MASJID Al
Mukaromah di Kampung Bandan yang terletak di tepi Jalan Lodan Raya, Kelurahan
Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, dianggap sebagai masjid keramat yang
menyimpan jejak sejarah penyebaran Islam di Jakarta. Di kompleks masjid ini
terdapat 3 (tiga) makam yang dikeramatkan, yaitu makam Habib Mohammad bin Umar
Al-Qudsi (wafat pada 23 Muharram 1118 H), Habib Ali bin Abdurrahman Ba’ Alwi
(wafat 15 Ramadhan 1122 H), dan Habib Abdurahman bin Alwi Asy-Syathri (wafat 18
Muharam 1326 H).
Pendiri
Masjid Kampung Bandan yang tampak sederhana itu, masih menyimpan peninggalan
masa lampau. Walaupun sudah banyak bagian masjid ini yang dipugar, namun
suasana abad ke -18 masih terasa, terutama dari bagian-bagian bangunan yang
masih ada dari masjid tersebut. Di antaranya adalah sejumlah tiang masjid itu
yang masih asli berwarna hijau, agak kontras dengan warna dinding masjid yang
putih. Barangkali inilah ciri khas masjid yang sudah berusia kurang lebih 300
tahun itu.
Di
sekeliling area masjid terdapat banyak pepohonan, sehingga lingkungan masjid
yang berdiri di lahan seluas sekitar 700 meter persegi itu terasa sejuk.
Sayang, masjid ini tidak memiliki lahan parkir yang luas, sehingga jemaah
masjid itu harus parkir di tepi Jalan Lodan.
Masjid
Kampung Bandan didirikan oleh Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri pada tahun
1789. Menurut pengurus masjid, Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri, yang merupakan
keturunan keempat Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri, berdasarkan cerita
turun temurun, Habib Abdurrahman mendapatkan karomah atau pencerahan dari Allah
untuk merawat dua makam wali penyebar agama Islam di Jawa yang berada di daerah
tersebut.
Kedua makam
tersebut diyakini sebagai makam Habib Mohammad Bin Umar Al Qudsi dan makam
Habib Ali Bin Abdurrahman Ba’Alwi yang merupakan salah satu khalifah penyebaran
agama Islam di tanah Jawa. Habib Abdurrahman membuat sebuah tempat persinggahan
untuk berteduh dan sembahyang bagi para peziarah di samping makam tersebut.
Namun karena semakin banyak para peziarah yang datang ke kuburan kedua wali
tersebut, akhirnya Habib Abdurrahman mendirikan sebuah surau. “Ketika dibangun
surau, di daerah sini masih berupa rawa dan setengah hutan, karena letaknya
sudah berada di pesisir pantai,” ujar Habib Alwi.
Setelah
Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri wafat, kepengurusan surau tersebut
diserahkan kepada anaknya, Habib Alwi Asy-Sathri. Jenazah Habib Abdurrahman
dikuburkan di samping kedua makam yang berada di kompleks surau tersebut.
Pada tahun
1947, surau tersebut diubah oleh Habib Alwi Asy Syathri menjadi bangunan masjid
dengan 12 tiang penopang. Karena di Kampung Bandan saat itu belum ada tempat
ibadah untuk masyarakat.
Pada saat
itu pula nama masjid yang sudah dikenal dengan sebutan Masjid K(e)ramat Kampung
Bandan bernama resmi Masjid Jami Al Mukaromah. Tapi hingga saat ini masyarakat
dan para peziarah lebih mengenal masjid ini dengan nama Masjid Kramat Kampung
Bandan.
Pada tahun
1972, Dinas Museum Purbakala Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memasukkan Masjid
Kramat Kampung Bandan menjadi salah satu cagar budaya yang bangunannya harus
dilindungi. Dan sejak saat itu, masjid tersebut setiap satu dasawarsa dipugar
agar tetap terjaga kelestariannya.
Seiring
dengan semakin dikenal dan banyaknya pengunjung Masjid Kramat Kampung Bandan,
pengurus masjid itu menambah ruangan masjid utama tersebut. Penambahan semula
dilakukan ke bagian depan masjid, lalu ke sisi kiri dan kanan dan terakhir
penambahan di bagian belakang masjid.
Menurut
Habib Alwi Bin Ali Asy-Sathri, saat ini masjid utama sudah dikelilingi oleh
bangunan tambahan masjid yang bisa menampung jemaah kurang lebih 700 orang.
“Masjid ini sudah tiga kali dipugar, yang pertama pada tahun 1979-1980, yang
kedua pada tahun 1989-1990, dan yang terakhir pada tahun 2000-2001, sementara
dananya berasal dari pemerintah,” ujarnya. Namun, kata Habib Alwi, pemerintah
hanya memberikan dana untuk renovasi sepuluh tahun sekali, sedangkan untuk dana
pemeliharaan rutin, pengurus masjid mendapatkannya dari infak shalat Jumat dan
para peziarah.
Menyinggung
soal sempitnya lahan parkir untuk kendaraan para peziarah, Habib Alwi mengakui
sebagai salah satu kendala di saat masjid banyak dikunjungi peziarah.
Sebelumnya, lahan warisan milik Habib Abdurrahman itu kurang lebih seluas dua
hektar. Tetapi karena tidak terpantau oleh pengurus terdahulu, sebagian lahan
itu dimanfaatkan oleh masyarakat pendatang dijadikan rumah tinggal. “Tanah
warisan milik Habib Abdurrahman sejak tahun 1970-an sudah banyak digarap warga
pendatang, dan hingga saat ini yang tertinggal hanya sekitar 30 persennya
saja,” ujarnya. Untuk mencegah semakin sempitnya area masjid tersebut, Kata
Alwi, dirinya pada tahun 1998 mengusulkan kepada Dinas Permuseuman DKI Jakarta
agar membangun tembok pembatas di sekeliling area masjid, sementara realisasi
pemagaran baru dilakukan pada tahun 2000.
Kata habib
Alwi, pihak pengelola juga berencana menjadikan area masjid tersebut sebagai
Pusat Kegiatan Islam (Islamic Centre). Kini telah dimulai dengan dibangunnya
sebuah lembaga pendidikan Islam di sisi utara masjid tersebut. Rencana
pembanguan Islamic Centre tersebut sudah direncanakan sejak tahun 1993. Saat
ini di area masjid tersebut terdapat sebuah Taman Kanak-kanak dan Taman
Pendidikan Al Quran dengan 50 siswa. “Sebagian siswa yang sekolah di sini
adalah yatim. Kita memberlakukan subsidi silang agar warga yang tidak mampu
juga bisa belajar di sekolah ini,” ujar Habib Alwi.
Lebih
lanjut, kata Habib Alwi, Masjid Al Mukaromah biasanya akan ramai didatangi para
peziarah pada bulan-bulan tertentu semisal bulan Maulid dan bulan Sya’ban,
menjelang bulan puasa. Sementara peziarah yang datang berasal dari berbagai
tempat di Indonesia semisal Jabodetabek, Jawa Timur, Madura, Kalimantan
Selatan, dan lain-lain. “Tapi memang jumlah peziarah akan membeludak pada bulan
Sya’ban, menjelang bulan puasa, sedangkan pada bulan puasa, masjid ini sepi
dari para peziarah, tapi banyak dikunjungi oleh warga sekitar untuk melakukan
shalat tarawih,” tuturnya.
Kata Habib
Alwi, sebagian peziarah mengaku terlebih dahulu mendapat mimpi. “Banyak
peziarah yang bilang ke saya sebelum datang ke masjid ini, mereka terlebih
dahulu mendapat mimpi agar datang ke sini. Dalam mimpi tersebut juga
digambarkan secara detail bagaimana bentuk masjid serta ciri-cirinya,” ujarnya.
Kata Alwi,
sebagian peziarah yang datang kebanyakan melakukan zikir dan ibadah di masjid
tersebut. Selain itu ada juga peziarah yang mengharapkan mendapatkan
benda-benda setelah berziarah ke masjid tersebut. “Keperluan peziarah yang
datang ke sini memang macam-macam. Biasanya apa yang dicari oleh para peziarah,
mereka dapatkan, semisal meginginkan batu atau angkin,” ujarnya. Menurut Habib
Alwi, keberadaan masjid keramat itu ternyata memberikan rezeki bagi warga
sekitarnya. Karena banyaknya para peziarah yang datang, warga bisa kecipratan
rezeki dari berdagang berbagai cenderamata, minyak wangi, menjadi tukang parkir
atau menjaga alas kaki para peziarah.
Masjid ini
juga memiliki cerita aneh di kalangan masyarakat. Hal itu terjadi pada tahun
1994, ketika dilakukan pembangunan jalan tol layang. Menurut Habib Alwi, pada
saat itu, rencananya sebagian halaman masjid akan digusur untuk jalan layang
tersebut. Dan jika terlaksana, letak masjid tersebut nantinya akan berada di
bawah jalan layang. Namun, pada saat pembangunan tiang penyangga jalan tersebut
patah dan ambruk. Pembangunan akhirnya dilakukan dengan cara manual, tapi tetap
saja tiang penyangga tidak bisa berdiri kokoh.
Keajaiban
lain juga terjadi, pada saat itu, para pekerja terus mengejar pengerjaan jalan
tol yang dirasakan sudah terlambat tersebut dengan tetap bekerja pada hari
Jumat, tanpa menghiraukan imbauan pengurus masjid untuk tidak melakukan
aktivitas pembangunan pada hari tersebut. Akhirnya, semua beton dan tiang
penyangga yang sedang dikerjakan hancur dan menewaskan banyak pekerjanya. “Menurut
pimpro pembangunan jalan tol ini, mereka tidak melihat ada masjid ini pada saat
melakukan penelitian dan pemotretan dari udara.
Baru setelah
kejadian ambruknya tiang penyangga yang menewaskan beberapa pekerja, pimpro
tersebut datang ke masjid. Mereka baru mengetahui kalau masjid ini keramat dan
akhirnya sepakat untuk menggeser area jalan tol ke sebelah selatan,” ujar Habib
Alwi sambil mengenang keajaiban terbesar yang dapat disaksikan banyak orang
pada saat itu.
Diposkan oleh Edy Rusman
http://mutiara-fiqh.blogspot.com/2012/03/habib-muhammad-bin-umar-al-qudsi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar