Diantara Habaib yang selalu membela dan mendukung Guru Zaini
adalah Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi. Beliau adalah seorang habib kelahiran
Hadhramaut, termasuk salah seorang murid dari Al-Arif billah Al-Habib ‘Ali Bin Muhammad
Bin Husein al-Habsyi (Pengarang Maulid Simthud Duror/Maulid Al-Habsyi) di
Hadramaut.
Pada usia 40 tahun Habib Zein hijrah dari Hadramaut ke
Kalimantan Selatan bersama keluarga beliau, dan beliau memilih Martapura
sebagai tempat bermukim. Sedangkan saudara beliau lainnya yaitu Habib Ahmad
al-Habsyi, Habib Umar, Habib Salim al-Habsyi memilih tinggal di Banjarmasin.
Ayah beliau Habib Muhammad al-Habsyi sudah lebih dahulu
tinggal dan wafat di Banjarmasin serta dimakamkan di Alkah Turbah Sungai
Jingah. Begitu juga dengan sepupu beliau yang bernama Habib Ibrahim al-Habsyi
yang telah bermukim dan wafat di Kota Negara Hulu Sungai Selatan.
Kedatangan Habib Zein dan keluarga beliau lainnya ke
Kalimantan Selatan adalah suatu berkah tersendiri bagi masyarakat Kalimantan
Selatan, karena mereka semua datang dari negeri yang penuh dengan ilmu agama
yang murni berdasarkan Ahlussunnah wal Jamaah yaitu negeri Tarim Hadhramaut.
Pada usia 45 tahun Habib Zein menikah dengan Syarifah
Tholhah anak dari Habib Abdullah As-Seggaf Kampung Melayu Martapura. Dan
sebelumnya Habib Zein juga mempunyai isteri di Mekkah dan mempunyai beberapa
orang anak disana.
Beliau adalah seorang yang pemurah dan kasih sayang. Suatu
ketika beliau melihat gerobak sapi yang sarat dengan muatan kayu bakar untuk
dijual, sedangkan si penjual kayu terus menerus memukulkan cambuk kepada sapi
yang sudah terlihat sangat letih dan lapar. Maka Habib Zein memanggil si
penjual kayu dan membeli kayu tersebut, disebabkan rasa kasihan dengan sapi
itu, padahal masih banyak persedian kayu bakar di rumah beliau. Begitu pula
sifat kasih sayang beliau yang tidak pernah memarahi anak-anaknya. Bahkan
apabila seorang anaknya menangis, beliau selalu membelikan makanan kecil
untuknya. Seringkali beliau menasehati anak-anaknya apabila waktu senja tiba
agar jangan ada lagi yang masih di luar rumah, untuk bersiap-siap menyambut
malam dengan diawali shalat Magrib berjamaah. Beliau sendiri sebelum tiba waktu
shalat Dzuhur dan Ashar bersegera menutup jualan dan ikut shalat berjamaah di
Masjid Jami’ Martapura.
Pada suatu kejadian pernah seorang yang kebingungan dan
bersedih karena dagangannya baru ditipu orang. Orang itu lewat di depan Habib
Zein yang sedang berjualan minyak wangi, kitab, tasbih dan sebagainya di Pasar
Martapura. Maka beliau memanggilnya dan mengusap kepala pedagang tadi seraya
berkata : “Insya Allah nanti kamu akan dapat rizqi yang lebih dari itu” serta
mendo’akannya. Padahal si pedagang itu tidak pernah bercerita kepada siapapun
tentang musibah yang ia alami, namun Habib telah mengetahui kegundahan hatinya.
Tidak beberapa lama setelah musibah itu, pedagang tadi mendapat rizqi yang
banyak dan usahanya lebih baik dari sebelumnya.
Habib Zein al-Habsyi adalah seorang yang ‘Alim dan sangat
cinta kepada ulama dan para penuntut ilmu, beliau lebih banyak melakukan Dakwah
Bil Haal (memberi contoh dengan keperibadian yang mulia) serta mendorong Ahli
Qaryah (Masyarakat) untuk bersama-sama menimba ilmu, warisan dari Baginda
Rasulullah SAW kepada guru-guru yang ada di masa itu.
Walaupun beliau seorang yang kaya akan ilmu agama, namun
beliau sangat Tawadhu’ dan hanya ikut di tengah-tengah majelis ilmu berbaur
bersama para penuntut ilmu lainnya. Diantara Ulama yang selalu beliau ikuti
yaitu al-‘Alimul ‘Allamah Tuan Guru H. Abdurrahman atau yang lebih dikenal
dengan Tunji Adu, al-‘Alimul ‘Allamah Mufti H. Ahmad Zaini, al-‘Alimul Fadhil
Tuan Guru H. Husin Qadri, al-‘Alimul Fadhil Tuan Guru H. Semman Mulia secara
turun temurun, hingga sampai saat Guru Zaini mulai membuka majelis, beliau juga
selalu hadir di sana.
Sejak kedatangan Habib Zein al-Habsyi ke Martapura,
majelis-majelis ilmu agama menjadi lebih hidup dengan keberadaan beliau di
tengah-tengah penuntut ilmu. Lebih lagi pada majelis pengajian Guru Zaini di
Keraton, beliau selalu mendampingi kemanapun Guru Zaini diundang, baik untuk
membacakan Maulid maupun pengajian agama, beliau selalu ikut hadir.
Habib Zein adalah seorang yang lembut hatinya, apabila
beliau mendengar nasehat agama maupun maulid atau qashidah yang dibacakan oleh
Guru Zaini beliau sering meneteskan air mata, lebih-lebih apabila Guru Zaini
menceritakan tentang sejarah perjalanan hidupnya Rasulullah SAW, beliau
terlihat mengusap air matanya seraya berseru: “Allahumma Sholli ‘Alaih”…
“Allahumma Sholli ‘Alaih…” hingga dijawab diikuti oleh para hadirin,
“Shalallahu ‘alaih..” sehingga suasana majelis menjadi lebih berkesan dengan
kehadiran beliau.
Hubungan Habib Zein dengan Guru Zaini sangatlah erat, beliau
menganggap Guru Zaini adalah seperti anak kandungnya sendiri. Kedekatan Habib
Zein dengan Guru Zaini ini sangat terlihat pada waktu Guru Zaini menikah.
Sebagaimana anak dan ayah kandung pada umumnya mereka selalu
bertukar pikiran membicarakan masalah ilmu dan kemaslahatan umat. Apabila ada
masalah, Guru Zaini selalu minta nasehat dan do’a kepada beliau maka tangan
Habib Zein disentuhkannya ke telinga Guru Zaini dan dari lidah Habib selalu
keluar kalimat “jangan dilawani pun”, dan dengan penuh hikmat yang menunjukkan
kasih sayangnya yang mendalam membacakan ayat Al-Qur’an :
ان الله مع الصابرين
ان الله مع الصابرين
Demikianlah kecintaan serta dukungan Habib Zein kepada Guru
Zaini, beliau selalu mendo’akan dan menjaga lahir bathin Guru Zaini dengan
mewasiatkan kepada para habaib sepeninggal beliau, karena beliau melihat dengan
jelas zhohir, bathin, akhlaq dan niat Guru Zaini yang semata-mata Ittiba’
kepada Rasulullah SAW.
Kecintaan Habib Zein kepada Guru Zaini jelas terlihat,
menjelang hari wafatnya, beliau berwasiat kepada saudara sepupunya Habib Ali
bin Hasan al-Habsyi yang juga berasal dari Hadramaut, beliau berkata:
“Hai Ali, aku mungkin kada lawas lagi akan Tawajjuh
meninggal dunia, maka anak kita ‘Guru Zaini’ banyak musuhnya, jadi ikam hai
Ali, menemani Zaini ini, itu aja pesanku”,
Dijawab oleh Habib Ali: “Insya Allah”.
Maka setelah mendapat wasiat itu Habib Ali bin Hasan
al-Habsyi selalu mengikuti majelis Guru Zaini, demikian pula di bulan Ramadhan
Habib Ali bin Hasan ikut shalat Tarawih satu bulan penuh baik di langgar Darul
Aman Keraton maupun di langgar Ar-Raudhah Sekumpul dan beliau yang membacakan
do’anya. Kemudian Habib Ahmad Bin Abdurrahman As-seggaf Seiwun Hadhramaut
datang ziarah ke Sekumpul atas perintah Sayidina Faqih Muqaddam di dalam
Ijtima’ beliau dan bertemu Habib Ali maka Habib Ali berpesan kepada Habib Ahmad
untuk tinggal di Sekumpul menemani Guru Zaini.
Kata Habib Ali bin Hasan al-Habsyi : “Ahmad.. Aku sudah
hampir masanya Tawajjuh menghadap Allah, ini Guru Zaini banyak musuhnya banyak
nang mehiri’i inya, aku mengharap.. Ahmad.. ikam tinggal di Martapura
mendampingi akan Zaini, kasian Zaini kalau kada didampingi, inya banyak nang
mehiri’ i dan memusuhi. Dan sedikit sekali nang membela dan membantu inya” maka
setelah mendapat wasiat itu Habib Ahmad lama tinggal di Sekumpul.
Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi berpulang ke Rahmatullah
pada hari Sabtu, tanggal 27 Sya’ban 1402 H / 19 Juni 1982 M, dalam usia 100
tahun lebih. Dimakamkan di belakang rumah beliau di jalan A.Yani KM. 39
Kelurahan Kampung Jawa, Martapura.
Diposkan oleh Muhammad Rasyidi
http://rindurasul2.blogspot.com/2012_11_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar