Saat ini jutaan ummat Islam, termasuk 211 ribu jamaah dari
Indonesia mulai berangkat menuju tanah suci untuk
melaksanakan ibadah haji. Di sela-sela ibadah haji atau
umrah, biasanya ada sebagian jamaah haji Indonesia yang menyempatkan untuk
bersilaturahim kepada beberapa ulama besar di Mekkah.
Yang sering jadi jujugan para jamaah dulu adalah Abuya
Sayyaid Muhammad bin Alwi al-Maliki, pendiri ribath maliki yang masyhur yang saat ini diteruskan putranya sayyaid
Ahmad bin Muhammad Al-Maliki. Ada pula Sayyid Abbas Al-Maliki, paman daripada Sayyid Muhammad Al-Maliki.
Nah, diantara ulama besar yang bisa dikunjungi saat ibadah haji atau umrah
adalah Habib Umar bin Hamid bin Abdulhadi Al-Jailani.
Ketika Media Ummat
ibadah umrah, saya bersama Komisaris Media Ummat, H. Canggih Sakina
Hans, Direktur MU, Pujo Kusharyadi dan beberapa pengurus Jamaah Al-Khidmah bersilaturahim kepada Beliau, kami diajak
mengikuti pengajian rutin yang Beliau asuh setiap Selasa Malam Rabu.
Nampak sekali kalau beliau adalah ulama besar yang menjadi
rujukan ulama-ulama Ahlussunnah Wal jamaah, terlebih dari kala ngan Madzhab
Syafi’i. Majelis-majelisnya dipenuhi
para pencari ilmu, termasuk dari kalangan ulama.
Dalam majelis taklim yang juga dihadiri para ulama di Kota
Mekkah ini Habib Umar mengkaji Kitab Al-Muqaddimah Al-Khad romiyyah dalam bab
Syuruthul Jamaah (syarat-syarat sholat berjamaah) dan Kitab Hadits Bulughul
Maram. Sebelum pembacaan kitab, majelis yang rutin dilaksanakan di aula
kediaman salah seorang muhibbin (pecinta) ahlul bait, Sayyid Alwi Fadâaq ini
diawali de ngan pembacaan dzikir Ratibul Haddad.
Setelah sebagian santri membaca beberapa bait dari Kitab
Al-Muqaddimah Al-Khadromiyyah, Habib Umar menjelaskan de ngan kalimat yang
tertata rapi. Nadanya datar, tapi terukur. Tidak berapi-api, tapi masuk ke
dalam hati. Beliau juga memberikan kesempatan untuk bertanya. Dari
jawaban-jawaban Beliau yang lugas, dan jelas menunjukkan bahwa Beliau
benar-benar ulama berkelas.
Setelah majelis ditutup dengan doâ’a yang dipimpin Habib
Umar, para jamaah berkumpul dalam beberapa kelompok untuk menyantap hidangan
makan malam nasi briyani.
Meski kedudukannya sangat terhormat, Habib Umar bin Hamid tetap hidup bersahaja. Rumahnya berbentuk
kubah, seperti kebanyakan model rumah-rumah di Arab Saudi, dengan dominan warna
abu-abu, dan pagar setinggi 3 meter, nampak berwibawa. Dari depan rumah Beliau
nampak hamparan bukit batu sejauh mata memandang.
Ruang dalam rumah didominasi warna putih. Di salah satu
ruang tamu dengan kursi warna hijau muda, Beliau menemui Media Ummat dan
beberapa Pengurus Jamaah Al-Khidmah. Dengan sabar, Beliau menanyakan tentang
bagaimana kiprah Media Ummat, situa si dan kondisi ummat Islam di Indonesia,
serta perkembangan jamaah Al-Khidmah. Kejadian lucu terjadi ketikat salah
seorang mukimin minta Media Ummatnya akan dibawa pulang, karena dianggap Habib
Umar tidak memahami Bahasa Indonesia, Beliau menolak, Biarkan saja di sini, Subhanallah.
Sejurus kemudian, kami diajak ke perpustakaan pribadinya.
Sekeliling tembok ada lemari kaca dengan deretan kitab dan buku. Beberapa kitab
nampak menumpuk di atas meja hitam menunjukkan bahwa Beliau selalu rajin
menelaah kitab.
Al Habib Umar bin Hamid bin Abdul Hadi Al-Jailani lahir pada
tahun 1950, di Lembah Do’an Hadramaut Yaman. Sejak kecil, pada umur 7 tahun,
Beliau sudah belajar iImu agama dan
mengkaji Al-Qur’an di rumahnya. Habib Umar mempelajari kitab-kitab ilmu syariat
dan beliau menghafal sebagian dari matan-matannya bersama ayah beliau, Al Allamah Alhabib Hamid Bin Abdul Hadi Al
Jailani. Habib Umar sangat beruntung karena memiliki ayah seorang alim. Beliau
juga belajar kitab-kitab lainnya di hadapan ayah beliau.
Di samping ngaji kepada ayahnya, Habib Umar juga ngaji
kepada ulama ulama besar di Hadhromaut. Untuk memperdalam ilmu agama, Habib
yang kini berusia 62 tahun itu berangkat ke
Tanah Suci, Mekkah Al Mukarromah
untuk belajar kepada mereka ulama-ulama Mekkah.
Di tanah kelahiran kanjeng Nabi ini, Habib Umar bin Hamid
yang merupakan keturunan Syekh Abdul
Qadir Al Jailani ini belajar kepada para masyaikh, diantaranya Al ˜Allamah As-Syayid Alawi Al-Maliki,
Al ˜Allamah Assyekh
Hasan Masyad, Al Allamah Assyekh
Abdullah Daâum. Tak heran jika keilmuan Habib Umar sangat mendalam.
Berbekal ilmu yang begit luas, Habib Umar mengajarkan ilmunya dan menebarkan
dakwah.
Selain membuka majelis ilmu di kediamannya, di distrik
Subhaniyah yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Masjidil Haram, Beliau juga
mengajar di beberapa majelis ilmu di
Kota Mekkah. Habib Umar bin Hamid juga menyampaikan dakwah di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Setiap tahun, Beliau datang ke tanah air untuk mengobati rasa haus ilmu ummat Islam di
Indonesia.
Salah satu jamâiyyah yang rutin mengundang Beliau adalah
Jamaah Al-Khidmah. Beliau memang diminta langsung oleh Almaghfurulah
Hadrotussyeikh Romo KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi untuk ikut membina Jamaah
Al-Khidmah.
Di samping aktif menyampaikan ilmu melalui forum pengajian,
Habib yang selalu tampil santun ini juga giat dalam menuangkan ilmunya dalam
bentuk tulisan. Beliau menulis kitab-kitab diantaranya, At-Tadzkir Wa Hajatunas Ilaiha, Kholasatul Khobar Dan Syarah Kitab Safinatun Najah. Keluhuran ilmu dan
ketinggian pekerti menjadikan Habib Umar laksana mutiara.
Kedalaman ilmunya, menjadikan Beliau dibutuhkan dimanapun.
Beliau sering bepergian ke Negara-negara Islam lainnya, serta menghadiri
muktamar-muktamar atau seminar lainnya. Bahkan beliau juga menjabat sebagai
anggota Majelis Umara Di Universitas Al-AhgoffÂ
dan Habib Umar merupakan salah satu pendiri sekaligus sebagai donatur di
universitas ternama di Hadhromaut itu.
Mutiara Dakwah
Media Ummat beberapa kali menghadiri dakwah Habib Umar bin
Hamid di Indonesia, diantaranya pada acara Indonesia Berdzikir yang digagas
Jamaah Al-Khidmah di Masjid Istiqlal beberapa waktu yang lalu.
Berikut ini, diantara mutiara hikmah yang Beliau sampaikan.
“Bentuk rasa syukur terbesar sebagai ummat Islam yang hidup di negeri makmur ini
adalah berdzikir, menyebut nama Allah Azza wa Jalla, dan bershalawat, kepada
Sayyidina Muhammad SAW, sehingga pancaran karunia Allah senantiasa menyinari
bumi ini.â€
Betapa pentingnya makna dzikir dalam kehidupan seorang
muslim, sehingga Allah SWT menyebut-nyebut mereka yang gemar berdzikir di
hadapan para malaikat-Nya dengan penuh kebanggaan. Terlebih lagi dengan mereka
yang berkumpul dalam perkumpulan semacam ini. Baginda Rasulullah SAW tentunya
melihat dengan penuh bangga atas apa yang dilakukan ummatnya ini.Jika beliau
bangga dan senang dengan apa yang dilihat dan dirasakannya, beliau berdoa,
“Alham dulillahi biniâmatihi tatimmush shalihatâ,(Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya
segala kebaikan terkumpul sempurna).
Dalam taushiyahnya, Habib Umar juga mengingatkan peran
sentral masjid. Berdirinya masjid ini merupakan bentuk rasa syukur para ulama,
pejuang, dan pemimpin Indonesia, atas kemerdekaan yang diperoleh berkat rahmat
Allah SWT. Lalu masjid ini dimakmurkan
kaum muslimin Indonesia dengan kegiatan bagi ummat, khususnya perkumpulan
dzikir, sehingga bangsa ini menda patkan pancaran karunia Ilahi.
Habib Umar juga mengingatkan agar kaum muslimin selalu
mengaitkan segala sesuatu dalam kehidupannya dengan melihat kecintaan mereka
kepada Rasulullah SAW Tidak ada teladan
dalam semua sisi kehidupan manusia kecuali menengok kepada diri Rasulullah SAW,
yang begitu sempurna.
Hendaknya kaum muslimin Indonesia tetap berpegang teguh de
ngan thariqah Ahlussunnah wal Jama’ah, yang tidak melenceng sedikit pun dari
ajaran Nabi Muhammad SAW
http://mediaummat.co.id/al-habib-umar-bin-hamid-bin-abdul-hadi-al-jailani-mekkah/
Super sekali
BalasHapusI love habib
BalasHapus