Beliau
adalah Al-Habib Abu Hasan Ali bin Hasan bin Abdullah bin Husein bin Umar bin
Abdurrahman bin Aqil Al-Aththas bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Abdurrahman As-Seqqaf bin Muhammad Mauladawileh bin Ali Maula
Darak bin Alwy al-Ghuyyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shahib Marbath bin Ali Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin
Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali
Ar-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Husein As-Sibthi bin Ali Abi Thalib ibin Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah
SAW.
Beliau
dilahirkan di Huraidhah, Hadhramaut. Pada malam Jumat, Rabiul Tsani tahun 1121
H. Beliau wafat di Masyhad, Gheywar pada tahun 1172 H. pada usia 51 tahun.
Beliau mengambil thariqah, tasawuf dari kakeknya yaitu dari al-Habib Husein bin
Umar bin Abdurrahman al-Aththas.
Al-Habib Ali
bin Hasan al-Aththas beliau berkata, “Saya membaca pada al-Habib Husein bin
Umar al-Aththas, kitab Bidayatul Hidayah karya Imam al-Ghazali. Al-Adzkar karya
al-Imam Muhyiddin Nawawi. Al-Fushulul Muhimmah fi fadhailil A-immah karya
Ibnush Shobbagh al-Maliki.” Selain itu beliau pun mempelajari kitab Syarh
al-Hikam karya asy-Syekh Muhammad bin Ibrahim bin ‘Ubbad an-Nafi ar-Randi,
kitab Syarah Qasidah al-Hamaziyah-nya Imam al-Bushiri karya Syekh al-Imam Ibn
Hajar al-Haitami dan masih banyak lagi. Kakeknya Al-Habib Husein inilah guru
paling utama dari Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas.
Selain itu
beliau juga belajar pada ulama-ulama lain pada zaman itu (Abad XII H) sehingga
beliau menjadi ulama yang disegani dan unggul dalam ilmu dzahir dan bathin.
Di antara
karya-karya beliau adalah sebagai berikut :
1. Al-Qirthas fi Manaqibil Aththas, kitab ini
yang paling termashyur di antara karya beliau yang lain.
2. Silwatul Mahzun Wa Izwatal Mamhun.
3. Mizajut Tasnim fi Hikami Luqmanil Hakim.
4. Khulashatul Maghnam Wa Bughyatul Muhtam
Bismillahil A’zham.
5. ‘Athiyyatul Hanniyah Wal Washiyyatul
Mardhiyyah.
6. Al-Maqshad Ila Syawahidil Masyhad.
7. Ar-Riyadhul Muniqah Fil Al-Fazhil
Mutafarriqah.
8. Muqaddimatu Najwa Dzawil
Maqamatis-Sirriyyah Wa Muqaddimatu Jaysil Maqamatil Haririyyah.
9. Safinatul Badhayi’ Wa Dhaminatudh Dhawayi’.
10. Sebuah
Diwan (kumpulan syair) yang berjudul Qalaidul Hisan Wa Faraidul Lisan.
11.
Ar-Rasail Al-Mursalah Wal Wasail Al-Mushalah.
Al-Habib Ali
bin Husain Al-Aththas penyusun kitab Tajul A’ras Fi Manaqib Al-Habib Al-Quthb
Shaleh bin Abdullah Al-Aththas berkata : Al-Habib Ali bin Hasan juga memiliki
karya-karya yang lain yaitu :
1. Kitab Asy-Syawahid Wasy Syawarid, tentang
kata-kata hikmah dari Yunani.
2. Kitab tentang lafazh Wasiat yang selayaknya
dipersiapkan oleh seorang muslim sebelum kematiannya.
3. Kitab Al-Hadrah Ar-Rabbaniyyah Wan Nazrah
Ar-Rahmaniyyah dan lain-lain.
Al-Habib Ali
bin Hasan Al-Aththas di dalam Kitab Al-Qirthas menerangkan tentang keutamaan
menyusun dan menyebarluaskan sejarah hidup dan manaqib orang-orang sholeh. Beliau
berkata,” Di antara keutamaan membukukan, menulis dan menyebarluaskan sejarah
hidup orang-orang sholeh adalah demi untuk mencintai orang-orang sholeh
sebagaimana yang disebutkan Baginda Nabi SAW dalam sabdanya :” Sesungguhnya
seseorang telah ridho dan senang mengikuti petunjuk dan amalan seseorang yang
sholeh, maka ia akan semisal dengannya dan seseorang yang mencintai sekelompok
orang, maka akan dikumpulkan bersama mereka, sebab seseorang akan dikumpulkan
bersama orang-orang yang dicintainya”. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan ada
seorang laki-laki bertanya kepada Baginda Nabi SAW :” Bilakah tibanya hari
kiamat?”
Tanya beliau
SAW,” Apa yang engkau siapkan untuk menghadapinya?”
Jawab lelaki
itu,” Aku tidak menyiapkan apapun, selain hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya”.
Maka sabda
Baginda Nabi SAW,” Maka engkau akan dikumpulkan dengan orang yang engkau
cintai.”
Selanjutnya
kata sahabat Anas ra.,”Sesungguhnya aku mencintai Nabi SAW dan aku pun
mencintai Abu Bakar dan Umar, semoga aku dikumpulkan bersama dengan mereka,
meskipun aku tidak bisa melakukan amal-amal kebajikan sebanyak yang mereka
lakukan.””
Al-Habib Ali
bin Hasan Al-Aththas berkata,” Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, para
sahabat-sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan aku pun
mencintai Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Karena itu aku berharap,
semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku berkat mereka semua.”
Di antara
faedah dari mencintai orang-orang sholeh adalah, seperti yang diungkapkan
Sayyidi Syekh Abdu Sholeh Hamdun bin Amara Al-Khisar An-Naisaburi :”Barangsiapa
yang mempelajari sejarah hidup orang-orang sholeh terdahulu maka ia akan
mengetahui segala kekurangannya dan ketinggalannya dari orang-orang yang telah
berhasil meraih kedudukan tertinggi”. Ucapan ini dinukil juga oleh Imam
Khusairi.rhm di dalam risalahnya.
Ketika Syekh
Zakaria bin Muhammad, mengomentari ucapan tadi
Sayyidi Syekh Abdu Sholeh Hamdun
maka ia menyebutkan di dalam kitab syarah-risalah : “Sebab
sahabat-sahabat Nabi SAW telah mengorbankan harta mereka dan diri mereka di
jalan Allah, mereka menjual diri mereka kepada Allah dan mereka memenuhi janji
mereka kepada Allah. Demikian pula kaum tabi’in (pengikut), mereka telah pula
menghabiskan kesempatan diri mereka untuk menuntut ilmu dan melakukan amal-amal
kebajikan, serta berpaling dari kesenangan duniawi. Seseorang yang
memperhatikan sejarah hidup orang-orang sholeh, kemudian ia membandingkan
dirinya dengan orang-orang yang terkemuka itu maka ia tidak akan mendapati.
Maka mereka akan menjadi rindu kepada Tuhan mereka”.
Menurut
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas maksud dari kata mencium dari bau harumnya
seorang wali adalah, mendengarkan sejarah hidup para wali itu, baik dari segi
akhlaknya, ketekunan ibadahnya dan kekerasan serta karamah-karamah yang mereka
peroleh, maka tidak diragukan lagi berita-berita itu akan mengena di hati orang
dan akan menjadikannya ia rindu kepada Tuhan Yang Mengetahui Segala yang Ghaib,
dan berita-berita itu akan mendorongnya makin bergairah untuk meningkatkan
prestasi pengabdiannya kepada Allah SWT, sebagaimana sebuah besi magnetis akan
menarik besi lainnya.
Syakhik
Al-Balqhi.rhm berkata,”Seorang yang tidak mengasihani seseorang yang telah
berbuat kesalahan maka sesungguhnya ia lebih jahat daripada orang yang berbuat
kesalahan itu, seseorang yang tidak terpesona oleh manisnya kisah seorang wali
maka itu adalah orang yang buruk.”
Imam
Muhyiddin an-Nawawi.rhm menyebutkan di dalam mukadimah kitab majemuk
al-Kabiir,” Hendaknya seorang murid mengenal nama-nama para sahabat dan para
ulama lengkap dengan julukan mereka, sejarah hidup mereka, nasab mereka dan
sifat-sifat mereka”. Selain itu di bagian akhir mukadimah kitab Thadzibul
Asmaa-i Wal Lughat, beliau menyebutkan,” Ketahuilah, bahwa untuk mengenali
nama-nama orang sholeh beserta keadaan mereka beserta tingkatan mereka
mempunyai faedah yang banyak diantaranya adalah mengetahui dengan baik sejarah
hidup mereka, sehingga suri tauladan mereka dapat diikuti dan dapat menghormati
mereka menurut kedudukan yang semestinya”. Sehubungan dengan ini Sayidah
Aisyah.rha pernah berkata,” Kami diperintahkan Rasulullah SAW untuk menghormati
manusia menurut kedudukannya masing-masing.”
Selanjutnya Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas
menuturkan,”Ketika guru kami Al-Habib Husein bin Umar bin Abdurrahman
Al-Aththas menyuruhku membaca sebuah kitab tentang sejarah perjalanan sesepuh
kami ahli bait, yaitu ketika aku mulai belajar ilmu agama dari beliau, maka
sebagian orang berkata kepada beliau,” Mengapa engkau menyuruh anak ini membaca
sejarah hidup ahli bait?”, maka Al-Habib Husein berkata,” Kami ingin agar ia
mengenal sejarah hidup kaum salafnya yang sholeh, agar ia dapat mengikuti suri
tauladan mereka yang baik.”
Selanjutnya
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas menuturkan,“Al-Qur’an Al-Aziz banyak
mengutarakan sejarah hidup orang-orang terkemuka dan berita orang-orang baik
maupun orang-orang jahat, baik secara terperinci maupun secara ringkas, semua
itu disebutkan agar diambil pelajaran dari kisah-kisah itu. Demikian pula kaum
ulama banyak yang menulis sejarah hidup orang –orang sholeh yang terkemuka, di
antaranya Imam Bukhari sendiri pernah menyusun bab sejarah hidup orang-orang
sholeh yang terkenal. Apa yang saya tuangkan di atas tentang sekelumit
keutamaan mencatat dan mengenali sejarah hidup orang-orany yang sholeh
merupakan pengetahuan yang cukup tinggi nilainya bagi orang-orang yang
mencintai mereka dan yang mengikuti suri tauladan baik mereka.”
Sanad
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas yang beliau terima dari gurunya yang mulia
Al-Quthb Kabir Al-Imam al-Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim.rhm
Beliau
belajar dari gurunya :
Al-Habib
Husein bin Umar bin Abdurrahman Al-Aththas dari ayahnya,
Al-Quthb
Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas dari gurunya,
Al-Habib
Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim dari saudaranya,
Al-Habib
Umar Al-Mukhdor bin Syekh Abu Bakar bin Salim dari ayahnya,
Quthb Fakrul
Wujud Syekh Abu Bakar bin Salim dari gurunya,
Al-Habib
Syihabuddin Ahmad bin Abdurrahman dari ayahnya,
Al-Habib
Abdurrahman bin Ali dari ayahnya,
Al-Habib Ali
bin Abu Bakar As-Sakran dari ayahnya dan pamannya,
Al-Habib Abu
Bakar Sakran dan Al-Habib Umar Al-Mukhdor, beliau berdua menerima dari ayahnya
Al-Habib Quthb Kabiir Abdurrahman As-Seqqaf dari ayahnya,
Al-Habib
Muhammad Mauladawileh dari ayahnya,
Al Imam Ali
Maula Darrak dari ayahnya,
Al-Imam Alwy
Al-Ghuyyur dari ayahnya,
Al-Imam
Sayyidi Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy dari ayahnya dan
pamannya
Al-Imam Ali
bin Muhammad Shahib Marbath dan Al-Imam Alwy ‘Ammal Faqih beliau berdua dari
ayahnya,
Al-Imam
Muhammad Shahib Marbath dari ayahnya,
Al-Imam Ali
Khali Qasam dari ayahnya,
Al-Imam Alwy
Shahib Shamal dari ayahnya,
Al-Imam
Muhammad dari ayahnya,
Al-Imam Alwy
Ba’Alawy dari ayahnya,
Al-Imam Ubaidullah
dari ayahnya,
Al-Imam
Ahmad Al-Muhajir dari ayahnya,
Al-Imam Isa
Ar-Rumi dari ayahnya,
Al-Imam
Muhammad An-Naqib dari ayahnya,
Al-Imam Ali
Al-Uraidhi dari ayahnya,
Al-Imam
Ja’far Shadiq, dari ayahnya,
Al-Imam Muhammad Al-Baqir ayahnya,
Al-Imam Ali
Zainal Abidin dari ayahnya dan pamannya,
Al-Imam
Husein dan Al-Imam Hasan dari ayahnya,
Amirul
Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dari
Baginda Nabi
Rasulullah SAW dari Malaikat Jibril as. dari Allah SWT
Sayyidina
Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy beliau juga menerima sanad dari
jalur lain selain dari ayah dan pamannya yakni dari gurunya :
Sayyidi
Syekh Syu’aib Abu Madyan Al-Maghribi, dengan perantaraan Syekh Abdurrahman
Al-Muq’ad dan Syekh Abdullah As-Sholeh. Sayyidi Syekh Syu’aib Abu Madyan
Al-Maghribi juga memperoleh sanad dari Kanjeng Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Sayyidi
Syekh Abu Ya’izza Al-Maghribi
Sayyidi
Syekh Abul Hasan bin Hirzihim (Abu Harazim)
Sayyidi
Syekh Abu Bakar bin Muhammad bin Abdullah Ibn ‘Arabi
Sayyidi
Syekh Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali
Sayyidi
Syekh Al-Imam Haramain Abdul Malik
Imam
Muhammad Abdullah bin Yusuf Al-Juwaini
Sayyidi
Syekh Abu Thalib Al-Makki
Sayyidi
Syekh Abu Bakar Asy-Syibli
Sayyidi
Syekh Al-Imam Abul Qasim Junaid Al-Baghdadi
Sayyidi
Syekh As-Sirri As-Siqthi
Sayyidi
Syekh Ma’ruf Al-Kharki
Sayyidi
Syekh Daud At-Tha’i
Sayyidi
Syekh Habib Al-Ajami
Sayyidi
Syekh Al-Imam Hasan Al-Bashri
Amirul
Mukminin Sayyidina Al-Imam Ali bin Abi Thalib
Sayidina
Rasulullah SAW
Ia menulis dalam Al-Qirthos nishful awwal:
"Lalu diam-diam aku mulai menulis dan
tidak ada selain Allah yang kuberitahu.
Aku merahasiakannya untuk waktu
yang cukup lama. Suatu hari aku pergi
ke kota Qoidun untuk berziarah ke makam As-Syeikh Al-Kabir Said bin Isa
Al-Amudi. Di sana aku bertemu dengan
Sayyidiy As-Syeikh Al-‘Arif Asy-Syarif Abubakar bin Muhammad bin Abubakar bin
Muhammad Ba Faqih Alawiy. Habib Abdullah
Al-Haddad pernah berkata bahwa beliau menduduki maqom Junaid. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Ali,
alhamdulillah aku telah bergaul dengan banyak wali Allah. Di antara mereka adalah kakekmu Umar, murid
beliau Syeikh Ali Baros, Syeikh Muhammad bin Ahmad Ba Masymus, Habib Abdullah
Al-Haddad, Habib Husein bin Umar Alatas, Habib Isa bin Muhammad Al-Habsyi,
Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan..."
Habib Abubakar menyebutkan nama para wali
yang pernah ditemuinya, kemudian Habib Ali bin Hasan melanjutkan ceritanya:
Setelah itu beliau berkata kepadaku, ‘Wahai
Ali, tulislah, tulislah.’ Aku pun segera
sadar bahwa Allah telah memberitahukan niatku kepadanya. (Hal 2)
Mulailah Habib Ali bin Hasan melakukan
perjalanan untuk menemui orang yang pernah bertemu kakeknya, atau menemui orang
yang pernah bertemu dengan orang yang pernah bertemu kakeknya.
Sehubungan
dengan rencananya untuk menyusun manaqib kakeknya, Habib Ali bin Hasan
bercerita:
Ketika aku
masih menulis pengantar buku ini, tiba-tiba seorang syarif majdzub yang bernama
Abdurrahman Al-Gushn Ba Alawi berjalan
menghampiriku sambil membaca Quran. Aku
segera berdiri menyambutnya. Setelah
berada dekat denganku, ia menoleh kepadaku lalu mengeraskan bacaannya:
Faqshushil Qoshosho la-'allahum yatafakkaruun (Oleh karena itu, ceritakanlah
[kepada mereka] kisah itu agar mereka berfikir) Al-A'rof, 176 Aku senang dengan ucapannya ini dan kagum
kepadanya. Lalu kuletakkan ayat ini dalam kata pengantar bukuku. (hal 7)
Semangat Habib Ali bin Hasan tambah
menggebu-gebu. Sebab, sudah ada dua
orang arif yang mendukung usahanya. Dan
yang lebih menggembirakan, kedua orang itu tahu rencana penyusunan manaqib
bukan darinya. Tapi Alloh-lah yang
menyingkapkan kepada mereka niat baik ini.
Dengan kata lain, bahwa Alloh pun meridhoi niatnya.
Di samping semua itu masih ada lagi alasan
lain yang lebih memantapkan hati habib ini.
Beliau berkata:
Di antara hal yang mendorongku untuk
menulis buku ini adalah apa yang disebutkan oleh pengarang kitab A’maalut
Taariikh: Barang siapa menulis tarikh seorang wali Allah Ta’ala maka kelak di
hari kiamat ia akan bersamanya. Dan
barang siapa melihat nama seorang wali Allah dalam kitab tarikh karena
mencintainya, maka ia seakan-akan telah menziarahinya. Dan barang siapa menziarahi wali Allah, maka
semua dosanya diampuni Allah selama ia tidak mengganggu seorang muslim pun
dalam perjalanannya. (hal 43)
Habib Ali
bin Hasan sempat merasa kecewa dengan ulamanya zamannya.
Habib Ali
bercerita:
Sebelumnya aku telah mempersiapkan sebuah
judul untuk buku ini. Namun, ketika aku
berziarah ke makam Asy-Syeikh Al-Kabir Abdurrahman bin Umar Ba Harmus yang
dijuluki Al-Ahdhor* di pekuburan Hitsm di kota Heinein, Allah mengilhamiku
untuk memberi judul buku ini Al-Qirthos Fi Manaqibil 'Atthos. Kurenungkan nama ini, kulihat di Quran kata
qirthos disebut beberapa kali. Di
antaranya adalah: walau nazzalnaa 'alaika kitaaban fii qirthoos... (dan kalau
Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas), taj'aluunahuu qoroothis...
(kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas), dll. (hal 5)...
Aku juga melihat tiga huruf terakhir dari kata qirthos senada dengan
tiga huruf akhir kata Al-'Atthos. Dan
belum ada seorang penulis pun yang menggunakan nama ini, lagi pula makna kata
itu sesuai dengan isi hatiku. (hal 6)
Mengapa
garis keturunan Rosul saw ini disebut Al-'Atthos? Nantikan rubrik berikut.
Keluarga
Al-'Atthas adalah keturunan dari Abdurrahman bin Agil bin Salim bin Abdullah
bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf.
Kata Al-'Atthas berasa dari kata dasar
'athosa yang berarti bersin.
Habib Ali bin Hasan Al-'Atthas dalam bagian
pertama bukunya yang berjudul Al-Qirthos Fi Manakibil 'Atthos berkata,
“Dijuluki Al-'Atthas karena suatu karomah.
Ketika dalam kandungan ibunya, janin keluarga Al-'Atthas bersin dan
mengucapkan Alhamdulillah. Suara bersin
ini terdengar padahal ia masih berada dalam kandungan ibunya. Orang yang pertama kali bersin dalam
kandungan ibunya adalah Sayidina Agil bin Salim. (Al-Mu’jam Al-Lathiif, cet. I 1986, Alamul
Ma’rifah, Jeddah hal 134 – 135)
Habib Ali bin Hasan Alatas berkata bahwa
suara bersin dari janin-janin keluarga Al-'Atthas selalu terdengar sepanjang
zaman. Anak beliau, Hasan bin Ali, juga
bersin ketika berada dalam kandungan ibunya.
Suara bersin itu hampir menjadi hal yang biasa bagi para isteri keluarga
Al-'Atthas. Di setiap zaman dan tempat
banyak diceritakan peristiwa ini. Suara
bersin itu umumnya terdengar pada bulan kesembilan masa kehamilan dengan syarat suasana
tenang. Suara bersin itu terdengar oleh
orang yang hamil dan orang yang berada di dekatnya. (Tajul A’ros I, hal 38-39)
Apa hubungan Al-'Atthas dengan bin Syeikh
Abubakar bin Salim.
Thalhah
binti Agil bin Ahmad bin Abubakar As-Sakran mengandung tua. Ia mulai merasakan tanda-tanda akan
melahirkan. Dari dalam perutnya ia
mendengar perdebatan.
"Keluarlah kau," kata salah satu
janin.
"Kau saja yang keluar dahulu,"
kata janin yang lain.
Janin yang satu mengutamakan janin
lain. Sebab, janin yang keluar lebih
dahulu kelak akan menjadi kakak. Dalam
riwayat lain, perdebatan ini sempat membuat sang ibu khawatir. Sebagaimana kebanyakan ibu, Thalhah
menghendaki kelahiran putranya dengan cepat dan selamat.
Akhirnya salah satu janin itu berkata,
"Keluarlah lebih dahulu, nanti aku yang masyhur, tapi sesungguhnya
Almasyhuur fii barokatil mastuur (yang masyhur itu ada dalam keberkahan yang
tidak tidak dikenal)."
Tak berapa lama lahirlah bayi yang kemudian
diberi nama Aqil, lalu disusul adiknya yang kemudian diberi nama Abubakar. Aqil inilah kakek keluarga Al-'Atthas, dia
juga yang pertama kali bersin dan mengucap hamdalah ketika masih dalam
kandungan ibunya. Jadi, Al-'Atthas
adalah kakak dari BSA (bin Syeikh Abubakar bin Salim) [Tajul A’ros juz I Hal
37-38]
Sebagaimana
ucapan janin tadi, kita jarang dengar cerita tentang Habib Aqil, tapi lain
halnya dengan Syeikh Abubakar. Sejak
kecil Syeikh Abubakar telah masyhur. Habib Aqil bin Salim akan menjadi seorang
wali yang mastuur, tapi sebaliknya Syeikh Abubakar bin Salim, adiknya.
Kalam
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthas
Di antara
yang menyebabkan husnul khotimah adalah pendek angan-angan, karena orang yang
tidak banyak berangan-angan, akan giat beramal. Sebagian dari salaf berkata,
“Siapa yang panjang angan-angannya, maka akan buruk amalannya.”
Bersabda
Rasulullah saw, “Kematian adalah sesuatu yang jauh, tapi cepat kedatangannya”.
Beliau juga bersabda, “Generasi pertama umat ini selamat karena zuhud dan
keyakinan yang kuat kepada Allah. Sedangkan generasi akhir umat ini akan celaka
karena rakus dalam mencari kemewahan dunia dan panjang angan-angan.”
Berkata
Al-Imam Ali karomallahu wajhah, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah
menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.”
Adapun
mengikuti hawa nafsu akan menjauhkan kita dari yang haq (kebenaran), sedangkan
panjang angan-angan akan melupakan kita tentang akhirat. Barang siapa yang lupa
akan akhiratnya, dia tidak akan beramal untuk akhiratnya. Dan barang siapa yang
tidak beramal untuk akhirat, maka dia akan sampai di akhirat dalam keadaan rugi
dan sengsara. Diterangkan dalam sebuah hadits,
“Jadilah
engkau di dunia ini seperti seorang yang gharib atau orang yang numpang lewat.”
Ketika
Rasulullah saw ditanya, “Siapakah, ya Rasul, orang yang beruntung?.” Beliau
bersabda, “Orang yang beruntung adalah orang yang paling banyak mengingat mati
dan mempersiapkannya dengan baik. Mereka itulah orang-orang yang beruntung
meninggalkan dunia dengan membawa kemuliaan dan kenikmatan akhirat.”
Oleh karena
itu, janganlah kalian tidur kecuali telah menulis wasiat jika kita memiliki
sesuatu yang perlu kita wasiatkan, karena dikhawatirkan mati mendadak. Mati
mendadak (mautul faj’ah) adalah rahmat bagi orang mukmin yang telah memiliki persiapan
dan kesengsaraan bagi orang yang fajir. Hendaknya kita berusaha agar yang
paling akhir kita ucapkan sebelum tidur) adalah dzikrullah dan yang pertama
kita ucapkan (ketika bangun tidur) adalah dzikrullah. Insya Allah kita akan
bahagia dan mati dalam keadaan husnul khotimah.
[Dikutip
dari kitab Al-Qirthas, karya Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthas, juz II, hal 290]
Kiat Meraih
Ilmu Manfaat
Meraih ilmu
yang bermanfaat tidaklah mudah. Ribuan aral melintang siap menghadang. Otak
brilian bukanlah jaminan. Malahan, tak sedikit orang-orang pintar yang
mendalami ilmu agama bukannya mendapatkan ilmu bermanfaat, melainkan menjadi
oknum-oknum ulama yang justru merongrong akidah agama.
Oleh karena
itu, seorang murid yang hendak melangkahkan kakinya untuk menuntut ilmu
haruslah terlebih dahulu mengetahui metode belajar yang tepat. Dalam hal ini
panduan dari orang tua, para guru, atau mereka yang telah sukses sangatlah
diperlukan.
Faktor utama
penyebab gagalnya seseorang murid meraih ilmu Rasulullah Saw adalah metode
belajar yang keliru. Salah guru, salah kitab dan kesalahan lainnya akan
menyebabkan seorang murid salah jalan pula. Berikut adalah panduan tepat dalam
meraih ilmu yang bermanfaat dari al-Imam Habib Ali bin Hasan al-Attas Shohib
al-Masyhad.
“Ketahuilah
sesungguhnya ilmu pengetahuan ibarat samudera yang tiada bertepi. Luqman
al-Hakim pernah ditanya oleh puteranya, “Siapakah yang mampu menampung semua
ilmu itu?” “Seluruh manusia” jawab al-Hakim. “Akan tetapi itu sebatas ilmu yang
diberikan kepada manusia. Sedangkan Allah menurunkan ilmu di dunia ini dalam
bagian yang sedikit saja.” Lanjutnya.
Oleh karena
itu, dalam menuntut ilmu, prioritaskanlah ilmu-ilmu yang penting dan bersifat
urgen. Mulailah dengan dengan mempelajari kitab-kitab ringkasan (Mukhtasar).
Seperti ringkasan Abu Suja’ yang sudah diakui kualitasnya, disertai kitab
Bidayatul Hidayah karya al-Ghazali, kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi.
Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari kitab al-Minhaj karya an-Nawawi,
disertai syarh-syarahnya juga apabila memungkinkan.
Setelah itu,
pelajarilah kitab Risalah Qusyairiyah karya Syaikh Abdul Karim al-Qusyairi yang
merupakan kitab pedoman bagi pengikut jalan ahlussunnah wal jama’ah. Demikian
halnya kitab-kitab karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad. Karya-karyanya
sangat bagus dan mendidik, terutama kitab an-Nashaih ad-Dinniyah. Kemudian
pelajari pula kitab al-‘Awarif karya Syaikh Umar bin Muhammad as-Suhrawardi dan
kita Ihya’ Ulumiddin karya Hujjatul Islam al-Ghazali.
Galilah
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu alatnya yang akan membuatmu mengerti
makna-makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Dan seandainya mampu,
berusahalah menghafalkan Al-Qur’an. Karena terdapat keutamaan yang besar di
dalam menghafalkannya. Rasulullah s.a.w bersabda, “Barangsiapa menghafalkan
Al-Qur’an maka maqam nubuwah diturunkan ke dalam dirinya, hanya saja ia takkan
pernah mendapatkan wahyu.” Bahkan Nabi Musa a.s pernah melukiskan sifat-sifat
umat Nabi Muhammad s.a.w di dalam munajatnya. “kitab-kitab suci mereka ada di
dalam dada mereka, sedangkan selain mereka membaca kitab suci melalui
mushaf-mushaf.” Katanya. Imam Syafi’I berkata, “ apabila seseorang bersedekah
dengan niat diberikan kepada qurra’ (orang yang ahli membaca Al-Qur’an), maka
sedekah itu diberikan kepada orang-orang yang hafal Al-Qur’an. Dan apabila ada
seseorang bersedekah dengan niat diberikan kepada orang yang paling berakal,
maka sedekah itu diberikan kepada orang-orang yang berzuhud dari dunia.”
Diantara
kitab-kitab tafsir yang sangat penting untuk dibaca dan dipelajari adalah
tafsir karya Imam al-Husein bin Mas’ud al-Farra’ al-Baghawi. Tafsir al-Baghawi
ini adalah bekal untuk menyelami lautan makna Kalamullah. Para imam Bani Alawi
sangat menganjurkan para penuntut ilmu agar membaca tafsir al-Baghawi tersebut.
Jika
memungkinkan, sempatkanlah diri mempelajari kitab-kitab adab seperti nahwu,
lughot dan selainnya. Janganlah enggan membaca dan menelaahi kitab Maqaamaatul
Hariri setelah mempelajarinya dan mendapatkan penjelasan dari seorang guru yang
kompeten. Kitab tersebut menjadi referensi para salaf. Syaikh Ahmad bin ‘Ujail
berkata, “Maqamatul Hariri adalah sepiring manisan. Kami telah mengambil
manfaat yang sangat besar darinya.”
Bacalah pula
karya al-Hariri yang lain, kitab al-Malhah. Sebagian ulama meyakini bahwa
al-Hariri menyimpan sir-nya dalam kitab tersebut. Kitab ini disyarahi oleh
Syaikh Abubakar bin Ali al-Qurasyi. Dan kitab mughni al-labib, karya Syaikh
Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Hisyam al-Anshori. Kitab mughni al-labib ini
adalah kitab yang mengandung ilmu pengetahuan yang luas.
Dalam bidang
sirah, bacalah kitab al-Iktifa’ karya al-Kula’i dan sirah karya Ibnu Sayid
an-Nas.
Dalam bidang
tarikh, bacalah kitab Mir’atul Janan wa ‘Ibratal Yaqdhan, karya Imam Abu
Muhammad Abdullah bin As’ad bin Ali al-Yafi’i. dan kitab al-Khamis karya Imam
Abul Hasan al-Bakrie dan kitab Thabaqat al-khawwas karya as-Syarji.
Dalam bidang
hadits, bacalah kitab Shahih Bukhori dan Muslim, Sunan Abu Dawud, Turmudzi,
an-Nasai, Ibnu Majah, al-Jami’ as-Shaghir karya Imam as-Suyuti dan kitab
Taisiirul Wusul karya ad-Diba’i al-Yamani.
Untuk
mengetahui hak-haknya Nabi Saw, bacalah kitab as-Syifa’ karya al-Qhadi ‘Iyadh.
Sedangkan untuk mengetahui hak-hak keluarga Nabi Saw, bacalah kitab al-Iqdun
Nabawi karya Habib Syaikh bin Abdullah al-‘Aydrus, kitab al-Jawharus Saffaf
karya Syaikh al-Khatib, kitab al-Masra’ur Rawi karya sayid Muhammad bin
Abubakar as-Syilli, dan kitab al-‘Ainiyah karya Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
Selain
kitab-kitab yang telah disebutkan, bacalah juga kumpulan-kumpulan kasidah yang
dilazimi oleh para salaf. Diantaranya kasidah al-Hamaziyah dan Burdah karya
Imam al-Bushiri beserta syarahnya yang ditulis oleh Syaikh Ibnu Hajar dan Imam
al-Mahalli. Dan tatkala kalian mendapatkan permasalahan atau hujan yang tak
kunjung diturunkan, bacalah kasidah al-Munfarijah karya Imam al-Bushiri. Maka
dengan seizin Allah, segala permasalahan kalian akan mendapatkan jalan keluar
dan hujan akan diturunkan.
Janganlah
kalian menuntut ilmu kepada sembarangan orang. Akan tetapi carilah seorang guru
(syaikh) yang memenuhi tujuh kriteria. Pertama, ilmu pengetahuannya luas.
Kedua, sikapnya arif dan rendah hati. Ketiga, memiliki pemahaman yang dalam.
Keempat, akhlak dan nasabnya mulia. Kelima, memiliki mata hati yang tajam.
Keenam, berhati baik dan riwayat hidupnya baik. Ketujuh, memiliki mata rantai
keilmuwan yang bersambung kepada rasulullah s.a.w. dan apabila ada seorang
sayid (cucu nabi Saw) memenuhi tujuh kriteria tersebut , maka ia adalah seorang
guru yang sempurna. Rasulullah s.a.w bersabda, “Ulama dari golongan Quraiys,
ilmunya memenuhi seluruh penjuru bumi.”
Jika kalian
mendapatkan seorang guru yang memenuhi kriteria di atas, maka serahkanlah diri
kalian kepadanya, sandarkan semua urusan-urusanmu yang penting pada
keputusannya, bersikaplah tawadhu kepadanya, jadikanlah ia sebagai perantara
kalian untuk sampai kepada Allah, ambillah ijazah riwayat ilmu secara
menyeluruh darinya, dapatkanlah ilbas khirqah dan talqin kalimat la ilaaha
illallah darinya, ketahui dan penuhilah hak-haknya seperti yang tersebut dalam
kitab Ihya’ ulumiddin karya Imam al-Ghozali dan kitab at-Tibyan karya Imam
an-Nawawi.
Dan sudah
sepantasnya apabila kalian menghormati guru kalian melebihi ulama-ulama yang
lain. Dan janganlah sesekali menentang keputusan gurumu dalam setiap persoalan
baik yang dhahir maupun yang bathin, agar kalian sampai ke tujuan. Abdullah bin
Abbas berkata, “Aku menghinakan diri sewaktu menuntut ilmu, dan diriku menjadi
mulia setelah meraihnya.” Bahkan ia tak malu mencium telapak kaki gurunya, Zaid
bin Tsabit al-Khazraji.
Diceritakan
pula bahwa kedua putera kesayangan Harun ar-Rasyid, al-Amin dan al-Makmun
saling berebutan memasangkan sandal guru mereka, al-Kasa’i. sampai-sampai
al-Kasa’i menengahi mereka dengan memberikan jalan keluar, yaitu masing-masing
memasangkan satu sandal.
Dan
janganlah lupa, apabila kalian telah mendapatkan ilmu, maka amalkanlah semampu
kalian, disertai selalu memohon pertolongan kepada Allah Swt. “
https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/habaib/al-habib-ali-bin-hasan-al-aththas-shohib-mashad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar