Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus lahir pada
malam Kamis, 17 Ramadhan 1144 H (1732 M) di Kampung Ar-Raidhah, Trim
(Hadramaut).
Menjelang usia 40 tahun, Beliau mendapatkan tugas dari guru
dan abah (ayah)-nya untuk menyebarkan agama Islam.
Sebelum berangkat meninggalkan kampung halamannya, Beliau
menunaikan Shalat Istikharah bermohon kepada Allah SWT agar maksudnya diberkahi
oleh Allah SWT.
Didampingi oleh saudara-saudaranya, yakni Sayid Hamzah
Albaraqbah, Sayid Ali As-Sahabuddin, dan Seikh Ahmad Faluga maka berlayarlah
Beliau mengarungi samudera hingga tiba di Nusantara. Banyak negeri dan tempat
yang telah dilalui dan disinggahi. Dalam perjalanannya, Beliau sempat singgah
di Pulau Dabong untuk memperbaiki perahunya. Tidak ada riwayat yang menyebutkan
berapa lama rombongan ini di pulau tersebut.
Beliau kemudian meneruskan perjalanan dan menyusuri Sungai
Terentang. Sesampainya di daerah itu, Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al
Aydrus melihat beberapa kemungkinan yang baik, lalu berhasrat akan menetap dan
membuka perkampungan. Untuk maksudnya itu, Beliau lalu memohon izin untuk
mendapatkan tanah, yang kemudian permohonannya mendapat restu dari Sultan Ratu,
Raja di Simpang (Matan).
Dari arah Pulau Dabong tersebut, terdapat tanjung yang
memisahkan dua sungai, yakni Sungai Kapuas dan Sungai Terentang. Beliau
kemudian menuju Sungai Terentang dan tiba di Kuala Batang (kelak tempat ini
disebut dengan Kuala Kubu).
Di situlah akhirnya pada tahun 1768 M (1182 H) Beliau
dibantu oleh suku Bugis dan Melayu membuka sebuah perkampungan. Di persimpangan
tiga anak sungai tersebut dibuatlah benteng-benteng untuk mempertahankan diri
dari serangan perompak (lanun atau bajak laut) yang di masa itu masih sangat
merajalela.
Karena benteng-benteng tersebutlah, maka perkampungan ini
akhirnya terkenal dengan nama Kubu. Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al
Aydrus memerintah dengan bijaksana yang dilandasi ajaran agama Islam. Karena
itu, pada tahun 1775 M terjadilah migrasi besar-besaran, berdatanganlah
penduduk dari daerah-daerah tetangga dan berpindah ke Kubu. Lalu, Kubu pun
berkembang menjadi sebuah negeri. Sehubungan dengan telah berkembangnya Kubu
menjadi sebuah negeri, maka pada tahun 1780 M dinobatkanlah secara resmi
Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus menjadi Raja Kubu Pertama dengan
gelar Tuan Besar Raja Kubu.
Dan pada tahun itu juga didirikan sebuah istana. (kelak
kemudian pada bekas istana tersebut didirikan masjid raya, yang sekarang
bernama Masjid Jami’ Khairussa’adah). Dalam mengendalikan pemerintahan, Beliau
dibantu oleh Sayid Hamzah Al Baraqbah, Sayid Ali As-Shahabuddin, Seikh Ahmad
Faluga, selaku menteri-menteri.
Dalam usaha memperluas negeri, dibuka lagi beberapa
perkampungan antara lain di Sungai Radak dan Sungai Kemuning, yang sampai
sekarang masih ada dan ditempati suku-suku Melayu dan Dayak.
Setelah kira-kira 14 tahun menjadi raja di Kubu, timbul
perselisihan dengan Kerajaan Siak. Pokok persengketaan hanya disebabkan oleh
sebuah meriam kecil yang bernama Tupai Beradu. Negeri Kubu diserang oleh
orang-orang Siak dengan beberapa buah perahu, namun laskar Siak dapat
dikalahkan dan dipukul mundur.
Setelah tujuh bulan peristiwa tersebut berlalu putra Beliau
bernama Syarif Alwi yang selama ini bermukim di Jawa datang ke Kubu.
Dibentuklah sebuah pasukan yang dipimpin oleh Syarif Alwi
untuk menyerang pertahanan orang Siak. Dalam pertempuran itu kemenangan berada
di pihak Kubu kedudukan Siak dapat dilumpuhkan. Masih dalam suasana siap siaga
kemungkinan serangan balik oleh orang-orang Siak, tiba-tiba Sayid Syarif Idrus
Bin Abdurrahman Al Aydrus wafat.
Terbetik berita bahwa Beliau dibunuh oleh pelayannya sendiri
menjelang shalat Subuh karena disangka oleh pelayan tersebut musuh yang
menyelinap memasuki istana.
Beliau wafat pada hari Ahad, 26 Zulkaedah 1209 H (1794 M)
dan dimakamkan di samping Masjid Jami Khairussa’adah.
Wow...
BalasHapus