الْمُطَهِّرُ لِلْحَدَثِ وَالْخَبَثِ مِنَ الْمَائِعَاتِ،
الْمَاءُ الْمُطْلَقُ خَاصَّةً، وَهُوَ الْعَارِي عَنِ الْإِضَافَةِ اللَّازِمَةِ.
وَقِيلَ: الْبَاقِي عَلَى وَصْفِ خِلْقَتِهِ
Benda cair yang dapat digunakan menyucikan hadats dan najis
adalah air mutlak secara khusus. Air mutlak adalah air yang terlepas dari
ifadhah (tambahan atau ikatan) yang tetap. Dikatakan: air mutlak adalah air yang
tetap dengan sifat aslinya.
Adapun air yang telah dipergunakan untuk bersuci dan hadats
(musta’mal) adalah suci, namun tidak menyucikan menurut madzhab Asy-Syafi’i.
Dikatakan: Ia adalah suci dan menyucikan menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i yang
lama.
Air musta’mal dalam
pemindahan penyucian, seperti memperbaharui wudhu, mandi sunnah, basuhan kedua
dan ketiga, dan air setelah digunakan berkumur adalah suci menyucikan (thahuur)
menurut beberapa pendapat yang lebih shahih.
Adapun air yang dipergunakan mandi oleh perempuan ahli kitab
agar dirinya halal bagi seorang pria muslim, jika kita katakan bahwa dia tidak
wajib mengulangi mandinya, maka air ini tidak suci menyucikan (tidak thahuur),
namun jika kita katakan bahwa dia wajib mengulanginya (dan ini adalah pendapat
yang lebih shahih), maka ada dua pendapat menurut pengikut madzhab Syafi’i,
yang menurut pendapat lebih shahih air tersebut tidak suci mensucikan.
Air yang dipergunakan bersuci untuk shalat sunnah adalah
musta’mal. Begitu juga yang dipergunakan oleh anak kecil, sesuai dengan
pendapat yang shahih. Air musta’mal yang tidak dapat menghilangkan hadats juga
tidak dapat menghilangkan najis menurut pendapat yang shahih. Air bekas
menyucikan najis apabila kita katakan itu suci, ia tetap tidak dapat menghilangkan
hadats menurut pendapat yang shahih.
Jika air musta’mal dikumpulkan hingga mencapai dua qullah,
maka dia kembali suci menyucikan (thahuur) menurut pendapat yang lebih shahih.
Sebagaimana orang junub yang menyelam dalam air dua qullah, airnya adalah tetap
suci menyucikan menurut pendapat yang lebih shahih sesuai dengan kesepakatan
para ulama.
Jika orang junub menyelam dalam air yang kurang dari dua
qullah hingga seluruh tubuhnya di dalam air, lalu ada niat, maka janabahnya
hilang seketika tanpa ada perselisihan ulama. Namun airnya seketika menjadi
musta’mal bagi orang lain menurut pendapat yang shahih. Sedangkan menurut
pendapat yang lebih shahih, air tersebut tidak menjadi musta’mal bagi dirinya
sendiri sehingga ia keluar darinya. Seharusnya air tersebut menjadi musta’mal
karena hilangnya hadats.
Aku (Imam An-Nawawy) berkata:
Jika air mengalir dari anggota tubuh orang yang berwudhu
menuju anggota yang lain, maka air ini menjadi musta’mal, bahkan jika berpindah
dari salah satu tangan menuju tangan lain juga menjadi musta’mal. Dalam masalah
ini terdapat pendapat pengikut madzhab Syafi’i (wajh syadz) yang diriwayatkan
dalam bab tayamum dari kitab Al-Bayan, yaitu air tersebut tidak menjadi
musta’mal karena kedua tangan adalah seperti satu anggota tubuh.
Sumber: RAUDHAH ATH-THALIBIN, Imam An-Nawawy, Pustaka Azzam
Penerjemah: H. Muhyiddin Mas Rida, H. Abdurrahman Siregar
dan H. Moh Abidun Zuhri
Artikel ini disusun oleh Hasan Al-Jaizy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar