1. Nikah syighar
Adalah seorang laki-laki menikahkan anak perempuan, saudara
perempuan atau budak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat
laki-laki tersebut menikahkan anak perempuan, saudara perempuan atau budak
perempuannya kepadanya, baik ketika adanya maskawin maupun tanpa maskawin dalam
kedua pernikahan tersebut
Para ulama telah sepakat mengharamkan nikah syighar, hanya
saja mereka bereda pendapat mengenai keabsahan nikah syighar. Jumhur ulama
berpendapat nikah syighar tidak sah, berdasarkan dalil:
1. Hadits dari Jabir radiallahuanhu, dia berkata:
“Rasulullah shallallahu alayhi wasalam melarang nikah syighar“(HR Muslim)
2. Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
radiallahuanhu, dia berkata “Rasulullah shallallahu alayhi wasalam melarang
nikah syighar” Abu Hurairah radiallahuanhu berkata “Nikah syighar bekata kepada
laki-laki lain, ‘Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu dan sebagai gantinya
aku akan menikahkan kamu dengan anak perempuanku’ ” Atau dia mengatakan
“Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu dan sebagai gantinya aku akan
menikahkan kamu dengan saudara perempuanku“(HR Muslim, An Nasa’i, dan Ibnu
Majah)
3. Hadits dari Al Araj, dia berkata : Al Abbas bin Abdullah
bin Abbas pernah menikahkan Abdurrahman dengan anak perempuannya, dan
sebaliknya Abdurrahman juga menikahkan Al Abbas dengan anak perempuannya. Dalam
kedua pernikahan itu keduanya membayar maskawin. Setelah mendengar pernikahan
ini, Mu’awiyah menulis surat kepada Marwandan menyuruhnya untuk menceraikan
pernikahan itu. Dalam surat itu Mu’awiyah berkata, “ini mereupakan nikah
syighar yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu alayhi wasalam” (HR Abu
Dawud)
4. Sabda Nabi Shallallahu alayhi wasalam:
“Barang siapa mensyaratkan sesuatu yang tidak terdapat dalam
kitab Allah (al-Qur’an), maka ia tidak sah, sekalipun ia mensyaratkan 100
syarat. Syarat dari Allah itu lebih haq dan lebih kuat“(HR Bukhari dan Muslim)
5. yang menyebabkan pernikahan ini tidak sah adanya
persyaratan yang mengharuskan tukar menukar (anak atau saudara perempuan). Di
dalam syighar terdapat suatu kekejian yang sangat besar, yaitu adanya pemaksaan
terhadap perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Permasalahan ini menyimpulkan anjuran kepada para wali agar memperhatikan
perasaan anak-anak perempuannya, karena perbuatan ini dapat menzalimi mereka.
Disamping itu pernikahan ini juga menghalangi mereka dari kemungkinan
mendapatkan mahar yang seyogyanya. Kasus seperti ini sering terjadi dikalangan
orang-orang yang mempraktekkan model pernikahan seperti ini. Pernikahan syighar
juga sering menimbulkan perselisihan dan persengketaan. Apa yang disebutkan
diatas merupakan balasan dari Allh didunia bagi orang-orang yang tidak
melaksanakan aturan-Nya.
2. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah seorang laki-laki (perantara) yang
menikahi seorang perempuan yang sudah dicerai oleh suaminya sebanyak tiga kali,
(setelah menikahi) kemudian menceraikannya dengan tujuan agar suami yang
pertama dapat menikahinya kembali.
Nikah ini (muhallil) termasuk dosa besar, yang dilarang oleh
Allah. Orang yang menjadi perantara dan diperantarai dalam nikah muhallil
dilaknat oleh Allah. Dalil yang melarang nikah muhallil:
1. Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata: “Rasulullah
melaknat al-Muhallil (laki-laki yang menikahi perempuan dan menceraikannya) dan
muhallalah(orang yang menyryu muhallil)“(HR Tirmidzi, an Nasa’i dan Ahmad).
Jumhur ulama seperti Mali, Syafi’i -dalam salah satu
pendapatnya-, Ahmad, Al laits, at-Tsauri, Ibnu Mubarak dan ulama lainnya
berpendapat nikah ini tidak sah. Umar bin Khaththab, Abdullah bin Umar dan
Ustman bin Affan juga berpendpat demikian. (Lihat Al Bidayah Al Mujtahid2/120,
Al Mughni 6/149)
a. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab dia berkata
“Tidaklah dilaporkan kepadaku mengeni seorang muhallil dan muhallalah melainkan
aku akan merajam keduanya“(HR Abdurrazaq dan Sa’id bin Mansur).
b. Ibnu Umar pernah ditanya tentang seseorang yang menikahi
wanita yang sudah dicerai sebanyak tiga kali oleh suaminya dengan tujuan agar
suami pertama dapat menikahinya kembali. ibnu Umar menjawab : “perbuatan itu
adalah zina“(HR Abdurrazaq).
3. Nikah Mut’ah
Adalah seorang lelaki yang menikahi seorang perempuan untuk
waktu tertentu -sehari, dua hari atau lebih- dengan memberikan imbalan kepada
pihak perempuan berupa harta atau lainnya.
Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah
shallallahu alayhi wasalam kemudia dihapus oleh Allah melalaui sabda Nabi
shallallahu alayhi wasalam dan beliau telah mengharamkan nikah mut’ah samapi
hari kaiamat.
Terdapat perbedaan mengenai hadits-hadits yang menjelaskan
tentang informasi waktu dihapuskannya nikah mut’ah.
Diantara hadits-hadits shahih yang menjelaskannya adalah:
1. Nikah mut’ah dihapus pada saat perang Khaibar
Diriwayatkand ari Ali bahwa dia pernah berkata kepada Ibnu
Abbas, “Sesungguhnya Nabi shallallahu alayhi wasalam telah mengharamkan nikah
mut’ah dan mengharamkan memakan daging keledai piaraan pada waktu perang
khaibar ” (HR Bukhari dan Muslim).
Setelah itu Nabi shallallahu alayhi wasalam memberi
keringanan lagi dengan membolehkan nikah mut’ah. hanya saja informasi tentang
keringanan ini tidak sampai kepada Ali bin abi Thalib, sehingga dia melandaskan
pendapatnya berdasarkan apa yang pernah dia dengar dari Rasulullah shallallahu
alayhi wasalam tentang diharamkannya nikah mut’ah pada peristiwa khaibar.
2. Nikah Mut’ah dihapus pada tahun penaklukan kota Mekah.
Diriwayatkan dari Ar-Rabi’ bin Subrahbahwa ayahnya, Subrah
pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu alayhi wasalam pada saat
penaklukan kota Mekah. Dia berkata: “Kami tinggal diMekah selama lima belas
hari, lalu Rasulullah shallallahu alayhi wasalam membolehkan kami menikah
secara mut’ah. Kemudian aku menikah secara mut’ah dengan seorang gadis dan aku
tidak keluar (berpisah dengannya) sampai Rasulullah shallallahu alayhi wasalam
melarangnya“(HR Muslim).
dalam Riwayat lain disebutkan “….wanita-wanita yang kami
nikahi secara mut’ah itu bersama kami slema tiga hari, kemudia Rasulullah
memerintahkan kami agar mencerai mereka” (HR Muslim dan Baihaqi).
Dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi “Rasulullah
memerintahkan kami menikah secara mut’ah pada tahun penaklukan kota Mekah
ketiak kami memasuki kota Mekah dan kami tidak keluar dari kota Mekah sampai
Nabi shallallahu alayhi wasalam melarangnya” (HR Muslim).
3. Nikah Muta’h dihapus pada tahun Authas
Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’, dia berkata
“Rasulullah memberi kelonggaran untuk nikah mut’ah selaam tiga hari pada tahun
Authas (tahun penaklukan kota Mekah) kemudia beliau melarangnya” (HR Muslim,
Albaihaqi dan Ibnu Hibban).
Pernikahan tahun ini (Authas) adalah pengharaman secara permanen
sampai hari kiamat.
CATATAN.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radiallahuanhu, dia
berkata “kami pernah menikah secara mut’ah dengan segenggam kurma dan gandum
pada masa Rasulullah dan Abu Bakar, hingga akhirnya Umar bin Khaththab
melarangnya ketika terjadi kasus Amru bin Harits” (HR Muslim dan Abu Dawud).
Hadits ini ditafsirkan, bahwa orang yang melakukan nikah
mut’ah pada zaman Abu Bakar mungkin karena berita mengenai pengharamannya tidak
sampai kepada mereka. (lihat syarah Ma’ani Al Atsar 3/27 dan Syarah Muslim
3/555).
Lalu bagaimana dengan orang yang sudah terlanjur nikah
mut’ah ? apa yang harus dilakukan ?
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa nikah mut’ah
adalah tidak sah. Dengan demikian dia harus bercerai. Sebab Nabi shallallahu
alayhi wasalam menyuruh orang yang melakukan nikah mut’ah untuk menceraikan
isterinya, sebagaimana dengan hadits yang diriwayatkan oleh Subrah.
4. Nikah Sirri
Pernikahan yang tidak diketahui oleh siapapun dan tidak ada
wali dari wanita. Pada hakiktnya ini adalah zina karena tidak memenuhi syarat
sahnya nikah.
Al-qur’an dan hadits telah menunjukkan bahwa salah satu
syarat sahnya nikah adalah adalah adanya wali. Pernikahan ini tidak sah dan
harus dibatalkan.
Disalin dari kitab Shahih Fikih Sunnah Abu Malik Kamal bin
As-Sayyid Salim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar