Diceritakan disebuah majelis, almarhum KH. Abdul Mujib
Ridlwan, Putra KH. Ridlwan Abdullah Pencipta lambang NU, mengajukan sebuah
pertanyaan, “Kenapa Perlawanan Rakyat Surabaya itu terjadi 10 November 1945, kenapa
tidak sehari atau dua hari sebelumnya padahal pada saat itu tentara dan rakyat
sudah siap?”
Melihat tak satupun diantara yang hadir dalam majelis itu
dapat menjawab, pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Kiai Mujib, “Jawabannya
adalah saat itu belum diizinkan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk
memulai pertempuran, Mengapa tidak diizinkan? ternyata Kiai Hasyim Asy’ari
menunggu kekasih Allah dari Cirebon yang akan datang menjaga Langit Surabaya,
Beliau Adalah KH. ABBAS ABDUL JAMIL dari pesantren buntet Cirebon dan KH AMIN
SEPUH dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
KH Amin Sepuh adalah seorang ulama legendaris dari Cirebon,
selain dikenal sebagai ulama, beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu
bela diri dan kanuragan, Beliau juga seorang pakar kitab Kuning sekaligus
jagoan perang.
Kiyai Amin bin Irsyad, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Kiyai Amin Sepuh, lahir pada Hari jum’at 24 Djulhijjah 1300 H,
bertepatan dengan tahun 1879 M, di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Beliau
adalah AHLUL BAIT, dari silsilah Syech Syarif Hidayatullah. (Baca Siilsilah
Bani Amin, KH. Mudakkir)
Kiyai Amin kecil yang belajar kepada ayahnya kiyai
Irsyad(wafat di Mekkah) adalah contoh santri kelana tolen, yang berkelana ke
berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni. Setelah
dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dari sang ayah, dan ilmu
kanuragan tentunya, beliau dipindahkan kepesantren Sukasari, Plered, Cirebon
dibawah asuhan Kiyai Nasuha, setelah itu pindah kesebuah pesantren di daerah
Jatisari di bawah bimbingan Kiyai Hasan.
Beliau juga sempat mesantren di Pesantren Kaliwungu Kendal
(kakak angkatan KH.Ru’yat), lalu ke Pesantren Mangkang Semarang.
Berikutnya Beliau pindah kesebuah pesantren Jawa Tengah
Tepatnya daerah Tegal, yang diasuh oleh Kiyai Ubaidah. Lalu pindah lagi
kepesantren yang waktu itu sangat kondang di Jawa Timur, yakni Pesantren
Bangkalan Madura, belajar pada Hadratusy Syeh KH. CHOLIL, beliau dibawah asuhan
Kiyai Hasyim Asy’ari, pendiri NU (waktu itu KH. Hasyim Asy’ari masih
Tahassus/Ustadz pada KH Cholil). Yang kemudian diteruskan di Pesantren
Tebuireng Jombang, Beliau takhassus/mengabdi pada KH. Hasyim Asy’ari, karena
sama-sama alumni KH. Cholil Bangkalan.
Belum kenyang belajar di Pesantren Tebuireng, Beliau
bertolak ke tanah Arab, untuk memperdalam ilmu, dinegeri ini beliau sempat
belajar kepada Kiyai Mahfudzh Termas Asal Pacitan, Jawa Timur, Salah seorang
ulama nusantara Kesohor di Kota Makkah.
Sebagai santri yang sudah cukup matang, diwaktu senggang
beliau banyak ditugasi untuk mengajar para santri Mukim (pelajar Indonesia yang
tinggal di Makkah).
Pada Masa penjajahan, para santri Kelana inilah yang menjadi
mediator antar pesanteren untuk melawan penjajah. Sementara pesantren dimanapun
adanya selalu menjadi basis perlawanan yang menakutkan bagi penjajah, para
santri kelana ini menyebarkan informasi dari satu tempat ketempat yang lain
dari satu pesantren kepesantren yang lain. tak jarang mereka juga yang memimpin
perlawanan.
Berdasar amanah ayahandanya, Kiyai Irsyad, (yang masih cucu
dari Ki Jatira / pendiri Pesarean Babakan Ciwaringin Cirebon, dari pihak ibu),
Kiyai Amin agar belajar di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin pada Kiyai
Ismail bin Nawawi yang juga masih keturunan Kiai Jatira (pendiri Pesarean
Babakan Ciwaringin Cirebon). Berarti Kiai Amin Sepuh dan Kiai Jatira sama-sama
dari Mijahan, Plumbon, Cirebon dan masih berhubungan cicit.
Ketika mesantren di Babakan ciwaringin Beliau dikenal dengan
sebutan Santri Pinter, karena beliau pandai mengaji.Beliau kemudian takhassus
/Pengabdian di pesantren ini lalu dinikahkan dengan keponakan dari Kiyai
Ismail.
Setelah Kiyai Ismail wafat, tepatnya tahun 1916, pengasuh
Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin diteruskan oleh muridnya yang menjadi
menantu keponakannya yakni Kiyai Muhammad Amin bin Irsyad, yang lebih dikenal
Kiyai Amin Sepuh karena keilmuannya dan berasal dari tempat yang sama dengan
leluhur dan moyangnya, Kiyai Jatira, dari Mijahan.
Bermodal ilmu pengetahuan yang telah ia peroleh serta upaya
mengikuti perkembangan islam yang terjadi di timur tengah pada umumnya mulailah
Kiyai AMIN SEPUH memegang tampuk pimpinan Pesantren Babakan Ciwaringin,
peninggalan nenek moyangnya itu, dengan penuh kesungguhan.
Kiyai Muda Energik ini, selain mengajarkan berbagai Khazanah
kitab kuning juga memperkaya pengetahuan para santrinya dengan ilmu keislaman
modrn yang mulai berkembang saat itu. Meski demikian, Seperti halnya pada
kebanyakan pesantren, ilmu fiqih tetap menjadi kajian yang sangat
diprioritaskan, sebab ilmu ini menyangkut tata kehidupan sehari-hari masyarakat
dan individu, dengan sikafnya itu Kiai Amin semakin dikenal diseluruh Jawa
sebagai seorang ulama yang sangat alim dan berpemikiran Progresif.
Pasca Revolusi Kemerdekaan beliau terus mengembangkan
Pesantren dengan berbagai aral melintang. Bahkan yang dahsyat adalah ketika
Agresi Belanda II, tepatnya tahun 1952 Pondok Pesantren diserang Belanda.
Dikarenakan KH. Amin Sepuh sebagai sesepuh cirebon merupakan pejuang yang
menentang penjajah. Pondok dibakar dan dikepung. Para santri pergi dan para
Pengasuh beserta keluarga mengungsi.
Dua tahun kemudian, tahun 1954, Kiyai Sanusi yang masih
salah satu murid KH. Amin Sepuh adalah orang yang pertama kali datang dari
pengungsiannya. Sisa-sisa kitab suci berantakan, termasuk kitab-kitab karya KH.
Amin Sepuh, habis dibakar, bangunan hancur dan nampak angker. Semua itu secara
bertahap dibereskan lagi.
Tahun 1955 KH. Amin Sepuh kembali ke Babakan, kemudian para
santri banyak berdatangan dari berbagai pelosok. KH. Amin sepuh yang menjadi
pengasuh Pondok Gede kembali memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada para
santrinya. Santri Beliau yang makin lama makin meluap. Pondok Raudhotut
Tolhibin tidak dapat menampung para santri. Hingga santrinya dititipkan dirumah-rumah
ustadznya seperti KH. Hanan, dirumah KH. Sanusi, dsb. hingga kelak anak cucunya
membentuk dan mengembangkan pesantren-pesantren seperti sekarang ini. Sehingga
Pondok yang awalnya hanya satu (Ponpes Raudlotut Tholibin) sekarang menjadi
banyak. Alhamdulillah, tahun 2012 terdapat sekitar 40 Pondok di lingkungan
Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Pada masa pengasuhan KH. Amin Sepuh, Pondok Gede Babakan
mencapai kemasyhuran dan masa keemasan serta banyak andil dalam mencetak
tokoh-tokoh agama yang handal, hampir semua Kiyai sepuh di wil 3 Cirebon bahkan
menyebar ke pelosok Indonesia adalah muridnya, sebut saja Kang Ayip Muh (kota
Cirebon), KH. Syakur Yassin, KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH Syukron Makmun,
KH. Hannan, KH Sanusi, KH.Machsuni (Kwitang), KH Hassanudin (Makassar), di
Babakan sendiri muridnya mendirikan pesantren seperti : KH. Muhtar, KH
Syaerozi, KH. Amin Halim, KH. Muhlas, KH Syarif Hud Yahya..dll.
Bahkan ribuan Mutakharrijin/alumni telah tersebar diseluruh
penjuru tanah air, dengan bermacam profesi dan jabatan di masyarakat maupun
lembaga pemerintahan, baik sipil maupun militer, dari mulai Kepala Kantor
Kementrian Agama Kota/Kabupaten sampai Kepala Kantor wilayah Kemenag Propinsi,
dari Dekan, Direktur Pasca Srjana sampai rektor Perguruan Tinggi, dari Kapolres
sampai Kapolda, dari Camat sampai Gubernur dan ribuan pula yang telah menjadi
pemimpin dimasyarakat dan Pengasuh Pondok Pesantren (Mama Tua, Karya Muhammad
Mudzakkir)
Untuk artefak pesantren Babakan Ciwaringin (Raudhotut
Tholibin) sendiri masih eksis, sejak KH. Amien Sepuh wafat pada tahun pada
tahun 1972 dan KH. Sanusi wafat pada tahun M.1974 M, dan kepengurusan
dilanjutkan oleh KH. Fathoni Amin sampai tahun 1986 M.
Setelah wafatnya KH. Fathoni Amin kepengurusan pesantren
dilanjutkan oleh KH. Bisri Amin ( wafat tahun 2000 M.) beserta KH. Fuad Amin (
wafat tahun 1997 M.) dan KH. Abdullah Amin ( wafat tahun 1999 M.) serta KH.
Amrin Hanan ( wafat tahun 2004 M.) dan KH. Azhari Amin (wafat tahun 2008 ) KH.
Drs. Zuhri Afif Amin wafat pada tahun 2010. setelah wafatnya KH. Drs Zuhri Afif
Amin, kepengurusan dilanjukan oleh cucu-cucu KH. Amin Sepuh dan Ulama serta
masyarakat yang berkompeten untuk kemajuan pesantren. Bahkan bukan pendidikan
agama saja yang mereka terapkan, pendidikan umumpun mereka terapkan terhadap
para santrinya. Dengan harapan, para santrinya dapat memenuhi semua
kewajibannya, baik kewajiban dunia maupun akhirat, serta menyelaraskannya
beriringan dan seimbang.
Sesungguhnya..
KH AMIN SEPUH adalah artefak abadi..
Beliau Wafat pada Selasa 16.10, tanggal 16 Rabi’ul Akhir
1392 H atau 20 Mei 1972 M, diusia yang hampir seabad. karyanya Abadi…
Sumber:
1. Silsilah Bani Amin, KH. Mudzakkir, 2008
2. 30 Kisah Teladan,
KH. Abdurrahman Arroisy.
3. Majalah Pengabdian Ummah, Jogyakarta.
4. Putra-putri KH. AMIN SEPUH.
5. Alumni Babakan.
semoga bermanfaat dan menambah nambah rasa kecintaan kita
kepada Para Ulama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar