Kalau kita ingin menceritakan tentang Datu Ujung, maka ceritanya cukup banyak. Tapi yang ingin saya ceritakan adalah
kisah tentang Datu Ujung sewaktu beliau hendak mendirikan mesjid. Masjid yang
didirikan masih ada sampai sekarang. Perlu diketahui bahwa Datu Pujung yang
diceritakan ini termasuk orang yang berpengetahuan tentang agama.
Sebenarnya Datu Ujung kadang-kadang berada di
daerah ini, kadang-kadang di negeri sebelah yaitu dunia datu-datu. Setiap datu
tentu mempunyai kejayaan masing-masing, tetapi mereka tidak bermusuhan.
Pada suatu hari beliau datang ke desa Ulin
kandangan, yaitu akan mengundang Datu Ulin untuk bergotong royong membangun
mesjid, “Apa kabar?” kata Datu Ulin. “kabar baik”, “sesungguhnya lama kita tidak
bertemu, mungkin ada yang ingin dibicarakan?”
Sebagimana dua orang saudara angkat yang lama
tidak bertemu, maka keduanya asik bercakap-cakap. Ada-ada saja yang mereka
perbicarakan, sehingga tidak terasa matahari sudah tinggi. Hampir setengah hari
lamanya mereka bercakap-cakap.
Karena meresa perut sudah lapar, berkatalah
Datu Ulin kepada sahabatnya, “sekarang apa yang kita lakukan?” “terserah.” Kata
Datu Ujung. “aku sebagai tamu mengikuti saja apa yang diinginkan tuan rumah.”
“kalau begitu kita masak nasi. Untuk lauknya kita menggulai paku.” “Baiklah”.
Datu Ujung menyangka, yang akan digulai Datu
Ulin adalah paku pakis sebagaimana lazimnya. Tetapi ternyata Datu Ulin
menggulai paku sungguhan, paku besi. Diam-diam saja karena merasa salah omong.
Setelah sekian lamanya, Datu Ulin segera
mengajak sahabatnya itu untuk bersantap. Datu Ulin memakan paku itu dengan
nikmatnya, keakan-akan paku itu benda yang lemas dan enak tanpa takut
ketulangan. Maklumlah Datu Ulin seorang yang punya kesaktian. Tetapi Datu Pujung
tidak berani berbuat demikian. Dalam hati ia berpikir, sungguh keterlaluan
sahabatnya ini bergurau. Saya sendiri tidak pernah bebuat demikian. Tetapi
ingat, pikir pujung dalam hati, nanti kamu merasa sendiri akibat dari perbuatan
ini.
Setelah selesai makan, keduanya duduk-duduk
sambil mengisap rokok. Tiba-tiba Datu Pujung berkata, “setiap yang berasal dari
besi itu keras”. Sehabis ia mengatakan keras tersebut tiba-tiba paku yang
dimakan Datu Ulin mengeras dan menembus perutnya. Tetapi tidak malu kalau dikatakan
Datu Ulin seorang yang sakti, karena dengan satu tepukannya, paku-paku itu
kembali lemas.
Datu pujung kemudian mengutarakan maksudnya
untuk mendirikan mesjid dan mengundang Datu Ulin untuk datang membantu.
Sementara itu orang-orang di kampung sudah mempersiapkan segala pekakas
bangunan. Ada yang menyumbang tiang, batok, dan segala ramuan yang diperlukan
untuk mendirikan mesjid. Papan dibeli dikota Negara. Sedangkan untuk keperluan
atap, orang-orang bergotong royong mengumpulkan daun rumbia.setelah semua
tersedia, Datu Ujung berkata, “besok kita akan mulai bekerja”.
Untuk melaksanakan pekerjaan, selain penduduk
sana, dari tempat lain juga diundang orang-orang yang terkenal kekuatan
tenaganya. Pada hari yang ditentukan semua sudah hadir, terutama untuk mendirikan
tiang guru. Secara adat semua undangan ditanggung makan minumnya. Tambahan pula
Datu Ujung terkenal sebagai Datuk Padi. Artinya dimana beliau berada maka di
kampung itu hasil panen akan menjadi berlimpah ruah. Apabila beliau tidak
berada ditempat itu maka hasil padi akan berkurang. Apa sebabnya demikian, tak
seorang pun tahu. Jadi kalau sekiranya empat puluh orang yang dijamu hingga
ratusan orang pun tidak merupakan persoalan besar. Dua tiga warga sudah dapat
menyediakannya.
jadi semua orang giat bekerja. ada yang
memahat, ada yang membuat pasak untuk tiang dan bermacam-macam pekerjaan lagi.
Orang perempuan tidak mau ketinggalan. Mereka bermarai-ramai menghambit, yaitu
membuat atap daun rumbia. karena pada zaman bahari yang ada hanya atap daun. Tak
ada yang berpaku tangan untuk membangun mesjid tersebut. Orang-orang yang
mempunyai tenaga besar, lain pula yang dikerjkannya. Kelihatan mereka saling
memerlukan kekuatannya. Kalau dilihat seseorang mengankat tiang yang empat
sampai liam depa panjangnnya, maka yang lain bukan hanya sebatang tetapi dua
batang sekali angkat. Padahal tiang yang diangkat bukanlah kecil, bahkan ada
yang sepemeluk besarnya. Apalagi yang dinamakan tiang guru. karena banyaknya
perja yang bertanga besar luar biasa, hanya kira-kira sepuluh orang orang tiang
itu sudah bisa diangkat dan didirikan. Setelah itu barulah membuat kuda-kuda
belandar dan akhirnya siap untuk dipasang atap.
Hampir tidak terasa waktu lohor telah tiba.
Pembangunan mesjid telah selesai. Lalu tibalah waktu untuk bersantap. Ketika
akan menyiapkan hidangan, ternyata ikannya tidak cukup. Bagaimana akal. Ikan
tidak cuku untuk semua yang hadir.
"Kalau demikian", kata Ujung,
"Tunggulah sebentar. Kita tunda dulu makan tengah hari. Saya akan pergi
sebentar mencari ikan". Semua orang tak ada yang berani menyangkal kemauan
beliau, karena Datu Ujung yang menjadi pemimpin di sana.
"Ke mana datu akan mencari ikan?",
tanya seseorang. Menurut cerita, waktu itu Ujung akan mencari ikan ke Negara.
Orang-orang sama bertanya-tanya satu sama
lain. bagaimana mungkin tempat yang sejauh itu dapat dicapai pulang pergi dalam
waktu singkat. Melihat keraguan orang-orang yang hadir, Pujung berkata,
"jangan kuatir, sebentar saja aku sudah kembali".
"Baiklah".
Ujung kemudian menurunkan jukung ke air dan
mengambil pengayuh. Menurut cerita, dia mengayuh jukung sangat laju. sekali
menrangkuh dayung dia dapat melewati satu rantauan. Dengan kecepatan demikian,
tidak lama kemudian sampailah ke Negara.
Sepeninggal Datu Ujung orang-orang kembali
ramai membicarakan soal hidangan. Nasi sudah masak. Ditunggu seperempat jam
hingga setengah jam, Datu Pujung belum juga tiba. Padahal undangan yang datang
dari jauh perlu diberi makan lebih dahulu karena merak bermaksud akan pulang.
Kalau demikian lebih baik dimakan seadanya dulu. Nanti apabila beliau datang
barulah penduduk setempat makan bersama-sama. Yang penting undangan perlu
didahulukan.
Kembali cerita kepada perjalanan Datu Ujung.
Tidak berapa lama kemudian setibanya di daerah Negara dia mencari lubuk yang
dalam dan banyak ikannya. Dengan membawa sebila rotan yang panjang dia menyelam
ke dalam air. Ikan ditangkap denga tangan dan langsung ditusuk dengan rotan.
Begitulah kejayaan Datu Ujung. Dia bisa bertahan dalam air, dan mengankap ikan
tanpa mempergunakan tombak atau alat lainnya. Dipilihnya ikan yang besar-besar
seperti tauman, haruan (gabus), baung dan bermacam-macam ikan lainnya. Tidak
lama kemudian cukuplah ikan yang diperolehnya. Ikan dimasukkan ke dalam jukung,
dan akhirnya datu pulang dengan kembali ke kampungnya.
Ketika Datu Ujung sampai di tempatnya semula,
ternyata sebagian ada yang sudah selesai bersantap, tetapi ada pula yang belum.
Melihat demikian Datu Pujung terkejut.
"Bah, ke mana saja orang-orang yang kita
undang", seru Ujung. Orang-orang berpandang.
"Sebagian sudah pulang. Undangan yang
jauh sudah pulang, tetapi penduduk belum lagi makan, dan masih berada di
sekitar ini."
Rupanya beliau sangat marah. Ia bersusah payah
mencari ikan ke tempat yang begitu jauh untuk kepentingan semua orang. Setelah
ikan yang begitu banyak diperolehnya, ternyata seakan-akan tidak diperdulikan
sama sekali.
"Susah kuktakan sedari tadi, tungguh aku
dulu baru makanan dihidangkan. Mengapa tidak ada yang mau mendengar kataku.
Kalau demikian berarti kalian sama sekali tidak memandang sebelah mata pun
padaku. Berati kalian tidak memerlukanku lagi."
Setelah berkata demikian, Datu Ujung kemudian
berdiri di muka mesjid yang baru dibangun itu, tidak ambil peduli terhadap
orang banyak. Lalu Pujuk meletakkan sebelah kakinya ke mesjid itu, dan menekan
ke bawah. Begitu pijakanya, sebagian lantainya amblas ke dalam tanah. Setelah
melampiaskan kemarahannya demikian, ia pun menghilang. Orang tidak tahu ke mana
perginya setelah itu.
Semua orang ribut dan saling menyalahkan,
tetapi apa boleh buat, semua telah terlanjut. Dengan sedih mereka lalu
membenahi sisa perkakas bangunan yang tidak terpakai.
Mesjid yang didirikan itu ialah mesjid yang
terletak di kampung Banua Halat (dekat kampung penulis blog ini, yaitu di
kampung gadung), tidak jauh dari Kota Rantau. Sampai sekarang mesjid itu masih
berdiri. Menurut cerita, Datu Ujung kadang-kadang datang ke mesjid itu. Itulah
sebabnya mengapa mesjid itu dikeramatkan orang. Kita dapat mengetahui kalau
Datu Pujung berada di mesjid tersebut. Caranya. Pada malam Jum'at setelah
sembahyang Isya, kipas yang ada di mesjid itu disisihkan ke tepi. Jangan ada
yang ketinggalan. Besok, apabila di samping mimbar terdapat sebuah kipas
berarti beliau datang bersembahyang disana. Apabila hingga pagi tidak terdapat
perubahan, berarti beliau tidak datang bertandang.
Adapula sebuah cerita tentang mesjid Banua
Halat yang dianggap keramat itu. Pada zaman penjajahan Belanda, pernah
sepasukan tentara datang ke kampung Banua Halat. Ketika mereka melihat bangunan
mesjid tersebut mereka bermaksud membakarnya. Tetapi mesjid yang dimaksud bukan
mesjid yang dibangun oleh Datu Ujung, tetapi bangunan yang telah dibina untuk
ketiga kalinya.
Ketika mereka menyulut mesjid itu dengan api, ternyata tidak mau
terbakar. Apa akal. Salah seorang dari tentara Belanda itu mengambil lemak babi
dan kemudian barulah mesjid itu dapat mereka bakar. Salah satu tiang yang
hangus itu masih ada sampai sekarang. Bila kami masuk ke dalam mesjid itu
sekarang, akan tetapi terlihat sebuah tiang yang berwarna hitam bekas terbakar
itulah tiangnya.
http://ceritarakyatkalsel.blogspot.com/2011/02/datu-pujung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar