Pelopor Hadrah Basaudan di Malang
Di Majelis Taklim Riyadus Shalihin, Malang, tiap Selasa pagi
dibacakan hadrah Basaudan.
Tiap Selasa pagi, mulai pukul 05.30-07.00, Majelis Taklim
Riyadus Shalihin, di Jln. Kapten Piere Tendean Gg. 3 No. 4-5, Malang, Jawa
Timur, ramai oleh ratusan jamaah, yang mayoritas berpakaian putih-putih. Mereka
dengan khusyu’ memanjatkan doa bersama, dituntun oleh Habib Muhammad Al-Bagir
bin Soleh Maulad Dawilah, pengasuh Majelis Taklim tersebut, dan membaca hadrah
Basaudan. Jamaah yang tidak mendapat tempat duduk di ruang majelis taklim yang
berukuran 20 x 10 meter itu rela duduk di karton kardus sepanjang gang sempit.
Tradisi pembacaan rangkaian Istighatsah dan doa karangan
Syaikh Abdullah bin Ahmad Basaudan ini baru dimulai sekitar tahun 2003. Hadrah
Basaudan sendiri merupakan bacaan istighatsah masyarakat di Hadramaut. Habib
Muhammad Al-Bagir Basaudan membuka secara resmi dan menyelenggarakan pembacaan
Istighatsah dari rangkaian doa hadrah Basaudan ini secara berjamaah setelah
mendapat ijazah dari Habib Ali bin Muhammad bin Salim bin Hafidz (Hadramaut)
tahun 1423 H ketika datang ke Malang.
Awalnya, ia menyelenggarakan Istighatsah tiap Selasa sore,
namun kemudian diganti menjadi pagi, karena melihat kondisi jamaah yang kalau
sore hari sudah tampak loyo. “Jadi kita menggantinya pada Selasa pagi, dengan
harapan jamaah mudah menerima pelajaran, karena pikiran masih segar,” tutur
pria 73 tahun ini.
Di Majelis Taklim Riyadus Shalihin ini juga diajarkan
pelajaran-pelajaran agama, seperti fiqih, tasawuf, hadits, aqidah, dan akhlaq.
Selepas itu, pengajian taklim diisi oleh sang istri, mulai dari fiqih perempuan,
tasawuf, hingga aqidah. Kitab-kitab yang diajarkan adalah Bidayatul Hidayah, An
Nashoih Dinniyah, Sabilul Iftikaf, Muhawanah (tasawuf), Safinah Najah,
Muqadamatul Hadramiyah, Taqrib (fiqih), dan lain-lain. Namun sekarang, khusus
untuk kaum muslimah, setiap jam 09.00-12.00 diajarkan satu kitab pokok, yakni
Riyadus Shalihin.
Selain itu, pada hari-hari tertentu juga diajarkan materi
pelajaran yang beragam. Semua mata pelajaran dan ustadz yang mengajar telah
terjadwal secara rutin tiap hari. Salah seorang ustadz yang mengajar di majelis
taklim ini adalah Habib Soleh bin Ahmad bin Salim Alaydrus, yang mengajar tiap
Ahad pagi.
Menurut Habib Muhammad Al-Bagir, ia mengenyam pendidikan
agama mulai dari pendidikan dasar di Pondok Darul Nasihin, yang dipimpin oleh Habib
Muhammad bin Husein Baabud (Lawang, Malang), tahun 1940-an, dan kemudian
memperdalam lagi dengan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih (Darul Hadits,
Malang) tahun 1943. Selepas itu ia meneruskan belajar dengan Habib Alwi bin
Salim Alaydrus (Malang) dan mendampinginya berdakwah keliling sampai ke
pelosok-pelosok Malang.
Setelah Habib Alwi bin Salim Alaydrus wafat sekitar 1998, ia
mulai membuka majelis taklim khusus kaum perempuan. Waktu itu materi yang
diajarkan mulai dari pelajaran fiqih, tauhid dan tasawuf, akhlaq, dan
lain-lain. “Kebetulan juga nama ayah saya Soleh, dan asal kita berjuang ini
dimulai Riyadus Salehah (perempuan). Namun sempat terhenti. Setelah diganti
menjadi Riyadus Shalihin dan bisa dipadukan lagi dengan kaum perempuan,
sekarang bisa berkembang lebih maju lagi,” kata Habib Muhammad.
Walau majelis ini untuk kaum laki-laki dan perempuan, metode
pendidikannya tetap dipisah. Kaum laki-laki diajar tersendiri oleh dewan
ustadz, dan kaum perempuan oleh ustadzah.
Majelis Taklim Riyadus Shalihin diharapkan bisa berperan
menggerakkan dakwah ke daerah-daerah terpencil. Sebab ustadz dan ustadzah
sering diminta mengajar ke pelosok desa di Malang dan sekitarnya.
Diposkan oleh Majlis Arrahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar