Demi Amanah
Tradisi Salaf
Bila datang
hari Kamis petang, Anda akan menyaksikan suasana di sekitar pemakaman Keramat
Empang Bogor yang disesaki ribuan jama’ah. Saat ini, Habib Abdullah-lah yang
mengasuh majelis peninggalan Habib Husein tersebut.
Habib
Abdullah, putra ter-tua Habib Husein (lihat Manaqib), menerima kedatangan
alKisah dengan penuh kehangatan. Wajahnya teduh, cara bertuturnya amat
santun, logatnya terasa sekali Sunda-nya. Sesekali obrolan kami diselingi tawa
canda yang semakin mencairkan suasana. Meski baru pertama kali berjumpa,
rasanya seperti sudah mengenal lama.
Demikian
sosok Habib Abdullah bin Husein bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas, yang saat ini
dipercaya mengemban amanah sebagai munshib, atau pemimpin, dalam kepengurusan
di lingkungan makam kakeknya, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, ”Habib
Keramat Empang Bogor”.
Terkadang
orang menyebutnya sebagai khalifah Keramat Empang Bogor. Tentunya, makna
khalifah di sini tidak dalam pengertian kekhilafahan umat Islam. Khalifah di
sini bermakna ”pengganti”, maksudnya, Habib Abdullah-lah saat ini yang tengah
mengemban amanah berat untuk menggantikan posisi munshib sebelumnya, yaitu
Habib Abdullah bin Zen Al-Attas, yang wafat setahun silam.
Manshabah
(kemunshiban) di sini adalah amanah otoritas dalam mengurus hal-ihwal di
lingkungan makam Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas berikut segala
peninggalannya.
Wasiat
Shahibul Maqam
Sepeninggal
Habib Abdullah bin Zen Al-Attas, munshib Keramat Empang Bogor sebelumnya,
Habib Abdullah bin Husein Al-Attas ditunjuk menjadi khalifahnya. Penunjukan
ini tak lepas dari wasiat Habib Abdullah bin Muhsin.
Sebelum
wafat, Habib Abdullah bin Muhsin mewasiatkan pola penggantian kepemimpinan
yang agak berbeda dengan kebiasaan di tempat-tempat lainnya. Bila di
tempat-tempat lainnya, biasanya pola kepemimpinan adalah dari kakek ke ayah
kemudian ke anak, lalu ke cucu, terus ke cicit, dan demikian seterusnya.
Namun sesuai amanat tertulis dari Habib Abdullah bin Muhsin, yang tercantum
dalam akta notaris yang ditandatangani oleh notaris Belanda bernama Thomas,
kepemimpinan yang akan meneruskan estafet dakwahnya dimulai dari putra
tertuanya, berlanjut kepada putra tertua berikutnya, hingga putra terakhir yang
masih ada.
Kalau
putra-putranya sudah wafat semuanya, kepemimpinan dilanjutkan pada generasi
cucu Habib Abdullah, yaitu pada cucu tertua, yang, kalau sudah wafat,
kepemimpinan diserahkan pada cucu tertua berikutnya.
Demi
menjalankan amanah yang digariskan Habib Abdullah bin Muhsin sendiri, selama
ini pergantian manshabah berjalan dengan mulus. Saat ini, giliran Habib
Abdullah bin Husein Al-Attas-lah, sebagai cucu Habib Abdullah bin Muhsin, yang
mengemban amanah memegang manshabah tersebut.
Tak Boleh
Keluar Rumah
Sosok Habib
Abdullah bin Husein memang sosok yang amat bersahaja. Seperti halnya para
munshib sebelumnya, sehari-hari Habib Abdullah berpakaian sederhana. Hanya pada
acara-acara besar ia memakai jubah dan imamah.
Habib
Abdullah, semasa mudanya, lebih mendalami pendidikan umum, bahkan sampai ia
berhasil menggondol gelar sarjana. Namun demikian, ”Saya rasakan, ternyata
pendidikan agama memang lebih bermanfaat untuk kehidupan kita semua. Pendidikan
umum tetap penting, tapi pendidikan agama tetap lebih penting. Ini yang saya
rasakan sekarang. Yang ideal, tentunya kalau seseorang dapat memiliki
pengetahuan mendalam baik pada pendidikan umum maupun pendidikan agamanya,”
ujar Habib Abdullah.
Di masa
kecil, Habib Abdullah merasakan masa-masa indah selama ia dalam didikan dan
asuhan ayahandanya, Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Di matanya,
sang ayah adalah sosok orangtua sekaligus sahabat. Ayahnya tak pernah
memaksakan kehendaknya sendiri, sebagai pertanda sikap bijak seorangtua. Semua
anaknya diberi kebebasan pada bidang keilmuan yang disukainya.
Habib
Abdullah juga merasakan kehangatan hubungan saat ayahnya masih hidup. ”Kepada
anak-anak, Abah sering mengajak bergurau. Beliau memang seorang yang senang
bergurau, bahkan di tengah keluarga. Kami semua merasa segan kepadanya, tapi
tak merasa sungkan,” ujar Habib Abdullah mengenang sikap sang ayah di
tengah-tengah keluarganya.
Beranjak
dewasa, sebagaimana saudara-saudaranya yang lain, Habib Abdullah mengutarakan
keinginannya kepada sang ayah untuk dapat hidup mandiri dan tinggal di luar
lingkungan keluarga besar Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Tapi apa yang
dikatakan oleh Habib Husein saat itu?
”Tidak
perlu. Ente tidak perlu keluar dari rumah ini,” demikian kira-kira yang dikatakan
Habib Husein kepada anak laki-laki tertuanya ini.
Habib
Abdullah merasa keheranan dibuatnya. Kalau saudara-saudaranya yang lain
diperbolehkan, mengapa dirinya sendiri yang tidak boleh keluar rumah?
”Meski dalam
hati saya bertanya-tanya, saya tetap menuruti apa yang dikatakan Abah.
Ternyata sekarang saya tahu hikmah apa di balik perkataan beliau. Saya memang
tidak boleh keluar rumah, sebab suatu saat nanti amanah memegang makam
keramat Habib Abdullah bin Muhsin ini akan saya emban,” kata Habib Abdullah
lagi.
Menapaki
Jalan para Pendahulu
Mengemban
amanah manshabah memang bukan hal ringan. ”Di satu sisi hati saya merasakan
beratnya beban menerima amanah berat ini. Tapi di sisi lain saya merasa
bahagia bahwa, di sisa-sisa umur saya, Allah masih memberi kesempatan kepada
saya untuk dapat berkhidmah pada kakek saya,” ujar Habib Abdullah kemudian.
Kini, hari
demi hari diisi Habib Abdullah dengan penuh kegiatan, setidaknya menerima
tamu-tamu Habib Abdullah bin Muhsin yang sehari-harinya hampir tak pernah sepi
dari para tamu dari berbagai daerah, dalam dan luar kota Bogor.
Selain
peninggalan-peninggalan kakeknya, Habib Abdullah bin Muhsin, terutama
kepengurusan atas masjid dan makamnya, peninggalan sang ayah, yaitu Majelis
Ta’lim An-Nur juga terus ia makmurkan.
Bila datang
hari Kamis petang, Anda akan menyaksikan suasana di sekitar pemakaman Keramat
Empang Bogor yang disesaki ribuan jama’ah. Saat ini, Habib Abdullah-lah yang
mengasuh majelis peninggalan Habib Husein tersebut.
Acara
Majelis biasanya dimulai dari ba’da ashar, dengan pembacaan Maulid Nabi dan
taushiyah-taushiyah dari para ulama kota Bogor dan sekitarnya. Terkadang,
kalau ada tamu ulama dari luar, mereka dipersilakan untuk turut menyampaikan
mauizhah di majelis tersebut.
Seusai majelis,
menjelang maghrib, para jama’ah bersama-sama, dipimpin oleh Habib Abdullah bin
Husein, melangsungkan ziarah ke makam Habib Abdullah bin Muhsin, yang
letaknya bersebelahan dengan Masjid An-Nur, tempat diselenggarakannya majelis
An-Nur.
Selain melanjutkan
Majelis An-Nur, saat ini Habib Abdullah juga aktif menerima undangan-undangan
majelis di berbagai tempat, khususnya di kota Bogor dan sekitarnya.
Dalam
perbincangan dengan alKisah, Habib Abdullah mengutarakan bahwa, selama
mengemban amanah sebagai munshib, ia bertekad akan memelihara
peninggalan-peninggalan para salaf (pendahulu)-nya sekaligus melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan, khususnya dalam hal fisik bangunan dalam
kompleks makam, masjid, dan rumah peninggalan Habib Abdullah bin Muhsin
Al-Attas.
Pengembangan
yang dilakukannya tentu dengan tetap memperhatikan kelestarian peninggalan
sang datuk, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Seperti halnya saat ayahnya,
Habib Husein bin Abdullah, mengganti bangunan rumah Habib Abdullah bin Muhsin
menjadi bangunan yang lebih permanen. Namun demikian, beberapa bagian penting
dari rumah itu tetap dipertahankan kelestariannya.
Dalam
memelihara, melestarikan, dan mengembangkan peninggalan Habib Abdullah bin
Muhsin Al-Attas, Habib Abdullah juga memiliki visi seperti yang pernah
dilakukan ayahnya dan para munshib sebelumnya. Habib Abdullah berusaha
sedapatnya agar terus melakukan perbaikan dan perluasan yang diperlukan, demi
kemaslahatan bersama, khususnya bagi para jama’ah dan tamu-tamu Habib Abdullah
bin Muhsin Al-Attas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar