Sangat
Ikhlas dan Rendah hati
Al-Habib
Zain bin Smith saat berkunjung ke rumah Al-Habib Abubakar mengatakan: “Al-Habib
Abubakar punya guru yang usianya lebih dari 150 tahun di Zabid, beliau wafat
dalam keadaan indah, matanya masih melihat dengan baik, pendengarannya masih
berfungsi dengan baik, kakinya tidak lumpuh“
Al-Habib
Abubakar bin Hasan bin Abubakar bin Abdullah Alatas Az-Zabidi Al-Hindi
mengatakan: “Majelis yang berkah ditandai dengan kuatnya keinginan jama’ah
untuk selalu hadir dan mendapatkan ilmu. Zaman sekarang ini semakin parah
permasalahannya butuh ulama yang bukan hanya mampu berkhutbah jum’at/ceramah,
namun zaman sekarang butuh ulama yang mampu membuat tenang umat… butuh ulama
yang mampu membedakan dan mengamalkan hal yang halal, makruh, syubhat dan
haram.“
Pengajian
Habib Abubakar bin Hasan Alatas merupakan pengajian yang cukup fenomenal di
kota Depok. Pengajian yang rutinanya diadakan setiap hari Ahad sore yang
berlokasi di kediamannya, Jln Karya Bakti, Tanah Baru, selalu dihadiri ribuan
jama’ah. Tanpa poster dan spanduk, hanya dari mulut ke mulut, tapi pengikutnya
hampir semua usia dari wilayah Jabodetabek.
Habib
Abubakar bin Hasan Alatas, yang telah 30 tahun berdakwah dari satu kota ke kota
lain hampir di seluruh wilayah Indonesia, adalah habib senior yang disegani.
Kiprahnya di wilayah Tanah Baru, kota Depok, baru dimulai setahun yang lalu dan
langsung menjadi berkah bagi warga Tanah Baru.
Orang-orang
dhu’afa’ yang berada di sekitar tempat tinggal Habib Abubakar langsung
merasakannya, mereka mendapat kemudahan dalam hal pengobatan dan bantuan modal
usaha. Roda ekonomi penduduk langsung berdenyut karena setiap pengajian
dibutuhkan sekian puluh ribu konsumsi yang semuanya dipesan dari para tetangga.
Ikhlas untuk
Mengaji
Hampir
setiap Ahad sore, seluruh peserta pengajian dengan khidmat dan tekun
mendengarkan uraian yang disampaikan oleh Habib Abubakar. Ia menggunakan kitab
tasawuf karangan gurunya, Al-Habib Zain bin Smith, dan sudah dua kitab dikhatamkan.
Putranya,
Habib Hasan bin Abubakar, membacakan kitab tersebut lalu ia menjelaskan
paragraf demi paragraf.
Sebelum
pembahasan kitab, diadakan taushiyah, yang secara bergiliran disampaikan oleh
tiga atau empat ulama kota Depok. K.H. Abdurrahman Nawi, pemimpin Pesantren
Al-Awwabin, juga sering memberikan taushiyah. Begitu juga K.H. Zainuddin,
pemimpin Pesantren Al-Hamidiyah.
Dalam salah
satu kesempatan Habib Abubakar pernah menguraikan ciri-ciri majelis yang
berkah. Salah satunya, pesertanya merasa rindu akan datangnya hari digelarnya
pengajian majelis tersebut. Sebagaimana dialami Ibu Anis, salah seorang murid
Habib Abubakar, yang istiqamah mengaji, “Kita ingin saja agar cepat waktu
ta’lim datang.”
Keberkahan
majelis juga dapat dilihat dengan begitu senangnya orang-orang datang dari
berbagai penjuru, para tetangga dan aparat juga merasa senang melihat kampung
mereka ramai didatangi orang, suara dzikir dan pujian kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW bergema setiap saat.
Habib
Abubakar tak pernah mempublikasikan atau membuat poster dan spanduk ihwal
pengajiannya, karena ia yakin bahwa Allah SWT akan menggerakkan hati setiap
orang yang ikhlas untuk mengaji. Rendah hati dan tidak mau menonjol, itulah
ciri Habib Abubakar, yang sudah kenyang dengan asam garam perjuangan dan cobaan
dakwah.
Bermula dari
Ujung Timur
Dalam suatu
kesempatan setelah menguraikan beberapa keutamaan silsilah Baginda Rasulullah
SAW, yang nasabnya sangat dijaga oleh Allah SWT, Habib Abubakar mengisahkan
betapa ia digembleng begitu keras oleh orangtuanya untuk taat kepada aturan
agama.
Kisahnya,
Habib Abubakar, yang menuntut ilmu di tiga kota, yaitu Makkah, Tarim, dan
Kairo, ketika kecil pernah mendapat uang di tengah jalan. Sebagai anak kecil,
ia merasa senang, karena dapat uang, yang mungkin tercecer. Lalu ia membeli
makanan kesukaannya.
Sesampai di
rumah, hal itu ia ceritakan kepada uminya. Uminya marah besar, “Tak pantas
jasadmu menerima barang yang tak jelas.” Uminya mengganti uang yang didapat itu
dan menyuruhnya menempatkan di mana ia menemukan sebelumnya. Begitulah, dalam
keluarga ia dididik dengan sebaik-baik didikan.
Habib
Abubakar mengingatkan, barang yang meragukan (syubhat) saja, kita harus
hati-hati, apalagi yang haram.
Setelah
menuntut ilmu di Timur Tengah, Habib Abubakar memulai dakwah di daerah yang
keras dan penuh tantangan, yaitu Papua. Tidak sedikit ujian, tantangan, dan
ancaman yang diterimanya.
Lima tahun
di Papua, ia pindah ke Ternate. Setelah sekitar lima atau enam tahun, ia
melanjutkan dakwah ke Ambon, Morotai, lalu pindah ke Makassar, kemudian
menyeberang ke Kalimantan, Banjar. Tak pelak lagi, di kawasan timur Indonesia
nama Habib Abubakar sangat disegani dan disayangi. Sebelum menetap di Tanah
Baru, kota Depok, ia berdakwah di Surabaya.
Banyak murid
murid Habib Abu Bakar Al Attas yg menjadi Ulama. Dan banyak Ulama ulama yang
menjadi murid murid Beliau. Beliau tidak terkenal di kalangan Habaib & Umat
Islam di Indonesia. Tapi setiap kali Ulama ulama dari luar negeri datang, pasti
mereka mendatangi beliau. Bahkan Habib sekaliber Syekhan Al Bahar pun sering
menyambangi beliau. Habib Abu Bakar sangat sayang & perhatian kepada
murid-muridnya. Beliau begitu sabar & ikhlas melayani ribuan manusia yang
hadir dari berbagai daerah di Majelisnya pada setiap minggu sore.
Habib Salim
Alattas: “Habib Abu Bakar orang yang masyaallah beliau memberi makan puluhan
ribu orang saat pada maulid. Beliau bekerja hanya berdagang kain sarung di
daerah Kalimantan dan Jawa. Beliau ceramah tidak pernah mau terima uang dari
siapapun. Habib Abu Bakar orang yang masyaallah”
http://pecintahabibana.wordpress.com/2013/01/18/habib-abu-bakar-bin-hasan-alatas-az-zabidi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar