Ia amat disegani dan dihormati orang-orang di kampung itu
karena ia menjadi pemimpin masyarakat di sana. Itu pula sebabnya ia diberi
gelar datu oleh masyarakat.
Datu Kalaka disegani dan dihormati masyarakat, tetapi ia
dibenci dan ditakuti Belanda. Ia sangat menentang Belanda dan memimpin
perlawanan yang banyak meminta korban di pihak Belanda. Anehnya, walaupun
pernah berkali-kali terkepung pasukan Belanda, Datu Kalaka selalu dapat
meloloskan diri.
Tersebar berita di masyarakat, khususnya di kalangan orang
Belanda, bahwa Datu Kalaka mempunyai kesaktian menghilangkan diri. Walaupun
orang biasa dapat melihat, orang Belanda tetap tidak mampu melihat. Hal itu
membuat penasaran pihak Belanda. Dengan segala tipu daya, mereka berusaha
menangkap Datu Kalaka. Mereka menjanjikan hadiah besar bagi siapa saja yang
mampu menyerahkan Datu Kalaka hidup maupun mati kepada pihak Belanda
Oleh karena itu, Datu Kalaka selalu pindah tempat tinggal
untuk menghindarkan diri dari Belanda. Jadi, jika Belanda berusaha mencarinya
di kampung pasti sia-sia. Akan tetapi, pada waktu-waktu tertentu, ia kembali ke
rumah, berkumpul dengan keluarga dan masyarakat sekitar.
Karena sudah cukup lama Belanda tidak pernah datang ke
kampungnya, Datu Kalaka merasa aman dan tidak perlu pindah tempat tinggal. Ia
menetap di kampung sambil mengerjakan ladang dan kebun serta memimpin
masyarakat.
Pada suatu hari, ketika Datu Kalaka sedang bersantai di
rumah, ada orang datang memberitahu bahwa pasukan Belanda memasuki kampung.
Tentu mereka akan menangkap Datu Kalaka.
Sebagai seorang datu, Datu Kalaka tidak mau menunjukkan
kekhawatirannya di hadapan orang lain. Ia juga tidak ingin menyelamatkan diri
sendiri jika masyarakat menjadi korban karenanya. Oleh karena itu, ia menyuruh
penduduk menyelamatkan diri. Setelah itu, ia memikirkan cara untuk meloloskan
diri. Sayang, tempat tinggalnya sudah dikepung Belanda. Tidak mungkin lagi ia
lepas dari sergapan. Jika sampai tertangkap, ia tidak dapat membayangkan
hukuman apa yang akan diterimanya. Mungkin ia akan disiksa, dikurung, bahkan
dibunuh. Jika ia melawan, berarti bunuh diri.
Datu Kalaka tidak ingin ditangkap dan tidak mau mati konyol.
Ia berpikir cepat dan memutuskan mengambil jalan nekat yang tidak masuk akal.
Jika jalan yang ditempuh itu ternyata meleset, nyawa taruhannya.
Ketika pasukan Belanda memasuki kampung, mereka amat
penasaran karena kampung sepi. Rumah-rumah kosong. Belanda marah dan
melampiaskan kemarahan mereka dengan menghancurkan kampung itu. Mereka
berpencar dan memeriksa segenap pelosok kampung.
Mereka kaget ketika tiba-tiba melihat suatu pemandangan aneh
tapi nyata di suatu lorong. Sebuah ayunan raksasa! Kedua sisi kain panjang yang
dijadikan ayunan itu diikat wilatung (sejenis rotan yang besar batangnya) ditautkan
ke puncak betung (bambu besar) yang ada di kiri kanan lorong itu. Mereka amat
terkejut ketika menengok ke dalam ayunan yang berada di tengah-tengah lorong.
Di dalam ayunan itu terbaring dengan tenangnya seorang bayi raksasa sebesar
ayunan. Bayi itu menatap serdadu Belanda yang berdiri di sekeliling ayunan,
kemudian ia memejamkan mata. Ukuran bayi itu lebih besar dan panjang daripada
ukuran orang dewasa yang normal. Seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu, bahkan
berkumis dan bercambang lebat.
Seluruh anggota pasukan Belanda gemetar ketakutan. Jika
bayinya saja sebesar itu, apalagi orang tuanya. Pasukan Belanda pun hilang
keberaniannya. Mereka segera meninggalkan bayi raksasa dan kampung yang telah
kosong itu untuk kembali ke markas.
Bayi raksasa itu ternyata Datu Kalaka. Sebelum pasukan
Belanda datang, ia sempat membuat ayunan. Kemudian, ia berbaring di dalam
ayunan itu dan berlaku seperti bayi.
Di Kabupaten Hulu Sungal Tengah Propinsi Kalimantan Selatan
sekarang masih ada sebuah desa bernama Kalaka. Konon, nama itu diambil dari
nama Datu Kalaka. Di sana juga ada sebuah makam, menurut orang tua-tua makam
itu makam Datu Kalaka. Makam itu luar biasa besarnya, jarak antara nisan yang
satu dengan nisan lainnya kucang lebih dua meter. Orang percaya bahwa tubuh Datu
Kalaka itu tinggi besar, lebar dadanya kurang lebih tujuh kilan (jengkal).
dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/datu-kalaka.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar