Syekh Burhanudin adalah
tokoh yang luar biasa dalam menyebarkan agama Islam di Sumatera Barat.
Kebesaran Syekh Burhanudin tetap abadi hingga kini ratusan tahun setelah Beliau
meninggal. Makam Syekh Burhanudin di Ulakan, Sumatera Barat adalah tempat yang
dikunjungi tak henti - henti oleh peziarah dari dalam negeri dan
mancanegara.
Keberadaan Makam Syekh
Burhanuddin di tengah masyarakat merupakan sejarah yang tidak pernah dilupakan
oleh murid-murid dan pengikutnya.hari wafat Syekh Burhanudin dijadikan tradisi
Basyafa (Syekh Burhanuddin wafat pada hari ke-10 bulan Syafar tahun 1111 H
(1691 M)). Istilah "Basyafa" diambil dari nama bulan kedua Hijriah,
yakni bulan Safar. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Padangpariaman, Usman Labai, Basyafa adalah satu-satunya kegiatan rutin di
Padangpariaman yang diikuti ratusan ribu warga berasal dari berbagai daerah.
Sifat-sifat Syekh
Burhanuddin tercermin dalam sistem kehidupan masyarakat Sumatera Barat. Beliau
adalah tokoh Islam terkemuka yang karya - karyanya tak lekang oleh waktu. Karya
Syekh Burhanudin dipaparkan oleh Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Imam Bonjol Padang Prof Dr H Duski Samad Tuanku Mudo MA secara rinci dari berbagai
sumber.
Jaringan intelektual Syekh
Burhanuddin sejak dari guru pertamanya Syekh Abdullah Arif (lebih populer
dengan panggilan Syekh Madinah) di Tapakis Ulakan sampai belajar dengan Syekh
Abdurrauf di Aceh masih berasal dari rumpun yang sama. Kedua guru ini
sama-sama belajar dengan Syekh Ahmad Qusyasi di Madinah. Ulama Madinah ini
merupakan tokoh yang menjadi sentral dalam jaringan Ulama Nusantara pada abad
ke-17 dan ke-18 M. Sebab memalui Ahmad Qusyasilah para ulama Nusantara
menemukan warisan intelektual Islam Fiqh, Tafsîr, tak terkecuali juga tasawuf
baik yang sudah melembaga menjadi tarekat maupun yang masih menjadi anutan dari
pribadi muslim.
Satu di antara murid Ahmad
Qusyasi yang dikenal luas dalam jaringan ulama nusantara adalah Abdurrauf al-Sinkili.
Nama lengkapnya Amin al-Din Abdurrauf bin ‘Ali al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili,
ia lahir diperkirakan sekitar tahun 1024/1615 M. di sebuah kota kecil di pantai
Barat pulau Sumatera. Ia berasal dari keluarga ulama, ayahnya Syekh al-Fansuri
adalah seorang Arab yang mengawini seorang wanita setempat dari Fansur (Barus)
dan bertempat tinggal di Singkil, di mana Abdurrauf dilahirkan.)
Sistem dan pola pemikiran
Syekh Burhanuddin tidak dapat ditunjukkan secara konkrit, karena tulisannya
yang dapat dijadikan acuan tidak ditemukan. Meskipun ada dua manuskrip yang
oleh pengikutnya dikaitkan dengan Syekh Burhanuddin dan disebut sebagai karya
Syekh Burhanuddin, tetapi manuskrip ini hanyalah merupakan mukhtasar
(ringkasan) dari beberapa kitab tasawuf yang disebut pada penutup manuskrip
itu.
Pertama, manuskrip yang
ditulis tangan oleh Syekh Burhanuddin sendiri yang oleh pengikutnya dinamakan
dengan Kitab Tahqîq (Kitab Hakikat). Kitab aslinya masih tersimpan di tangan
khalifah Syahril Luthan Tuanku Kuning, khalifah yang ke-42 bertempat di Surau
Syekh Burhanuddin Tanjung Medan Ulakan. Kitab yang ditulis dengan
mengunakan bahasa Arab ini ditulis dengan tinta kanji dan kertas lama berwarna
kuning lebih tebal dari kertas biasa yang ada sekarang. Dilihat dari tulisan,
tinta, dan kertas yang dipergunakan dapat diduga bahwa memang kitab ini sudah
berusia sekitar 4 abad (zamannya Syekh Burhanuddin).
Satu hal yang menjadi
catatan penting bahwa kitab Tahqîq tersebut tidak bisa dilihat oleh sembarang
orang dan juga tidak boleh dibawa keluar dari Surau, karena hal itu merupakan
amanah, demikianlah seperti dikemukakan oleh khalifah yang memegang kitab ini.
Pada bagian pendahuluan kitab Tahqîq penulis dengan jelas menyatakan bahwa
kitab ini (Mukhtasar) diringkaskan dari 20 (dua puluh) kitab tasawuf yang
populer dan dipakai luas di lingkungan Mazhab Ahl al-Sunnah wa al-Jamâah.
Kemudian kitab-kitab sumber
tersebut oleh penulis dituliskan nama-namanya saja, seperti : Kitâb Tuhfah
al-Mursalah ilâ rûhin Nabî, Kitâb al-Ma`lûmât, Kitâb al-Jawâhir al-Haqâiq,
Kitâb al-Mulahzhah, Kitâb Khâtimah, Kitâb Fath al-Rahmân, Kitâb Maj
al-Bahraiin, Kitâb Mi`dân al-Asrâr, Kitâb Fusûs al-Ma`rifah, Kitâb Bayân
al-Allâh, Bahr al-Lahût, Asrâr al-Shalâh, Kitâb al-Wahdah, Kitâb Futûhat, Kitâb
Syarh al-Hikâm, Kitâb al-Asrâr al-Insân, Kitâb al-Anwâr al-Haqâiq, Kitâb
al-Baitîn, Kitâb Tanbîh al-Masyi’ dan Kitâb Adab ‘Asyik wa
Khalwat. Memperhatikan kitab sumber yang dipakai oleh penulis kitab Tahqîq
dapat dipastikan bahwa kitab ini merupakan manuskrip tasawuf yang menjadi paham
keagamaan yang dianut oleh penulisnya.
Kedua, manuskrip tulisan tangan
berbahasa Arab dan bahasa Arab melayu terdiri dari lima kitab yang juga tidak
dicantumkan nama penulisnya. Kitab ini lebih sedikit maju karena dicantumkan
masa penulisannya. Pada bahagian akhirnya tertulis, ‘‘Alhamdulilah tamatlah
kitab ini ditulis pada hari Selasa bertepatan dengan tahun 1223 hijriah Nabi
Muhamad SAW bersamaan dengan 1788 M.’’ Jelaslah bahwa kitab ini ditulis
setelah satu abad Syekh Burhanuddin wafat. Kitab ini sekarang dipegang
oleh Khalifah Syekh Burhanuddin yang berada di Sikabu Ulakan melalui Tuanku
Karimun, yaitu Tuanku Ali Bakri S.Ag (Sarjana Agama) Alumni S.1 Universitas
Muhammadiyah Jakarta dan sekarang tinggal di Jakarta.
Buku ini dapat dipinjamkan dan
diperlihatkan kepada pihak lain tanpa harus melalui tata cara ibadah zikir
seperti buku Tahqîq yang dipegang Syahril Lutan Tuanku Kuning tersebut di atas.
Buku ini oleh khalifah yang lain termasuk oleh Tuanku Kuning Syahril Luthan
dikatakan ditulis oleh Syekh Abdurrahman khalifah Syekh Burhanuddin ketiga dan
buku itu tidak lengkap dan bukan buku asli dari Syekh Burhanuddin. Tuanku
Ali Bakri yang memegang buku kedua saat ini menceritakan bahwa buku ini
diperoleh dari gurunya Tuanku Karimun Ulakan. Pada saat gurunya akan meninggal
ia berwasiat agar buku ini harus dipegang oleh orang yang tahu dengan kitab,
maka Ali Bakri kemudian ditunjuk karena dialah murid sekaligus kemenakannya
yang relatif bisa membaca kitab. Jadi buku tersebut juga amanat yang mesti
dijaga dan rasanya sulit untuk diserahkan kepada pihak lain.
Buku ini terdiri dari lima kitab
yang digabung dalam satu buku yang cukup tebal dengan jumlah 315 halaman,
diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan tulisan dalam bentuk esei panjang.
Tiga dari kitab itu ditulis dengan menggunakan bahasa Arab murni dan dua yang
lain ditulis dengan huruf Arab Melayu. Kitab pertama ditulis dengan bahasa Arab
berisikan ringkasan dari Kitab Tanbîh al-Masyi, buah karya Syekh Abdurrauf
al-Sinkili ini dicantumkan secara jelas.
Empat kitab sesudahnya tidak
diterangkan dari kitab apa diringkas dan siapa pengarangnya pun tidak
dinukilkan. Dari isinya dapat ditangkap isyarat bahwa kitab ini jelas memiliki
hubungan yang erat dengan kajian tasawuf, khususnya tarekat Syathariyah.
Misalnya pada kitab ketiga ada ungkapan yang menjelaskan hubungan murid dengan
guru. Hubungan murid dengan guru itu laksana mayyat di tangan orang yang
memandikannya. Murid harus patuh terhadap semua perintah guru, kepatuhan murid pada
guru itu haruslah ikhlas.
Apabila hendak berziarah ke makam
wali Allah, Syekh Burhanudin maka letak lokasinya di Tapakis, Nagari Ulakan,
Kecamatan Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Berada di tepi
jalan besar Jalan Pariaman Lubuk Alung - Pulau Air, apabila dari kota Padang
maka mengambil jalan Padang - Bukit Tinggi lalu belok kiri mengambil Jalan
Pariaman Lubuk Alung - Pulau Air. Lokasi makam Syekh Burhanudin dekat dengan
Bandar Udara Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar