Rabu, 08 Januari 2014

Kisah Al Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih bertemu dengan Nabiyullah Khidir

as-sayyid al-walid habibana Hasan bin ja’far assegaf,dan bliau sendiri yg mengalaminya.
suatu ketika,semasa habib Hasan di pesantren darul hadist malang, beliau dipanggil oleh gurunya untuk membuat teh 2 gelas,lalu habib Hasan bingung berfikir dalam hati beliau, kan ga ada tamu kok minta bikin 2 gelas teh…
krena printah guru bsar,beliau turuti….

Singkat cerita jadilah teh itu dibawa kehadapan guru beliau Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih. lalu habib Hasan berfikir,klo teh itu untuk beliau berdua. Ternyata Habib Hasan disuruh keluar,ya Hasan ente boleh keluar (perkataan Habib Abdullah Bil Faqih).
lalu Habib Hasan keluar,dari kejauhan Habib menunggu tamu siapa yg akan datang. Dan lalu tiba-tiba datang tukang siomay berpakaian compang camping dengan mengenakan handuk kcil dilehernya, lalu tukang siomay itu diciumi kening dan pipinya oleh gurunya Habib Hasan. Dan tekang siomay itu memegang jenggot gurunya, dalam hati Habib Hasan bertanya-tanya siapa dia lancang sekali tidak lama kemudian, karena Habib Hasan perutnya sakit beliau menuju belakang (kamar mandi), tidak selang lama panggilan adzan datang. Lalu Habib Hasan buru-buru menuju masjid, dan ketika sebelum sampai masjid bertemu guru beliau al Habib Abdullah bin Abdulqadir bin Ahmad Bil Faqih lalu beliau bercakap-cakap dengan Habib Hasan,

“ya Hasan kmana td ente”, dg polosnya beliau jawab
“ane ke belakang bib sakit perut”,

lalu guru bliau bilang lagi,

“coba tadi ente sabar sebentar menunggu ane,ane ajak salaman ma beliau”

Habib Hasan kaget dan berkata, “kan cuma tukang siomay ya Habib”. lalu guru beliau berkata

“enak aje ente,ente liat pake kaca mata gag.itu nabi yaallah khidir yg bertamu ama ane,klo bliau pake gamis n imamah rapih,org2 pada mau salaman”

subhanallah,ini terjadi waktu tahun 80an

http://pondokhabib.wordpress.com/2010/12/06/kisah-al-habib-abdullah-bin-abdulqadir-bil-faqih-bertemu-dengan-nabiyullah-khidir/

KH.MAKSUM JAUHARI (GUS MAKSUM SANG PENDEKAR)

Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944, salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH Manaf Abdul Karim. Semasa kecil ia belajar kepada orang tuanya KH Abdullah Jauhari di Kanigoro. Ia menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957) lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya, ia lebih senang mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan dan kejadukan .
Keistimewaan sejak kecil

Keistimewaan-keistimewaan Gus Maksum sudah tampak sejak kecil.pada waktu itu Gus Maksum kecil mampu melompat melayang dari satu tiang ketiang yang lainnya di masjid Kanigoro,ia juga mampu berputar cepat diatas piring tanpa pecah laksana Gangsing,padahal waktu itu ia belum mahir ilmu silat.
Gus Maksum kecil juga pernah melempar seekor kuda seperti melempar sandal.padahal waktu itu bobot angkatan beliau tidak lebih dari 20 Kg.

Dimasa remaja Gus Maksum pernah membantu salah seorang familinya untuk memasang lembu bajakannya.ketika hendak memasang tiba-tiba lembu itu mengamuk dan dengan cepat dan kuat menerjang kearah dada Gus Maksum.dengan reflex  beliau menangkis dan berbalik menerkam,dan apa yang terjadi membuat semua orang yang melihatnya heran karena lembu itu terpelanting beberapa meter jauhnya,menanggapi kejadian tersebut Gus Maksum hanya berkata semua hanyalah kebetulan saja dan berkat pertolongan Allah SWT.

Rambut tidak mempan dipotong / Kyai Gondrong

Penampilan Gus Maksum dengan rambut gondrongnya bukan sekedar gaya atau hobi semata.Tetapi Rambut Gondrongnya itu merupakan sebuah ijazah yang didapat dari guru beliau yaitu Habib Baharun Mrican Kediri,hasil dari pengamalan itu sering terjadi keanehan keanehan terkait dengan rambut beliau ini,seperti rambut beliau bisa berdiri,bisa mengeluarkan api,serta tidak mempan dipotong.

Bukti daripada itu adalah,pada decade 1970-an beliau pernah terjaring razia rambut panjang.namun terjadi keanehan,setiap kali aparat  menggunting rambutnya,rambut itu tidak terpotong bahkan setiap gunting yang tajam beradu dengan rambut beliau selalu mengeluarkan percikan api.Kejadian ini pernah dimuat di harian republika.

Menaklukan Jin

Berbicara  tentang Gus Maksum orang awam biasanya akan langsung berasosiasi tentang jin,tapi apakah benar Gus Maksum memelihara jin seperti banyak diperbincangkan orang..?
Anggapan ini tidaklah benar,yang benar Gus Maksum tidak pernah memelihara jin,tapi kalau beliau sering menaklukan jin yang mengganggu itu memang benar,Gus Maksum pernah menaklukan Patihnya jin namanya Jin Dempul ketika Gus Maksum menolong orang yang kesurupan,orang tersebut berhasil disembuhkan Gus Maksum setelah jin didalam tubuh orang itu berhasil ditaklukan.

Menghadapi puluhan orang sendirian

Salah satu  kisah yang menunjukan keberanian Gus Maksum adalah ketika beliau harus bentrok dengan orang-orang PKI di alun-alun.Gus Maksum yang waktu itu sangat muda usianya mampu mengalahkan mereka semua.
Dalam pertempuran itu Gus Maksum bukan hanya menggunakan olah kanuragan tapi juga dengan olah batinnya.


Peristiwa lain ketika Gus Maksum diundang menghadiri pertandingan silat di Kediri Timur,saat itu beliau bertarung melawan pendekar silat,jago duel dari berbagai macam aliran silat yang sudah berkumpul disitu.Karena telah memiliki bekal dan kemampuan yang terlatih sejak kecil Gus Maksum mengalahkan puluhan pesilat sendirian,Bahkan lawan terakhir  berhasil dikalahkan dengan sangat mudah peristiwa ini terjadi saat usia beliau 16 Tahun.
Dan itulah peristiwa paling dramatik membuat para pendekar lainnya harus mengakui kemampuan Gus Maksum di dunia persilatan

Ban bocor hanya dengan acungan jari

Saat NU masih menjadi partai massa NU sering bentrok dengan massa LDII dulu bernama Darul Hadits waktu itu termasuk underbow dari GOLKAR,suatu ketika massa LDII/Golkar berkonvoi melewati jalan depan Pesantren Lirboyo,saat itu Gus Maksum sedang menerima tamu.
Ketika arak-arakan itu sampai depan ndalem Gus Maksum,beliau langsung keluar karena mendengar bising suara knalpot dan klakson kendaraan yang memekakan telinga.Melihat gelagat yang kurang baik ini secara reflek Gus Maksum mengacungkan jari telunjuknya kearah mereka.keajaibanpun terjadi dengan serta merta seluruh ban kendaraan yang mereka tumpangi bocor secara serentak,karena bannya bocor rombongan konvoi itu tidak bisa melanjutkan arak-arakan.Akhirnya terpaksa mereka pulang dengan mendorong kendaraannya masing-masing.


Tidak mempan senjata tajam

Hal ini terbukti saat beliau melawan orang-orang PKI dahulu.Setiap Bacokan dan tebasan senjata tidak pernah bisa mengenai tubuh beliau,bahkan senjata lawan selalu berhenti jarak satu kilan dari tubuhnya.kalaupun ada yang sampai mengenai tubuh beliau,senjata-senjat tak ada satupun yang melukai beliau.
Keistimewaan ini juga terbukti ketika beliau di undang pengajian di daerah Sragen Jawa Tengah pada tahun 1999,Waktu itu tanpa ada sebab yang jelas tiba-tiba ada orang yang menikamnya Untungnya Gus Maksum tidak terluka sedikitpun hanya pakaian yang dipakai robek kena tikaman,lalu pakaian itupun beliau simpan karena pemberian dari salah seorang sahabatnya.

Tidak mempan di santet

Kalau bicara santet,banyak sekali pengalaman yang beliau dapatkan,Hampir semua aliran ilmu santet di kenalnya,dan sudah tidak terhitung banyaknya dukun santet yang pernah dihadapi,sejak kecil Gus Maksum sudah terbiasa menghadapi berbagai macam-macam aliran ilmu santet.Beliau juga tidak segan-segan untuk menantang para dukun santet secara terang-terangan.Hal itu dilakukan karena santet menurut Gus Maksum termasuk kemungkaran yang harus dilawan.
Kekebalan Gus Maksum terhadap santet juga sudah pembawaan sejak lahir,karena beliau juga masih keturunan Kiai Hasan Besari (ponorogo).Menurut Gus Maksum sebagai muslim tidak perlu khawatir terhadap santet,karena santet hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kufur atau murtad,yang penting seorang muslim haruslah selalu ingat kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.
Diantara pengalaman Gus Maksum mengenai santet diantaranya dialaminya ketika menginap di desa Wilayu,Genteng,BanyuWangi,sekitar jam setengah dua malam,saat beliau hendak istirahat,tiba-tiba dari arah kegelapan muncul bola api sebesar telur terbang menuju kearah pahanya.Dengan santai Gus Maksum membiarkan bola api itu mendekatinya.Ketika bola api itu sampai ke paha,Beliau Cuma Tanya”Banyol tha (mau bercanda ya?) seketika itu juga bola api itu melesat pergi ditengah kegelapan malam.
Satu lagi kejadian yang pernah dialaminya,ketika bermalam didesa Kraton,Ranggeh saat Gus Maksum beristirahat,beliau di datangi kera jadi-jadian yang berusaha mencekiknya,tapi usaha itu dibiarkannya saja,setelah beberapa lama baru ditanya Gus Maksum “mau main-main ya? Langsung saja kera itu lari menghindar dari Gus Maksum.

Surat sakti

Gus Maksum pernah kedatangan tamu dari semarang yang mengeluhkan kelakuan putranya yang suka mabuk-mabukan dan sering pergi kelokalisasi,bahkan putranya sering mengancam akan membunuh orang tuanya.Karena sudah tak tahan melihat kelakuan putranya itu,ia pergi kerumah Gus Maksum di Kediri,dengan harapan mendapat obat untuk mengobati prilaku anaknya.Tapi yang diharapkan tidak dipenuhi Gus Maksum,Beliau hanya membuatkan sepucuk surat untuk dibawa pulang agar dibacakan kepada anaknya.
Walaupun orang tua itu bingung karena obat yang di harapkannya tidak diberi,ia tetap melakukan apa yang diperintahkan Gus Maksum dengan menyampaikan surat itu kepada anaknya,Dan begitulah setelah surat itu dibacakan kepada anaknya,dalam waktu singkat kelakuan anaknya yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan perlahan berubah.Singkatnya kelakuan anak itu tidak lagi nakal seperti dulu.

Sebagai seorang kiai, Gus Maksum berprilaku nyeleneh menurut adat kebiasaan orang pesantren. Penampilannya nyentrik. Dia berambut gondrong, jengot dan kumis lebat, kain sarungnya hampir mendekati lutut, selalu memakai bakiak. Lalu, seperti kebiasaan orang-orang “jadug” di pesantren, Gus Maksum tidak pernah makan nasi alias ngerowot. Uniknya lagi, dia suka memelihara binatang yang tidak umum. Hingga masa tuanya Gus Maksum memelihara beberapa jenis binatang seperti berbagai jenis ular dan unggas, buaya, kera, orangutan dan sejenisnya.

Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal sakti mandaraguna. Rambutnya tak mempan dipotong (konon hanya ibundanya yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api, punya kekuatan tenaga dalam luar biasa dan mampu mengangkat beban seberat apapun, mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tak mempan disantet, dan seterusnya. Di setiap medan laga (dalam dunia persilatan juga dikenal istilah sabung) tak ada yang mungkin berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para pendekar aliran hitam gelagapan. Kharisma Gus Maksum cukup untuk membangkitkan semangat pengembangan ilmu kanuragan di pesantren melalui Pagar Nusa.

Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar bangsa” Gus Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama, namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. Saat kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan PKI Gus Maksum menjadi komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di wilayah Jawa Timur, terutama karesidenan Kediri. Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif. Pendekar ya pendekar! Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa

Karomah Tahlil KH Kholil

Suatu hari, KH. Kholil Bangkalan diminta untuk memimpin tahlil di kediaman seorang warga. Sampai di rumah shohibul hajat, Kiyai Kholil memimpin jalannya acara. Tetapi ada yang ganjil, setelah salam beliau hanya membacakan kalimat thoyibah “Laa ilaaha illallaah” sekali saja. Lantas salam dan pulang. Padahal oleh pemilik rumah beliau diberi berkat dengan ukuran kardus yang cukup besar.

Melihat kejadian itu istri pemilik rumah marah-marah kepada suaminya. Jika pemberian berkat untuk Kiyai Kholil dengan bacaan tahlil tidak sebanding. Akhirnya si istri meminta suaminya untuk mendatangi kediaman beliau. Sampai di rumah Kiyai kemudian lelaki tersebut menjelaskan maksud kedatangannya.

Lelaki : “Maaf Kiyai, kehadiran saya kesini atas permintaan istri saya. Dia merasa ganjil dengan tahlil yang Kiyai pimpin tadi.”

Kiyai : “Pantas saja sampai rumah ketika berkat mau dibuka oleh istri, saya melarangnya. Akhirnya saya pun menaruhnya di atas almari.”

Untuk menjelaskan keganjilan itu, Kiyai Kholil mengambil timbangan, kemudian beliau menimbang selembar kertas bertuliskan kalimat thoyibah dan berkat. Subhanallah, setelah ditimbang, ternyata berat menuju selembar kertas yang bertuliskan kalimat thoyibah.

Kiyai : “Makanya, saya hanya membacakan satu kalimat tahlil saja. Karena bacaan itu sudah cukup untuk bingkisan ahli kuburmu. Beratnya pun melebihi berkat yang anda berikan kepadaku.”

Lelaki : ?????

Jangan pernah meremehkan kalimah thoyyibah dan jangan pernah perhitungan dalam sedekah. Apa yang engkau berikan kepada orang lain belum tentu lebih baik dari apa yang telah kau terima dari mereka. Amal kebaikan ibarat tubuh, keikhlasan ibarat jiwanya. Jadi beramal tanpa keikhlasan laksana tubuh yang tak berjiwa alias mayat hidup.

http://madjidista.blogspot.com/2013/04/karomah-tahlil-kh-kholil.html

Karomah Syeikh Kholil Bangkalan

Berguru Dalam Mimpi

Pada waktu Syeikh Kholil masih muda, ada seorang Kiai yang terkenal di daerah Wilungan, Pasuruan bernama Abu Darrin. Kealimannya tidak hanya terbatas di lingkungan Pasuruan, tetapi sudah menyebar ke berbagai daerah lain, termasuk Madura. Kholil muda yang mendengar ada ulama yang mumpuni itu, terbetik di hatinya ingin menimba ilmunya. Setelah segala perbekalan dipersiapkan, maka berangkatlah Kholil muda ke pesantren Abu Darrin dengan harapan dapat segera bertemu dengan ulama yang dikagumi itu.Tetapi alangkah sedihnya ketika dia sampai di Pesantren Wilungan, ternyata Kiai Abu Darrin telah meninggal dunia beberapa
hari sebelumnya. Hatinya dirundung duka dengan kepergian Kiai Abu Darrin. Namun karena tekad belajarnya sangat menggelora maka Kholil segera sowan ke makam Kiai Abu Darrin. Setibanya di makam Abu Darrin, Kholil lalu mengucapkan salam lalu berkata: bagaimana saya ini Kiai, saya masih ingin berguru pada Kiai, tetapi Kiai sudah meninggal
desah Kholil sambil menangis. Kholil lalu mengambil sebuah mushaf Al Quran. Kemudian bertawassul dengan membaca Al Quran terus menerus sampai 41 hari lamanya.Pada hari ke-41 tiba-tiba datanglah Kiai Abu Darrin dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Kiai Abu Darrin mengajarkan beberapa ilmunya kepada Kholil. Setelah dia bangun dari tidurnya, lalu Kholil serta merta dapat menghafal kitab Imriti, Kitab Asmuni dan Alfiyah.

Di Datangi Macan

Suatu hari di bulan Syawal. Kiai Kholil tiba-tiba memanggil santrinya. Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan pondok pesantren. Pintu gerbang
harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok kita ini.” Kata Syeikh Kholil agak serius. Mendengar tutur guru yang sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu sebelah timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditungu-tunggu itu belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren pemuda kurus, tidak berapa tinggi berkulit kuning langsat sambil menenteng kopor seng.

Sesampainya di depan pintu rumah SyeikhKholil, lalu mengucap salam. Mendengar salam itu, bukan jawaban salam yang diterima, tetapi Kiai malah berteriak memanggil santrinya ; Hey santri semua, ada macan….macan.., ayo kita kepung. Jangan sampai masuk ke pondok.” Seru Syeikh Kholil bak seorang komandan di medan perang.Mendengar teriakan Syeikh kontan saja semua santri berhamburan, datang sambil membawa apa yang ada, pedang, clurit, tongkat, pacul untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak kelihatan pucat. Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin nyantri ke Syeikh Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya mencoba untuk datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren, langsung disongsong dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya. Baru pada malam ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam, akhirnya tertidur di bawah kentongan surau.Secara tidak diduga, tengah malam Syeikh Kholil datang dan membantu membangunkannya. Karuan saja dimarahi habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Syeikh Kholil. Setelah berbasa-basi dengan seribu alasan. Baru pemuda itu merasa lega setelah resmi diterima sebagai santri Syeikh Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah. Kelak kemudian hari santri yang diisyaratkan macan itu, dikenal dengan nama KH. Wahab Hasbullah, seorang Kiai yang sangat alim, jagoan berdebat, pembentuk komite Hijaz, pembaharu pemikiran. Kehadiran KH Wahab Hasbullah di mana-mana selalu berwibawa dan sangat disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan, seperti yang diisyaratkan Syeikh Kholil.

SANTRI MIMPI DENGAN WANITA

Dan diantara karomahnya, pada suatu hari menjelang pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu tidak bisa sholat subuh berjamaah. Ketidak ikutsertaanBahar sholat subuh berjamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Semalam Bahar bermimpi tidurdengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar. Sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya. Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap:“Santri kurang ajar.., santri kurang ajar…..Para santri yang sudah naik ke masjid untuk sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu.

Subuh itu Bahar memang tidak ikut sholat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid.Seusai sholat subuh berjamaah, Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya ; Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” Ucap Kiai Kholil nada menyelidik.Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan-kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar. Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada bahar seraya berkata ; Bahar, karena kamu tidak hadir sholat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini Perintah Kiai Kholil. Petok adalah sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput. Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini akhirnya diselesaikan dengan baik. Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai Ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati. Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis, Perintah Kiai kepada Bahar.Sekali lagi santri Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah ini santri Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu. Setelah itu santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap ; Hai santri, semua ilmuku sudah dicuri oleh orang ini ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar. Dengan perasaan senang dan mantap santri Bahar pulang
meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung halamannya.Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang sangat alim, yang memimpin sebuah pondok pesantren besar di Jawa Timur. Kia beruntung itu bernama Kiai Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur.

 Orang Arab Dan Macan Tutul

Suatu hari menjelang sholat magrib. Seperti biasanya Kiai Kholil mengimami jamaah sholat bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba kedatangan tamu berbangsa Arab. Orang Madura menyebutnya Habib. Seusai melaksanakan sholat, Kiai Kholil menemui tamunya, termasuk orang Arab yang baru datang itu. Sebagai orang Arab yang mengetahui kefasihan Bahasa Arab. Habib menghampiri Kiai Kholil seraya berucap ; Kiai, bacaan Al- Fatihah antum (anda) kurang fasih tegur Habib. Setelah berbasa-basi beberapa saat. Habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat magrib. Tempat wudlu ada di sebelah masjid itu. Silahkan ambil wudlu di sana ucap Kiai sambil menunjukkan arah tempat wudlu.

Baru saja selesai wudlu, tiba-tiba sang Habib dikejutkan dengan munculnya macan tutul. Habib terkejut dan berteriak dengan bahasa Arabnya, yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun Habib mengucapkan Bahasa Arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul, namun macan itu tidak pergi juga.Mendengar ribut-ribut di sekitar tempat wudlu Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh. Dengan kejadian ini, Habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.

Jawaban Syeikh Kholil kepada tamunya

Suatu Ketika Habib Jindan bin Salim berselisih pendapat dengan seorang ulama, manakah pendapat yang paling sahih dalam ayat ‘Maliki yaumiddin’, maliki-nya dibaca ‘maaliki’ (dengan memakai alif setelah mim), ataukah ‘maliki’ (tanpa alif).Setelah berdebat tidak ada titik temu. Akhirnya sepakat untuk sama-sama datang ke Kiyahi Keramat; Kiyahi Khalil bangkalan.
Ketika
itu Kiyahi yang jadi maha guru para kiyahi pulau Jawa itu sedang duduk didalam mushala, saat rombongan Habib Jindan sudah dekat ke Mushola sontak saja kiyahi Khalil berteriak. Maaliki yaumiddin ya Habib, Maaliki yaumiddin Habib, teriak Kiyahi Khalil bangkalan menyambut kedatangan Habib Jindan.
Tentu
saja dengan ucapan selamat datang yang aneh itu, sang Habib tak perlu bersusah payah menceritakan soal sengketa Maliki yaumiddin ataukah maaliki yaumiddin itu.
Demikian
cerita Habib Lutfi bin Yahya ketika menjelaskan perbendaan pendapat ulama dalam bacaan ayat itu pada Tafsir Thabari.

Tongkat Syeikh Kholil Dan Sumber
Mata Air

Suatu hari Kiai Kholil berjalan ke arah selatan Bangkalan. Beberapa santri menyertainya. Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya sampai di desa Langgundi, tiba-tiba Kiai Kholil menghentikan perjalanannya. Setelah melihat tanah di hadapannya, dengan serta merta Kiai Kholil menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari arah lobang bekas tancapan Kiai Kholil, memancarlah sumber air yang sangat jernih. Semakin lama semakin besar. Bahkan karena terus membesar, sumber air tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa dipakai untuk minum dan mandi. Kolam yang bersejarah itu sampai sekarang masih ada. Orang Madura menamakannya Kolla Al-Asror Langgundi. Letaknya sekitar 1 km sebelah selatan kompleks pemakaman Kiai Kholil Bangkalan.

http://songgobumi.wordpress.com/2011/06/01/karomah-syeikh-kholil-bangkalan-grand-master-amr/

Kisah Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana

Suatu malam, Umar bin Abdul Aziz terlihat sibuk merampungkan sejumlah tugas di ruang kerja istananya. Tak dinyana, putranya masuk ruangan dan hendak membericarakan sesuatu.

”Untuk urusan apa putraku datang ke sini: urusan negarakah atau keluargakah?” tanya Umar.

”Urusan keluarga, ayahanda,” jawab si anak.


Tiba-tiba Umar mematikan lampu penerang di atas mejanya. Seketika suasana menjadi gelap.

”Kenapa ayah memadamkan lampu itu?” tanya putranya merasa heran.

”Putraku, lampu yang sedang ayah pakai bekerja ini milik negara. Minyak yang digunakan juga dibeli dengan uang negara. Sementara perkara yang akan kita bahas adalah urusan keluarga,” jelas Umar.

Umar kemudian meminta pembantunya mengambil lampu dari ruang dalam.

"Nah, sekarang lampu yang kita nyalakan ini adalah milik keluarga kita. Minyaknya pun dibeli dengan uang kita sendiri. Silakan putraku memulai pembicaraan dengan ayah."

Begitulah perangai pejabat sejati. Ternyata, puncak kejayaan di berbagai bidang tak lantas membuat Umar bin Abdul Aziz terperdaya. Meski prestasinya banyak dipuji, pemimpin berjuluk ”khalifah kelima” ini tetap bersahaja, amanah, dan sangat hati-hati mengelola aset negara.


Kisah Teladan Umar Bin Abdul Aziz

1. Halalnya Uang Belanja Dalam Sepotong Roti

Alkisah pada suatu hari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz disediakan makanan oleh Istrinya yang beda dari biasanya.. saat itu ada sepotong roti yang masih hangat, harum dan wangi tampak roti itu begitu lezatnya hingga membangkitkan selera.

Sang Khalifah merasa heran dan bertanya pada Istrinya : “ Wahai Istriku dari mana kau memperoleh roti yang harum dan tampak lezat ini ? “.

Istrinya menjawab “ Ooh itu buatanku sendiri wahai Amirul Mukminin , aku sengaja membuatkan ini hanya untuk menyenangkan hatimu yang setiap hari selalu sibuk dengan urusan negara dan umat “.

“ Berapa uang yang kamu perlukan untuk membuat roti seperti ini “ tanya Khalifah.

“ Hanya tiga setengah dirham saja , kenapa memangnya“ jawab sang istri

“ Aku perlu tahu asal usul makanan dan minuman yang akan masuk ke dalam perutku ini, agar aku bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT nanti “ jawab Khalifah, dan bertanya lagi “ terus uang yang 3,5 dirham itu kau dapatkan dari mana ? “.

“Uang itu saya dapatkan dari hasil penyisihan setengah dirham tiap hari dari uang belanja harian rumah tangga kita yang selalu kau berikan kepadaku , jadi dalam seminggu terkumpulah 3.5 dirham dan itu cukup untuk membuat roti seperti ini yang halalan toyyiban “ jawab istrinya.

“ Baiklah kalau begitu . Saya percaya bahwa asal usul roti ini halal dan bersih “ kata Khalifah yang lalu menambahkan “ Berarti kebutuhan biaya harian rumah tangga kita harus dikurangi setengah dirham, agar tak mendapat kelebihan yg membuat kita mampu memakan roti yang lezat atas tanggungan umat “.

Kemudian Khalifah memanggil Bendahara Baitul Maal (Kas Negara) dan meminta agar uang belanja harian untuk rumah tangga Khalifah dikurangi setengah dirham. Dan Khalifah berkata kepada istrinya “ saya akan berusaha mengganti harga roti ini agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi “.

Subhanalaah …Cerita ini benar2 mengandung keteladanan dari seorang Khalifah atau Presiden pimpinan negara yang begitu kuat berprinsip dan berhati-hati bahwa apapun yang dimakan dan minum harus benar2 tahu asal usul nya bahwa semua itu didapat secara halal dan benar. sebagai khalifah dia juga tak mau menggunakan serta menghamburkan uang negara untuk kepentingan pribadi. kalau biaya rumahtangganya cukup 3 dirham sehari kenapa mesti 3.5 dirham.

2. Dua Setengah Tahun Memerintah Berhasil Mengentaskan Kemiskinan Seluruh Umat

Umar berhasil mensejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, ‘'Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin seorangpun".

Di bidang fiskal, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah menumbuhkan simpati dari kalangan non Muslim sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Inilah sebenarnya cara penyebaran islam dengan akhlaq mulia seperti dicontohkan Nabi Muhammad SAW, bahwa Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan

Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, walaupun hanya 2,5 tahun tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan lagi, penjara tak ada penghuninya. Sejak di angkat menjadi Khalifah Umar bertekad, dalam hatinya ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang di embannya. Akhirnya dia berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits Nabi SAW, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

http://yuliarman.polinpdg.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=32%3Akisah-teladan-umar-bin-abdul-aziz-&catid=9%3Akisah-islami&Itemid=63&limitstart=2

JABIR IBNU ABDULLAH AL-ANSHARI RODHIALLAHU ‘ANHU

Rombongan kendaraan melaju mempercepat langkah dari Yatsrib ke Mekah karena didorong oleh rasa kerinduan kepada seseorang yang dicintai. Mereka sudah berjanji kepada Rasulullah untuk bertemu. Setiap orang yang berada di rombongan itu sangat rindu dengan suatu waktu pada saat akan merasakan kebahagiaan ber­temu dengan Nabi Muhammad Shalalllahu ‘alaihi wasallam dan meletakkan tangan di atas tangan beliau dengan membaiatnya untuk selalu mendengar­kan perintahnya dan taat, serta berjanji untuk saling menguatkan dan menolong.

Di antara rombongan itu, ada orang tua, salah seorang pemuka kaum, membonceng anak laki-laki satu-satunya yang masih kecil di belakangnya. Ia meninggalkan sembilan anak perempuan di Yatsrib karena ia tidak memiliki anak laki-laki yang kecil selain­nya. Orang tua itu sangat ingin anaknya bisa menyaksikan baiat dan tidak kehilangan hari agung yang dianugerahkan itu. Orang tua itu bernama Abdullah ibnu Amr al-Khazraji al-Anshari. Anak­nya bernama Jabir ibnu Abdullah al-Anshari.

Keimanan bersinar di hati Jabir ibnu Abdullah, sedangkan ia masih kecil dan segar. Keimanan pun menyinari setiap sendinya. Islam menyentuh jiwanya yang halus seperti tetesan-tetesan hujan menyentuh kelopak bunga. Tetesan-tetesan itu pun membukanya dan memenuhinya dengan semerbak wangi-wangian. Hubungan Jabir dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjadi kuat sejak mudanya.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia datang berhijrah ke Madinah, anak kecil yang mukmin ini berguru kepada Nabi pembawa pe­tunjuk dan rahmat. Ia pun menjadi sebagian orang utama yang diluluskan oleh pendidikan Muhammad menjadi penghafal Kitab Allah untuk kepentingan manusia dan menjadi periwayat hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita mengetahui bahwa Musnad Jabir ibnu Abdullah terkumpul di antara kedua sisinya sebanyak 1.540 hadits. Dihafallah semua hadits itu oleh seorang murid yang pandai dan meriwayatkannya dari Nabi kaum muslimin yang agung. Imam Bukhari dan Imam Muslim menetapkan dalam dua kitab shahihnya lebih dari 200 hadits dari hadits-haditsnya. Ia menjadi sumber penyiaran dan petunjuk bagi kaum muslimin sepanjang waktu. Allah pun memanjangkan kehidupannya sehingga umur­nya sampai satu abad.

Jabir ibnu Abdullah tidak mengikuti Perang Badar dan Perang Uhud bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam karena di satu sisi ia masih kecil dan di sisi lain ayahnya memerintahkannya untuk tinggal ber­sama sembilan saudara perempuannya. Hal itu terjadi karena tidak ada seorang pun selainnya yang menjaga urusan mereka.

Jabir menceritakan, “Ketika pada suatu malam menjelang Perang Uhud, ayah memanggilku dan berkata, ‘Sungguh aku tidak melihat diriku, kecuali terbunuh bersama sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan sesungguhnya, demi Allah, aku memiliki utang kepada seseorang. Kau lunasilah utangku, sayangilah saudara-saudara perempuanmu, dan berikanlah wasiat kebaikan kepada mereka.”

Ketika waktu sudah pagi, ayahku menjadi orang pertama yang terbunuh di Perang Uhud. Ketika ingin menguburkannya, aku mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ayah­ku telah membebankan utangnya kepadaku. Dan aku tidak memiliki sesuatu pun untuk melunasinya, kecuali apa yang dapat dipetik dari pohon kormanya. Kalau aku mengandalkan pohon itu untuk melunasi utangnya, maka aku akan melunasinya selama beberapa tahun, sedangkan saudara-saudara perempuanku tidak memiliki harta untuk dinafkahkan kecuali dari pohon itu.”

Rasulullah berdiri dan pergi bersamaku ke tempat penyimpan­an korma kami. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku, “Panggillah orang-orang yang berpiutang kepada ayahmu.”

Maka aku pun memanggil mereka. Beliau masih saja menakar hingga Allah melunasi utang ayahku dengan korma. Aku melihat­nya seperti sediakala, seakan-akan tidak berkurang satu biji korma pun.

Sejak ayahnya meninggal, Jabir tidak pernah absen dari satu peperangan pun bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Di setiap peperangan, ia mengalami sebuah peristiwa yang diriwayatkan dan dijaga. Kita tinggalkan pembicaraan tentangnya. Ia sendiri yang mencerita­kan salah satu peristiwa bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..

Jabir berkata, “Pada hari persiapan Perang Khandaq, kami meng­gali. Lalu batu besar yang keras menghalangi kami, sehingga kami pun tidak mampu untuk memecahkannya. Kami datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, jalan kami ter­halang dengan batu besar yang keras. Cangkul-cangkul kami tidak dapat berbuat apa pun terhadapnya.’ Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Tinggalkan batu itu, aku akan turun ke batu itu.’ Kemudi­an beliau berdiri sedangkan perutnya diganjal dengan batu karena sangat lapar. Hal itu terjadi karena kami tidak makan selama tiga hari. Maka beliau mengambil cangkul dan memukul batu itu. Maka batu itu pun menjadi pasir secara perlahan-lahan.”

Ketika itu, keinginanku untuk menolong rasa lapar yang me­nimpa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bertambah. Maka aku pun menghadap­nya dan berkata, “Apakah kau izinkan aku pergi ke rumahku wahai Rasulullah?”

Beliau berkata, “Pergilah.”

Ketika sampai di rumah, aku berkata kepada istriku, “Aku lihat baginda Rasulullah merasakan rasa lapar yang amat sangat. Tidak ada seorang pun manusia yang dapat menahannya. Apakah kau mempunyai sesuatu?”

Dia berkata, “Aku punya sedikit biji gandum dan kambing kecil.”

 Aku berdiri menuju kambing itu lalu menyembelihnya dan memotong-motongnya. Setelah itu, aku letakkan di kuali. Aku juga mengambil biji gandum dan menggilingnya. Lalu aku serahkan kepada istriku. Ia pun memasaknya. Ketika aku tahu daging itu hampir matang, dan adonan sudah lembut dan hampir matang, aku pergi menuju Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Aku katakan kepadanya, “Kami sudah membuat sedikit makanan untukmu wahai Nabi Allah. Makanlah beserta satu orang atau dua orang yang kau ajak makan bersamamu.”

Beliau bertanya, “Berapa banyak makannya?”

Aku pun menyebutkan banyaknya. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tahu ukuran makan itu, beliau berkata, “Wahai para pembuat parit, Jabir telah membuat makanan untuk kalian. Kemarilah kita menuju rumahnya.”

Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata, “Pergilah ke istrimu dan katakan kepadanya, ‘Jangan kau turunkan kualimu dan jangan kau buat roti adonanmu sampai aku datang.’”

Aku pun pergi ke rumah. Aku merasa gundah dan malu. Tidak ada yang tahu keadaanku ini kecuali Allah. Aku pun berkata, “Apakah penduduk Khandaq akan datang kepada kita dengan hanya disuguhi satu sha gandum dan satu kambing kecil?”

Aku pun menemui istriku dan berkata, “Celakalah engkau, ketahuan keadaanku yang sebenarnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam akan datang bersama semua pembuat parit ke rumah kita.”
Ia pun berkata, “Apakah beliau berkata, ‘Berapa banyak makananmu?’”

Aku jawab, “Ya.”
Ia berkata, hilangkanlah kegundahanmu dari dirimu, Allah dan Rasul-Nyalah lebih tahu. Hilanglah kesedihanku dengan perkataannya itu.

Makanan itu hanya sedikit hingga Rasulullah tiba. Bersama beliau, ada orang-orang Anshar dan Muhajirin. Beliau berkata, “Masuklah dan jangan berdesak-desakan.”

Kemudian beliau berkata kepada istriku, “Datangkan seorang pembuat roti untuk membuat roti bersamamu. Duduklah menung­gui kualimu dan jangan menurunkannya dari tempat apinya.”

Kemudian ia pun mulai memperbanyak roti, mengisinya dengan daging, dan mendekatkannya kepada para sahabat beliau, sedang­kan mereka menyantap makanan hingga semuanya kenyang. Kemudian Jabir menyusul sambil berkata, “Aku bersumpah kepada Allah, bahwa mereka ramai-ramai memakan makanan itu, sedang­kan periuk kami mendidih dengan penuh seperti sediakala dan adonan kami bisa dibuat kue seperti sediakala. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada istriku, “Makanlah dan bagikanlah.”

Ia pun makan dan mulai menghadiahkannya sepanjang hari itu. Karena itulah, Jabir ibnu Abdillah al-Anshari telah menjadi sumber penyiaran dan petunjuk bagi umat muslim dalam tempo yang lama. Allah telah memanjangkan umurnya hingga hampir satu abad.

Di suatu tahun, ia keluar menuju Kerajaan Romawi untuk jihad fi sabilillah. Pasukan itu dipimpin oleh Malik ibnu Abdillah al-­Khatsami. Malik berkeliling-keliling dengan tentaranya. Mereka berangkat untuk mengetahui situasi mereka dan memperkuat kekuatan mereka, serta berbuat baik kepada para pembesarnya dengan kekuatan yang mereka miliki.

Malik kemudian bertemu dengan Jabir ibnu Abdillah yang sedang berjalan kaki, padahal ia sedang membawa keledainya yang diikat dengan tali kekangnya dan dituntun olehnya. Maka Malik berkata, “Ada apa denganmu, wahai Abu Abdullah? Kenapa kau tidak menungganginya? Padahal Allah memberikan kemudahan kepadamu dengan punggungnya yang dapat membawamu.”

Maka ia pun berkata, “Aku dengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam mengerjakan perintah Allah, maka Allah akan mengharamkannya masuk neraka.’”

Kemudian Malik meninggalkannya dan pergi hingga esok pagi ia muncul mendahului para tentara. Kemudian Malik menoleh kepadanya dan memanggilnya dengan suara keras, “Wahai Abu Abdullah, kenapa engkau tidak menunggangi keledaimu, padahal itu milikmu.”

Jabir pun mengetahui maksudnya dan menjawabnya dengan suara yang keras, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam melaksanakan perintah Allah, maka Allah mengharamkannya masuk neraka.’” 

Orang-orang pun melompat dari binatang tunggangannya.

Mereka semua mendapatkan ganjaran ini. Tidak ada pasukan yang pejalan kakinya lebih banyak dari pasukan itu.

Beruntunglah Jabir ibnu Abdillah al-Anshari. Ia telah membaiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, sedangkan ia masih kecil, belum balig, berguru kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sejak kuku-kukunya masih halus, meriwayatkan hadits-hadits yang dinukil oleh para perawi hadits, berjihad bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam padahal ia seorang pemuda dan menebarkan debu ke kakinya di jalan Allah padahal ia sudah tua.

http://kisahislam.wordpress.com/2007/05/21/jabir-ibnu-abdullah-al-anshari-rodhiallahu-anhu/