Mbah Karimah, Sang Mertua Sunan Ampel

Di kompleks masjid Kembang Kuning inilah, Mbah Karimah dimakamkan, dan selalu dikunjungi para peziarah.

CATATAN ini merekam peristiwa 600 tahun silam ketika Islam mula-mula menyapa Surabaya dari tangan dingin Sunan Ampel (1401-1481). Sebelum sampai Surabaya, sosok yang begitu tersohor itu pernah dihadang lelaki tua yang disapa Mbah Karimah.

Menyebut nama Mbah Karimah tidak bisa dilepaskan dengan kisah Sunan Ampel. Sang sunan yang bernama Raden Rahmatullah alias Raden Rahmad ini muncul ketika Majapahit, kerajaan Hindu terakhir di Nusantara nyaris runtuh.

Tulisan ini diawali dari sebuah di pojokan Jl Kembang Kuning sebelum menziarahi makam Mbah Karimah. Di perempatan Kembang Kuning itu ada masjid tertua di Surabaya, Masjid Rahmad. Sebenarnya hanya musala kecil dari kayu namun pada 1950 musala itu dirubuhkan karena membuat orang menyembahnya. “Musala itu didirikan Raden Rahmad sebelum mendirikan Masjid Ampel,” kata H Mansyur, takmir Masjid Rahmad beberapa waktu lalu.

Musala ini lambang cinta Rahmad kepada keluarga Mbah Karimah. Jika Anda berada di kawasan ini cobalah berjalan ke sebelah barat masjid kira kira 100 meter. Di sana pusara Mbah Karimah tidak pernah kering didatangi peziarah. Tempatnya tersembunyi, harus menyeberang jalan depan masjid, naik tanggul, meniti jembatan Kali Banyurip, dan masuk ke gang sempit menanjak padat penduduk. Ada gapura dan tulisan Makam Mbah Karimah di dalamnya.

“Nama asli Mbah Karimah sebenarnya Ki Wirosaroyo,” kata Mansyur. Karena punya anak bernama Karimah, dia kerap disapa Mbah Karimah. Nah, proses berdirinya musala ini diselimuti kisah cinta antara Karimah, anak Ki Wirosaroyo dengan Rahmad.

Entahlah mana kisah yang valid, karena ketika pertama datang ke tanah Jawa dari Campa (daerah yang satu versi disebut Kamboja, versi lain menyebut Jeumpa Aceh) Rahmad sempat dinikahkan Raja Majapahit Bhre Kertabumi dengan gadis keraton Dewi Condrowati.

Mbah Karimah adalah orang yang disegani ketika pesisir Jawa masih lekat dengan animisme. Raden Rahmad yang hendak menuju tanah pardikan di Ampel Denta dari Majapahit dihadang Mbah Karimah di tempat ini, hutan belantara dan lereng bukit yang subur karena dialiri Kali Banyuurip.

Cerita yang legendaris adalah perkenalan Rahmad dengan penggede tempat ini, Ki Wirosaroyo. Tidak dijelaskan bagaimana tarik ulur antara Rahmad yang mengenalkan teologi baru dengan sang penggede pedalaman Surabaya. Yang pasti, sosok pemuda Rahmad bisa mencuri hati Mbah Karimah sampai merelakan anaknya disunting.

Sejak menikahi Karimah, si mbah menjadi mertua. Dia diperbolehkan mendirikan tempat transit berupa musala kayu mirip cungkup di pojokan Kembang Kuning. Sang Mbah tidak mengikuti perjalanan Rahmad dan anaknya menuju Ampel Denta. Dia memilih menetap di Kembang Kuning dan menjadi penyebar Islam di selatan Surabaya.

Nama Kembang Kuning memiliki dua cerita. Kisah pertama dari Ampel Denta. Kata Ampel Denta berasal penggabungan dua kata bahasa Jawa kuno, ampel dan dentha. Ampel berarti gebang atau pintu dan dhenta artinya Kuning. Oleh karena itu pedukuhan ini disebut juga Gebang Kuning. Kembang Kuning dianggap pintu masuk Ampel dari selatan. Sumber kedua, berasal dari gelar Mbah Karimah sebelum Raden Rahmad tiba. Dia dijuluki Ki Bang Kuning. Lama-lama nama itu bergeser menjadi Kembang Kuning

http://kabarsurabaya.blogspot.com/2009/08/mbah-karimah-sang-mertua-sunan-ampel.html