MESKI namanya Sunan Kudus, ia bukanlah asli Kudus. Dia
datang dari Jipang Panolan (ada yang mengatakan disebelah utara Blora),
berjarak 25 kilometer ke arah barat kota Kudus, Jawa Tengah. Di sanalah ia
dilahirkan, dan diberi nama Ja'far Shodiq. Ia adalah anak dari hasil perkawinan
Sunan Undung atau Sunan Ngudung (Raden Usman Haji) dengan Syarifah, cucu Sunan
Ampel. Semasa jayanya, Sultan Undung terkenal sebagai panglima perang yang
tangguh.
Sampai suatu waktu, Sunan Undung tewas dalam peperangan
antara Demak dan Majapahit. Setelah itu, Ja'far Shodiq menggantikan posisi
ayahnya. Tugas utamanya ialah menaklukkan wilayah Kerajaan Majapahit untuk
memperluas kekuasaan Demak. Kenyataannya, Ja'far Shodiq terbukti hebat di medan
perang, tak kalah dengan kepiawaian ayahnya.
Ja'far Shodiq berhasil mengembangkan wilayah Kerajaan Demak,
ke timur mencapai Madura, dan ke arah barat hingga Cirebon. Sukses ini kemudian
memunculkan berbagai cerita kesaktian Ja'far Shodiq. Misalnya, sebelum perang,
Ja'far Shodiq diberi badong --semacam rompi-- oleh Sunan Gunung Jati. Badong
itu dibawa berkeliling arena perang.
Dari badong sakti itu kemudian keluarlah jutaan tikus, yang
juga ternyata sakti. Kalau dipukul, tikus itu bukannya mati, malah makin
mengamuk sejadi-jadinya. Pasukan Majapahit ketakutan lari tunggang langgang.
Dia juga punya sebuah peti, yang bisa mengeluarkan jutaan tawon. Banyak
prajurit Majapahit yang tewas disengat tawon.
Yang pasti, pemimpin pasukan Majapahit, Adipati Terung,
menyerah kepada pasukan Ja'far Shodiq. Usai perang, Ja'far Shodiq menikahi
putri Adipati Terung, yang kemudian menghasilkan delapan anak. Selama hidupnya,
Ja'far Shodiq sendiri juga punya istri lain, antara lain putri Sunan Bonang,
yang menghasilkan satu anak.
Sukses mengalahkan Majapahit membuat posisi Ja'far Shodiq
makin kokoh. Dia mendapat tugas lanjutan untuk mengalahkan Adipati
Handayaningrat, yang berniat makar terhadap Kerajaan Demak. Adipati
Handayaningrat merupakan gelar yang disandang Kebo Kenanga, penguasa daerah
Pengging --wilayah Boyolali-- dan sekitarnya.
Kebo Kenanga berniat mendirikan negara sendiri bersama Ki
Ageng Tingkir. Pasangan ini merupakan pengikut Syekh Siti Jenar, seorang guru
yang mengajarkan hidup model sufi. Kebo Kenanga dan Tingkir digambarkan sebagai
saudara seperjuangan, yang saling menyayangi bagaikan saudara kandung.
Tanda-tanda pembangkangan Kebo Kenanga makin kentara ketika
ia menolak menghadap Raja Demak, Adipati Bintara, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Raden Patah. Surat panggilan yang dibuat Raden Patah ditelantarkan
hingga tiga tahun oleh Kebo Kenanga. Maka, Raden Patah memutuskan untuk
mematahkan pembangkangan Kebo Kenanga itu.
Raden Patah memerintahkan Ja'far Shodiq ''meredam'' Kebo Kenanga.
Dalam sebuah pertarungan, Kebo Kenanga tewas. Namun, kehebatan Ja'far Shodiq
sebagai panglima perang lama-kelamaan surut. Bahkan, menjelang kepindahannya ke
Kudus, Ja'far Shodiq tidak lagi menjadi panglima perang, melainkan menjadi
penghulu masjid di Demak.
Terdapat beberapa versi tentang kepergian Ja'far Shodiq dari
Demak. Ada kemungkinan, Ja'far Shodiq berselisih paham dengan Raja Demak.
Kemungkinan lain, Ja'far Shodiq berselisih paham dengan Sunan Kalijaga. Dalam
Serat Kandha disebutkan, Ja'far Shodiq memiliki murid, Pangeran Prawata.
Belakangan, Pangeran Prawata justru mengakui Sunan Kalijaga sebagai guru baru.
Bagi Ja'far Shodiq, Pangeran Prawata durhaka karena mengakui
dua guru sekaligus. Ketika Pangeran Prawata menjadi Raja Demak, Ja'far Shodiq
berniat membunuhnya, melalui tangan Arya Penangsang, yang tiada lain dari pada
adik kandung Prawata. Agaknya, Arya Penangsang tidak tega, maka dia pun
menyuruh orang lain lagi, yang bernama Rangkud.
Pangeran Prawata akhirnya tewas bersama istrinya, setelah
ditikam Rangkud. Jenazah Prawata bersandar ke badan istrinya, karena keduanya
tertembus pedang. Rangkud juga mati. Sebab, tanpa diduga, sebelum mengembuskan
napas penghabisan, Prawata sempat melempar keris Kiai Bethok ke tubuh Rangkud.
Versi lain menyebutkan, Ja'far Shodiq meninggalkan Demak
karena alasan pribadi semata. Ia ingin hidup merdeka dan membaktikan seluruh
hidupnya untuk kepentingan agama Islam. Belum jelas kapan persisnya Ja'far
Shodiq tiba di Kudus. H.J. De Graaf dan T.H. Pigeaud dalam bukunya, Kerajaan
Islam Pertama di Jawa, mencoba mengumpulkan beberapa catatan tentang aktivitas
Ja'far Shodiq di sana.
Kedua peneliti itu menyatakan, ketika Ja'far Shodiq
menginjakkan kaki di Kudus, kota itu masih bernama Tajug. Menurut penuturan
warga setempat, yang mula-mula mengembangkan kota Tajug adalah Kiai Telingsing.
Ada yang menyebut, Telingsing merupakan panggilan sederhana kepada The Ling
Sing, orang Cina beragama Islam.
Cerita ini menunjukkan bahwa kota itu sudah berkembang
sebelum kedatangan Ja'far Shodiq. Beberapa cerita tutur mempercayai bahwa
Ja'far Shodiq merupakan penghulu Demak yang menyingkir dari kerajaan. Di Tajug,
Ja'far Shodiq mula-mula hidup di tengah-tengah jamaah dalam kelompok kecil. Ada
yang menafsirkan, jamaah Ja'far Shodiq itu merupakan para santri yang dibawanya
dari Demak.
Mereka sekaligus para tentara yang ikut bersama-sama Ja'far
Shodiq memerangi Majapahit. Versi lain menyebutkan, para pengikutnya itu
merupakan warga setempat yang dipekerjakan Ja'far Shodiq untuk menggarap tanah
ladang. Ini bisa ditafsirkan bahwa Ja'far Shodiq mula-mula hidup dari
penghasilan menggarap lahan pertanian.
Setelah jamaahnya makin banyak, Ja'far Shodiq kemudian
membangun masjid sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran agama. Tempat
ibadah yang diyakini dibangun oleh Ja'far Shodiq adalah Masjid Menara Kudus,
yang kini masih berdiri. Nama Ja'far Shodiq tercatat dalam inskripsi masjid tersebut.
Menurut catatan di situ, masjid ini didirikan pada 956
Hijriah, sama dengan 1549 Masehi. Dalam inskripsi terdapat kalimat berbahasa
Arab yang artinya, ''... Telah mendirikan masjid Aqsa ini di negeri Quds...''
Sangat jelas bahwa Ja'far Shodiq menamakan masjid itu dengan sebutan Aqsa,
setara dengan Masjidil Aqsa di Yerusalem.
Kota Tajug juga mendapat nama baru, yakni Quds, yang
kemudian berubah menjadi Kudus. Pada akhirnya, Ja'far Shodiq sendiri lebih
terkenal dengan sebutan Sunan Kudus. Dalam menyebarkan agamanya, Sunan Kudus
mengikuti gaya Sunan Kalijaga, yakni menggunakan model ''tutwuri handayani''.
Artinya, Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan frontal, melainkan mengarahkan
masyarakat sedikit demi sedikit.
Ketika itu, masyarakat Kudus masih didominasi penganut
Hindu. Maka, Sunan Kudus pun berusaha memadukan kebiasaan mereka ke dalam
syariat Islam secara halus. Misalnya, Sunan Kudus justru menyembelih kerbau,
bukan sapi, pada saat hari raya Idul Qurban. Itu merupakan bagian dari
penghormatan Sunan Kudus kepada para pengikut Hindu.
Cara yang simpatik itu membuat para penganut agama lain
bersedia mendengarkan ceramah agama Islam dari Sunan Kudus. Surat Al-Baqarah,
yang dalam bahasa Arab artinya sapi, sering dibacakan Sunan Kudus untuk lebih
memikat pendengar. Pembangunan Masjid Kudus sendiri tidak meninggalkan unsur
arsitektur Hindu. Bentuk menaranya tetap menyisakan arsitektur gaya Hindu.
Diantara bekas peninggalan beliau adalah Masjid Raya
di-Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh karena
di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Mengenai
asal-usulnya nama Kudus menurut dongeng (legenda) yang hidup dikalangan
masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil
menuntut ilmu di tanah Arab, kemudian beliau juga mengajar di sana. Pada suatu
masa, di tanah arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan,
penyakit itu menjadi reda berkat jasa Sunan Kudus. Oleh karena itu, seorang
amir disana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau. Akan tetapi
beliau menolak, hanya kenang-kenangan sebuah batu yang beliau minta. Batu
tersebut katanya berasal dari kota Baitul Makdis, atau Jeruzalem, maka sebagai
peringatan kepada kota dimana Ja'far Sodiq hidup serta bertempat tinggal,
kemudian diberikan nama Kudus.
Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itupun juga
menjadi terkenal dengan sebutan Menara Kudus. Mengenai nama Kudus atau Al Kudus
ini di dalam buku Encyclopedia Islam antara lain disebutkan : "Al kuds the
usual arabic nama for Jeruzalem in later times, the olders writers call it
commonly bait al makdis ( according to some : mukaddas ), with really meant the
temple (of solomon), a translation of the hebrew bethamikdath, but it because
applied to the whole town."
Kebiasaan unik lain Sunan Kudus dalam berdakwah adalah acara
bedug dandang, berupa kegiatan menunggu datangnya bulan Ramadhan. Untuk
mengundang para jamaah ke masjid, Sunan Kudus menabuh beduk bertalu-talu.
Setelah jamaah berkumpul di masjid, Sunan Kudus mengumumkan kapan persisnya
hari pertama puasa.
Sekarang ini, acara dandangan masih berlangsung, tapi sudah
jauh dari aslinya. Menjelang Ramadhan, banyak orang datang ke areal masjid.
Tetapi, mereka bukan hendak mendengarkan pengumuman awal puasa, hanya untuk
membeli berbagai juadah yang dijajakan para pedagang musiman.
Beliau wafat dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami
Kudus. Jika orang memandang Menara Masjid Kudus yang lain sangat aneh dan
artistik tersebut pasti akan segera teringat pada pendirinya yaitu Sunan Kudus.
Legenda Kota Kudus
Nama Sunan Kudus di kalangan masyarakat setempat, dimitoskan
sebagai seorang tokoh yang terkenal dengan seribu satu tentang kesaktianya,
Sunan Kudus dikatanya sebagai wali yang sakti, yang dapat diperbuat sesuatu di
luar kesanggupan otak dan tenaga manusia biasa.
Dalam dongeng yang masih hidup di kalangan masyarakat,
antara lain dikatakan, bahwa pada zaman dahulu pernah Sunan Kudus pergi haji
serta bermukim disana. Kemudian beliau menderita penyakit kudis ( bhs. Jawa :
gudigen ), sehingga oleh kawan - kawan beliau, Sunan Kudus dihina. Entah kenapa
timbullah malapetaka yang menimpa negeri Arab dengan berjangkitnya wabah
penyakit. Segala daya upaya telah dilakukan untuk mengatasi bahaya tersebut, namun
kiranya usaha itu sia - sia belaka. Akhirnya di mintalah bantuan beliau untuk
memberikan jasa - jasa baiknya. Bahaya itupun karena kesaktian beliau menjadi
reda kembali. Atas jasa beliau, Amir dari negeri Arab itupun berkenan memberi
hadiah kepada beliau sebagai pembalasan jasa. Akan tetapi Sunan Kudus menolak
pemberian hadiah berupa apapun juga. Dan beliau hanya meminta sebuah batu
sebagai kenang - kenangan yang akan dipakai sebagai peringatan bagi pendirian
masjid di Kudus.
Jauh sebelum masjid kuno itu didirikan beliau konon kabarnya
masjid yang terletak di desa Nganguk di Kudus itu adalah masjid Sunan Kudus
yang pertama kali. Dalam dongeng di ceritakan, bahwa jauh sebelum Sunan Kudus
memegang tampuk pimpinan di Kudus, telah ada seorang tokoh terkemuka disana
ialah Kyai Telingsing. karena beliau sudah lanjut usia maka ia ingin mencari
penggantinya. Pada suatu hari Kyai Telingsing berdiri sambil menengok ke kanan
dan ke kiri seperti ada yang dicarinya (bhs. Jawa : ingak - inguk), tiba - tiba
Sunan Kudus pun muncul dari arah selatan, dan masjidpun segera dibinanya di
dalam waktu yang amat singkat, malahan ada yang mengatakan bahwa masjid itu
tiba - tiba muncul denga sendirinya (bhs. Jawa : Majid tiban), berhubungan
dengan itu desa tersebut kemudian di beri nama : Nganguk, sedangkan masjidnya
dinamakan Masjid Nganguk Wali.
Lebih jauh dalam dongeng itupun disebutkan, bahwa baik
Menara Kudus maupun lawang kembar, masing - masing di bawa oleh beliau dengan
di bungkus sapu tangandari tanah Arab, sedangkan lawang kembar, katanya di
pindahkan beliau dari Majapahit.
• Legenda daerah Jember
Sekali peristiwa, datang seorang tamu bernama Ki Ageng Kedu
yang hendak menghadap Sunan Kudus. tamu tersebut mengendarai sebuah tampah.
sesampainya di Kudus Ki Ageng Kedu tidak lah langsung menghadap Sunan Kudus,
melainkan memamerkan kesaktianya dengan mengendarai tampah serta berputar -
putar diangkasa. Seketika dilihatnya oleh Sunan Kudus, maka beliau murka sambil
mengatakan, bahwa tamu Ki Ageng Kedu ini menyombongkan kesaktianya. Sesudah di
sabda oleh beliau, berkat kesaktian Sunan Kudus, tampah yang ditumpangi Ki
Ageng Kedu itupun meluncur ke bawah hingga jatuh ke tanah yang becek (bhs. Jawa
: ngecember), sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan Jember
Selain itu di dalam dongeng di sebutkan bahwa pada suatu
hari Sunan Kudus memakan ikan lele, kemudian setelah tinggal tulang dan
kepalanya, dibuanglah oleh Sunan Kudus ke dalam sebuah sumur, maka ikan yang
tinggal tulang dan kepala itupun hidup kembali.
Di dalam "Babad Tanah Jawi" serta kepustakaan Jawa
lainya dikatakan, bahwa nama kecil Sunan Kudus ialah Raden Undung, beliau
pernah memimpin tentara Demak melawan Majapahit. Selanjutnya juga di sebutkan
bahwa Sunan Kudus lah yang membunuh Syekh Siti Jenar dan Kebo Kenanga, karena
keduanya mengajarkan ilmu yang di pandang sangat membahayakan masyarakat yang
baru saja memeluk agama Islam.
Diposkan oleh AL-Munfidah
BalasHapusSAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259