Selasa, 05 November 2013

Al Habib Umar Bin Hamid Bin Abdul Hadi Al Jailani, Mekkah


Saat ini jutaan ummat Islam, termasuk 211 ribu jamaah dari Indonesia mulai berangkat menuju tanah suci untuk
melaksanakan ibadah haji. Di sela-sela ibadah haji atau umrah, biasanya ada sebagian jamaah haji Indonesia yang menyempatkan untuk bersilaturahim kepada beberapa ulama besar di Mekkah.
Yang sering jadi jujugan para jamaah dulu adalah Abuya Sayyaid Muhammad bin Alwi al-Maliki, pendiri ribath maliki yang masyhur  yang saat ini diteruskan putranya sayyaid Ahmad bin Muhammad Al-Maliki. Ada pula Sayyid Abbas Al-Maliki,  paman daripada Sayyid Muhammad Al-Maliki. Nah, diantara ulama besar yang bisa dikunjungi saat ibadah haji atau umrah adalah Habib Umar bin Hamid bin Abdulhadi Al-Jailani.
Ketika Media Ummat  ibadah umrah, saya bersama Komisaris Media Ummat, H. Canggih Sakina Hans, Direktur MU, Pujo Kusharyadi dan beberapa pengurus Jamaah Al-Khidmah  bersilaturahim kepada Beliau, kami diajak mengikuti pengajian rutin yang Beliau asuh setiap Selasa Malam Rabu.
Nampak sekali kalau beliau adalah ulama besar yang menjadi rujukan ulama-ulama Ahlussunnah Wal jamaah, terlebih dari kala ngan Madzhab Syafi’i. Majelis-majelisnya  dipenuhi para pencari ilmu, termasuk dari kalangan ulama.
Dalam majelis taklim yang juga dihadiri para ulama di Kota Mekkah ini Habib Umar mengkaji Kitab Al-Muqaddimah Al-Khad romiyyah dalam bab Syuruthul Jamaah (syarat-syarat sholat berjamaah) dan Kitab Hadits Bulughul Maram. Sebelum pembacaan kitab, majelis yang rutin dilaksanakan di aula kediaman salah seorang muhibbin (pecinta) ahlul bait, Sayyid Alwi Fadâaq ini diawali de ngan pembacaan dzikir Ratibul Haddad.
Setelah sebagian santri membaca beberapa bait dari Kitab Al-Muqaddimah Al-Khadromiyyah, Habib Umar menjelaskan de ngan kalimat yang tertata rapi. Nadanya datar, tapi terukur. Tidak berapi-api, tapi masuk ke dalam hati. Beliau juga memberikan kesempatan untuk bertanya. Dari jawaban-jawaban Beliau yang lugas, dan jelas menunjukkan bahwa Beliau benar-benar ulama berkelas.
Setelah majelis ditutup dengan doâ’a yang dipimpin Habib Umar, para jamaah berkumpul dalam beberapa kelompok untuk menyantap hidangan makan malam nasi briyani.
Meski kedudukannya sangat terhormat, Habib Umar bin Hamid  tetap hidup bersahaja. Rumahnya berbentuk kubah, seperti kebanyakan model rumah-rumah di Arab Saudi, dengan dominan warna abu-abu, dan pagar setinggi 3 meter, nampak berwibawa. Dari depan rumah Beliau nampak hamparan bukit batu sejauh mata memandang.
Ruang dalam rumah didominasi warna putih. Di salah satu ruang tamu dengan kursi warna hijau muda, Beliau menemui Media Ummat dan beberapa Pengurus Jamaah Al-Khidmah. Dengan sabar, Beliau menanyakan tentang bagaimana kiprah Media Ummat, situa si dan kondisi ummat Islam di Indonesia, serta perkembangan jamaah Al-Khidmah. Kejadian lucu terjadi ketikat salah seorang mukimin minta Media Ummatnya akan dibawa pulang, karena dianggap Habib Umar tidak memahami Bahasa Indonesia, Beliau menolak, Biarkan saja di sini, Subhanallah.
Sejurus kemudian, kami diajak ke perpustakaan pribadinya. Sekeliling tembok ada lemari kaca dengan deretan kitab dan buku. Beberapa kitab nampak menumpuk di atas meja hitam menunjukkan bahwa Beliau selalu rajin menelaah kitab.
Al Habib Umar bin Hamid bin Abdul Hadi Al-Jailani lahir pada tahun 1950, di Lembah Do’an Hadramaut Yaman. Sejak kecil, pada umur 7 tahun, Beliau sudah belajar  iImu agama dan mengkaji Al-Qur’an di rumahnya. Habib Umar mempelajari kitab-kitab ilmu syariat dan beliau menghafal sebagian dari matan-matannya bersama ayah beliau, Al  Allamah Alhabib Hamid Bin Abdul Hadi Al Jailani. Habib Umar sangat beruntung karena memiliki ayah seorang alim. Beliau juga belajar kitab-kitab lainnya di hadapan ayah beliau.
Di samping ngaji kepada ayahnya, Habib Umar juga ngaji kepada ulama ulama besar di Hadhromaut. Untuk memperdalam ilmu agama, Habib yang kini berusia 62 tahun itu berangkat ke  Tanah Suci, Mekkah  Al Mukarromah untuk belajar kepada mereka ulama-ulama Mekkah.
Di tanah kelahiran kanjeng Nabi ini, Habib Umar bin Hamid yang merupakan  keturunan Syekh Abdul Qadir Al Jailani ini belajar kepada para masyaikh, diantaranya  Al ˜Allamah As-Syayid Alawi Al-Maliki, Al  ˜Allamah  Assyekh  Hasan Masyad, Al  Allamah  Assyekh  Abdullah Daâum. Tak heran jika keilmuan Habib Umar sangat mendalam. Berbekal ilmu yang begit luas, Habib Umar mengajarkan ilmunya dan menebarkan dakwah.
Selain membuka majelis ilmu di kediamannya, di distrik Subhaniyah yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Masjidil Haram, Beliau juga mengajar di beberapa majelis  ilmu di Kota Mekkah. Habib Umar bin Hamid juga menyampaikan dakwah di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Setiap tahun, Beliau datang ke tanah air untuk  mengobati rasa haus ilmu ummat Islam di Indonesia.
Salah satu jamâiyyah yang rutin mengundang Beliau adalah Jamaah Al-Khidmah. Beliau memang diminta langsung oleh Almaghfurulah Hadrotussyeikh Romo KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi untuk ikut membina Jamaah Al-Khidmah.
Di samping aktif menyampaikan ilmu melalui forum pengajian, Habib yang selalu tampil santun ini juga giat dalam menuangkan ilmunya dalam bentuk tulisan. Beliau menulis kitab-kitab diantaranya, At-Tadzkir Wa Hajatunas  Ilaiha, Kholasatul  Khobar Dan Syarah  Kitab Safinatun Najah. Keluhuran ilmu dan ketinggian pekerti menjadikan Habib Umar laksana mutiara.
Kedalaman ilmunya, menjadikan Beliau dibutuhkan dimanapun. Beliau sering bepergian ke Negara-negara Islam lainnya, serta menghadiri muktamar-muktamar atau seminar lainnya. Bahkan beliau juga menjabat sebagai anggota Majelis Umara Di Universitas Al-Ahgoff  dan Habib Umar merupakan salah satu pendiri sekaligus sebagai donatur di universitas ternama di Hadhromaut itu.
Mutiara Dakwah
Media Ummat beberapa kali menghadiri dakwah Habib Umar bin Hamid di Indonesia, diantaranya pada acara Indonesia Berdzikir yang digagas Jamaah Al-Khidmah di Masjid Istiqlal beberapa waktu yang lalu.
Berikut ini, diantara mutiara hikmah yang Beliau sampaikan. “Bentuk rasa syukur terbesar sebagai ummat Islam yang hidup di negeri makmur ini adalah berdzikir, menyebut nama Allah Azza wa Jalla, dan bershalawat, kepada Sayyidina Muhammad SAW, sehingga pancaran karunia Allah senantiasa menyinari bumi ini.”
Betapa pentingnya makna dzikir dalam kehidupan seorang muslim, sehingga Allah SWT menyebut-nyebut mereka yang gemar berdzikir di hadapan para malaikat-Nya dengan penuh kebanggaan. Terlebih lagi dengan mereka yang berkumpul dalam perkumpulan semacam ini. Baginda Rasulullah SAW tentunya melihat dengan penuh bangga atas apa yang dilakukan ummatnya ini.Jika beliau bangga dan senang dengan apa yang dilihat dan dirasakannya, beliau berdoa, “Alham dulillahi biniâmatihi tatimmush shalihatâ,(Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan terkumpul sempurna).
Dalam taushiyahnya, Habib Umar juga mengingatkan peran sentral masjid. Berdirinya masjid ini merupakan bentuk rasa syukur para ulama, pejuang, dan pemimpin Indonesia, atas kemerdekaan yang diperoleh berkat rahmat Allah SWT.  Lalu masjid ini dimakmurkan kaum muslimin Indonesia dengan kegiatan bagi ummat, khususnya perkumpulan dzikir, sehingga bangsa ini menda patkan pancaran karunia Ilahi.
Habib Umar juga mengingatkan agar kaum muslimin selalu mengaitkan segala sesuatu dalam kehidupannya dengan melihat kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW  Tidak ada teladan dalam semua sisi kehidupan manusia kecuali menengok kepada diri Rasulullah SAW, yang begitu sempurna.
Hendaknya kaum muslimin Indonesia tetap berpegang teguh de ngan thariqah Ahlussunnah wal Jama’ah, yang tidak melenceng sedikit pun dari ajaran Nabi Muhammad SAW

http://mediaummat.co.id/al-habib-umar-bin-hamid-bin-abdul-hadi-al-jailani-mekkah/

2 komentar: