Minggu, 17 November 2013

Habib Umar bin Ali bin Abdul Qadir Assegaf

, Nuangan, Sulawesi Utara Berdakwah dari Pintu ke Pintu


berdakwah hanya berbekal kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Nuangan adalah sebuah kota kecamatan di Kabu-paten Bolaang Mangon-douw Timur (Boltim), Pro­vinsi Sulawesi Utara. Untuk menuju Nuang­an, diperlukan enam jam perjalan­an darat dari kota Manado. Sebagian besar penduduknya beragama Islam.

Pada tahun 2000, Habib Abubakar bin Abdullah B.S.A. mendirikan Majelis Ta’lim dan Dzikir Ittihadul Ummah, yang mem­berikan pelajaran agama kepada pendu­duk Nuangan yang masih awam dalam soal agama. Maje­lis ini berkembang pesat, setiap ta’lim dan dzikir di­hadiri empat ribuan ja­ma’ah.

Pada tahun 2006 Ha­bib Abubakar dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, se­hingga terjadi keva­kuman kegiatan di majelis itu. Alhamdulillah, pada tahun 2010, Habib Umar bin Ali bin Abdul Qadir Assegaf datang ke Nuang­an dari Pontianak. Habib Umar memutuskan un­tuk terjun membina kembali Majelis Itti­hadul Ummah, yang mengalami ke­kosongan aktivitas selama kurang lebih empat tahun.

Habib muda yang energik ini sebe­narnya asli Manado, ia dibesarkan di kam­­pung Arab, kota Manado, dan me­nuntut ilmu di Pesantren Al-Khairat, Ma­nado. Setelah selesai, ia berkeliling ke berbagai tempat untuk menambah ilmu dan wawasan. Di Surabaya ia sempat berguru kepada Habib Alwi bin Idrus Baagil. Setelah itu ia hijrah ke Pontianak dan berdakwah di sana cukup lama.

Habib Umar mempersatukan majelis yang ada di Nuangan dan menghidup­kan majelis dzikir dan shalawat setiap malam. Tiap malam dari rumah ke ru­mah ia menghidupkan dzikir Asmaul Husna, pembacaan Maulid dan sha­lawat.

“Kebanyakan umat Islam kurang da­lam pengetahuan agama mereka, jadi ha­rus ada yang memberi pengajaran. Sentuhan ilmu dan dzikir itu amat pen­ting bagi mereka,” tuturnya dengan man­tap.

Ia merasakan dan mengalami sendiri bahwa jalan dakwah bukanlah jalan mu­lus penuh kemudahan, melainkan jalan mendaki yang terjal dan penuh kesulitan, apalagi di wilayah-wilayah pelosok se­perti di Nuangan. “Kadang tantangan internal jauh lebih kompleks dibanding­kan tantangan dari luar,” ujarnya.

Namun menurutnya apa yang di­alami dan dihadapi oleh pendakwah za­man sekarang tidaklah sesulit pendak­wah zaman dahulu, yang kadang harus bersabung nyawa untuk menegakkan kalimah Allah di muka bumi ini. “Kalau niat kita baik, insya Allah akan selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT. Dia yang memberi hidayah, Dia yang mem­beri keberkahan, dan Dia yang memberi makhraja atau solusi dalam suatu ma­salah,” katanya.

Ia berdakwah hanya berbekal kecin­taan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Ia merasa bersyukur kalau apa yang disampaikannya bermanfaat dan bisa mengubah sesuatu yang gelap men­jadi terang. “Dakwah yang sejati itu adalah yang berasal dari Rasulullah SAW. Apa yang Rasulullah SAW laku­kan kita sampaikan, lalu diikuti dengan shalawat dan berdzikir. Begitulah terus dilakukan secara istiqamah dari rumah ke rumah tiap malam, dan semua pen­duduk merasakan manfaatnya. Insya Allah keberkahan didapat,” ujarnya.

Habib Umar mengaku, ia bukan ahli dalam mengupas kitab-kitab, sehingga kalau ada ta’lim untuk urusan mem­ba­has kitab ia serahkan kepada ahlinya, se­dangkan bagiannya adalah membim­bing dzikir Asmaul Husna dan membaca shalawat. Di luar Nuangan, ia sering di­panggil menjadi khatib Jum’at.

Berbicara tentang kerukunan umat yang berlainan agama, apalagi di Sula­wesi Utara, yang mayoritas nonmuslim, Habib Umar mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi masalah. “Kita berdakwah kepada umat kita, mereka pun berdak­wah kepada umat mereka...,” katanya.

“Tujuan kita berdakwah adalah ikhlas karena Allah SWT, mengharap­kan umat Islam nantinya wafat dalam keadaan Islam. Yang dulunya tidak kenal Rasul­ullah SAW kita kenalkan, yang dulunya belum berakhlaq baik kita bimbing men­jadi baik, sehingga mereka bisa menge­nal agama dengan utuh dan tidak mudah diombang-ambingkan.”

Habib Umar mengingatkan, mereka yang memecah belah umat Islam bukan­lah Islam. Diingatkan kepada mereka yang mencaci maki para sahabat, “Kami tetap istiqamah di jalur Ahlusunnah wal Jama’ah. Itulah yang diwariskan oleh abah kami, enjit kami, terus sampai ke Rasulullah SAW,” katanya.

Habib Umar berdoa agar suatu saat majelisnya dikunjungi Habib Umar Bin Hafidz. “Mudah-mudahan doa saya di­kabulkan oleh Allah SWT.

http://majalah-alkisah.com/index.php/figur/26-profile-tokoh/2454-habib-umar-bin-ali-bin-abdul-qadir-assegaf-nuangan-sulawesi-utara-berdakwah-dari-pintu-ke-pintu

2 komentar: