Kisah hidup putra tunggal Syekh Basyaniah ini tidak berbeda
dengan perjalanan hidup yang pernah ditempuh oleh ayahanda dan buyutnya yakni
gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu berpindah-pindah dalam
melakukan tapanya.Misalnya salah satu tempat pertapaanya yang ditemukan didekat
kampung Aeng Nyono’. Wilayah tempat tersebut ada ditengah hutan yang lebat.
Karena seringnya tempat tersebut dipergunakan sebagai lokasi tirakat / bertapa,
oleh penduduk setempat dinamakan Kampung Pertapaan.
Begitu juga bukit yang ada dikampung Aeng Nyono’ yang
menjadi tempat bertapanya Syekh Syamsudin. Disana terdapat sebuah kebesaran
Allah yang diperlihatkan kepada manusia sampai sekarang. Tepat disebelah barat
tempat beliau bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit
Pertapaan. Konon Syekh Syamsudin mencelupkan tongkatnya sampai akhirnya
mengalir ke atas bukit hingga kini. Masya Allah…sungguh merupakan karunia yang
besar dan jauh diluar akal manusia. Atas dasar keajaiban itulah yang menjadi
asal-usul nama kampung Aeng Nyono’ ( Bahasa Madura ) artinya air yang
menyelinap/mengalir ke atas. Dan konon dengan air inilah beliau berwudhu dan
bersuci.
Asal usul sebutan Buju’ Latthong
§ Keramat itu muncul karena disebabkan keluarnya sinar dari
dada beliau. Apabila sinar itu dilihat oleh orang yang berdosa dan belum
bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau tewas.
§ Kisah lain menceritakan karena seorang yang berjuluk Buju’
Sarabe yang bertabiat buruk berniat menghabisi beliau. Banyak penduduk desa
yang dibunuhnya. Tetapi ketika akan menghabisi Syekh Syamsudin, ketika Buju’
Sarabe dan anak buahnya mencabut senjata, mendadak senjata itu lenyap dan
tinggal warangkannya.Setelah mengaku kalah dan memohon agar senjatanya
dikembalikan, Syekh Syamsudin menunjukkan letak senjata tersebut yang berada
dalam Latthong ( Bahasa madura yang berarti kotoran sapi ).
Sebab itulah karena khawatir tentang hal itu, maka beliau
menutupi dadanya dengan cara mengoleskan Latthong disekitar dada beliau. Banyak
sekali kisah kekeramatan beliau. Setelah cukup menjalani darma baktinya sebagai
Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan tiga orang putra. Dan
dikebumikan di Batu ampar, madura. Wallahu a’lam
Syekh Husein
Sepeerti halnya pendahulunya, syekh Husein inipun senang
menjalani laku tirakat. Selain itu beliau ini terkenal akan kecerdasan
pikirannya. Beliau hapal Kitab Ihya Ulumuddin Imam Ghozaly. Bahkan hapalannya
sedemikian akurat sampai titik dan baris dikitab itu beliau mengetahuinya. Masa
bertapa Syekh Husein ini tidaklah selama pendahulunya. Disebabkan perobahan
zaman, maka tempat tinggal dan daerah sekitar telah menjadi ramai oleh
pendatang. Beliau banyak bergaul dan menjadi pemuka masyarakat dan tokoh agama
yang disegani. Dan beliau adalah keturunan terakhir dari Sayyid Husein yang
mempunyai kegemaran bertapa dan menjalankan laku tirakat. Keturunan sesudahnya
cenderung untuk merantau dan mencari guru untuk menuntut ilmu. Wallahu a’lam
Syekh Muhammad Ramly
Putera tunggal Syekh Husein ini sejak kecil senang sekali
menuntut ilmu. Hingga menjelang dewasannya beliau pergi menuntut ilmu dan
menuju Kabupaten bangkalan. Disana beliau berguru dan menuntut ilmu kepada
seorang Waliyullah yang bernama Syaikhona Kholil, Bangkalan. Setelah cukup
menimba ilmu dengan sang Waliyullah, beliau menuju ke Saudi Arabia. Dan menetap
disana selama 10 tahun.
Setelah cukup 10 tahun, akhirnya beliau kembali dan menetap
ditanah asal, batu ampar. Beliau menjadi panutan masyarakat dalam kehidupan
beragama. Setelah berkeluarga, beliau dikaruniai seorang putra yang diberi nama
Damanhuri. Sayang sekali kehidupan beliau sangat singkat. Saat puteranya masih
membutuhkan kaih sayangnya, beliau akhirnya wafat dan dimaqamkan dipesarean
Batu ampar. Wallahu a’lam
Syekh Damanhuri
Semasa hidupnya Syekh Damanhuri tidak banyak mendapatkan
belaian kasih sayang dari Ayahandanya. Hingga akhirnya beliau di asuh sendiri
oleh sang kakek ( Syekh Husein ).Beliau mendapatkan bimbingan dan tuntunan
beragama secara langsung dari Syekh Husein. Akhirnya setelah cukup umur, beliau
pergi menuntut ilmu ditempat Ayahandanya dahulu belajar. Yaitu ditempat
Syaikhona Kholil, Bangkalan.
Singkat cerita setelah cukup menimba ilmu di pesantren
Syaikhona Kholil, beliau akhirnya kembali ke kampung halaman.Seperti halnya
para pendahulu, beliaupun menjadi Tokoh masyarakat di batu Ampar. Syekh
Damanhuri mempunyai 2 orang istri. Dari istri pertamanya dikaruniai 2 orang
anak ( KH.Umar Fadli dan Nyai Hasanah ) dan bersama istri yang kedua dikaruniai
8 orang putra/putri ( KH.Romli, KH.Mahalli, KH.Ach.Fauzy, KH.Mukhlis, Nyai
Zubaidah, KH.Kholil, KH. Abdul Qodir dan KH.’Ainul Yaqin )
Dan diantara putranya yang masih ada itulah, yang menjadi
generasi penerusnya. Sebagai panutan dan pembimbing serta kholifah dimuka bumi
ini demi terpeliharanya kesucian dan kemurnian Islam untuk masa yang kita tidak
ketahui batasnya.
Demikianlah sekilas kisah Para Buju’ Batu Ampar. Semoga
kisah ini bermanfaat bagi pembaca dan pewaris Ilmu-ilmu Raje. Jadikanlah beliau
diatas sebagai teladan dan hikmah. Wallahu a’lam. Wassalamu’alaikum, wr.wb.
Jazakumullah bi ahsanal jaza.
Diposkan oleh Ketut Rossoneri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar