Ketika Allah mencintai seorang hamba, dia jadikan manusia
juga mencintai mereka. Begitu pula yang terjadi pada Daud. Manusia mencintai
Nabi Daud sebagaimana burung-burung, hewan-hewan dan gunung-gunung pun
mencintainya.
Sungguh nama Daud menjadi pujaan seluruh negeri, ia tetap
rendah hati, ia tidak pernah menyombongkan diri, bahkan tidak pernah
menceritakan kepahlawanannya. Meski begitu, melihat hal demikian, timbul rasa
cemburu dalam hati Raja Thalut, ia khawatir suatu saat, tak lama lagi,
menantunya Daud akan mengambil tahta darinya. Padahal Daud tidak pernah
berpikir untuk menjadi Raja. Bahkan ia tidak ingin di puja-puja, rakyatnya
sendirilah yang memperlakukan demikian.
Maka, tatkala melihat perubahan sikap ayah mertuanya, ia
sangat heran. Daud mencoba mawas diri, apa sesungguhnya kesalahan yang telah
diperbuatnya. Mengapa Thalut sering bermuka masam terhadapnya? Daud tidak
menemukan jawabannya. Ia merasa tidak melakukan kesalahan kepada Rajanya, tetapi
tingkah laku Thalut semakin menjadi-jadi. Maka di tanyakanlah hal itu kepada
istrinya.
Menurut sang istri, ayahnya merasa iri kepada Daud.
Kecintaan kepada Daud yang semakin meluas dikalangan rakyat sudah melebihi
kecintaan mereka kepada Rajanya. Hal itu sangat mencemaskan Thalut.
“Ayahku khawatir, karena semakin tinggi wibawamu, semakin
merosot pula wibawa ayahku. Sungguh, semula ayahku seorang petani miskin,
tetapi sekarang ia sudah merasakan nikmat menjadi orang yang berkuasa. Beliau
tidak rela tahta yang di dudukinya diambil alih orang. Ayahku sudah lupa, ia
menjadi Raja atas kehendak Allah SWT. Sebaiknya kita menyingkir saja dari
sini.” Kata istri Daud seraya menangis.
Malam sudah larut, Daud tidak bisa memejamkan matanya.
Akhirnya Daud menyerahkan semua persoalan itu kepada Allah SWT. “Jika Allah
menghendaki, apapun bisa terjadi!” bisik Daud dalam hati, dengan pasrah dan
tawakkal, Daud pun tertidur.
Keesokan harinya, tanpa di duga, seorang utusan datang
memberi tahukan, ia dipanggil menghadap Raja, “Baik saya segera datang!” sahut
Daud tanpa ragu. Tidak lama, Daud sudah berdiri di hadapan sang Raja.
Tipu Muslihat Raja
“Daud!” kata Raja dengan muka manis yang dibuat-buat,
“Belakangan ini hatiku selalu dibuat risau, soalnya musuh kita bangsa Kan’an,
telah mempersiapkan tentaranya yang sangat kuat, mereka akan menyerbu kita.
Mula-mula saya ragu untuk menugasimu. Kau tahu aku sangat menyayangimu,
lagipula kau adalah menantuku. Tapi sekarang tidak ada pilihan lagi, tugas
negara jauh lebih penting. Pimpinlah tentara kita ke luar kota, hadapi musuh di
luar daerah kita. Hancurkan mereka, saya hanya ingin mendengar berita
kemenangan!”
“Perintah Raja saya laksnakan! Jika Allah mengizinan, saya
pasti kembali dengan bendera kemenangan!” sahut Daud dengan keyakinan penuh.
Daud merasa ada tipu muslihat di dalam perintah itu, namun ia tidak ragu
menjalankan perintah itu.
Memang sesungguhnya Thalut sedang mengatur rencana jahat. Ia
mengharapkan Daud gugur dalam pertempuran itu. Ia tahu tentara musuh sangat
kuat, sedangkan tentara yang dibawa Daud hanya sedikit jumlahnya. Thalut ingin
memperoleh dua keuntungan sekaligus, Daud gugur, sedangkan musuh ikut binasa.
Tetapi apa yang terjadi? Daud memimpin tentaranya menyerbu
ke tengah-tengah musuh yang sangat banyak jumlahnya. Seperti ada tentara
malaikat yang membantunya turun dari langit. Tentara musuh di halaunya. Tentara
musuh di hancurkan, sisanya lari tunggang langgang. Maka kembalilah Daud dengan
bendera kemenangan. Sepanjang jalan Daud di elu-elukan rakyat. Kegagahannya di
medan perang makin kesohor. Keharumanya sebagai pahlawan tiada tandingannya.
Thalut sangat kecewa ketika Daud kembali dengan kemenangan
yang gilang gemilang. Maka timbullah rencana paling keji di hati Raja itu. Ia
akan membunuh Daud dengan tangannya sendiri. Raja Thalut yang dulu alim itu,
sekarang benar-benar dikuasai iblis. Namun rencana itu di ketahui oleh istri
Daud yang telah memasang mata-mata di segenap sudut istana. “Sekarang kita
harus menyingkir, ayah sudah mengatur rencana serapi-rapinya. Kau akan di
bunuh, tidak akan bisa lolos jika kita tidak menyingkir terlebih dahulu!” kata
istri Daud.
Pagi harinya, saat Thalut sudah tahu bahwa Daud telah lari,
ia sangat marah, kesal dan kecewa bercampur rasa malu, karena rencana jahatnya
telah bocor. Sekarang perselisihan dengan Daud sudah semakin terbuka dan hal
itu diketahui oleh rakyatnya.
Keluar dari Istana
Tentara dan rakyat tahu bahwa Daud keluar dari Istana,
desas-desus tersiar luas, Raja Thalut hendak membunuh panglima perang dan menantunya
itu, Daud. Raja iri hati, dengki, takut kalau-kalau Daud semakin dicintai
rakyatnya.
Mendengar hal itu, rakyat dan tentara bukannya menjauhi
Daud, mereka tahu bahwa Daud adalah panglima perang gagah perkasa yang telah
mengangkat derajat mereka. Ia telah menyelamatkan mereka dari ancaman musuh.
Rakyat dan tentara pun berbondong-bondong pergi keluar kota. Mereka mencari
Daud, saat menemukannya, mereka menyatakan kesetiaannya kepada Daud.
Raja Thalut semakin geram melihat pengaruh Daud. Sekarang sudah
jelas Daud mempunyai tentara dan rakyat sendiri. Tentara dan rakyat hanya taat
kepada Daud. Mereka tidak lagi mengakui kekuasaan Thalut. Tentu saja hal ini
semakin membuat Thalut marah dan kalap. Ia ingin membinasakan Daud. “Apapun
resikonya Daud harus dilenyapkan!”
Pada suatu hari Thalut memimpin pasukannya langsung untuk menghancurkan Daud.
“Saya tidak ingin berperang kalau tidak karena terpaksa. Karena itu, sebaiknya
kita mencari tempat bersembunyi,” kata Daud kepada para pengikutnya saat di
laporkan kepadanya bahwa Thalut sedang bergerak maju.
Dipimpin oleh Daud sendiri, akhirnya mereka menemukan sebuah
tempat perlindungan dalam gua batu-batu. Sangat sulit menemukan tempat yang
aman itu. Sementara Daud memerintahkan tentaranya untuk menyusun siasat,
tujuannya agar dapat mengelabui Raja Thalut dan tentaranya.
Benar saja, setelah berhari-hari Thalut dan tentaranya tidak
berhasil menemukan persembunyian Daud, akhirnya Thalut memerintahkan agar semua
tentaranya beristirahat karena kecapaian. Mereka pun terlelap tidur dengan
cepat.
Para pengintai melaporkan kepada Daud, bahwa Raja Thalut dan
semua prajuritnya sedang tidur kecapaian, tak jauh dari tempat persembunyian
mereka. “Sekarang saatnya kita menghancurkan Thalut,” kata para pengikut Daud
mendesak. Tetapi diluar dugaan, Daud menolak desakan para pengikutnya. “Belum
waktunya kita menghancurkan mereka, saya yang akan memberikan pelajaran kepada
Thalut”. Kata Daud.
Diiringi beberapa orang tentaranya, Daud mendatangi tempat
Thalut dan pasukannya tidur, Daud mengambil sendiri Lembing Thalut yang
diletakkan dekat kepalanya. Suatu perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh
orang yang tidak mengenal rasa takut.
Bukan main terkejutnya Thalut saat terbangun dari tidurnya,
dimana ia kehilangan senjata andalannya semua prajurit dan pengawal yang
ditanyai tidak ada yang tahu. Keadaan gempar. Tiba-tiba muncul seorang utusan
Daud.
“Lembing tuan tidak hilang, tetapi diambil oleh Daud selagi
tuan tertidur lelap. Saya disuruh mengembalikannya. Daud tentu dapat membunuh
tuan jika mau, namun beliau hanya ingin menyadarkan tuan, agar kembali insyaf.
Hendaklah tuan segera bertobat kepada Allah SWT serta menjauhkan diri dari
sifat-sifat buruk, dengki serta berburuk sangka,” kata utusan itu menyampaikan
pesan Daud seraya menyerahkan lembing kepada Thalut.
Gemetar sekujur tubuh Thalut. Mukanya pucat. “Katakan kepada
Daud, aku mengakui bahwa ia lebih adil dan lebih baik dari aku. Ia telah
menunjukkan jiwa besarnya serta keluhuran budi yang luar biasa,” kata Thalut.
Di puncak bukit Daud dan beberapa pengikutnya tampak
berdiri. Thalut memandangnya dengan terharu, marah, kesal bercampur malu.
Berbagai perasaan bercampur baur dalam hatinya. Pikiran dan perasaannya
benar-benar tidak menentu. Thalut pulang dengan perasaan kecewa.
Tetapi Thalut bukannya bertobat, malah semakain sakit
hatinya. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu menghajar Daud. Lagipula
kedudukannya tidak akan aman selagi Daud masih hidup. Lebih-lebih tentaranya
sudah lebih dari dua pertiga bergabung dengan Daud.
Pada suatu hari Thalut kembali memimpin tentaranya,
jumlahnya lebih besar, dengan peralatan yang jauh lebih hebat dan lengkap. Para
pengintai melaporkan kedatangan Thalut kepada Daud, segera setelah itu, Daud
memerintahkan tentaranya untuk bersembunyi demi menghindari perang saudara.
Maka dibagilah tentara Daud menjadi beberapa kelompok untuk
mengelabui Raja Thalut dan tentaranya. Strategi Daud berhasil, mereka tidak
menemukan persembunyiannya. Di lain pihak, Thalut dan tentaranya kelelahan dan
istirahat hingga tertidur kelelahan. “Mereka semuanya telah tidur, kalau kita
menyerang mereka , niscaya binasalah mereka, termasuk Thalut,” kata seorang
prajurit pengintai melaporkan.
Daud dan beberapa pengikutnya yang paling setia lalu
mendatangi Thalut dan tentaranya yang sedang tertidur lelap. Daud melangkahi
beberapa prajurit musuh. Setelah sampai di dekat Thalut, ia mengambil senjata
dan kendi berisi air yang di letakkan di dekat kepala Thalut. Kemudian dari
atas bukit, tidak jauh dari tempat itu, Daud berseru sekuat suaranya.
“Lihatlah ini panah dan kendi Raja Thalut yang telah saya
ambil sendiri dari dekat lehernya. Silahkan ambil kesini. Saya tidak bermaksud
membunuh Raja Thalut, tetapi untuk memberikan peringatan yang kedua kali, agar
tidak menuruti kata-kata iblis yang telah menguasai dirinya. Jika saya mau,
tentulah saya dapat membunuhnya. Thalut, sadarlah…!”
Teriakan Daud itu terdengar sangat agung, seperti bukan
suara manusia biasa. Kata-kata Daud itu amat berkesan di hati Thalut. Sekarang
ia sadar, iblislah yang mendorongnya untuk merencanakan pembunuhan
terhadap Daud. Thalut sekarang
benar-benar insyaf, ia menyesal dan menangis, mencucurkan air mata, minta
pengampunan Allah SWT.
Dengan langkah tertegun-tegun ia pulang ke Istananya.
Setibanya disana, ditanggalkannya semua baju kebesarannya. Sekarang pikiran dan
tujuan hidup satu-satunya hanyalah minta pengampunan Allah SWT. Ia ingin
bertobat, menebus dosa-dosanya.
Tengah malam ia keluar dari Istananya, tidak seorang pun
yang mengetahui kemana ia pergi. Ia pergi dan tak pernah kembali. Ia mengembara
melepaskan rindu di hati. Rindu kepada pengampunan Allah SWT. Tak lama setelah
kepergian Thalut itu, Daud di nobatkan sebagai Raja. Itulah yang menjadi
kehendak Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar