Selasa, 08 Oktober 2013

DATU NURAYA (SYEKH ABDUR RA'UF)

Tak banyak yg mengenal Datu
Nuraya yang punya nama
Syekh Abdul Mu’in ( sebagian
ada yang menyebut Syekh
Abdul Jabbar dan ada juga
yang menyebut Syekh Abdur Ra’uf ).
Di Pantai Jati Munggu Karikil
dekat Liang Macan,tetangga
Desa Tatakan tinggal seorang
guru miskin namun sangat
dalam dan tinggi ilmu tasawufnya,beliau adalah
Datu Suban,karena
kemiskinan beliau,beliau dan
istri hanya makan singkong
setiap harinya.
Pada saat lebaran/Hari Raya,Datu Suban kedatangan
12 orang murid-
muridnya,yaitu : Datu
Murkat,Datu Taming
Karsa,Datu Niang Thalib,Datu
Karipis,Datu Ganun,Datu Argih,Datu Ungku,Datu Labai
Duliman,Datu Harun,Datu
Arsanaya,Datu Rangga,dan
Datu Galuh Diang Bulan.
Ketika sedang menikmati
hidangan yang disediakan tuan rumah,tiba-tiba datang
seorang yang bertubuh sangat
besar.Serta merta mereka
terkejut dan segera
mengambil tombak dan
parang untuk menghadang orang tsb.
“Assalamu’alaikum
warahmatullahi
wabarakatuh.” kata orang
besar tsb sambil mendekat.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi
wabarakatuh.” jawab para
Datu.
Lalu Datu Suban berkata
kepada murid-muridnya
bahwa orang yang membari salam itu insya Allah akan
berniat baik dan tidak
membahayakan.
“Maaf,siapa saudara yang
datang dan darimana asalmu
serta apa maksud saudara ?” tanya Datu Suban.
Si Raksasa hanya menjawab
dengan ucapan “LA ILAHA
ILLALLAH”.
Setiap Datu Suban bertanya
selalu dijawabnya dengan kalimat tauhid “LA ILAHA
ILLALLAH”.hingga 7 kali
ditanya dan dijawab dengan 7
kali dzikir tauhid itu.Setelah 7
kali dzikir tsb,tiba-tiba
raksasa itu ambruk.Lalu para Datu menghampiri dan
memeriksanya,ternyata
orang besar itu telah
meninggal dunia,serempak
mereka berujar “inna lillahi
wa inna ilaihi raji’uun” Melihat keadaan yang
demikian,para Datu yang
berjumlah 13 orang tadi
bingung,bagaimana cara
memandikan dan
menguburkannya? jangankan untuk memandikan dan
menguburkannya,mengangkat
saja sudah susah,apalagi saat
itu musim kemarau
panjang,biasanya tanah
sangat keras,sedang lubang untuk penguburan harus lebar
dan panjang,dan untuk
memandikannya juga
diperlukan air yang sangat
banyak.
Konon ditengah kebingungan para datu,tiba-tiba hujan lebat
turun dan ketika mereka
mengangkat jenazah dengan
mengerahkan tenaga
penuh,ternyata tubuh orang
besar itu sangat ringan,hanya seperti segumpal
kapas.Serentak mereka
berseru “Subhanallah.”
Sebelum mereka
mewaradunya
( membersihkan ) mayat itu,Datu Suban menemukan
sebuah tas selempang dari
dalam pakaiannnya,setelah
membukanya ternyata
terdapat sebuah kitab yang
akhirnya terkenal dengan sebutan “KITAB BARENCONG “
Para Datu mulai membagi
tugas,membersihkan mayat
ialah Datu Argih,Datu Niang
Thalib,Datu Ganun,Datu Labai
Duliman,Datu Ungku,Sedangkan Datu Karipis
bertugas mencari batu nisan
dari batu alam.Sedang yang
lain membuat lubang kubur di
gunung Munggu Karikil dekat
Munggu tayuh. Konon lubang yang digali
tidak cukup untuk mengubur
jenazah itu,terpaksa kakinya
harus dilipat sehingga
tubuhnya seperti huruf
hamzah. Pada hari ketujuh setelah
meninggalnya raksasa itu
Datu Suban membuka kitab
yang ditemukan pada jenazah
tsb dihadapan 12 muridnya
sambil mengucap “Bismillahirrahmanirrahiim”
ternyata berisi bermacam-
macam khasiat ilmu dunia dan
akhirat.
Akhirnya orang besar/
raksasa tsb diberi nama NURAYA karena dia datang
pada hari raya dan wafat pada
hari itu juga dan sesuai dengan
badannya yang besar seperti
RAYA .
Nur Raya berarti pembawa cahaya yang sangat luas
seperti Raya dengan panjang
kuburnya kurang lebih 60
meter ( dengan kaki
dilipat,kalau tidak dilipat
mungkin bisa sampa 100 meter ) dan lebar kurang lebih
6 meter.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar