[Al-Imam Alwi Al-Ghuyur - Al-Faqih Al-
Muqaddam Muhammad - Ali -
Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali'
Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi -
Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-
Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq -
Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin
- Husain - Fatimah Az-Zahro -
Muhammad SAW] Beliau adalah Al-Imam Alwi bin Al-
Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin
Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya
sampai Rasulullah SAW.Telah diriwayatkan bahwa Imam Alwi diperintahkan oleh ayahnya mencari rumput untuk makanan kambing, maka ia kembali ke ayahnya dan tidak jadi memotong rumput tersebut. Ayahnya berkata : kenapa kamu kembali, mana rumput untuk makanan kambingnya ? Imam Alwi menjawab : Bagaimana saya dapat memotong rumput itu, karena ketika ingin memotongnya saya saksikan rumput tersebut sedang bertasbih kepada Allah swt dan saya merasa malu untuk memotongnya. Berkata al-Muhaddits Imam Muhammad bin Ali bin Alwi al-Khirrid Baalawi dalam kitabnya al-Ghuror, telah dikabarkan kepada syaikh Abdurrahman bin Ali, sesungguhnya kaum ulama al-arifin berkata : Tiga orang dari keluarga Alawiyin yang cerdik dan doanya mustajab ialah syaikh Alwi, anaknya syaik Ali dan Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf. Beliau dijuluki
dengan Al-Ghuyur (yang cemburu),
yaitu yang cemburu atas namanya. Hal
ini dikarenakan tidak ada seorang
pun dari keluarga Bani Alawy di jaman beliau yang bernama Alwi. Jika ada
seseorang yang berniat memberi
nama Alwi, pasti ia akan tercegah
untuk menamakan dengan nama itu,
sehingga memberikan nama lain. Beliau dilahirkan di kota Tarim dan
dibesarkan disana. Beliau dididik
langsung oleh ayahnya. Beliau
mengambil dari ayahnya berbagai
macam ilmu dan pengetahuan. Beliau
juga menempuh jalan ayahnya, baik secara syariah, thariqah maupun
haqiqah. Ibu beliau adalah Hababah
Zainab binti Ahmad bin Muhammad
Shahib Mirbath, seorang wanita yang
termasuk al-’arif billah. Beliau adalah seorang keturunan
Rasul SAW yang agung, seorang yang
alim dan mengamalkan ilmunya, serta
seorang ahli zuhud. Beliau adalah
seorang al-’arif billah, mempunyai
maqam yang tinggi dan karomah yang luar biasa. Beliau banyak
mendapatkan ilmu-ilmu laduniyyah
dan asrar ghaibiyyah. Beliau jika berkata terhadap sesuatu,
“Kun (jadilah),” maka sesuatu itu jadi
sebagaimana yang dikehendakinya
dengan ijin Allah. Banyak para ulama
besar dan auliya di jamannya
menukilkan ucapan beliau yang berkata, “Aku berada dalam maqam
Al-Junaid.” Beliau dapat mendengar
tasbih dari benda-benda mati. Beliau bisa mengenali orang-orang
yang ahli celaka dan yang ahli
bahagia. Pada suatu hari ayahnya, Al-
Faqih Al-Muqaddam, berkata kepada
beliau pada saat beliau masih kecil,
“Engkau dapat mengenali mana orang yang ahli celaka dan mana yang ahli
bahagia. Maka lihatlah yang demikian
itu di dahiku (aku termasuk yang
mana)?.” Lalu beliau melihatnya dan
mendapatkannya sebagai orang yang
termasuk ahli bahagia, kemudian beliau sampaikan hal tersebut kepada
ayahnya. Suatu saat beliau berziarah ke
datuknya, Rasulullah SAW, dan di
sampingnya ada Abubakar dan Umar
(semoga Allah meridhoi keduanya).
Beliau berkata kepada datuknya SAW,
“Dimanakah kedudukanku di sisimu, wahai kakek?.” Menjawab Rasulullah
SAW, “Di kedua belah mataku.” Lalu
Rasulullah SAW bertanya kepada
beliau, “Dan dimanakah
kedudukanku di sisimu, wahai Syeikh
Alwi?.” Lantas beliau menjawab, “Di atas kepalaku.” Kemudian Abubakar
berkata, “Bagaimana engkau
menempatkan Rasulullah demikian?.
Dia menempatkanmu di kedua belah
matanya, sedangkan engkau
menempatkannya di atas kepalamu. Tidak ada sesuatu yang dapat
menyamai kedua belah mata. Engkau
harus mensyukurinya dengan
bersedekah kepada para fakir miskin
100 dinar.” Setelah beliau pulang,
beliau pun bersedekah 100 dinar sebagai tanda syukur. Pada saat beliau berlambat-lambat
dalam menikah, berkatalah calon
keturunannya dari punggungnya,
“Kami telah berada di punggungmu.
Cepatlah menikah. Kalau tidak, kami
akan keluar dari punggungmu!.” Ketika beliau telah menikah dan
istrinya mengandung, berkatalah si
jabang bayi dari rahim istrinya, “Aku
anak sholeh. Aku hamba Sholeh.” Beliau, Al-Imam Alwi Al-ghuyur,
seorang yang cepat memberikan
pertolongan bagi siapa saja yang
membutuhkan pertolongan. As-
Sayyid Al-Allamah Al-Imam
Muhammad bin Alwi Al-Khirid Ba’alawy berkata di dalam kitabnya
Al-Ghurar, “Mengabarkan kepadaku
Asy-Syeikh Abdurrahman bin Ali
bahwa para al-’arif billah berkata, ‘Ada
3 orang dari keluarga Bani Alawy
yang senantiasa semangatnya terpelihara. Sifatnya yang merespon
pertolongan dengan cepat selalu
semakin baik dan terjaga. Seorang
yang meminta pertolongan kepada
mereka, selalu cepat mereka bantu.
Mereka adalah Alwi Al-Ghuyur, dan anaknya yaitu Ali, serta Asy-Syeikh
Umar Al-Muhdhor.’ “ Ayah beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam,
memuji kepada beliau dan
memberikan isyarat bahwa pada
suatu saat nanti anaknya itu akan
menjadi seorang wali yang agung.
Banyak para ulama mengatakan bahwa sirr ayahnya pindah kepada
diri beliau. Sebagian di antara mereka
berkata, “Beliau pengganti dari orang-
orang yang terdahulu.” Beliau menikah dengan seorang
wanita yang bernama Hababah
Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin
Muhammad Shahib Mirbath. Melalui
istrinya tersebut, beliau dikaruniai dua
orang putra, yaitu Ali dan Abdullah. Beliau wafat pada hari Jum’at, 12
Dzulqaidah 669 H. Jasad beliau
disemayamkan di pekuburan Zanbal
Tarim dan diletakkan di sebelah timur
dari makam ayahnya.
Muqaddam Muhammad - Ali -
Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali'
Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi -
Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-
Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq -
Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin
- Husain - Fatimah Az-Zahro -
Muhammad SAW] Beliau adalah Al-Imam Alwi bin Al-
Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin
Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya
sampai Rasulullah SAW.Telah diriwayatkan bahwa Imam Alwi diperintahkan oleh ayahnya mencari rumput untuk makanan kambing, maka ia kembali ke ayahnya dan tidak jadi memotong rumput tersebut. Ayahnya berkata : kenapa kamu kembali, mana rumput untuk makanan kambingnya ? Imam Alwi menjawab : Bagaimana saya dapat memotong rumput itu, karena ketika ingin memotongnya saya saksikan rumput tersebut sedang bertasbih kepada Allah swt dan saya merasa malu untuk memotongnya. Berkata al-Muhaddits Imam Muhammad bin Ali bin Alwi al-Khirrid Baalawi dalam kitabnya al-Ghuror, telah dikabarkan kepada syaikh Abdurrahman bin Ali, sesungguhnya kaum ulama al-arifin berkata : Tiga orang dari keluarga Alawiyin yang cerdik dan doanya mustajab ialah syaikh Alwi, anaknya syaik Ali dan Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf. Beliau dijuluki
dengan Al-Ghuyur (yang cemburu),
yaitu yang cemburu atas namanya. Hal
ini dikarenakan tidak ada seorang
pun dari keluarga Bani Alawy di jaman beliau yang bernama Alwi. Jika ada
seseorang yang berniat memberi
nama Alwi, pasti ia akan tercegah
untuk menamakan dengan nama itu,
sehingga memberikan nama lain. Beliau dilahirkan di kota Tarim dan
dibesarkan disana. Beliau dididik
langsung oleh ayahnya. Beliau
mengambil dari ayahnya berbagai
macam ilmu dan pengetahuan. Beliau
juga menempuh jalan ayahnya, baik secara syariah, thariqah maupun
haqiqah. Ibu beliau adalah Hababah
Zainab binti Ahmad bin Muhammad
Shahib Mirbath, seorang wanita yang
termasuk al-’arif billah. Beliau adalah seorang keturunan
Rasul SAW yang agung, seorang yang
alim dan mengamalkan ilmunya, serta
seorang ahli zuhud. Beliau adalah
seorang al-’arif billah, mempunyai
maqam yang tinggi dan karomah yang luar biasa. Beliau banyak
mendapatkan ilmu-ilmu laduniyyah
dan asrar ghaibiyyah. Beliau jika berkata terhadap sesuatu,
“Kun (jadilah),” maka sesuatu itu jadi
sebagaimana yang dikehendakinya
dengan ijin Allah. Banyak para ulama
besar dan auliya di jamannya
menukilkan ucapan beliau yang berkata, “Aku berada dalam maqam
Al-Junaid.” Beliau dapat mendengar
tasbih dari benda-benda mati. Beliau bisa mengenali orang-orang
yang ahli celaka dan yang ahli
bahagia. Pada suatu hari ayahnya, Al-
Faqih Al-Muqaddam, berkata kepada
beliau pada saat beliau masih kecil,
“Engkau dapat mengenali mana orang yang ahli celaka dan mana yang ahli
bahagia. Maka lihatlah yang demikian
itu di dahiku (aku termasuk yang
mana)?.” Lalu beliau melihatnya dan
mendapatkannya sebagai orang yang
termasuk ahli bahagia, kemudian beliau sampaikan hal tersebut kepada
ayahnya. Suatu saat beliau berziarah ke
datuknya, Rasulullah SAW, dan di
sampingnya ada Abubakar dan Umar
(semoga Allah meridhoi keduanya).
Beliau berkata kepada datuknya SAW,
“Dimanakah kedudukanku di sisimu, wahai kakek?.” Menjawab Rasulullah
SAW, “Di kedua belah mataku.” Lalu
Rasulullah SAW bertanya kepada
beliau, “Dan dimanakah
kedudukanku di sisimu, wahai Syeikh
Alwi?.” Lantas beliau menjawab, “Di atas kepalaku.” Kemudian Abubakar
berkata, “Bagaimana engkau
menempatkan Rasulullah demikian?.
Dia menempatkanmu di kedua belah
matanya, sedangkan engkau
menempatkannya di atas kepalamu. Tidak ada sesuatu yang dapat
menyamai kedua belah mata. Engkau
harus mensyukurinya dengan
bersedekah kepada para fakir miskin
100 dinar.” Setelah beliau pulang,
beliau pun bersedekah 100 dinar sebagai tanda syukur. Pada saat beliau berlambat-lambat
dalam menikah, berkatalah calon
keturunannya dari punggungnya,
“Kami telah berada di punggungmu.
Cepatlah menikah. Kalau tidak, kami
akan keluar dari punggungmu!.” Ketika beliau telah menikah dan
istrinya mengandung, berkatalah si
jabang bayi dari rahim istrinya, “Aku
anak sholeh. Aku hamba Sholeh.” Beliau, Al-Imam Alwi Al-ghuyur,
seorang yang cepat memberikan
pertolongan bagi siapa saja yang
membutuhkan pertolongan. As-
Sayyid Al-Allamah Al-Imam
Muhammad bin Alwi Al-Khirid Ba’alawy berkata di dalam kitabnya
Al-Ghurar, “Mengabarkan kepadaku
Asy-Syeikh Abdurrahman bin Ali
bahwa para al-’arif billah berkata, ‘Ada
3 orang dari keluarga Bani Alawy
yang senantiasa semangatnya terpelihara. Sifatnya yang merespon
pertolongan dengan cepat selalu
semakin baik dan terjaga. Seorang
yang meminta pertolongan kepada
mereka, selalu cepat mereka bantu.
Mereka adalah Alwi Al-Ghuyur, dan anaknya yaitu Ali, serta Asy-Syeikh
Umar Al-Muhdhor.’ “ Ayah beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam,
memuji kepada beliau dan
memberikan isyarat bahwa pada
suatu saat nanti anaknya itu akan
menjadi seorang wali yang agung.
Banyak para ulama mengatakan bahwa sirr ayahnya pindah kepada
diri beliau. Sebagian di antara mereka
berkata, “Beliau pengganti dari orang-
orang yang terdahulu.” Beliau menikah dengan seorang
wanita yang bernama Hababah
Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin
Muhammad Shahib Mirbath. Melalui
istrinya tersebut, beliau dikaruniai dua
orang putra, yaitu Ali dan Abdullah. Beliau wafat pada hari Jum’at, 12
Dzulqaidah 669 H. Jasad beliau
disemayamkan di pekuburan Zanbal
Tarim dan diletakkan di sebelah timur
dari makam ayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar