Habib Yang
Berjuluk Lokomotif dari Timur
Ta’limnya
mulai bersinar di Sulawesi Selatan. Ia mengimbau para pendakwah lain agar masuk
ke Makassar.
Habib Mahmud
bin Umar Al-Hamid adalah figur yang sudah tidak asing lagi di Sulawesi Selatan,
khususnya kota Makassar. Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa Habib Mahmud
adalah perintis dan lokomotif acara haul dan Maulid di Bumi Karebosi serta
dakwah mahabbah kepada Rasulullah dengan berbagai variasinya. “Dakwah yang
ikhlas akan selalu ditolong oleh Allah, dan kita yakin bahwa dakwah ini akan
semakin meluas dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan,” tuturnya mantap.
Bagi
masyarakat Sulawesi Selatan sendiri, acara seperti haul, pembacaan Maulid,
tabligh akbar, dan taushiyah masih belum dicintai sebagaimana muhibbin di Jawa.
Tapi melihat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Habib Mahmud, yang dari
waktu ke waktu mendapat simpati luar biasa, ke depan dakwah mahabbah Rasulullah
SAW ini insya Allah akan semakin mendapat tempat di Bumi Anging Mamiri. “Kita
benar-benar memulainya dari nol, jatuh bangun, dihujat, dianggap bid’ah,
dijauhi…. Tapi karena landasannya ikhlas dan cinta kepada Rasulullah, sekarang
semakin banyak jama’ah yang ikut,” kata Habib Mahmud.
Ia merasa
iri dengan kondisi di Jawa, yang menurutnya para habib dan ulama menumpuk,
muhibbin tidak perlu dicari, dan kalau ada acara seperti haul dan pembacaan
Maulid cukup dengan informasi seadanya sudah dihadiri begitu banyak orang.
“Dulu, di
Makassar ini, kita sudah mengajak, mengumumkan di berbagai media dan
mempublikasikan dengan biaya yang tidak sedikit, tapi masih kesulitan.” Namun
tak dapat diingkari bahwa dari waktu ke waktu antusiasme masyarakat semakin
tinggi, dan jumlah jama’ah ta’lim semakin meningkat.
Habib Mahmud
tidak berlebihan, jama’ah Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak, yang
dipimpinnya, sekarang ada ribuan. Ketika diadakan acara haul akbar pada 17
Januari 2009 yang lalu bertempat di Gedung Manunggal Jenderal Muhammad Yusuf,
kota Makassar, puluhan ribu jama’ah hadir dan larut dalam doa dan dzikir.
Hampir semua
pejabat, petinggi, dan tokoh politik Sulawesi Selatan hadir. “Saya berharap,
semakin banyak majelis ta’lim dan Maulid berdiri, sehingga syiar dan gemuruh
dakwah di sini semakin terpancar dan umat Islam semakin yakin dan bangga dengan
ajarannya dan selalu meneladani Rasulullah dalam kehidupan dan aktivitasnya,”
ujar Habib Mahmud.
Perlu
dicatat, Al Mubarak adalah satu-satunya majelis ta’lim di kota Makassar.
Aktivis yang
Dinamis
Lahir dan
dibesarkan di kota Makassar 42 tahun yang lalu, Habib Mahmud bin Umar Al-Hamid
memulai pendidikannya di sekolah Arab, di samping itu ia juga belajar di
sekolah umum di pagi hari. Ibtidaiyah sampai aliyah diikutinya dengan tekun.
Selesai
sekolah menengah, ia masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia
(UMI) Makassar dan meraih gelar sarjana ekonomi.
Semasa di
kampus, Habib Mahmud termasuk aktivis yang giat menimba ilmu dari berbagai
organisasi kampus. Ia pernah menjadi ketua badko Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), aktif di senat dan berbagai
organisasi keagamaan.
Dari bekal
aktif inilah Habib Mahmud mendapatkan begitu banyak pelajaran, terutama dalam
mengelola massa yang kini jadi bekal utama ketika ia harus mengelola jama’ah
dalam jumlah puluhan ribu. Prinsipnya adalah selalu belajar. “Saya tidak pernah
bosan untuk belajar. Di mana saja saya berusaha untuk belajar. Bertemu dengan
para habib saya belajar, bertemu dengan ulama saya belajar,” ujarnya penuh
semangat.
Di rumahnya
pun, kompleks Unhas lama, Panampu, kota Makassar, abah dan uminya memberikan
pelajaran agama yang cukup kepada anak-anaknya. Abahnya, Habib Umar bin
Abdullah Al-Hamid, di samping seorang pedagang, juga mempunyai ilmu agama yang
cukup. “Abah saya itu setiap tiga hari khatam Al-Quran, itu kebiasaan yang
dijaganya secara istiqamah sampai wafatnya tahun 1999,” ujar Habib Mahmud
mengenang. Keuletan dan kegigihan menjadi sikap yang diikutinya dari orangtua.
Setelah
selesai dari fakultas ekonomi, Habib Mahmud terjun di dunia bisnis sehingga
mengharuskan ia mondar-mandir Makassar-Jakarta. Dalam rentang waktu inilah ia
menemukan jodoh seorang wanita asal Solo dan mereka menikah tahun 1993, kini
dikaruniai enam anak.
Kegigihannya
belajar dari berbagai ulama dan habaib memberikannya bekal untuk juga
menularkan kepada orang lain. Sekitar tahun 2001, Habib Mahmud memutuskan untuk
memfokuskan diri berdakwah, dengan mendirikan Majelis Ta’lim dan Dzikir Al
Mubarak. “Awalnya yang mengaji itu dua-tiga orang,” kenangnya. Lalu dia memulai
acara pembacaan Maulid. Yang dibaca pun tidak tetap, kadang kitab Barzanji,
karena orang Makassar banyak yang gandrung Barzanji. Lalu ia juga membacakan
Simthud Durrar, juga Ad Diba’i. “Dengan berbagai variasi itu masyarakat tidak
bosan, dan mulai tertarik,” ujarnya penuh semangat.
Alhamdulillah,
dari waktu ke waktu yang ikut majelis ta’lim pun semakin banyak dan hampir
setiap hari ada kegiatan ta’lim. Di samping itu kegiatan Al Mubarak pun semakin
beragam. Tidak hanya ta’lim dan dzikir, tapi juga mulai menyantuni anak yatim,
menjadi pengelola ‘Idul Qurban, dan berbagai kegiatan lainnya. “Masyarakat
semakin percaya dengan kita, kemarin kita diamanahi 40 ekor sapi untuk
dipotong, yang kemudian dibagikan kepada yang berhak. Padahal dulu ketika
awal-awal berdiri hanya satu-dua ekor kambing,” kata Habib Mahmud.
Dakwah yang
Asyik
Ada ramuan
dakwah yang cukup mengena yang dilontarkan oleh Habib Mahmud, yaitu dakwah yang
asyik. Artinya, dakwah itu benar-benar disenangi dan diminati oleh masyarakat,
tidak membuat mereka gerah dan takut. Dan menurutnya itu telah dipraktekkan
oleh Rasulullah.
“Berbicara
tentang manhaj dakwah tidak terlepas dari koridor yang telah dituntunkan dan
dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Yaitu, kelembutan jadi pijakan utama, tapi
sikap keras juga perlu. Itu yang telah Rasulullah lakukan, dan hasilnya sungguh
sangat menakjubkan. Jadi, berdakwah itu, teladan utamanya adalah Rasulullah.
Karena beliaulah uswah hasanah umat Islam,” tutur Habib Mahmud.
“Dakwah
perlu persuasi, karena dakwah mempunyai tujuan, yaitu menarik hati orang.
Mereka memerlukan cahaya dan ingin keluar dari kegelapan dengan cara bertaubat.
Dalam dakwah, amar ma’ruf nahi munkar adalah satu kesatuan yang tidak boleh
dipisah-pisah, harus menghalau yang bathil dan mengajak kepada kebaikan.”
Jadi,
menurut Habib Mahmud, tidak boleh seorang pendakwah hanya memilih yang oke-oke
saja tapi ketika berhadapan dengan kemunkaran terdiam. Keduanya harus dilakukan
dengan serius, dan tidak pandang bulu.
“Di samping
itu berdakwah juga harus diikuti bil hal, bukan hanya lisan. Ada yang konkret
dirasakan umat, seperti yang dilakukan oleh Habib Idrus Al-Jufri. Kalau mau
turun berdakwah, Habib Idrus membawa sembako, sarung, dan kebutuhan konkret
lainnya untuk masyarakat, sehingga obyek dakwah merasa asyik.
Sebelum
berdakwah, kita bersosialisasi dengan masyarakat, tatap muka dan sambung rasa.
Setelah itu kita memberikan taushiyah. Hal itu lebih kena dan lebih asyik, jadi
ada mahabbah,” ujarnya.
Hal itu pula
yang dilakukan oleh Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak, yang sudah
berlangsung tujuh tahun. Setiap tahun diadakan tabligh dan haul akbar pada
bulan Muharram, lalu bulan Rabi’ul Awwal ada Maulid Akbar dan khataman
Al-Quran, setiap malam Jum’at membaca Maulid dan taushiyah, lalu malam Sabtu
silaturahim dan Ahad pagi khusus taushiyah dari jam 07.00 sampai 09.00 WITA.
Untuk mempererat persaudaraan, sebulan sekali diadakan pengajian akbar dari
masjid ke masjid, yang dilaksanakan sehabis isya.
Kuncinya,
menurut Habib Mahmud, adalah istiqamah dan ikhlas, benar-benar ikhlas dalam
mensyiarkan dan membela agama Allah. “Dengan niat karena Allah, empat malaikat,
yaitu Izrail, Israfil, Mikail, dan Jibril, akan selalu menjaga kita.”
Menurutnya, dakwah seperti ini pula yang dianjurkan oleh Habib Umar bin Hafidz,
salah satu tokoh yang sering jadi rujukan Habib Mahmud dan pernah beberapa kali
mampir ke Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak. “Beberapa tahun yang lalu saya
bersilaturahim ke Darul Musthafa dan mendapatkan banyak pelajaran dari Habib
Umar bin Hafidz, alhamdulillah beliau termasuk yang sering mendoakan agar
dakwah di Sulawesi Selatan semakin berkembang luas dan semarak,” tutur Habib
Mahmud.
Keras, bukan
Kasar
Habib Mahmud
juga ketua umum Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan. Ia sangat
menyayangkan banyak umat Islam termakan citra negatif yang dibangun media cetak
dan elektronik tentang FPI. Menurutnya, citra itu dikembangkan oleh mereka yang
tidak ingin agama Islam jaya. “Sedikit saja hal keras yang dilakukan oleh FPI,
diekspos besar-besaran, ditanamkan citra bahwa ini gerakan anarkis, gerakan
kasar.” Padahal, menurut Habib Mahmud, begitu banyak kerja sosial tanpa lelah
yang dilakukan FPI tapi tidak pernah diekspos.
“Ketika
tsunami di Aceh, FPI, tanpa alat pelindung, tanpa gembar-gembor, mengurus
puluhan ribu jenazah, tidak ada yang mengekspos. Kalau kita kerja sosial,
menyantuni anak yatim, tidak ada yang mengekspos, dan memang tujuan kita bukan
itu. Tapi kenapa sedikit saja kita melakukan kekerasan, lalu ribut di
mana-mana, padahal kita bekerja prosedural, kita kirim surat sampai empat kali,
kita kirim juga ke pihak berwenang. Kita tidak pernah kasar. Tapi kalau
menyangkut aqidah, kita harus keras dan tegas,” katanya.
Citra yang terus-menerus
ditanamkan oleh pihak yang tidak senang dengan Islam itulah yang akhirnya
melekat di benak publik. “Sesuatu yang diembuskan terus-menerus akhirnya
menjadi semacam kebenaran,” ujarnya prihatin.
Tapi,
menurut Habib Mahmud, orang yang tidak menyetujui dakwah lahir dan bathin itu
harus dihadapi dengan tenang, jangan dihadapi dengan emosional.
“Ada tempat
saya berdakwah yang setiap hari terjadi pertempuran, saling memanah dengan
panah beracun, semua dosa besar ada, perjudian, pelacuran, dan pembunuhan….
Saya masuk ke sana, tentu tidak langsung, harus berceramah, tapi mengadakan
pendekatan dulu, saling berinteraksi. Kadang saya memberi mereka sarung,
memberi kopiah, memberi baju, dan lama-kelamaan menjadi akrab. Kita harus
bersahabat dengan mereka, baru kemudian menyampaikan pesan kita. Orang di sini
adalah orang-orang yang keras…,” tuturnya.
Menurut
Habib Mahmud, metode dakwah di Sulawesi Selatan belum seperti di Jawa, yang
sudah berlangsung dengan berbagai macam cara. “Kalau di Jawa habaib dan ulama
melimpah, tapi di sini jumlahnya hanya sedikit. Tidak banyak orang tertarik
untuk terjun dakwah ke sini, padahal Habib Umar bin Hafidz sudah memerintahkan
muridnya agar terjun ke Sulawesi Selatan. Kita harus masuk ke kampung-kampung,
karena kita berdakwah prioritasnya ke orang yang tidak paham. Jadi program
Habib Umar bin Hafidz, yang terjun ke medan-medan berat, mudah-mudahan diikuti
oleh anak muridnya. Anak muridnya harus menyebar ke mana-mana, jangan
pilih-pilih medan dakwah,” ujarnya.
Perbedaan
cabang atau furuk di tubuh umat Islam, menurut Habib Mahmud, adalah hal yang
biasa. Tapi kalau sudah menyangkut aqidah, menurutnya, itu adalah harga mati.
“Kelompok seperti Jaringan Islam Liberal, Ahmadiyah, kelompok Lia Eden, sudah
tidak bisa lagi diberi toleransi, karena itu menyangkut penyimpangan aqidah.
Mereka ini sudah mengobok-obok Islam, sudah menghina Islam, tidak ada toleransi
untuk mereka.
Dakwah yang
baik harus sesuai dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah, jangan ada
misi lain. Kalau kita istiqamah dan yakin, Allah akan selalu menolong kita.
Lihatlah nama-nama besar yang ikhlas dan istiqamah dalam dakwah, mereka diberi
keberkahan dan ditolong oleh Allah. Kalau tidak ikhlas, akan hancur…,” ujar
Habib Mahmud mengingatkan.
“Saya
mencontoh dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah, juga dakwah Habib Umar bin
Hafidz dan Habib Muhammad Almaliki. Untuk apa kita berdakwah dengan jumlah
ratusan ribu jama’ah tapi akhlaq tidak terjaga, jangan sampai jatuh pada akhlaq
tercela. Banyak belum tentu jaminan. Untuk apa jumlah yang besar tapi tidak
berkah?” katanya retoris.
Menurut
Habib Mahmud, banyak contoh teladan yang bisa diambil dari para ulama dan
habaib terdahulu. “Misalnya saja dari Habib Abu Bakar bin Salim, yang bisa
khatam Al-Quran enam kali sehari, lalu shalat malam seribu rakaat. Dan setiap
hari memotong enam ekor unta untuk para peziarah. Jadi, keberkahan dan keahlian
itu muncul dari amalan. Kalau hanya bil lisan, penjual obat malah lebih pintar
berceramah. Banyak orang retorikanya bagus tapi tidak ada berkahnya,” ujar
Habib Mahmud.
Ia
mengisahkan, suatu kali Habib Abdul Kadir Assegaf diundang oleh sebuah panitia
untuk bertemu di Madinah. Seluruh ulama besar dunia hadir, semuanya sudah
berbicara sesuai dengan keahliannya. Lalu ketika tiba giliran Habib Abdul
Kadir, ia bilang kepada panitia bahwa sudah cukup yang berbicara, jadi ia tak
perlu lagi.
Namun
panitia mendesaknya. Akhirnya ia berpidato dengan hanya membaca doa Qunut, tapi
efeknya sungguh luar biasa. Semua yang hadir menangis.
Kenapa mereka
menangis? Karena wibawa dan pancaran hatinya yang tulus. Apa yang diucapkan
oleh mereka yang tulus ikhlas dan hatinya bersih, efeknya sungguh berbeda. Oleh
sebab itu, Habib Mahmud berpesan, “Jaga akhlaq, bersihkan hati, benahi ibadah,
dan jangan pernah berdusta.”
Ia
melanjutkan, “Mereka yang disebut wali Allah itu adalah mereka yang istiqamah
melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menghindari apa yang dilarang Allah,
bukan mereka yang pandai berjalan di atas air atau terbang seperti burung.
Bukan itu. Mereka beriman secara kaffah, sinkron antara kata dan perbuatan.”
Dana dari
Allah
Banyak orang
yang ragu ketika terjun penuh ke medan dakwah, bagaimana dengan nafkah mereka,
bagaimana dengan ongkos operasional dakwah, dan banyak kekhawatiran lainnya.
Menurut Habib Mahmud, semua kegiatan memang perlu dana, begitu juga dakwah.
Tapi jangan sampai hal itu jadi beban. “Dunia itu jangan ditaruh di kepala,
tapi taruh di bawah telapak kaki. Kalau kita berdakwah ikhlas karena Allah,
mencontoh Rasulullah dan istiqamah, insya Allah kita akan selalu ditolong oleh
Allah dan akan diberi jalan keluar dari arah yang tidak terduga-duga. Itu
tauhid, harus haqqul yakin, malaikat akan datang, Allah akan memberi kekuatan.
Jangan pernah ragu akan hal itu,” ujarnya memotivasi.
Ia
mencontohkan kegiatan yang dilakukan oleh Al Mubarak. Kalau ia berpikir ala
ilmu ekonomi, tidak akan pernah terlaksana berbagai acara yang berskala akbar
itu, apalagi harus mengundang berbagai pihak dari luar. Tapi Habib Mahmud
yakin, Allah akan menolong dan menyediakan dana, Allah akan mencukupi, karena
Allah Mahakaya. Dan begitulah selalu setiap acara, apakah haul akbar, tabligh
akbar, santunan sosial, ‘Idul Qurban, semuanya alhamdulillah berjalan lancar.
“Saya tidak
pernah merisaukan dana. Kalau saya berpikir terlalu ruwet, acaranya tidak akan
berjalan. Selalu ada pertolongan dan jalan keluar. Itu saya alami selama
mengadakan acara untuk dakwah, seperti haul, tabligh akbar, khataman Al-Quran,
‘Idul Qurban, santunan anak yatim. Ikhlas karena Allah, dan Allah akan
menyelesaikan semuanya. Apa yang tidak bisa kalau Allah berkehendak?” ujarnya
mantap.
Menyinggung
isu Palestina, Habib Mahmud prihatin dengan apa yang terjadi di sana, ribuan
orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban Israel. Ia mendoakan, semoga
mereka menjadi syahid di sisi Allah.
Menurutnya,
kita memang harus peduli dengan nasib saudara-saudara kita di Palestina. Namun,
kita juga harus introspeksi, demi meningkatkan kualitas iman dan taqwa. “Dari
miliaran umat Islam ini, berapa persen yang istiqamah menjaga shalat fardhunya?
Demikian banyak umat Islam yang tidak pernah shalat Subuh. Begitu banyak umat
Islam tapi begitu banyak pula yang belum bersungguh-sungguh berislam,” ujarnya
prihatin.
Terakhir,
tentang obsesinya, ke depannya Habib Mahmud ingin mengembangkan Al Mubarak
lebih luas lagi. “Kita akan membentuk yayasan nanti, lalu akan kita bangun
pesantren khusus anak yatim, akan dibangun zawiyah. Begitu juga nanti ke depan
ada media cetak dan media elektronik. Kita akan datangkan orang-orang ahli
tamatan Yaman dan Makkah untuk mengelola itu semua, nanti kita lengkapi dengan
bidang usaha, toko, biro haji, produk-produk keislaman. Kita sudah mulai kini
dengan beberapa anak yatim dan dhuafa’ yang dibina dan dipelihara, kita harapkan
doa dari umat Islam, doa dari ulama dan habaib. Semoga berkah, insya Allah,”
ujar Habib Mahmud penuh semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar