KISAH
BERAGAM SANG DOKTER UMMAT
Surabaya
adalah Ibu Kota Propinsi Jawa Timur yang dalam perjalanan sejarah juga terkenal
dengan sebutan Kota Pahlawan. Di kota yang juga menjadi pusat Dakwah Sunan
Ampel inilah Habib MuhamÂmad Bin Ali Al-Habsyi diÂlahirÂkan, tepatnya pada
tanggal 20 Februari 1945 di KeÂluÂrahan Wonosari Surabaya Utara.
Ayah beliau
adalah bernama Habib Ali Bin Muhammad Bin Alwi Ahmad Bin Ja’far As-Shiddiq
Bin Husain Bin Ahmad Muhammad Shokhibussuaib Bin Alwi Bin Abu Bakar Al-Habsyi
Bin Ali Bin Ahmad Bin Muhammad Assadullah Bin Khusain Attaraji Bin Ali Bin
Muhammad Almuffaddul Fiqqih Bin Ali Muhammad Shohibul Murbath Bin Ali
Kholiulqosim Bin Alwi Bin M uhammad Bin Alwi Bin Abdullah Bin Ahmad Almuhajir
Bin Isa Annaqib Bin Muhammad Annaqib Bin Ali Alaridl Bin Ja’far Asshodiq Bin
Muhammad Albaqir Bin Ali Zainul Abidin Bin Husain Assibathi Bin Ali Bin Abi
Thalib dan Sayyidah Fatimah Binti Rasulullah Muhammad SAW.
SILSILAH
KELUARGA
Habib
Muhammad Bin Ali Al-Habsyi dilahirkan dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga
yang taat beragama, keluarga yang gemar membaca dan mengkaji ajaran agama Islam
dan suka membantu serta menolong orang lemah dan mengasihi anak-anak yatim.
Ayah Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsyi memelihara 7 anak yatim di rumahnya.
Ayahnya memang seorang tokoh agama yang keras pendiriannya dan tidak mudah
terpengaruh oleh budaya kolonial Belanda yang gemar mempengaruhi watak dan
budaya masyarakat Indonesia saat itu. Habib Ali bin Muhammad Bin Alwi
Al-Habsyi pindah dari kota Cirebon ke
Surabaya beserta keluarga adalah untuk berdagang dan menyebarluaskan ajaran
agama Islam dengan me ngajarkan Al-Qur’an dan cara sholat di mushola-mushola
serta membuka perguruan silat di rumahnya. Di samping itu, beliau juga me
ngajar di Polresta Surabaya dari seksi 1 sampai 6 ilmu silat PO padi yang tergabung di IPSI (Ikatan Pencak Silat
Indonesia) sekarang.
Habib Ali
bin Muhammad Alwi Al-Habsyi juga selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk
selalu taat dan patuh terhadap ajaran agama Islam, yaitu dengan melaksanakan
semua perintah dan menjauhi larangan Allah. Bahkan kepada putra-putrinya, sejak
kecil sudah ditanamkan semangat yang tinggi terhadap dakwah Islam. Dan perlu
diketahui pula bahwa keluarga Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsyi berasal dari
dataran bagian selatan Jazirah Arab tepatnya di daerah Hadramaut termasuk
wilayah Yaman.
Di antara
silsilah beliau yang pertama kali masuk ke Indonesia untuk menyebarkan agama
Islam adalah Sayyid Husain Bin Abdillah yang diperkirakan terjadi pada tahun
1800 M. Istilah Sayyid berasal dari bahasa Arab. Sayyid yang berarti Tuan atau
Junjungan. Di kala ngan masyarakat dikenal golongan yang dinamakan Sayyid yaitu
mereka yang mempunyai nasab atau hubungan keturunan hingga Rasulullah Muhammad
SAW, melalui putrinya Sayyidah Fatimah Az-Zahroh. Golongan Sayyid biasanya
dipakai oleh keturunan dari Husain Bin Ali Bin Abi Thalib, sedangkan dari
keturunan Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib merupakan golongan Syarif.
Kata Sayyid
dan Syarif digunakan hanya sebagai atribut atau keterangan dan bukan sebagai
gelar. Adapun gelar bagi mereka adalah Habib (kekasih) untuk anak laki-laki dan
anak perempuan adalah Habibah. Mereka diperkirakan terbagi kedalam 80 Fam atau
keluarga (kabilah). Setiap keluarga mempunyai nama sebutan tersendiri,
misalnya: Al-Jufri, Al-Habsyi, Al-Haddad, Al-Athas, Al-Aidrus, Al-Assegaf,
Al-Qodri, Bil Faqih, Al-Maliki, As-Satiri, Bafaqih, Al-Khurthi dan lain-lain.
Mereka pada umumnya menetap di berbagai negara Islam seperti di Singapura,
Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam bahkan banyak yang menjadi warga
negara di sana.
Habib
Muhammad Bin Ali Al-Habsyi yang dilahirkan dari hasil pernikahan Habib Ali
Al-Habsyi dengan pasangannya Sayyidah Khodijah itu mempunyai lima saudara
kandung yaitu: Sayyidah Syaikhah kakak dan empat orang adik yaitu Habib Umar,
Sayyid Shodiq, Sayyidah Nur dan Sayyid Akhmad. Mereka semua anak-anaknya Habib
Ali bin Muhammad Bin Alwi Al-Habsyi, semenjak kecil oleh ibu dan bapaknya sudah
dibiasakan memngenal dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya
sehari-hari, misalnya membiasakan memulai pekerjaan dengan membaca basmalah dan
meng akhirinya dengan hamdalah, menghormati kedua orang tuanya, sholat
berjamaah, mengucapkan salam bila bertemu seseorang dan supaya mengasihi
anak-anak yatim serta orang yang tidak mampu. Sehingga tak heran kalau
kepribadian Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsyi dan saudara-saudaranya semua taat
dan patuh terhadap ajaran agama Islam.
BELAJAR
DISEKOLAH KRISTEN
Setelah
menginjak usia 7 tahun, Habib Muhammad Al-Habsyi memasuki Sekolah Dasar (SR
Menteng Mereng I) di Surabaya pada tahun 1952. Pada pagi hari dan siang harinya
beliau belajar Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam kepada Ustadz Agil bin
Yahya. Setelah lulus dari Sekolah Dasar / SR dengan nilai ijazahnya yang baik
dan melihat kecerdasan serta kegemarannya memperdalam ilmu pengetahuan, maka
ayahnya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi menyuruhnya untuk melanjutkan ke SMP.
Karena saat itu negara Indonesia baru saja merdeka sehingga sulit untuk masuk
ke SMP Negeri, maka Habib Muhammad Al-Habsyi dengan izin dari ayahnya masuk ke
SMP Santo Karolus di Kepanjen Surabaya pada tahun 1958-1961.
Setelah
menyelesaikan belajarnya di SMP, beliau juga masih ingin melanjutkan ke SMA.
Karena masih sulit untuk melanjutkan ke SMA Negeri, akhirnya Habib Muhammad
Al-Habsyi minta izin kepada ayahnya untuk melanjutkan ke SMA Astra di Tegal
Sari Surabaya pada tahun 1961-1964 dan Habib Ali Al-Habsyi akhirnya mengijinkan
beliau untuk sekolah di lembaga Kristen itu. Dengan catatan asal beliau supaya
tetap mengaji dan mempelajari agama Islam di siang hari dan malam hari, dan
juga atas pertimbangan dasar pengetahuan agama yang dimiliki Habib Muhammad
Al-Habsyi yang diperolehnya di rumahnya dan lingkungannya itu, maka
diperbolehkanlah beliau untuk memasuki lembaga pendidikan non Muslim tersebut.
Untungnya, pada saat pelajaran agama yang berupa kebaktian (beribadah ke
gereja) anak-anak yang beragama Islam dipersilahkan tidak mengikutinya ke
gereja.
Begitu Habib
Muhammad Al-Habsyi lulus dari SMA Astra pada tahun 1964 dengan semangat dan
tekad yang kuat beliau ingin melanjutkan studinya ke jenjang perkuliahan. Sang
ayahnya pun me ngizinkannya. Beliau mendaftarkan diri pada Fakultas Kedokteran
jurusan Farmasi / Apoteker di Jalan Dagu Bandung saat itu. Sayangnya, beliau
tidak bisa menyelesaikan studinya mengingat pada tahun 1965 kondisi genting
dengan adanya pemberontakan PKI, akhirnya beliau diminta ayahnya untuk pulang
dan akan dinikahkan.
DUA
PESANTREN DI MALANG
Selanjutnya
setelah menyelesaikan studinya di Bandung, Habib Muhammad Al-Habsyi melanjutkan
pengembaraannya dalam menuntut ilmu. Beliau juga sempat memperdalam ilmu-ilmu
hadits dan percakapan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Darul Hadits Malang yang
diasuh langsung oleh Prof. Dr. Habib Abdullah Bil Faqih.
Di pesantren
itu beliau mempelajari tentang perowi-perowi hadits serta sanad-sanadnya hingga
hadits tersebut benar-benar diriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW.
Pengalaman yang sangat berharga ini dijalankan oleh Habib Muhammad Al-Habsyi
selama satu tahun. Dan juga sempat berguru pada Ustadz Ba’abud untuk
memperdalam ilmu dakwah dan pengetahuan agama Islam di Pondok Pesantren Daarun
Nasyi’ien di Lawang, Kabupaten Malang selama satu tahun.
Perlu
diketahui juga bahwa Habib Muhammad Al-Habsyi juga sempat belajar dan berguru
di kota Mekkah Saudi Arabia di pondok pesantren Sayyid Muhammad Bin Alwi
Al-Maliki, yaitu pada tahun 1979 selama 46 hari, 1982 selama 3 bulan dan pada
tahun 1983 selama 4 bulan, sedangkan pada tahun 1985 selama 3 bulan.
Mengingat
desakan dari ayahnya untuk pulang dan menikah de ngan Syarifah Laily yang
berasal dari Bangil Pasuruan, maka Beliaupun mengikuti permintaan sang ayah. Untuk
memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, Beliau berdagang.
Selanjutnya,
atas petunjuk dan nasehat dari orang tuanya serta guru-gurunya, akhirnya Beliau
hijrah menuju ke Kota Probolinggo Jawa Timur untuk menebarkan ilmu. Di
Probolinggo, Habib Muhammad Bin Ali Al Habsyi Pondok Pesantren Riyadhusholihin
berdiri secara resmi mulai tanggal 20 Februari 1971. Pesantren yang didirikan
beliau menfokuskan pada pendidikan dan pelayanan sosial. Di bidang pendidikan
ada yang formal dan non formal. Yang formal mulai TK sampai Perguruan Tinggi.
Untuk pendidikan non formal yakni Madrasah Diniyah Ula, Wushto, dan Ulya. Di
samping itu, Beliau aktif menyampaikan dakwah dan menjadi “dokter†bagi ummat.
BERPULANG KE
RAHMATULLOH
Masyarakat
Kota Probolinggo dan sekitarnya berduka, seorang ulama kharismatik, Habib
Muhammad Bin Ali Al Habsyi berpulang ke rahmatullah, tepat pada 20 Februari
2005 yang bertepatan dengan 12 Muharrom 1426Â
sekitar pukul 23:15 WIBpada usia 60 tahun. Habib Muhammad Bin Ali
Al-Habsyi meninggalkan dua orang putra yakni Sayid Ali Bin Muhammad Ali Al
Habsyi dan Sayid Hadi Bin Muhammad Al Habsyi serta seorang putri Syarifa Erna
Bin Muhammad Bin Ali Al Habsyi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar