Buah
Keikhlasan Berkhidmah
Sosoknya
murah senyum dan santun. Namun, di balik kesantunan serta sikapnya yang sumeh
terhadap semua tamu yang sowan kepadanya dari kalangan apapun, nampak aura
wibawa yang begitu besar. Usianya masih sangat muda, namun ilmu dan kharismanya
begitu terasa. Tak heran jika jam’iyyah sholawat yang dipimpinnya diikuti
ribuan jamaah. Itulah kesan kru MU saat bersilaturahim dengan beliau beberapa
waktu silam. Dialah KH. Sonhaji Nawal Karim Zubaidi, pimpinan Jamiyyah Sholawat
Nariyyah Mustaghitsu Al Mughits, Udanawu, Blitar.
Rupanya, Gus
Sonhaji, begitu beliau sering disapa, sudah mengenal Media Ummat. Suatu saat,
di sela-sela beliau mengajar di Pesantren Lirboyo Kediri, yang rutin
dilakoninya dua kali seminggu, Gus Sonhaji membeli Tabloid Media Ummat di
koperasi Pesantren Lirboyo, yang saat itu cover foto yang kami sajikan Syeikh
Fadil al-Jaelani dan Gus Shonhaji.
Kulo nggeh
kaget kok, lho foto kulo dimuat ngoten ingkang kalian Syeikh Fadhil, (Saya kaget, melihat foto saya dimuat di
Media Ummat bersama Syekh Fadhil) itulah sepenggal percakapan ringan kyai muda
yang suka berpakaian serba putih, diiringi senyuman khas dan canda ketika
beliau menerima kru MU.
Besar di
Lirboyo
Gus Sonhaji
Nnawal Karim lahir di lingkungan pesantren tepatnya tanggal 27 Agustus 1978.
Beliau adalah putra seorang ulama besar di Blitar, Almarhum KH. Zubaidi Abdul
Ghofur. Sejak kecil, Gus Shonhaji dibimbing langsung oleh abah dan ibunya. Pada
tahun 1999, selepas menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar, putra ke 6 dari
tujuh bersaudara ini langsung menuntut ilmu di Pesantren Lirboyo, Kediri.
Dipesantren
yang telah melahirkan ribuan kyai besar ini, Gus Shonhaji langsung masuk
Madrasah Diniyah di kelas IV Ibtidaiyah. Beliau menyelesaikan pendidikan
diniyahnya sampai kelas III Aliyah. Setamat dari madrasah diniyah beliau
berkhidmah, mengajar di alamamaternya itu sampai kemudian beliau diambil mantu oleh KH. Habibullah
Zaini, Kepala Madrasah Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yang merupakan cucu dari
Mbah Kyai Abdul Karim, salah seorang pendiri Pesantren Lirboyo.
Gus Shonhaji
dinikahkan dengan putri Kyai Habibullah, Ning Hj. Lia Hikmah Al-Maula. Dari
pernikahannya yang berlangsung pada tahun 2002 ini beliau sudah dikaruniai 4 Putra, 1. Neng Senly
Anjely Robb. 2. Neng Halwa Mayla Sabna Robb. 3. Agus Muhammad Zubaidi Shonhaji
Nawal Karim 4. Neng Hasna Ziyanaddini Robb.
Sampai detik
ini, Gus Shonhaji tetap istiqomah mengembang amanat kyai-kyainya di Lirboyo
dengan mengajar di pesantren Lirboyo
seminggu dua kali, setiap malam Selasa dan malam Kamis. Beliau memegang erat
nasehat para kyainya, bahwa di manapun, kapanpun serta apapun kesibukannya,
tetap harus mengajar, meski hanya mengajar alif ba ta. Gus Shonhaji juga
diamanati menjadi wakil ketua di Forum Musyawarah Bahtsul Masaail Jawa Madura
(FMPP) yang diprakarsai para alumni Lirboyo. Beliau mengaku kurang bisa aktif
karena kesibukannya mengurusi jam’iyyah sholawat serta mengajar di pesantren.
Begitu
besarnya rasa tanggung jawab dan pengabdian beliau kepada kyai dan
almamaternya, beliau tidak mau absen mengajar kecuali benar-benar dharurat.
Menurut keterangan salah seorang santrinya, pernah saat pulang dari menghadiri majelis dzikir di
Hongkong, sesampainya di bandara Juanda, beliau langsung minta diantar ke
Lirboyo untuk mengajar, karena malam itu jadwal beliau menyampaikan ilmu kepada
para santri. Beliau tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah memberikan
kepercayaan kepadanya, subhanallah.
Selain
mengajar di Lirboyo, Gus Shonhaji juga diamanahi untuk memimpin madrasah
diniyyah di Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Udanawu Blitar.
Niat
Berkhidmah
Sebagai
seorang ulama yang tergolong masih muda, tugas dan tanggung jawab Gus Shonhaji
dalam memimpin majelis dzikirnya, Jamâiyah Shalawat Nariyah al-Mustaghisul
Mugisth tentu sangat besar. Awalnya, tidak terlintas dalam pikiran beliau
majelis yang didirikannya empat tahun lalu ini akan sebesar ini. Majelis yang
diemban, bermula hanya untuk teman-teman alumni Pondok Mambaul Hikam. Dan
sebenarnya, sudah lama aurod atau wirid ini diistiqomahkan setiap malam Rabu di
Pondok Pesantren Mambaul Hikam sejak zaman pendiri pondok (kakek beliau, Kyai
Abdul Ghofur).
Awalnya
aurod nariyah ini diamalaken Abah bersama santri-santri setiap malam Selasa.
Setelah Abah wafat, amalan ini saya buka untuk masyarakat umum. Ternyata,
alhamdulillah, responnya sangat bagus, kenang Gus Shonhaji
Kini, sudah
empat tahun lebih perjalanan jam’iyyah sholawat yang didirikannya. Jamaahnya
semakin membludak dari berbagai kota di Jawa Timur, seperti Blitar ,
Tulungagung, Kediri, Jombang, Nganjuk, dan banyak dari daerah lainnya yang
istiqomah mengikuti majelis mulia ini.Bahkan, kini kegiatan jam’iyyahnya sampai
di luar negeri seperti di Hongkong dan Macau.
Ketika ditanya,
apa rahasianya, sehingga jam’iyyah
sholawat yang dibinanya diikuti begitu banyak jamaah, beliau memilih merendah.
“Saya merasa saya tidak memiliki keistimewaan apa-apa. Kita hanya mengajak
masyarakat membaca dzikir dan sholawat bersama-sama,” demikian pengakuan Gus
Shonhaji merendah.
Namun, Gus
Shonhaji akhirnya mau berbagi hikmah. Menurut beliau, mungkin saja, kegiatannya
di jam’iyyah sholawat ini berjalan baik
barokah dari do’a restu sang ibu. Memang, setiap akan menghadiri kegiatan
majelis dzikirnya, Gus Shonhaji selalu matur dan mohon doa restu kepada sang
ibu, baik kegiatannya di tempat jauh maupun dekat. Bahkan, kalau sang ibu tidak
mengizinkan, beliau tidak akan berangkat.
Berbicara
seputar rahasia Gus Shonhaji, salah
seorang murid beliau yang tidak ingin disebut namanya menuturkan beberapa
keistimewaan kyai yang baru berumur 34 tahun ini. Diantaranya, Gus Shonhaji
tidak pernah mau menerima bisyaroh meski beliau memipin majelis dzikir di
tempat yang jauh. Beliau mengikhlaskan dirinya untuk berkhidmah melalui
jam’iyyah sholawat. Di samping itu, untuk mengajari ke ikhlasan kepada para
jamaah, Gus Shonhaji tidak mau ada kotak amal atau serban keliling yang mengambil
sedekah dari para jamaah. Khawatir, kalau para jamaah memberikan sedekahnya
gara-gara orang di sebelahnya bersedekah. Untuk itu, beliau hanya mengizinkan
ada kotak amal yang diletakkan di tempat tertentu saja. Sehingga jamaah mau
nyemplungkan uang atau tidak tidak ada perasaan sungkan.
Gus Shonhaji
juga berusaha untuk dekat dengan para jamaah, meskipun mereka orang biasa. Demi
menyenangkan jamaah, Gus shonhaji minta agar panitia menyediakan area parkir
yang tidak terlalu jauh dari tempat dzikir. Kasihan jamaah nanti kecapean,
demikian alasan beliau.
Majelis
Malam Rabu
Majlis
Taklim dan Dzikir Jamiyyah Sholawat Nariyyah Mustaghitsu Al-Mughits adalah
suatu organisai yang menjadikan Sholawat Nariyyah sebagai salah satu amalannya,
berlandaskan ajaran Ahlussunnah waljama’ah serta ajaran ulama salafussholih.
Jam’iyah ini berpusat di Dusun Mantenan Kec. Udanawu Kab. Blitar.
Jamâiyyah
ini berdiri kurang lebih 4 tahun yang lalu dan diprakarsai oleh KH. Muhammad
Shonhaji Nawal Karim Zubadi beliau Adalah cucu dari KH. Abdul Ghofur Pendiri
Pondok Pesantren Mambaul Hikam Mantenan Udanawu Blitar. Jam’iyah yang masih
berumur belia ini ternyata begitu pesat perkembanganya, hal
ini tidak lepas dari figur seorang pemimpin yang kharismatik dan keturunan dari
ulama besar. Tentu saja, ini merupakan salah satu buah keikhlasan beliau dalam
berkhidmah, baik kepada Allah, Rasulullah, para kyai maupun para jamaah.
Jam’iyyah
Sholawat Nariyyah Mustaghitsu Al Mughits dilaksanakan dengan berbagai macam
rutinan, baik itu rutin induk, rutin pusat sughro, rutin pusat kubro, rutin
cabang dan rutin iqroran (buka cabang) setiap malam rabu seperti yang tertera
pada AD/ART.
Setiap
rutinan buka cabang (malam rabu) sementara ini dihadiri kurang lebih 30 – 60
ribu jamaah.
Adapun
rangkaian kegiatan majelis taklim dan dzikir Jam’iyyah Sholawat Nariyyah
Mustaghitsu Al-Mughits yaitu pembacaan surat Yasin dan pembacaan sholawat Nariyah dan pengajian (taklim) yang disampaikan Gus
Shonhaji. Di samping itu, selama acara berlangsung disediakan fasilitas
pengobatan gratis bagi para jamaah. Pengobatan gratis ini ditangani tim khusus
berjumlah 30 orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar