murid dan saudara ipar beliau iaitu Sultan Zainal Abidin III. Beberapa pandangan dan nasihat Tok Ku Paloh kepada Sultan Zainal Abidin III tentang pentadbiran kerajaan banyak persamaan dengan surat-surat dan puisi Syeikh Ahmad al-Fathani kepada Sultan Terengganu itu. Semasa Tok Ku Paloh dan Sultan Zainal Abidin III masih hidup, Inggeris tidak berhasil mencampuri pentadbiran negeri Terengganu.

Tok Ku Paloh wafat pada bulan Zulhijjah 1335 H/September 1917 M dan Sultan Zainal Abidin III mangkat pada 22 Safar 1337 H/26 November 1918 M. Sesudah itu, tepat pada 24 Mei 1919 M barulah Inggeris dapat mencampuri kerajaan Terengganu.

Penulisan

Ahli sejarah, Datuk Misbaha ada menyebut bahawa risalah ‘Uqud ad-Durratain adalah karya Tok Ku Tuan Besar, berdasarkan cetakan tahun 1950 oleh ahli-ahli Al-Khair dan cetakan pada tahun 1978 oleh Yayasan Islam Terengganu (Pesaka, hlm. 91). Tetapi pada cetakan yang jauh lebih awal berupa selembaran dalam ukuran besar yang diberi judul Dhiya’ ‘Uqud ad-Durratain, ia merupakan karya Tok Ku Paloh. Tertulis pada cetakan itu, “Telah mengeluar dan mengecapkan terjemah ini oleh kita as-Saiyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Zain bin Husein bin Mustafa al-Aidrus….”

Di bawah doa dalam risalah itu dinyatakan kalimat, “Tiada dibenarkan sekali-kali siapa-siapa mengecapkan terjemah ini melainkan dengan izin Muallifnya dan Multazimnya Ismail Fathani. Tercap kepada 22 Ramadan sanah 1335 (bersamaan dengan 11 Julai 1917 M).”

Yang dimaksudkan Ismail Fathani pada kalimat ini ialah Kadi Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani. Risalah cetakan ini saya terima daripada salah seorang murid Haji Wan Ismail Fathani.
Beliau menjelaskan bahawa risalah itu diajarkan di Jambu, Patani secara hafalan. Orang yang menyerahkan risalah itu bernama Nik Wan Halimah yang berusia lebih kurang 78 tahun (Oktober 2000). Ketika beliau menyerahkan risalah itu kepada saya, beliau masih hafal apa yang termaktub dalam risalah itu.
Kemuncak penulisan Tok Ku Paloh yang sering diperkatakan orang ialah kitab yang diberi judul Ma’arij al-Lahfan. Sungguhpun kitab ini sangat terkenal dalam kalangan masyarakat sufi sekitar Terengganu, Kelantan dan Pahang namun ia belum dijumpai dalam bentuk cetakan.

Saya hanya sempat membaca tiga buah salinan manuskrip kitab itu. Ilmu yang terkandung di dalamnya adalah mengenai tasawuf.

Sebagaimana telah disebutkan, Tok Ku Paloh ialah seorang pejuang Islam dan bangsa. Beliau ialah penganut Thariqat Naqsyabandiyah.

Antara anak Tokku Paloh ialah Saiyid Aqil bin Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus. Beliau inilah yang bertanggungjawab mentashhih dan menerbitkan kitab nazam Kanz al-Ula karya datuknya, Tok Ku Tuan Besar, terbitan Mathba’ah al-Ahliyah Terengganu, 1347 H.

Salasilah Tok Ku Paloh

SALASILAH AL IDRUSI

1 Sayyiduna Muhammad saw

2 Fatimah al-Zahra’

3 Imam Husain

4Imam Ali Zainal Abidin

4 Imam Ahmad al-Baqir

5 Imam Ja’afar al-Sadiq

6 Ali Arawdi

7 Muhammad al-Naqib

8 Isa

9 Ahmad al-Muhajir

10 Syeikh Abdullah

11 Syeikh al-’Alawi

12 Muhammad

13 Ali

14 Ali Khala’ Qasam

15 Muhammad Sahibul Mirbad

16 Muhammad Faqih Muqaddam

17 Alwi

18 Ali

19 Syed Muhammad Maula Dawilah

20 Qutubuzzaman Muhammad Abdul Rahman al-Saqaf

21 Qutubul Irfan Abu Bakr al-Sakran

22 Qutubus Syumus Abdullah al-Idrus

23 Qutubul Irsyad Abdullah al-Haddad

24 Ali Zainal Abidin

25 Syeikh Mustafa

26Zainal Abidin

27 Syed Muhammad

28 Syed Muhammad Zainal Abidin

29 Qutubuzzaman Syed Abdul Rahman al-Idrus (Tukku)

http://jalanakhirat.wordpress.com/2010/03/05/tok-ku-paloh-al-aidrus/

TOK KENALI

Ulama kelantan yg bertaraf WALI ALLAH

Beliau ialah Haji Muhammad Yusuf bin Ahmad al-Kalantani, lahir pada 1287 H/1871M. Ulamak & Wali Besar Negeri Kelantan. Di kenali diperingkat awal dengan panggilan Awang Kenali oleh gurunya Syeikh Ahmad bin Mustafa bin Muhammad Zain al-Fathani.Pada tahun 1969 ke Makkah utk belajar.


Beliau seorang yang warak hatta tidak mempunyai pakaian lebih dari sehelai, tidak memiliki wang, tiada siapa yang mengetahui beliau makan ataupun tidak samada siang ataupun malam. Seorang yang dianggap aneh. Beliau tidak membawa kitab sebagaimana orang lain dlm majlis ilmu.


Tetapi memiliki ingatan yang begitu kuat. Beliau duduk dalam halaqah ilmiyyah dengan memejamkan mata. Sehingga orang menyangka beliau tidur. Hampir semua murid Tok Kenali meriwayatkan bahawa orang yang pernah belajar dengan Tok Kenali semuanya mendapat kedudukan dalam ilmu dan masyarakat. Antaranya ialah Syeikh Idris al-Marbawi,Syeikh Utsman Jalaluddin Penanti, Tuan Guru Hj Abdullah Tahir Bunut Payung dan ramai lagi dikalangan ulamak.


Beliau aktif menulis. Antara karyanya: Risalatud Durril Mantsurterjemahan dan penjelasan Fadhilat Burdah Bushiri, Madkhal Kamil fi 'Ilmis Sharfi, Mulhiq li Miftahit Ta'allum fi I'rabi Matnil Ajrumiyah wal Amtsilah 'ala Ratbih.


Terlibat dlm menyelesaikan pertikaian antara Syeikh Yusuf al-Nabhani dengan Muhammad Abduh (pemimpin Kaum Muda Mesir)Para alim ulamak, asatizah dan orang ramai menyembahyangkan jenazahnya di hari kewafatan beliau pada hari Ahad, 2 Syaaban 1352 H/19 November 1933 M. Jenazahnya ditalkinkan oleh Tuan Guru Hj Mohammad Nor bekas Mufti Kelantan.

Sumber: http://shafiqnaina.blogspot.com
Diposkan oleh KI BAYU SEJATI