Minggu, 17 November 2013

Habib Jakfar Shodiq bin Alwi Almunawar

Memasuki segala Pintu Dakwah
Habib Jakfar Shodiq bin Alwi Almunawar Semarang berdakwah di berbagai kalangan masyarakat, dari pelajar sampai mahasiswa, dari masyarakat awam sampai kalangan ustadz dan habaib.





Habib Jakfar Shodiq bin Alwi bin Ali Almunawar berprinsip bahwa setiap pintu dakwah harus dima­suki, tidak perlu dibatasi, untuk tingkatan apa pun. Karena itu, habib muda alumnus Darul Musthafa Tarim Hadhramaut ini berdakwah dari kalangan pelajar hingga mahasiswa, dari kalangan awam hingga para ustadz dan habaib.

“Sampaikanlah walaupun satu ayat,” demikian bunyi perintah Rasulullah SAW kepada umatnya, dan hal itu dipegang betul oleh Habib Jakfar Shodiq dalam ke­hidupannya.

Sejak kecil, habib yang lahir di Palem­bang 5 Juni 1972 ini diasuh oleh ibu dan ayahnya dengan bacaan Al-Qur’an dan hadits. Tidak hanya itu, hampir setiap hari juga didengarnya sang ayah melan­tunkan qashidah-qashidah yang berasal dari gubahan para ulama besar di Hadh­ramaut. Sebab ayahnya, Habib Alwi bin Ali Almunawar, adalah pembaca qashi­dah dan shalawat yang sering tampil di majelis ilmu dan dzikir maupun haul di ber­bagai kota di Sumatera dan Jawa.

Dari pernikahannya dengan istri per­tama, Habib Alwi bin Ali Almunawar di­karuniai tujuh anak.

Setelah istri pertama meninggal, ia me­nikah lagi dengan Syarifah Maryam binti Abdullah Al-Hamid. Suami-istri ini di­nikahkan oleh Habib Saleh Tanggul. Pa­sangan ini memiliki tiga anak, dan Habib Jakfar Shodiq adalah anak nomor dua. Mereka akhirnya tinggal di Bondo­woso.

Setelah mengenyam pendidikan di rumah, Jakfar Shodiq muda memasuki masa belajar di lembaga pendidikan umum, oleh ayahnya dimasukkan ke Madrasah Al-Khairiyah Bondowoso. Di se­kolah itu ia menempuh pendidikan dari TK hingga Tsanawiyah, kemudian Aliyah.

Setelah lulus Aliyah, ia bertemu Habib Musthafa Assegaf di Situbondo, pendidik tulen yang sering memberangkatkan sis­wa-siswa yang berbakat untuk menerus­kan pelajaran ke Hadhramaut. Habib Jak­far Shodiq termasuk anak yang cerdas dan bisa berbahasa Arab, hasil didikan di madrasah maupun di rumahnya. Maka, pada tahun 1998, ia berangkat ke Hadh­ramaut bersama beberapa rombongan untuk belajar di Darul Musthafa, asuhan Habib Umar Bin Hafidz.

“Saya mungkin termasuk angkatan keempat, sebab di atas saya adalah kelas Habib Jamal Ba’agil Malang, yaitu angkat­an ketiga di Darul Musthafa,” tuturnya.

Masa belajar di Darul Musthafa ditem­puhnya dalam waktu empat tahun. Ka­rena itu, pada tahun 2002 Habib Jakfar Shodiq sudah dapat pulang ke Indonesia.

Masa belajarnya termasuk cepat. Pelajaran di Darul Musthafa, alhamdulil­lah, dapat diselesaikannya dengan lan­car, sehingga ia dapat memenuhi target yang telah ditentukan Habib Umar Bin Hafidz.

Habib Jakfar Shodiq tidak langsung pulang ke rumah, tetapi berkhidmat dulu di Pesantren Raudhatul Musthafa di Situbondo beberapa tahun. Pesantren ini didirikan oleh Habib Musthafa Assegaf, yang memberangkatkannya ke Darul Musthafa.

Pesantren Raudhatul Musthafa men­da­patkan namanya dari Habib Umar Bin Hafidz, ketika ia pergi ke Situbondo dan ber­tepatan dengan berdirinya pesantren itu. Pesantren itu juga banyak mendapat arahan dari Habib Umar Bin Hafidz dan se­karang berkembang pesat dengan ra­tusan santrinya.

Habib Jakfar Shodiq menjadi ustadz muda di pesantren ini selama tiga tahun, yaitu 2002 hingga 2005. “Pada tahun 2005 saya menikah dengan Syarifah Amirah binti Segaf bin Syech Almunawar asal Semarang, dan tinggal di Semarang hingga sekarang,” ujarnya.

Istrinya ini masih kerabat dengan keluarga Toha Putra, yaitu satu kakek, Syech Almunawar. Sebab yang menjadi perantara perjodohannya adalah Habib Hasan bin Toha bin Syech Almunawar, putra kedua Habib Toha Almunawar, pen­diri PT Karya Toha Putra. Karena itulah, di Semarang, Habib Ja’far Shodiq banyak terlibat dalam majelis ta’lim maupun pesantren yang didirikan oleh keluarga Toha Putra.

Dari pernikahan dengan Syarifah Amirah, Habib Ja’far Shodiq dikarunia dua anak: Fathi­mah Syaharbanu dan Ali Uraidhi. “Nama untuk yang ter­akhir ini pemberian Habib Umar Bin Hafidz, guru saya, ketika beliau datang ke Solo tahun 2012 untuk menghadiri per­nikahan anak Habib Soleh Al-Jufri. Aneh­nya, waktu itu anak saya belum lahir, tetapi Habib Umar sudah memberikan nama lelaki, dan alhamdulillah memang yang lahir laki-laki, jadi sesuai dengan pemberian namanya. Subhanallah.”

Kembali kepada kisah Habib Jakfar ketika awal tinggal di Semarang, ia dise­rahi tugas untuk mengasuh santri maha­siswa di Pondok Pesantren Al-Madinah Al-Munawarah, yang didirikan oleh ke­luarga Toha Putra di Jalan Durian, Sron­dol Wetan, Semarang. Di pesantren ini, ia ikut membantu Ustadz Yahya Muta­makin, ustadz berpengalaman murid Ha­bib Zein bin Sumaith, ia ditunjuk oleh keluar­ga Toha Putra untuk menjadi mudhir di sini.

Kegiatan belajar-mengajar di Pesan­tren Al-Madinah lebih banyak pada malam hari, sebab kalau siang hari para santri-mahasiswa itu kuliah. Di pesantren ini, Habib Jakfar Shodiq mengajar kitab Nailul Raja, kemudian Mukhtarul Ahadits, dan Nurul Iman.

Sedang kalau pagi, kegiatan Habib Jakfar Shodiq mengajar sekaligus men­jadi penasihat di Pesantren Raudhatus Saidiyah Sampangan Semarang.

Pesantren yang diasuh oleh Kiai Mu­hammad Said Al-Masyhad ini juga di­lengkapi madrasah serta SMP dan SMK Terpadu. Jadi kalau siang para siswa bel­ajar ilmu umum, sedang kalau malam me­reka menjadi santri, belajar ilmu agama. Khusus pada hari Jum’at pagi, para siswa serta guru dan karyawan membaca Maulid. Bacaannya berganti-ganti: Maulid Diba’i, Maulid Barzanji, Maulid Simthud Durar, dan yang lainnya.

Kegiatan lainnya pengajian kitab Risa­lah Mu’awanah dan Nashaihul Ibad di Majelis Taklim Habib Toha Almu­nawar di Kauman Krendo, Semarang, setiap hari Selasa ba’da Ashar. Dan pada hari Jum’at ba’da pengajian kitab Bidaya­tul Hidayah di Masjid Agung Kauman, Semarang.

Kegiatan dakwah lainnya adalah peng­ajian selapan, serta menjadi khatib Jum’at di berbagai masjid di Semarang. Contohnya pengajian Ahad Legi di PP Raudhatus Saidiyah jam 09.00. Kemudi­an Pengajian Manakiban setiap Sabtu Kliwon untuk para kiai, yang tempatnya berpindah-pindah.

Habib Jakfar Shodiq tinggal di Jalan Kalingga 8 No. 9 Banyumanik Semarang. Ini adalah rumah baru, setelah rumah lama di Kauman tahun lalu dibeli Yayasan Masjid Agung Kauman untuk perluasan masjid. Di rumah ini juga diselenggarakan Maulid Burdah setiap Ahad Wage.

Sedang untuk membentengi jiwa dan keselamatan, Habib Jakfar Shodiq me­nyarankan memperbanyak membaca sha­lawat, istighfar, dan shadaqah. “Insya Allah hidup kita akan selamat dan pan­jang umur,” katanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar