Ia sufi besar, Penyair besar, dan Fuqaha yang Handal. Ia
mendirikan tarekat Darwisy Berputar yang terkenal dengan tarian ritualnya.
Puisi karya Jalaluddin Rumi dikenal luas, dan menjadi sumber
rujukan bagi setiap kajian mengenai dunia sufi selama beberapa abad terakhir.
lahir pada 30 September 1207 M di Balkh (kini Afganistan) dari keluarga
Bangsawan. Ayahnya Baha’ Walad, adalah seorang Fuqaha (ahli Fiqih) yang juga
sufi dan mengajar syariat di masjid dan tempat umum lainnya.
Meski Baha’ menikah dengan wanita Bangsawan, ia menentang
kibijakan Sultan Kharazmashan ketika itu. Mula-mula Sultan selalu menghadiri
pengajian Baha’, tetapi karena pembelotan Baha’ dan cemburu, gara-gara Baha’
kian populer di mata rakyat. Sultan tidak lagi hadir . belakangan Sultan
mencurigai ajaran Baha’ dan akhirnya Baha’ dianggap sebagai musuh.
Ketika Rumi berusia 12 tahun, pada tahun 1219 M, bangsa
Mongol menguasai Balkh, sehingga Baha’ sekeluarga hijrah sekaligus menunaikan
ibadah haji ke Mekah, dan tidak pernah kembali ke Balkh. Dalam perjalanannya,
Baha’ mampir ke Nishapur dan bertemu dengan ulama dan penyair sufi, Fariduddin
Athar. Melihat Rumi kecil Athar berkomentar, “Anakmu tidak lama lagi akan
menjadi api yang membakar para pecinta Allah diseluruh dunia.” Athar
menghadiahi Rumi sebuah kitab karyanya, Asrarnama (kitab rahasia), yang berisi
prinsip-prinsip sufisme melalui kisah dan Fabel, yang kelak sangat mempengaruhi
karya-karya Rumi.
Usai menunaikan ibadah haji, Baha’ singgah di kota kecil
Larnada di Konya, Turki. Raja Konya, yang sangat menghargai ilmu pengeatahuan
dan filsafat serta mendukung kegiatan kaum terpelajar, menulis surat kepada
Baha’ , isinya, tawaran bagi keluarga Baha’ untuk tinggal sekaligus mengajar di
perguruan tinggi Konya. Baha’ menerima taearan tersebut.
Berkat keahliannya dalam ilmu agama dan kedekatannya dengan
penguasa, Baha’ menjadi orang terhormat dan mendapat gelar “Sulthan al-Ulama”.
Sementara itu Rumi yang mulai menginjak usia remaja terus belajar berbagai
ilmu: Tata Bahasa dan Sastra Arab, sejarah, logika, matematika, Astronomi,
Filsafat dan Tasawuf.
Baha’ Walad wafat pada tahun 1231 M, ketika Rumi sudah
menguasai berbagai ilmu. Ketika berusia 24 tahun, Rumi sudah menggantikan
tugas-tugas almarhum ayahnya sebagai Muballigh dan Fuqaha. Namanya pun segera
masuk ke dalam daftar para Fuqaha yang menjadi rujukan para ulama mazhab
Hanafi.
Sultan Al-Faqir
Perkenalan Rumi dengan Tasawuf berkat bimbingan ayahandanya.
Belakangan salah seorang murid kesayangan ayahnya, Burhanuddin Tirmizi, datang
ke Konya untuk mengunjungi gurunya, tetapi Baha’ sudah wafat. Akhirnya, Tirmizi
mengajarkan Tasawuf kepada Rumi hingga ia meninggal pada tahun 1240 M.
Tak lama kemudian Rumi menduduki jabatan terhormat di
Universitas Konya. Meski diakui juga sebagai guru sufi, kehidupan sehar-harinya
tetap seperti biasanya. Kadang-kadang ia membahas materi spritual dalam
khotbahnya, namun dalam kehidupan sehari-hari ia tidak pernah menunjukkan
kelebihannya dibanding para Fuqaha yang lain. Tetapi ketika Syam Tabrizi yang
mendapatkan gelar Sultan al-Faqir datang, semuanya berubah. Ada beberapa versi
yang mengisahkan pertemuan antara Rumi dan Tabrizi. Dua kisah berikut paling
sering diceritakan.
Pada suatu hari, sesosok kumal mengikuti pelajaran Rumi
masuk ke ruang kelas tempat Rumi mengajar di Universitas Konya. Tanpa basa
basi, Tabrizi yang kumal itu bertanya, “Siapa yang lebih agung, Bayazid Bistami
atau Nabi Muhammad?”
Rumi menjawab, “Nabi Muhammad adalah orang lebih agung.”
Lalu kata Tabrizi, “Bukankah Nabi bersabda, “Ya Allah, aku belum mampu
memuji-Mu dengan pujian sebagaimana engkau memuji diri-Mu”, Sedangkan Bayazid
berkata, “Betapa Agung muaraku, kemuliaan datang kepadaku ketika aku diangkat,
akulah yang derajatnya ditinggikan.”
Tabrizi, yang melihat Rumi tidak mampu menjawab pertanyaan
itu, kemudian menjelaskan bahwa kehausan Bayazid akan sifat-sifat ketuhanan
dipuaskan ketika ia minum seteguk air, sedangkan hausnya Nabi Muhammad SAW
tidak akan pernah terpuaskan karena Nabi selalu haus akan air pengetahuan
ketuhanan yang lebih banyak. Mendengar itu Rumi menjatuhkan diri di kaki
Tabrizi, lalu menangis tak sadarkan diri. Ketika sadar, kepalanya tergeletak di
pangkuan Tabrizi yang sedang duduk. Tak lama kemudian, kedua lelaki ini
mengasingkan diri bersama-sama selama tiga bulan.
Versi lain, agak berbeda, tetapi punya arti serupa. Suatu
hari Rumi sedang duduk di perpustakaan pribadi bersama sekelompok murid yang
berkumpul di sekelilingnya mendengar pelajarannya. Tiba-tiba seseorang
berpakaian kumal masuk dan duduk. Ia menunjuk buku-buku di sudut ruangan,
katanya, “Apa itu?”
Rumi yang mengira orang itu adalah pengemis, menjawab,
“Engkau tidak akan mengerti.” Mendadak, muncul api berkobar dari rak buku. “Apa
itu?” Rumi berteriak panik. Dengan tenang Tabrizi berkata, “Engkau pun tidak
akan mengerti,” lalu ia pergi. Rumi kembali berteriak dan mengejar Tabrizi.
Rumi kemudian meninggalakn tugasnya mengajar, dan bertapa bersama Tabrizi.
Tarian Sufi
Tak seorangpun tahu apa yang diajarkan Tabrizi kepada Rumi
di pengasingan. Yang kemudian diketahui orang ialah, Rumi yang ketika itu
berusia 38 tahun, muncul dengan segala keanehan. Dia tidak lagi memberi ceramah
agama dan memimpin doa melainkan membimbing tarian sufi. Rumi yang semula tidak
punya latar belakang kepenyairan, mulai menulis puisi yang sangat indah, untuk
mengekspresikan cintanya kepada Allah.
Puisi-puisinya sangat menyentuh, ciri khasnya secara jelas
menunjukkan, penampakan luar hanyalah selubung yang menutup makna di dalam.
Karya utama yang diakui sebagai salah satu buku luar biasa di dunia ialah
Matsnawi-I-Ma’nawi (untaian puisi dua baris) yang terdiri dari enam jilid,
terdiri dari 25 ribu puisi panjang dan merupakan mutiara ajaran sufi.
Matsnawi-I-Ma’nawi ditulis atas permintaan Husainuddin
Khalabi, murid kesayangannya. Rumi mengucapkan puisi dan Khalabi yang
menuliskannya. Setelah selesai ditulis selama dua tahun, Khalabi membacakannya
kembali dihadapan Rumi. Beberapa karya
Rumi merupakan kumpulan anekdok dan kisah sehari-hari yang berkaitan dengan
moral Islam, yang juga merupakan repsentasi spritual yang tenang dalam
memaparkan berbagai dimensi kehidupan dan
latihan rohani.
Rumi menulis Diwan-I-Tabrizi, terdiri dari 3.200 Ghazal
(bait), meliputi 35 ribu puisi, 44 ribu Ta’rifat (puisi yang terdiri dari dua
gahzal atau lebih). Diwan dan Matsnawi merupakan buku wajib bagi murid-murid
Rumi. Sebagian besar puisi dalam Diwan menggambarkan pengalaman spritual Rumi.
Misalnya, persatuan dan perpisahan dengan Allah, yang dilukiskan melalaui
berbagai simbol dan perumpamaan metafisik. Rumi menggambarkan pengalaman
pendakian terjal ke langit (pencapaian dan kedekatan dengan Allah) melalui
“Mabuk Spritual.”
Karya monumental lainnya ialah kumpulan pelajaran yang
disampaikan oleh Rumi kepada murid-muridnya di meja makan. Di tulis dalam
bentuk prosa, Fihi ma Fihi. Isinya menjelaskan berbagai dimensi ajaran sufi
secara terperinci melalui sejumlah analogi dan perbandingan. Karya prosa
lainnya. Majlis-I-Sab’ah (tujuh pertemuan), kumpulan khotbah pendek yang
ditujukan kepada masyarakat umum. Kitab lainnya, Mahatib, kumpulah 145 surat
untuk para Pangeran dan Bangsawan Konya.
Madonna Dan Demi Moore
Karya-karya Rumi banyak diterjemahkan oleh penulis barat.
Dalam Amazon.Com, situs toko buku on-line terbesar, hanya dalam hitungan bulan
tak kurang dari ratusan buku puisi Rumi di terbitkan, dan sangat laris. tidak
hanya itu, sudah beberapa kali festival baca puisi Rumi di gelar. Tak
tanggung-tanggung, bintang-bintang Hollywood seperti Pop Star Madonna, Aktris
Demi Moore dan Goldie Hawn, ikut membacakan puisi sufi tersebut.
Yang termasuk laris antara lain The Essential Rumi, kumpulan
puisi terjemahan Coleman Barks. Kemudian sebuah buku suntingan pasangan
suami-istri Camille Adams Helminski dan Edmund Kabir Helminski yang telah
diterjemahkan ke dalasm bahasa Indonesia dengan judul: Rumi, pesona suci dunia
Timur.
Beberapa karya Rumi yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia (melalui bahasa Ingris), antar lain, Dunia Rumi: Hidup dan Karya
Penyair Besar Sufi, karya Annemare Schimmel (pustaka Sufi), Jalan cinta sang
sufi, karya William C. Chittick (penerbit Qalam), Firdaus Para Sufi, karya Dr.
Javad Nurbaksh, Rajawali Sang Raja, ditulis oleh Jhon Renard (serambi), Menari
bersama Rumi, oleh Denise Breton dan Christoper Legent, dan masih banyak
lainnya.
Sebagai guru sufi, Jalaluddin Rumi dikenal dengan tarekat
yang menjalani ritusnya dengan berputar-putar menari, karena proses pendekatan
diri kepada Allah dilakukan dengan menari berputar-putar, di iringi musik,
instrumen musiknya bisa berupa Gitar khas sufi, atau bisa juga semacam Drum.
Untuk mencapai “Cinta Prima kepada Allah”, mereka terus berputar ratusan kali
dalam waktu cukup lama. Mereka ternyata tidak merasa pusing, justru semakin
cepat dan lama berputar, mereka akan semakin menemukan “Cinta Alahi”.
Hingga kini ritus kaum tarekat ajaran Rumi dengan berputar
menari itu masih diamalkan oleh para pengikutnya, dan berkembang ke Afganistan,
Pakistan, Timur Tengah, Afrika, Eropa,bahkan Kuba. Beberapa koreografer tari
modern dan teater Kontemporer juga mengemas tarian berputar dalam karya-karya
mereka. Namun, nuansanya sudah berbeda.
Inspirator Kebangkitan Spiritual
Ada yang mengenalnya sebagai penyair, ada yang mengenalnya
sebagai penari, ada yang mengenalnya sebagai ulama, ada yang mengenalnya
sebagai sufi, namun lebih dari semua itu, Jalaluddin Rumi adalah seorang
Maestro
Kendati sudah lebih dari 700 tahun setelah meninggalnya,
namanya hingga kini masih mampu memberi warna bagi kehidupan masyarakat dunia
yang sudah serba canggih ini. Bahkan sejak satu dekade belakangan ini puisi-puisi Rumi menjadi karya seni yang
paling banyak dibaca di Amerika Serikat. Karya Rumi yang dihimpun oleh Coleman
Barks dalam buku yang berjudul The Essential Rumi menjadi buku puisi terlaris
di Amerika Serikat pada tahun 1997, menurut The Christian Science Monitor.
Dona Karan, perancang mode terkemuka asal New York,
menjadikan Rumi sebagai sumber inspirasinya ketika menggelar peragaan busananya
musim panas tahun 1998 lalu. Sampai saat ini, karya-karya Rumi telah
diterjemahkan ke berbagai bahasi di dunia, termasuk Rusia, Jerman, Prancis,
Italia dan Spanyol, bahkan telah dikembangkan secara kreatif dalam berbagai
bentuk ekspresi, seperti Konser, pertunjukan tari, berbagai bentuk bacaan dan
sebagainya.
Kini ketika berkembang pemahaman yang keliru terhadap dunia
Islam, peranan Rumi sebagai simbol pengusung nilai-nilai universal dalam Islam
menjadi semakin relevan.
Walaupun kecemerlangannya bag cerita-cerita dongeng, namun
sesungghnya terdapat begitu banyak tantangan dan kepahitan hidup yang harus di
lalui sebelum Rumi tumbuh menjadi sosok seperti yang di kenal orang sekarang.
Dalam usia 24 tahun Rumi tumbuh tidak saja sebagai
intelektual Islam terkemuka, tetapi juga ahli di bidang hukum, sejarah dan
sastra. Sesudah ayahnya mwninggal, pada 1231, Rumi menggantikan ayahnya sebagai
profesor dalam ilmu-ilmu agama.
Namun, manjadi tokoh intelektual penting, ternyata tidak
menjadi titik akhir pencapaian dalam hidup bagi Rumi. Dalam dirinya masih
bergolak kegelisahan yang amat dahsyat.
Ketika itulah saat Rumi berusia kira-kira 37 tahun, muncul
sang Darwish, Syam dari Tabriz. Syamsuddin At-Tabrizi, yang namanya kira-kira
berarti, “Surya keagamaan”, ternyata mampu membawa pencerahan bagi jiwa Rumi
yang sedang bergolak. Selama lebih dari 2 tahun, sang Mursyid dan sang Murid,
mabuk dalam cinta Ilahi. Ibarat api, kedekatan dengan sang Mursyid sanggup “Membakar”
Rumi hingga sang muridpun ikut menyatu dalam nyala api Ilahi.
Sejak saat itulah Rumi tidak lagi dikenal sebagai ahli
tentang agama dan ketuhanan. Ia tidak lagi mengandalkan pemahaman rasional
belaka untuk menjelaskan tentang Tuhan, melainkan mengajak pengikutnya untuk
langsung merasakan kebesaran Tuhan dengan masuk kedalam cinta.
Kedakatan Rumi dengan sang Guru, tidak mudah dipahami oleh
banyak kalangan, termasuk bagi mantan pengikut-pengikut Rumi serta mereka yang
tidak memahami hubungan spritual antara Mursyid dan Murid. Bagi kaum sufi,
hubungan istimewa semacam itu merupakan ajakn dari seorang guru untuk membuyka
hati seorang murid agar merasakan kehadiran Tuhan. Namun tidak sedikit yang
menganggap keputusan Rumi tinggal serumah dengan sang Guru sebagai sebuah
percintaan yang di dasari ketertarikan seksual belaka.
Rumi membuktikan bahwa hubungannya dengan sang Mursyid bukan
sebuah hubungan rendahan, terutama setelah secara misterius Syams menghilang
pada sekitar tahun 1247. Berbagai dugaan mengatakan bahwa Syams di bunuh oleh
pengikut atau bahkan anak Rumi sendiri yang tidak mau Rumi terus berhubungan
dengan sang Guru itu. Lewat karya-karyanya sepeninggal Syams, Rumi menunjukkan
tingginya nilai spritual dari hubungannya dengan sang Mursyid. Misalnya dalam
sajak berikut:
Siapapun yang pernah mendengar tentangKu,
Biarlah ia menyiapkan diri dan menemuiKu
Siapapun yang menginginkanKu,
Biarlah ia mencariKu
Ia akan menemukanKu
Lalu biarkan ia untuk tidak memilih yang lain selain Aku
Syams dari Tabriz
Divani Syamsi Tabrizi atau “Sajak-sajak Syams dari Tabriz”
serta Masnawi adalah karya-karya monomental Rumi yang dilahirkan setelah
kepergian Syams. Masnawi yang terdiri dari 6 jilid menjadi salah satu leteratur
dan pemikiran yang amat berpengaruh dalam dunia Islam.
Semua karya Rumi, dari Sajak hingga Tarian Sufi (Whirling
dance) yang dipopulerkannya, sebetulnya merupakan berbagai bentuk kreatif dari
sebuah ide yang mendasarinya, cinta Ilahi.
Cinta bagi sebagian orang dianggap sebagai “Tema Usang”
dapat dibuat segar lewat karya-karya Rumi, bahkan mampu membakar mereka yang
mendengarkan atau yang membacanya. Di tengah situasi perang dan kekacauan pada
zaman Rumi, sajak-sajak cintanya sungguh menguatkan tali persaudaraan.
Tariannya sanggup meleburkan ego mereka yang menarikannya.
Bagi Leslie Wines, penulis Rumi A Spritual Biography (lives
I Legacies), misalnya, sajak-sajak Rumi memungkinkan kita menjalani hidup
keseharian dengan penuh rasa bahagia. Hal ini sebenarnyasangat relevan dalam
masyarakat modern sekarang ini, yang menurut Leslie, “Meskipun canggih secara
teknologi, tapi terpecah belah secara sosial.”
Rumi tidak hanya bicara lewat karya, tetapi terutama lewat
kehidupannya. Pemahamannya akan citra Ilahi yang universal membuatnya tak lagi
dapat mengkotak-kotakkan manusia. Ia berhubungan baik dengan berbagai macam
orang dengan aneka ragam latar belakang. Saat kematiannya, selama 40 hari penuh
warga Muslim, Kristen, Yahudi, Yunani dan Persia tak henti-henti menangisi
kepergiannya.
Dialah tokoh yang utuh, yang memberikan tempat bagi cinta
untuk mewarnai seluruh hidup dan karyanya. Karya-karyanya dapat menjadi
inspirasi, seperti kata Andrew Harvey, seorang penulis, “Rumi merupakan
penunjuk jalan utama bagi zaman kebangkitan baru yang sedang berjuang untuk
bangkit saat ini. Ia adalah inspirasi spiritual di abad ke 21.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar