Li khamsatun utfi biha harral jahimil hatimah al-mustafa wal
murtada wabnahuma wa fatimah. Kupunya lima orang yang dengannya dapat
kupadamkan panas neraka yang membara: al-mustafa (Muhammad SAW), al-murtada
(Sayyidina Ali), wabnahuma (kedua anak Sayyidina Ali dan Fatimah, yaitu Hasan
dan Husayn), dan Fatimah.
Suatu saat, Guru Mulia al-Habib Umar bin Hafidz pernah
mengajar ilmu nahwu dasar. Di situ terdiri dari berbagai tingkatan murid, ada
murid-murid yang memang baru kenal nahwu, ada murid yang sudah mendalami nahwu,
sampai ada guru guru pakar syariah yang sudah sangat mendalam ilmu nahwu dan
seluruh cabang lainnya, mereka semua ikut duduk hadir.
Lalu Guru Mulia al-Habib Umar bin Hafidz memberi contoh
Fi'il Amr (kata ganti untuk perintah), hanya contoh kata saja. Tetapi ketika
beliau bersuara dengan nada yang sedikit ditekan, beliau menyebutkan beberapa
kata dan tiba-tiba para murid senior yang sudah jauh melewati nahwu malah
tertunduk menangis ketakutan.
“Saya jadi bingung, ini kan pelajaran nahwu dasar dan contoh
yang diberikan hanya contoh Fi'il Amr. Saya pun sudah tahu itu tapi diam saja
karena tahu kedalaman ilmu beliau, namun kenapa guru-guru saya yang murid
beliau juga, malah menunduk dan menangis ketakutan?” gumamku dalam hati.
Ternyata mereka mendalami makna ucapan itu, meski Guru Mulia
al-Habib Umar bin Hafidz hanya mengajarkan contoh saja kepada mereka yang masih
belajar nahwu dasar, tapi contoh-contoh fi'il itu sangat menghantam dengan
pengajaran tajam pada para senior. Ucapan beliau beberapa contoh Fi'il Amr
adalah: “Ikhsya’!, Ikhdha’!, Irqa’!” dan beberapa contoh lainnya.
Bagi yang pemahaman ilmu nahwunya baru kelas dasar mereka
hanya mencatat selesai, tapi para senior menangkapnya dengan lebih khusus,
mereka menunduk ketakutan dan menangis karena makna ucapan kalimat itu yang
antara lain adalah: “Ikhsya’” (khusyuklah!), “Ikhdha’!” (tunduklah pada
Allah!), “Irqa’!” (dakilah tangga keluhuran!).
Para senior itu gemetar dengan kalimat-kalimat itu, padahal
beliau hanya memberi contoh saja pada mereka yang nahwunya di kelas dasar, tapi
memberi ilmu makrifah pada yang kelas senior dengan ucapan yang sama. Demikian
samudera ilmu, mengajar satu cabang ilmu, namun berbeda maknanya sesuai dengan
yang difahami dan ditangkap oleh masing-masing tingkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar