Ayah bagi Fakir Miskin dan Anak Yatim
Dia peduli pada nasib fakir miskin dan anak yatim. Itu
sebabnya ia dijuluki sebagai ayah anak yatim dan fakir miskin.
Sebagian kaum muslimin di Jawa Timur, khususnya di Surabaya,
tentu mengenal Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, yang mukim di Surabaya pada
pertengahan abad ke-20 silam. Ia adalah seorang habib dan ulama besar, yang
wafat di Surabaya pada malam Rabu, 12 Rabi’ul Akhir 1337 H /1917 M. Jenazahnya
dimakamkan di Pemakaman Ampel Gubah, Kompleks Masjid Ampel, Surabaya.
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lebih dikenal sebagai
ulama yang mencintai fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya kaum muslimin
menjulukinya sebagai “bapak kaum fakir miskin dan anak yatim.” Semasa hidupnya
ia rajin berdakwah ke beberapa daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia tak
pernah menginap di hotel melainkan bermalam di rumah salah seorang habib.
Hampir setiap hari banyak tamu yang bertandang ke rumahnya,
sebagian dari mereka datang dari luar kota. Ia selalu menyambut mereka dengan
senang hati dan ramah. Jika tamunya tidak mampu, ia selalu mempersilakannya
menginap di rumahnya, bahkan memberinya ongkos pulang disertai beberapa hadiah
untuk keluarganya.
Ia juga memelihara sejumlah anak yatim yang ia perlakukan
seperti halnya anak sendiri. Itu sebabnya mereka menganggap Habib Muhammad
sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak hanya memberi mereka tempat tidur,
pakaian dan makanan, setelah dewasa pun mereka dinikahkan.
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lahir di kota Khala’
Rasyid, Hadramaut, Yaman Selatan, pada 1265 H atau 1845 M. Sejak kecil ia
diasuh oleh pamannya, Habib Shaleh bin Muhammad Al-Habsyi. Ayahandanya, Habib
Idrus bin Muhammad Alhabsyi, berdakwah ke Indonesia dan wafat pada 1919 M di
Jatiwangi, Majalengka. Sedangkan ibunya, Syaikhah Sulumah binti Salim bin Sa’ad
bin Smeer.
Seperti hanya para ulama yang lain, di masa mudanya Habib
Muhammad juga rajin menuntut ilmu agama hingga sangat memahami dan
menguasainya. Beberapa ilmu agama yang ia kuasai, antara lain, tafsir, hadits
dan fiqih. Menurut Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, seorang ulama terkemuka,
“Sesungguhnya orang-orang Hadramaut pergi ke Indonesia untuk bekerja dan
mencari harta, tetapi putra kami Muhammad bin Idrus Al-Habsyi bekerja untuk
dakwah Islamiyyah dalam rangka mencapai ash-shidqiyyah al-kubra, maqam
tertinggi di kalangan para waliyullah.”
Ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan berziarah ke
makam Rasulullah SAW di Madinah, ia sekalian menuntut ilmu kepada beberapa
ulama besar di Al-Haramain alias dua kota suci tersebut. Salah seorang di
antara para ulama besar yang menjadi gurunya adalah Habib Husain bin Muhammad
Al-Habsyi.
Banyak kalangan mengenal Habib Muhammad sebagai ulama yang
berakhlak mulia, dan sangat dermawan. Ia begitu ramah dan penuh kasih sayang,
sehingga siapa pun yang sempat duduk di sampingnya merasa dirinyalah yang
paling dicintai. Ia selalu tersenyum, tutur katanya lemah lembut. Itu semua
tiada lain karena ia berusaha meneladani akhlaq mulia Rasulullah SAW.
Tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya, bahkan juga
hampir di seluruh Surabaya, sangat mencintai, hormat dan segan kepadanya. Ia
juga dikenal sebagai juru damai. Setiap kali timbul perbedaan pendapat,
konflik, pertikaian di antara dua orang atau dua fihak, ia selalu tampil
mencari jalan keluar dan mendamaikannya. Sesulit dan sebesar apa pun ia selalu
dapat menyelesaikannya.
Sebagai dermawan, ia juga dikenal gemar membangun tampat
ibadah. Ia, misalnya, banyak membantu pembangunan beberapa masjid di Purwakarta
(Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Dialah pula yang pertama kali merintis
penyelenggaraan haul para waliyullah dan shalihin. Untuk pertama kalinya, ia
menggelar haul Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad di Tegal, Jawa Tengah. Ia
juga merintis kebiasaan berziarah ke makam para awliya dan shalihin.
Menjelang wafatnya, ia menyampaikan wasiat, ”Aku wasiatkan
kepada kalian agar selalu ingat kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT
menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam menegakkan agama terhadap istri,
anak dan para pembantu rumah tanggamu. Hati-hatilah, jangan menganggap remeh
masalah ini, karena seseorang kadang-kadang mendapat musibah dan gangguan
disebabkan oleh orang-orang di bawah tanggungannya, yaitu isteri, anak, dan
pembantu. Sebab, dia adalah pemegang kendali rumah tangga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar