Sultan Muhammad Tsafiuddin II dan permaisurinya Ratu Anom
Kusumaningrat dikaruniai tujuh orang anak, masing-masing Raden Ahmad Agus
Pangeran Adipati Putra Mahkota Datuk Iyan, Raden Sandi Brajaningrat, Raden
Abubakar, Raden Mahmud, Raden Muhammad Ramang, Raden Sandut, Raden Muhammad
Tayeb Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Dengan selirnya Encik Nauyah Mas Nyemas
dikaruniai tujuh anak masing-masing Raden Muhammad Ariadinigrat Pangeran Paku
Negara sebagai wakil sultan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II,
Uray Muhammad Noh, Uray Muhammad Masjid, Uray Muhammad Sani, Raden Jumantan,
Raden Mutiara dan Raden Wildan.
Setelah putra tertua Raden Ahmad Agus dewasa maka diangkat
menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Pangeran Adipati sangat
terkenal dengan sifatnya yang keras dan sangat membenci kolonial Belanda.
Tetapi ia tidak berusia panjang, mangkat pada 1916. Pangeran Adipati mempunyai
seorang permaisuri bernama Utin Putri dari Kerajaan Mempawah dan beberapa orang
selir Dang Fatimah, Encik Nisbah dan Dang Banun. Dengan permaisurinya
dikaruniai empat orang anak yaitu Raden Asyura bersuami Raden Muhammad Yusuf
Kusuma Putera putra dari Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb, Raden Muhammad
Mulia Ibrahim putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya kemudian sebagai sultan
dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin beristrikan Ratu Mahrum
putri Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb,
Raden Halijah Ratu Sintang bersuami Raden Abdul Bachri Danu
Perdana Panembahan Sintang, Raden Zainal beristri Siti Zahrah. Dengan selirnya
Dang Fatimah dikaruniai tiga anak yaitu Raden Bujang Tauran Raden Anom beristri
Uray Aisyah, Raden Rajimah Taktin bersuami Raden Yakub Adiwijaya putra Pangeran
Ratu Nangkon dan Raden Ismail beristri Uray Ainiah putri Uray Abdurrahman.
Dengan selirnya Encik Nisbah putri Abdullah mempunyai dua anak yaitu Raden
Muhammad Bungok dan Raden Hasnah Raden Panji Kusuma Pangeran Laksamana beristri
Uray Fatimah putri Raden Muhammadan.
Setelah putra mahkota Pangeran Adipati Ahmad mangkat maka
Sultan Muhammad Tsafiuddin II mengangkat putra Pangeran Adipati yaitu Raden
Muhammad Mulia Ibrahim sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu Nata
Wijaya.
Karena Pangeran Ratu Nata Wijaya saat ayahnya mangkat masih
kecil, maka untuk menggantikannya diangkatlah putranya dari selir yang bernama
Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai wakil sultan yang memerintah Sambas dengan
gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pada 4 Desember 1922 dan Raden Muhammad
Tayeb diangkat sebagai Pangeran Bendahara Seri Maharaja.
Sultan Muhammad Tsafiuddin diangkat sebagai Yang Dipertuan.
Dua tahun berselang setelah pengangkatan Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai
Wakil Sultan, pada 12 September 1924 Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin
II mangkat dalam usia 83 tahun.
Dua tahun kemudian setelah Yang Dipertuan Sultan Muhammad
Tsafiuddin II mangkat pada 9 Oktober 1926 Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pun
mangkat. Setelah mangkatnya Wakil Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, pemerintahan
Kesultanan Sambas diwakili Wazir Sultan yang disebut Bestuur Commisi yang
terdiri dari Controleur van Sambas Stupff sebagai ketua, Pangeran Bendahara
Seri Maharaja Muhammad Tayeb, Pangeran Laksamana Muhammadan dan Demang van
Sambas Raden Tachmid Pandji Anom sebagai anggota, sedangkan penasehatnya
Maharaja Imam Kesultanan Sambas Haji Muhammad Basiuni Imran.
Setelah putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya dewasa, maka
diangkat menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim
Tsafiuddin pada 2 Mei 1931. Memerintah Kesultanan Sambas dengan arif bijaksana.
Pada masa pemerintahannya kolonial Belanda sudah lama ikut campur dalam segala
urusan pemerintahan Kesultanan Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin
merupakan salah seorang korban pembantaian massal fasis militer Jepang di
Kalimantan Barat. Nasib tragis demikian dialami pula oleh sebagian besar
kerabat Kesultanan Sambas lainnya, termasuk Pangeran Bendahara Seri Maharaja
Muhammad Tayeb.
Wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 1943,
waktu itu putra mahkota masih berusia sekitar 12 tahun, oleh rezim fasis
militer Jepang diangkatlah Raden Muhammad Taufik sebagai putra mahkota dengan
gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas pemerintahan, fasis
militer Jepang pada 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945 membentuk Majelis
Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari Kenkanrikan di Singkawang sebagai
penasehat, Demang Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua dan anggota
terdiri dari Raden Ismail dan Raden Hasnan.
Setelah Jepang menyerah, di Kalimantan Barat, Belanda
melalui perantara Sultan Hamid II pada 20 Februari 1946 membentuk dan melantik
Majelis Kesultanan Sambas dengan nama Bestuur Commisi terdiri dari Raden
Muchsin Pandji Anom Pangeran Temenggung Jaya Kusuma sebagai ketua, Raden Hasnan
Pandji Kusuma Pangeran Laksamana sebagai wakil ketua dan Uray Nurdin Pangeran
Paku Negara sebagai anggota dengan penasehat Haji Muhammad Basiuni Imran
Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
1949, Bestuur Commisi melebur ke dalam pemerintahan Swapraja diketuai RM
Soetoro dengan Bupati R Hoesni berkedudukan di Singkawang.
Pangeran Ratu Muhammad Taufiq beristri Uray Latifah putri
Pangeran Laksamana Hasnan Pandji Kusuma dikaruniai dua orang anak,
masing-masing Raden Dewi Kencana dan Raden Winata Kusuma digelar Pangeran Ratu.
Pangeran Ratu Muhammad Taufiq wafat 3 Juni 1984. Sampai 2000 Istana
Alwatzikhoebillah baru mempunyai seorang putra mahkota kembali dengan
digelarnya Raden Winata Kusuma menjadi Pangeran Ratu. Raden Winata Kusuma
dinobatkan menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu pada Sabtu 15 Juli
2000. Penggelaran itu dimaksudkan dalam rangka menyambung kebiasaan adat
istiadat yang terputus dan sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan,
dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut.
Hampir delapan tahun memangku tradisi sebagai Pangeran Ratu
Kesultanan Sambas, H Raden Winata Kusuma (lahir 25 September 1965) pada Jumat 1
Februari 2008 mangkat di Jakarta. Selanjutnya meneruskan tradisi pewarisan
gelar Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, dikukuhkan putra sulungnya, Raden
Muhammad Farhan dalam usia 13 tahun. Sebagaimana pengukuhan Pangeran Ratu
terdahulu, pengangkatan Raden Farhan ini pun merupakan upaya menyambung kebiasaan
adat istiadat sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan, khususnya di
lingkungan Kesultanan Melayu Sambas. Dan itu semua dalam rangka merajut kisah
menenun sejarah Negeri Sambas Alwazikhubillah …
Muhammad Mulya Ibrahim Tsafiuddin Sultan Sambas Sultan
Muhammad Tsafiuddin II dan permaisurinya Ratu Anom Kusumaningrat dikaruniai
tujuh orang anak, masing-masing Raden Ahmad Agus Pangeran Adipati Putra Mahkota
Datuk Iyan, Raden Sandi Brajaningrat, Raden Abubakar, Raden Mahmud, Raden
Muhammad Ramang, Raden Sandut, Raden Muhammad Tayeb Pangeran Bendahara Seri
Maharaja. Dengan selirnya Encik Nauyah Mas Nyemas dikaruniai tujuh anak
masing-masing Raden Muhammad Ariadinigrat Pangeran Paku Negara sebagai wakil
sultan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, Uray Muhammad Noh, Uray
Muhammad Masjid, Uray Muhammad Sani, Raden Jumantan, Raden Mutiara dan Raden
Wildan. Setelah putra tertua Raden Ahmad Agus dewasa maka diangkat menjadi
putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Pangeran Adipati sangat terkenal dengan
sifatnya yang keras dan sangat membenci kolonial Belanda.
Tetapi ia tidak berusia panjang, mangkat pada 1916. Pangeran
Adipati mempunyai seorang permaisuri bernama Utin Putri dari Kerajaan Mempawah
dan beberapa orang selir Dang Fatimah, Encik Nisbah dan Dang Banun. Dengan
permaisurinya dikaruniai empat orang anak yaitu Raden Asyura bersuami Raden
Muhammad Yusuf Kusuma Putera putra dari Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb,
Raden Muhammad Mulia Ibrahim putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya kemudian sebagai
sultan dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin beristrikan Ratu
Mahrum putri Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb, Raden Halijah Ratu Sintang
bersuami Raden Abdul Bachri Danu Perdana Panembahan Sintang, Raden Zainal
beristri Siti Zahrah. Dengan selirnya Dang Fatimah dikaruniai tiga anak yaitu
Raden Bujang Tauran Raden Anom beristri Uray Aisyah, Raden Rajimah Taktin
bersuami Raden Yakub Adiwijaya putra Pangeran Ratu Nangkon dan Raden Ismail
beristri Uray Ainiah putri Uray Abdurrahman. Dengan selirnya Encik Nisbah putri
Abdullah mempunyai dua anak yaitu Raden Muhammad Bungok dan Raden Hasnah Raden
Panji Kusuma Pangeran Laksamana beristri Uray Fatimah putri Raden Muhammadan.
Setelah putra mahkota
Pangeran Adipati Ahmad mangkat maka Sultan Muhammad Tsafiuddin II mengangkat
putra Pangeran Adipati yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim sebagai putra mahkota
dengan gelar Pangeran Ratu Nata Wijaya. Karena Pangeran Ratu Nata Wijaya saat
ayahnya mangkat masih kecil, maka untuk menggantikannya diangkatlah putranya
dari selir yang bernama Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai wakil sultan yang
memerintah Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pada 4
Desember 1922 dan Raden Muhammad Tayeb diangkat sebagai Pangeran Bendahara Seri
Maharaja. Sultan Muhammad Tsafiuddin diangkat sebagai Yang Dipertuan.
Dua tahun berselang
setelah pengangkatan Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai Wakil Sultan, pada 12
September 1924 Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat dalam usia
83 tahun. Dua tahun kemudian setelah Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin
II mangkat pada 9 Oktober 1926 Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pun mangkat.
Setelah mangkatnya Wakil Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, pemerintahan
Kesultanan Sambas diwakili Wazir Sultan yang disebut Bestuur Commisi yang
terdiri dari Controleur van Sambas Stupff sebagai ketua, Pangeran Bendahara
Seri Maharaja Muhammad Tayeb, Pangeran Laksamana Muhammadan dan Demang van
Sambas Raden Tachmid Pandji Anom sebagai anggota, sedangkan penasehatnya Maharaja
Imam Kesultanan Sambas Haji Muhammad Basiuni Imran. Setelah putra mahkota
Pangeran Ratu Nata Wijaya dewasa, maka diangkat menjadi Sultan Sambas dengan
gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 2 Mei 1931. Memerintah
Kesultanan Sambas dengan arif bijaksana.
Pada masa pemerintahannya kolonial Belanda sudah lama ikut
campur dalam segala urusan pemerintahan Kesultanan Sambas. Sultan Muhammad
Mulia Ibrahim Tsafiuddin merupakan salah seorang korban pembantaian massal
fasis militer Jepang di Kalimantan Barat. Nasib tragis demikian dialami pula
oleh sebagian besar kerabat Kesultanan Sambas lainnya, termasuk Pangeran
Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb. Wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim
Tsafiuddin pada 1943, waktu itu putra mahkota masih berusia sekitar 12 tahun,
oleh rezim fasis militer Jepang diangkatlah Raden Muhammad Taufik sebagai putra
mahkota dengan gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas
pemerintahan, fasis militer Jepang pada 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945
membentuk Majelis Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari Kenkanrikan di
Singkawang sebagai penasehat, Demang Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua
dan anggota terdiri dari Raden Ismail dan Raden Hasnan.
Setelah Jepang menyerah, di Kalimantan Barat, Belanda
melalui perantara Sultan Hamid II pada 20 Februari 1946 membentuk dan melantik
Majelis Kesultanan Sambas dengan nama Bestuur Commisi terdiri dari Raden
Muchsin Pandji Anom Pangeran Temenggung Jaya Kusuma sebagai ketua, Raden Hasnan
Pandji Kusuma Pangeran Laksamana sebagai wakil ketua dan Uray Nurdin Pangeran
Paku Negara sebagai anggota dengan penasehat Haji Muhammad Basiuni Imran
Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
1949, Bestuur Commisi melebur ke dalam pemerintahan Swapraja diketuai RM
Soetoro dengan Bupati R Hoesni berkedudukan di Singkawang. Pangeran Ratu
Muhammad Taufiq beristri Uray Latifah putri Pangeran Laksamana Hasnan Pandji
Kusuma dikaruniai dua orang anak, masing-masing Raden Dewi Kencana dan Raden
Winata Kusuma digelar Pangeran Ratu. Pangeran Ratu Muhammad Taufiq wafat 3 Juni
1984.
Sampai 2000 Istana Alwatzikhoebillah baru mempunyai seorang
putra mahkota kembali dengan digelarnya Raden Winata Kusuma menjadi Pangeran
Ratu. Raden Winata Kusuma dinobatkan menjadi putra mahkota dengan gelar
Pangeran Ratu pada Sabtu 15 Juli 2000. Penggelaran itu dimaksudkan dalam rangka
menyambung kebiasaan adat istiadat yang terputus dan sebagai khazanah budaya
yang patut dilestarikan, dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut. Hampir
delapan tahun memangku tradisi sebagai Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, H Raden
Winata Kusuma (lahir 25 September 1965) pada Jumat 1 Februari 2008 mangkat di
Jakarta.
Selanjutnya meneruskan tradisi pewarisan gelar Pangeran Ratu
Kesultanan Sambas, dikukuhkan putra sulungnya, Raden Muhammad Farhan dalam usia
13 tahun. Sebagaimana pengukuhan Pangeran Ratu terdahulu, pengangkatan Raden
Farhan ini pun merupakan upaya menyambung kebiasaan adat istiadat sebagai
khazanah budaya yang patut dilestarikan, khususnya di lingkungan Kesultanan
Melayu Sambas. Dan itu semua dalam rangka merajut kisah menenun sejarah Negeri
Sambas Alwazikhubillah …
(Dari FB Max yusuf Alkadrie)
Diposkan oleh Sayyid Abdullah Alqadrie
http://kesultanankadriah.blogspot.com/2011/02/kalimantan-baratdalam-lintasan_02.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar