lahir di Tarim pada tahun 818 hijriyah, hafal alquran dan
membacanya mujawwad dengan dua riwayat yaitu Abi Amru dan Nafi’, hafal kitab
al-Hawi karangan al-Quzwani (baik kitab fiqih dan kitab nahwu), beliau juga
seorang guru besar ilmu syariat.
Kakeknya meninggal ketika ia berusia tiga tahun. Ketika
ibunya mengandung, ayahnya syaikh Abubakar Sakran memberitahukan kepada
isterinya bahwa anak yang dikandungnya mempunyai maqam yang agung. Syaikh
Abubakar Sakran berkata : Sesungguhnya ketika anakku sedang dalam kandungan
telah terkumpul pada diri syaikh Ali dua jenis ilmu, akan tetapi hal tersebut
masih tersembunyi dan akan terlihat sebelum rambutnya memutih’.
Dan ketika syaikh Ali lahir
berkata kakeknya al-Muqaddam Tsani Abdurrahman Assaqaf, ‘Sesungguhnya
kelahiran anak Abubakar adalah kelahiran seorang sufi’. Pada malam ke tujuh
kalahirannya berkata saudaranya syaikh Abdullah Alaydrus : ‘Namakan ia dengan
Ali’.
Sesudah ayahnya wafat, beliau diasuh oleh pamannya syaikh
Umar Muhdhar , yang menjaganya dari hal-hal yang merusak serta mendidiknya
dengan kebaikan. Ketika pamannya wafat, beliau masuk khalwat. Dalam khalwatnya
beliau mendengar suatu panggilan : ‘Ya ayyuhannafsu mutmainah irji’I ila
robbika radhiyamatammardiyah’, kemudian beliau keluar dari khalwatnya dan
membaca kitab ihya ulumuddin, maka dibacanya kitab tersebut sampai dua puluh
lima kali tamat, setiap tamat dalam membaca kitab tersebut, saudaranya syaikh
Abdullah Alaydrus mengundang para fuqaha dan masakin untuk mengadakan
tasayakuran.
Guru-guru beliau di antaranya ayahnya Abubakar Sakran,
pamannya syaikh Umar Muhdhar, syaikh Saad bin Ali, syaikh Shondid, Muhammad bin
Ali shohib shohib Aidid. Belajar fiqih dan hadits kepada al-faqih Ahmad bin
Muhammad Bafadhal. Beliau juga belajar ke Syihir, Gail Bawazir. Di Gail Bawazir
beliau belajar kepada para fuqaha dari keluarga Ba’amar, al-Baharmiz, syaikh
Abdullah bin Abdullah bin Abdurrahman Bawazir, dan tinggal di sana selama empat
tahun. Setelah itu beliau pergi ke Aden belajar kepada Imam Mas’ud bin Saad
Basyahil, kemudian mennaikan ibadah haji ke baitullah pada tahun 849 hijriyah
dan tinggal di rubat Baziyad serta belajar kepada ulama di kota tersebut.
Kemudian beliau berziarah ke makam Rasulullah saw dan membaca kita al-Bukhari
kepada Imam Zainuddin Abi Bakar al-Atsmani di masjid nabawi.
Murid-murid syaikh Ali bin Abibakar Sakran di antaranya
anak-anaknya yang bernama Umar, Muhammad, Abdurrahman, Alwi, Abdullah dan sayid
Umar bin Abdurrahman shohibul Hamra, syaikh Abubakar al-Adeni
Alaydrus, syaikh Muhammad bin Ahmad Bafadhal, syaikh Qasim bin Muhammad
bin Abdullah bin syaikh Abdullah al-Iraqi, syaikh Muhammad bin Sahal Baqasyir,
syaikh Muhammad bin Abdurrahman Bashuli.
Syaikh Ali seorang
auliya’ yang mempunyai kefasihan lidah, terkumpul padanya keutamaan dan
kepemimpinan, beliau juga banyak mengkaji kitab Tuhfah dan mengamalkan isinya,
banyak shalat malam dan sesudahnya beliau banyak menangis, seorang yang
mempunyai sifat qanaah, tawadhu’. Di antara keistimewaannya jika shalat, beliau
lupa akan kehidupan duniawi dan tidak pernah membicarakan dunia dalam
majlisnya. Beliau pernah ditanya oleh gurunya syaikh Said bin Ali pada keadaan
menghadapi sakaratul maut, ‘Apa yang engkau tinggalkan?’ Beliau menjawab hanya
kamar ini.
Berkata saudaranya Abdullah Alaydrus, ‘Orang yang paling
dekat hatinya kepada Allah adalah hati saudaraku Ali’. Berkata pula syaikh
Abdullah Alaydrus, ‘Sesungguhnya apa yang ada pada diriku karena saudaraku Ali,
jika terbenam sinar matahari saudaraku Ali, maka terbenam pula sinar
matahariku’. Berkata syaikh Umar Muhdhar kepada anaknya Fathimah sebelum
dinikahi dengan syaikh Ali, ‘Wahai Fathimah, nanti engkau akan menikah dengan
seorang wali quthub’.
Syaikh Muhammad bin Hasan Jamalullail berkata : ‘Dalam
shalat aku berdoa kepada Allah swt agar diperlihatkan kepada seseorang yang
mempunyai rahasia-rahasia-Nya dalam zaman ini, maka aku melihat dalam mimpiku
seorang lelaki mengambil tanganku dan membawanya kepada syaikh Ali’.
Syaikh Ali seorang yang berjalan di atas thariqah kefakiran
yang hakiki, dalam thawafnya beliau berdoa : ‘Allahumma ij’alni nisfal faqir’
(Ya Allah jadikanlah aku dalam keadaan setengah fakir), tidak mempunyai
perasaan benci kepada satu orang pun, membaca hizib di antara isya dan setelah
hingga terbit matahari. Beliau juga hafal alquran dalam waktu empat puluh hari.
Kitab yang telah dibacanya : Riyadhus Salihin, Minhajul
Abidin, al-Arbain, Risalah al-Qusyairiyah, al-Awarif al-Ma’arif, I’lamul Huda,
Bidayatul Hidayah, al-Muqtasid al-Asna, al-Ma’rifah, Nasyrul Mahatim, Sarah
Asmaul Husna dan lainnya.
Sebagian ulama berkata : ‘ Sesungguhnya memandang beliau
menghilangkan kekotoran jiwa, kedudukan dan rahasia al-faqih al-muqaddam ada
pada beliau’. Berkata syaikh Muhammad
bin Ali al-Khirrid ; ‘Memandang beliau adalah obat bagi yang melihat, dan
perkataannya obat penawar yang mujarrab’.
Syaikh Ali bin Abibakar Sakran wafat pada hari Minggu
tanggal dua belas bulan Muharram tahun 895 hijriyah dalam usia 77 tahun.
Keturunan beliau di antaranya adalah keluarga al-Wahath, al-Musayyah, al-Umar
Faqih, al-Bin Ahsan (Banahsan) , al-Masyhur, al-Zahir, al-Hadi dan
al-Shahabuddin.
Diposkan oleh ANDRI WIJAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar