Sultan ke
empat,Syarif Hamid.I. Ibni Sultan Usman Alqadrie
Syarif Hamid
Alqadrie, lahir 1802, putera tertua Sultan Syarif Usman bin Syarif Abdurrahman
Alqadrie, dari isterinya Syarifah Zahara, menggantikan ayahdanya pada April
1855 sebagai Sultan Qadriah Pontianak Keempat, wafat 22 Agustus 1872.
Semasa
pemerintahannya dan sebagai kelanjutan dari masa kekuasaan ayahdanya, wilayah
kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda semakin luas, sebaliknya wilayah kekuasaan
Kesultanan Pontianak menjadi berkurang, karena pada tahun 1856 Belanda
mengadakan kembali perjanjian dengan Sultan Syarif Hamid, perjanjian mana masih
tetap sangat merugikan rakyat dan kesultanan.
Disamping
meluasnya wilayah kekuasaan Kolonial Belanda, ada sesuatu kontradiktif yang
tampaknya dibuat oleh Pemerintahan Batavia. Residen Borneo Barat, menurut
catatan Rahman (2000:123), melalui Keputusannya 4 Januari 1857, memasukkan
kembali distrik Cina di Mandor (sekarang Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak) ke
dalam wilayah Kesultanan Pontianak. Alasan formal dari penyerahan itu adalah
sebagai imbalan atas “kebijaksanaan” Sultan Usman yang “tidak berfihak” atas
kasus kekacauan kongsi cina di Mandor pada 1850. Motivasi penyerahan itu
sebenarnya lebih disebabkan oleh kesulitan Pemerintah Kolonialisme Belanda
menghadapi perlawanan anggota sub kelompok etnis Dayak, anggota komunitas dan
kongsi Cina terhadap Belanda yang sewenang-wenang menanam kuku kolonialismenya
dan memonopoli dalam pengeksploitasian pertambangan emas di Mandor dan
Monterado (sekarang terletak di Kabupaten Bengkayang).
Kawasan
sebelah barat Sungai Kapuas Kecil yaitu seberang sungai dari Kesultanan ini,
yang secara de facto dan de jure dikuasai Belanda, semakin berkembang dan telah
menjadi pusat perdagangan dan pusat pemerintahan residen Belanda di Kalbar.
Taktik
Belanda seperti ini, yang dimulainya sejak Pemerintahan Sultan Kasim,
dilaksanakan terus dalam rangka memperkecil pengaruh Kesultanan Qadriah
Pontianak serta mengucilkan Sultan Hamid.
Untuk
mengatasi kesulitan keuangan sebagai akibat dari perjanjian yang diterapkan
Belanda hanya memberi penggajian kepada sultan, petugas kesultanan dan
kerabatnya, Sultan Hamid menerapkan suatu pendekatan “kekeluargaan” terhadap
petani kelapa di Sungai Kakap sehingga ia banyak memperoleh keuntungan dari sub
sektor ini yang justru dianggap “merugikan” Belanda.
Karena itu
Belanda mendirikan semacam Persatuan Petani Kelapa diketuai oleh Syarif
Abdurrahman untuk mengatur keserasian antara hukum kesultanan dengan hukum
kolonial Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar