Ibrahim bin Adham bin
Mansur bin Zaid bin Jabir al-‘Ijli adalah figur seorang pemimpin yang arif dan
bersikap zuhud. Beliau dijahirkan sekitar tahun 100 H di sebuah kota besar
bernama Yablakh. Beliau adalah salah satu dari para shalihin yang berasal dari
keturunan para penguasa. Ayah beliau adalah seorang penguasa di Khurasan.
Suatu ketika beliau
keluar rumah untuk berburu hewan. Di tengah keasyikannya berburu, telinganya
mendengar suara tanpa rupa. Suara itu memanggilnya: “Wahai Ibrahim! Bukan untuk
ini kamu diciptkan dan bukan dengan ini kamu diperintah!”.
Semenjak itu beliau
bersumpah untuk tidak berbuat durhaka kepada Allah azza wa jalla dan
meninggalkan kemewahan Istana. Beliau sering melakukan perjalanan untuk
menuntut ilmu, agar mampu mendorong dirinya untuk semakin bersemangat dalam
meningkatkan ibadah.
Dalam Risalah
Al-Qusyairiyah disebutkan bahwa semenjak kejadian saat berburu, beliau
meninggalkan istana, berjalan menuju padang pasir dan berguru dan berkhidmah
kepada Sufyan Ats-Tsuri dan Fudlail bin ‘Iyadl. Suatu ketika, saat berada di
Syam beliau bertemu seorang lelaki di tengah padang pasir. Ia mengajari beliau
sebuah asma mu’adzom dan menyuruh beliau untuk selalu mengamalkannya dalam doa.
Setelah beberapa waktu, Ibrahim bin Adham bermimpi bertemu Nabi Khidir.
Ibrahim bin Adham adalah
seorang yang zuhud. Beliau meninggalkan kekuasaan dan kedudukan dan selalu
berpakaian sederhana. Beliau sering berpuasa, walau dalam keadaan bepergian,
sedikit tidur dan memperbanyak tafakur. Ia makan dari hasil pekerjaannya
sendiri sebagai buruh panen dan penjaga kebun.
Abu Nu’aim dari Abu Ishaq
al-Fazari, ia berkata bahwa Ibrahim bin Adham pada bulan ramadhan menjadi buruh
panen di siang hari dan melakukan shalat pada malam harinya. Selama 30 hari
ramadlan, beliau tidak pernah tidur, baik siang maupun malam.
Diantara kezuhudan beliau
ialah jika mempunyai makanan yang enak, maka beliau menyuguhkannya kepada
teman-temannya. Sementara ia makan hanya dengan sepotong roti dan minyak
zaitun.
Ibnul Jawzi dalam kitab
Shafwah al-Shafwah” menuturkan kisah dari Ahmad bin Daud bahwa suatu ketika
Yazid berjumpa Ibrahim bin Adham yang sedang menjaga kebun. Yazib berkata:
“Ambilkan aku anggur!”. Ibrahim berkata: “Pemilik kebun tidak mengizinkan
aku!”. Yazid mengambil cambuk dan hendak mencambuk beliau. Beliau menundukkan
kepada dan berkata: “Pukullah kepala yang dzalim dan durhaka kepada Allah Azza
wa jalla.”
Karamah Ibhrahim bin
Adham
Sebagaimana maklum bahwa
pada sebagian aulia muncul karamah yang merupakan kejadian yang keluar dari
kebiasaan sebagai bukti kebenaran ittiba’ mereka kepada Rasulullah. Ibrahim bin
Adham adalah bagian dari aulia itu, seperti yang dikisahkan oleh Yusuf
An-Nabhani dalam kitab “Jami’ Karamat al-Aulia”. Suatu saat sekelompok orang
datang kepada Ibrahim bin Adham dan berkata: “Hai Abu Ishaq! Ada harimau
menghalangi jalan kami”. Beliau menghampiri Harimau itu dan berkata: “Hai Abu
Harits, jika kamu diperintah sesuatu untuk kami, maka lakukan apa yang telah
diperintahkan. Jika kamu tidak diperintah apa-apa, maka menyingkirlah dari
jalan kami”. Si Harimau itupun melangkah pergi.
Dalam kitab “Raudl
al-Rayyahin” disebutkan karamah Ibrahim bin Adham yang lain. Suatu saat beliau
hendak menaiki perahu milik seorang nelayan. Tetapi nelayan itu tidak mau
memuatnya kecuali memberinya satu dinar. Ibrahim bin Adham lalu mekalukan
shalat 2 rakaat dan berdoa: “Ya Allah mereka meminta kepadaku sesuatu yang
tidak pernah aku miliki. Sedangkan ia ada banyak di sisiMu!”. Pasir-pasir pun
berubah menjadi dinar. Beliau hanya mengambil satu lalu memberikannya kepada
nelayan itu.
Banyak kata-kata hikmah
yang muncul dari lisan beliau, diantaranya adalah:
مَنْ
عرف ما يطلب هان عليه ما يبذل، ومن أطلق بصره طال أسفه، ومن أطلق أمله ساء عمله،
ومن أطلق لسانه قتل نفسه.
“Barang siapa tahu apa
yang ia cari, maka apa yang ia berikan adalah hina. Barang siapa membebaskan
pandangan, maka akan lama penyesalannya. Barang siapa membebaskan agan-ngannya,
maka buruklah pekerjaannya. Dan barang siapa membebaskan lisannya, maka berarti
ia telah membunuh dirinya sendiri”.
قلة
الحرص والطمع تورِث الصدق والورع، وكثرة الحرص والطمع تورث الهم والجزع
“Sedikit keinginan dan
ketamakan mengakibatkan kejujuran dan kehati-hatian. Banyaknya keinginan dan
ketamakan menimbulkan kesusahan dan kesedihan”.
Diceritakan dari Ahmad
bin Hadhrawaih bahwa sesungguhnya Ibrahim bin Adham berkata kepada seorang
lelaki saat ia sedang thawaf di sekitar Ka’bah: “Ketahuilah bahwa, kamu tidak
akan memperoleh derajat shalihin kecuali telah melewati enam tingkatan.
Pertama: menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesusahan. Kedua: memutup pintu
kemuliaan dan membuka pintu kehinaan. Ketiga: menutup pintu santai dan membuka
pintu semagat. Keempat: menutup pintu tidur dan membuka pintu terjaga. Kelima:
menutup pintu kaya dan membuka pintu miskin. Keenam: menutup pintu angan-angan
dan membuka pintu untuk bersiap untuk kematian”.
Beliau Wafat di Syam pada
tahun 162 H, dimakamkan di perbukitan di pantai Suria. Al-Munadi mengatakan
bahwa ia pernah menziarahi makamnya dan mendapatkan barakah.
رحم الله سيدنا
ابراهيم بن أدهم وأمدنا بأمداده وحشرنا في زمرته وزمرة الصالحين يوم الدين
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/10/ibrahim-bin-adham-meninggalkan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar