Memasuki segala Pintu Dakwah
Habib Jakfar Shodiq bin Alwi Almunawar Semarang berdakwah di
berbagai kalangan masyarakat, dari pelajar sampai mahasiswa, dari masyarakat
awam sampai kalangan ustadz dan habaib.
Habib Jakfar Shodiq bin Alwi bin Ali Almunawar berprinsip
bahwa setiap pintu dakwah harus dimasuki, tidak perlu dibatasi, untuk
tingkatan apa pun. Karena itu, habib muda alumnus Darul Musthafa Tarim
Hadhramaut ini berdakwah dari kalangan pelajar hingga mahasiswa, dari kalangan
awam hingga para ustadz dan habaib.
“Sampaikanlah walaupun satu ayat,” demikian bunyi perintah
Rasulullah SAW kepada umatnya, dan hal itu dipegang betul oleh Habib Jakfar
Shodiq dalam kehidupannya.
Sejak kecil, habib yang lahir di Palembang 5 Juni 1972 ini
diasuh oleh ibu dan ayahnya dengan bacaan Al-Qur’an dan hadits. Tidak hanya
itu, hampir setiap hari juga didengarnya sang ayah melantunkan
qashidah-qashidah yang berasal dari gubahan para ulama besar di Hadhramaut.
Sebab ayahnya, Habib Alwi bin Ali Almunawar, adalah pembaca qashidah dan
shalawat yang sering tampil di majelis ilmu dan dzikir maupun haul di berbagai
kota di Sumatera dan Jawa.
Dari pernikahannya dengan istri pertama, Habib Alwi bin Ali
Almunawar dikaruniai tujuh anak.
Setelah istri pertama meninggal, ia menikah lagi dengan
Syarifah Maryam binti Abdullah Al-Hamid. Suami-istri ini dinikahkan oleh Habib
Saleh Tanggul. Pasangan ini memiliki tiga anak, dan Habib Jakfar Shodiq adalah
anak nomor dua. Mereka akhirnya tinggal di Bondowoso.
Setelah mengenyam pendidikan di rumah, Jakfar Shodiq muda
memasuki masa belajar di lembaga pendidikan umum, oleh ayahnya dimasukkan ke
Madrasah Al-Khairiyah Bondowoso. Di sekolah itu ia menempuh pendidikan dari TK
hingga Tsanawiyah, kemudian Aliyah.
Setelah lulus Aliyah, ia bertemu Habib Musthafa Assegaf di
Situbondo, pendidik tulen yang sering memberangkatkan siswa-siswa yang
berbakat untuk meneruskan pelajaran ke Hadhramaut. Habib Jakfar Shodiq
termasuk anak yang cerdas dan bisa berbahasa Arab, hasil didikan di madrasah
maupun di rumahnya. Maka, pada tahun 1998, ia berangkat ke Hadhramaut bersama
beberapa rombongan untuk belajar di Darul Musthafa, asuhan Habib Umar Bin
Hafidz.
“Saya mungkin termasuk angkatan keempat, sebab di atas saya
adalah kelas Habib Jamal Ba’agil Malang, yaitu angkatan ketiga di Darul
Musthafa,” tuturnya.
Masa belajar di Darul Musthafa ditempuhnya dalam waktu
empat tahun. Karena itu, pada tahun 2002 Habib Jakfar Shodiq sudah dapat
pulang ke Indonesia.
Masa belajarnya termasuk cepat. Pelajaran di Darul Musthafa,
alhamdulillah, dapat diselesaikannya dengan lancar, sehingga ia dapat
memenuhi target yang telah ditentukan Habib Umar Bin Hafidz.
Habib Jakfar Shodiq tidak langsung pulang ke rumah, tetapi
berkhidmat dulu di Pesantren Raudhatul Musthafa di Situbondo beberapa tahun.
Pesantren ini didirikan oleh Habib Musthafa Assegaf, yang memberangkatkannya ke
Darul Musthafa.
Pesantren Raudhatul Musthafa mendapatkan namanya dari
Habib Umar Bin Hafidz, ketika ia pergi ke Situbondo dan bertepatan dengan
berdirinya pesantren itu. Pesantren itu juga banyak mendapat arahan dari Habib
Umar Bin Hafidz dan sekarang berkembang pesat dengan ratusan santrinya.
Habib Jakfar Shodiq menjadi ustadz muda di pesantren ini
selama tiga tahun, yaitu 2002 hingga 2005. “Pada tahun 2005 saya menikah dengan
Syarifah Amirah binti Segaf bin Syech Almunawar asal Semarang, dan tinggal di
Semarang hingga sekarang,” ujarnya.
Istrinya ini masih kerabat dengan keluarga Toha Putra, yaitu
satu kakek, Syech Almunawar. Sebab yang menjadi perantara perjodohannya adalah
Habib Hasan bin Toha bin Syech Almunawar, putra kedua Habib Toha Almunawar,
pendiri PT Karya Toha Putra. Karena itulah, di Semarang, Habib Ja’far Shodiq
banyak terlibat dalam majelis ta’lim maupun pesantren yang didirikan oleh
keluarga Toha Putra.
Dari pernikahan dengan Syarifah Amirah, Habib Ja’far Shodiq
dikarunia dua anak: Fathimah Syaharbanu dan Ali Uraidhi. “Nama untuk yang
terakhir ini pemberian Habib Umar Bin Hafidz, guru saya, ketika beliau datang
ke Solo tahun 2012 untuk menghadiri pernikahan anak Habib Soleh Al-Jufri.
Anehnya, waktu itu anak saya belum lahir, tetapi Habib Umar sudah memberikan
nama lelaki, dan alhamdulillah memang yang lahir laki-laki, jadi sesuai dengan
pemberian namanya. Subhanallah.”
Kembali kepada kisah Habib Jakfar ketika awal tinggal di
Semarang, ia diserahi tugas untuk mengasuh santri mahasiswa di Pondok
Pesantren Al-Madinah Al-Munawarah, yang didirikan oleh keluarga Toha Putra di
Jalan Durian, Srondol Wetan, Semarang. Di pesantren ini, ia ikut membantu
Ustadz Yahya Mutamakin, ustadz berpengalaman murid Habib Zein bin Sumaith, ia
ditunjuk oleh keluarga Toha Putra untuk menjadi mudhir di sini.
Kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Al-Madinah lebih
banyak pada malam hari, sebab kalau siang hari para santri-mahasiswa itu
kuliah. Di pesantren ini, Habib Jakfar Shodiq mengajar kitab Nailul Raja,
kemudian Mukhtarul Ahadits, dan Nurul Iman.
Sedang kalau pagi, kegiatan Habib Jakfar Shodiq mengajar
sekaligus menjadi penasihat di Pesantren Raudhatus Saidiyah Sampangan
Semarang.
Pesantren yang diasuh oleh Kiai Muhammad Said Al-Masyhad
ini juga dilengkapi madrasah serta SMP dan SMK Terpadu. Jadi kalau siang para
siswa belajar ilmu umum, sedang kalau malam mereka menjadi santri, belajar
ilmu agama. Khusus pada hari Jum’at pagi, para siswa serta guru dan karyawan
membaca Maulid. Bacaannya berganti-ganti: Maulid Diba’i, Maulid Barzanji,
Maulid Simthud Durar, dan yang lainnya.
Kegiatan lainnya pengajian kitab Risalah Mu’awanah dan
Nashaihul Ibad di Majelis Taklim Habib Toha Almunawar di Kauman Krendo,
Semarang, setiap hari Selasa ba’da Ashar. Dan pada hari Jum’at ba’da pengajian
kitab Bidayatul Hidayah di Masjid Agung Kauman, Semarang.
Kegiatan dakwah lainnya adalah pengajian selapan, serta
menjadi khatib Jum’at di berbagai masjid di Semarang. Contohnya pengajian Ahad
Legi di PP Raudhatus Saidiyah jam 09.00. Kemudian Pengajian Manakiban setiap
Sabtu Kliwon untuk para kiai, yang tempatnya berpindah-pindah.
Habib Jakfar Shodiq tinggal di Jalan Kalingga 8 No. 9
Banyumanik Semarang. Ini adalah rumah baru, setelah rumah lama di Kauman tahun
lalu dibeli Yayasan Masjid Agung Kauman untuk perluasan masjid. Di rumah ini
juga diselenggarakan Maulid Burdah setiap Ahad Wage.
Sedang untuk membentengi jiwa dan keselamatan, Habib Jakfar
Shodiq menyarankan memperbanyak membaca shalawat, istighfar, dan shadaqah.
“Insya Allah hidup kita akan selamat dan panjang umur,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar