Raden Kidang
Telangkas (Jaka Tarub)
Ir. H. Hilal
Achmar Foto sumber/gambar:tubanakbar.com Versi Majalah Jayabaya, bahwa Jaka
Tarub sesungguhnya adalah putra dari pernikahan Syech Maulana Maghribi Azamat
Khan dengan Dewi Rosowulan, adik Sunan Kalijaga. Sang Syech mempunyai garis
keturunan(nasab) hingga Nabi saw. Dan agaknya inilah yang mendekati kebenaran.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub
Dahulu ada
seorang pemuda yang bernama Joko Tarub. Dia adalah pria melajang. Suatu hari
ketika ia pergi ke hutan, di sebuah telaga ada tujuh orang gadis cantik yang
sedang mandi. Karena tertarik dengan kecantikan dan keelokan tujuh gadis itu,
Joko Tarub memutuskan untuk menyembunyikan salah satu pakaian gadis tersebut
dan ia simpan di lumbung padi di rumahnya. Ternyata tujuh gadis itu adalah
tujuh orang bidadari yang turun dari langit untuk mandi. Ketika mereka hendak
kembali ke langit salah seorang dari mereka kehilangan pakaian dan selendang
yang dipergunakan untuk terbang ke kahyangan. Karena sudah melebihi waktu yang
ditentukan terpakasa bidadari yang kehilangan pakaian dan selendang itu pun ditinggal
oleh rekan-rekannya.
Bidadari itu
pun merasa sangat kalut, kemudian ia bersumpah apabila ada yang memberikan
pakaian untuknya jika yang menolong itu perempuan akan dijadikan saudara dan
apabila yang menolongnya laki-laki akan dijadikan suami. Datanglah Joko Tarub
memberikan pakaian ganti untuk bidadari itu. Walaupun Joko Tarub tidak
mengetahui bahwa gadis itu adalah bidadari. Bidadari itu bernama Dewi Nawang
Wulan. Nawang Wulan sangatlah cantik, lebih cantik dibanding dengan
rekan-rekanya. Dia pun menepati janjinya untuk menikah dengan Joko Tarub. Joko
Tarub sangat beruntung dapat menikah dengan Nawang Wulan yang begitu cantik
jelita. Seiring berjalannya waktu mereka saling mencintai satu sama lain.
Suatu hari,
pada saat Nawang Wulan menanak nasi, ingin pergi ke ladang. Ia berpesan kepada
suaminya, Joko Tarub untuk tidak melihat apa yang ia tanak. Setelah Nawang
Wulan pergi, hasrat Joko Tarub sebagai manusia untuk mengetahua apa yang
sebenarnya yang ditanak istrinya pun muncul. Kemudian, ia memlihat apa yang
sebenarnya dimasak istrinya. Ternyata hanya setangkai padi saja yang ia lihat
dalam tungku. Pada waktu yang bersamaan Nawang Wulan mengetahui bahwa
selendangnya di simpan dalam lumbung padi selama bertahun-tahun. Nawang Wulan
sangat marah kepada Joko Tarub. Joko Tarub baru mengetahui bahwa Nawang Wulan
adalah seorang bidadari, ia pun menggunakan kekuatannya untuk menanak nasi,
maka dari itu ia melarang Joko Tarub melihat ia memasak. Karena kecewa dengan
Joko Tarub, ia memutuskan untuk meninggalkan Joko Tarub dan pergi ke kahyangan.
Di kahyangan
Nawang Wulan tidak di sambut dengan baik. Ia diusir dari kahyangan karena telah
menikah dengan orang yang ada di bumi. Nawang Wulan merasa tidak pantas tinggal
kembali di kahyangan. Teman-temannya pun tidaklagi menyambutnya dengan baik.
Dia kemudian di buang ke daerah selatan. Disana ia bertapa dan mendapat bantuan
dari roh halus. Kemudian ia di nobatkan menjadi penguasa laut selatan atau
sering di kenal dengan “Nyi Roro Kidul”. Sampai saat ini Nyi Roro Kidul dianggap
sakti dan menguasai sepanjang laut selatan. Konon katanya Nyi Roro Kidul yang
menjaga ketenangan laut selatan, sehingga banyak warga di pesisir pantai
memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul.
Nilai-Nilai
yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.
1. Nilai
Moral,
Setelah
membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai
moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan
tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub
bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya
telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus
berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai
suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan
kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.
Perilaku
yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada
kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya,
dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.
Ini
merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka.
Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.
2. Nilai
Sosial,
Nilai-nilai
lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan
nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan
orang lain disekitar kita.
Nilai sosial
dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan
dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak
menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu
bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak
ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan
sendirian di bumi yang asing bagi mereka.
Sebaiknya
kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu
dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha
membantu semaksimal mungkin.
3. Nilai
Etika,
Nilai etika
merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti
nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”
dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko
Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai
menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi
rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah
tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting
tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan
kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.
Sifat-sifat
seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa
kepada Tuhan.
4. Nilai
Estetika,
Nilai
estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”
adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang
mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut
selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta
yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan
suasana yang indah.
Maka, setiap
keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan
menimbulkan kesan keindahan yang mendalam.
5. Nilai
Budaya,
Nilai-nilai
budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah
budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya
Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir
memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud
terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya.
6. Nilai
Religi.
Nilai-nilai
religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”
adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas.
Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh
nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul juga merupakan salah
satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang
karena telah bergeser dengan adanya agama. Nyi Roro Kidul sudah tidak dijadikan
sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir
selatan.
http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/12/joko-tarub-dan-dewi-nawang-wulan/
Menurut
beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton
Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah
Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah
menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan
sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V,
raja majapahit Prabu Kertabumi,
Beliau
diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun
Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang
mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan
termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian
dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau
disebut Nyai Ageng Ngerang.
Dilihat dari
silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di
Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan.
Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk
Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng
Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan
belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.
Putri Beliau
yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari
Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang
disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki
Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng
Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.
Sedangkan Ki
Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng
Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang
yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang,
Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra
Pangeran Sedalepen.
Ki Ageng
Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar
Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan
Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang
bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai )
akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.
Dari
silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan
Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden
Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit,
Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.
Ayah Nyai
Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama
kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan
Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah
dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V
dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan
Vietnam.
Hubungan
Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai
istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri
Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari
perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra,
pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng
Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan
Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang
terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.
SAUDARA –
SAUDARA BELIAU
Seperti yang
disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada
seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit
yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas
pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan
dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng
Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih
mempunyai tiga orang Putra yaitu : 1.Ki Ageng Wanasaba 2.Ki Ageng Getas Pendawa
3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng
Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung
Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah
yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam
masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat
dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh,
akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo.
Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh
oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng
Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana
keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam.
Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan
putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan
Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan
Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng
Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng
Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang
mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra
yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam
Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh
warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI
Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal
dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng
Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan
pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng
Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut
Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan
kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga
seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup
dan kehidupan manusia.
Beliau juga
seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki
Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh
/ tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan
bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus
dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng
Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng
Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki
Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng
Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng
Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar