Pejuang Perang Aceh
Menjelang akhir abad ke-19 tekanan kolonialisme Belanda
terhadap pejuang-pejuang kemerdekaan semakin bengis, terutama terhadap
pejuang-pejuang Islam. Tapi tekanan itu tidak pernah mengendurkan semangat para
syuhada dalam berjuang melawan penjajah. Berbagai perlawanan, bahkan peperangan
terjadi di tanah air untuk mendepak keluar penjajah.
Di antara peperangan melawan Belanda, perang Aceh merupakan
peperangan yang paling lama dan dahsyat. Dari tahun 1973 sampai tahun 1903,
tidak kurang dari 30 tahun, tanah rencong ini bergolak dan disirami darah para
syuhada. Dalam perang ini, beberapa nama menjadi sangat terkenal, seperti Teuku
Umar, Panglima Polim, Cut Nyak Dien dan banyak lagi. Tapi, seperti dikatakan
oleh Mr. Hamid Algadri (alm.), 86, di dalam bukunya, Islam dan Keturunan Arab
dalam Pemberontakan Melawan Belanda, kurang diketahui oleh umum bahwa di dalam
perang itu juga terdapat beberapa keturunan Arab. Bahkan, kata Hamid Algadri,
mereka berperan bersama di antara para pemimpin Aceh dalam perang dahsyat itu.
Nama yang disebut Snouck Hurgronje antara lain adalah Habib
Tengku Teupin Wan, salah seorang organisator perang suci itu. Nama-nama lain
keturunan Arab yang disebutnya adalah Habib Long, Habib Samalanga dan
sebagainya. Tetapi, kata Snouck, yang paling terkenal diantara pemimpin Perang
Aceh keturunan Arab adalah Habib Abdurrahman Azzahir yang lahir di Teupin Wan,
sebuah desa di Aceh, dekat Lamjong.
Diantara semua gejala ini, maasih kata Snouck, munculnya
Habib Abdurrahman adalah yang paling mengkhawatirkan pihak kolonial Belanda.
Maksudnya di antara tokoh-tokoh Aceh dan para habib yang terlibat di dalam
perang itu, Habib ini yang sering dipanggil Habib Itam atau Abdurrahman Teupian
Wan, diakui oleh umum sebagai pemimpin tertinggi orang Aceh. Orang terpenting
yang bekerja di bawah pimpinannya adalah Engku Id, Tengku Abas, Tjot Rang,
Imeum Saidi dari Lambaro dan banyak lagi, seperti Tengku Soepi, putera Tengku
di Langget yang masyhur.
Terhadap pendapat bahwa Habib Abdurrahman Al-Zahir (Al-Zahir
adalah cabang dari Shahab) hanya merupakan pemimpin bayangan Perang Sabil,
Snocuk tegas-tegas membantahnya. Pendapat Snocuk ini berdasarkan kenyataan yang
ada dan berdasarkan apa yang masih diingat oleh jenderal-jenderal Belanda
sendiri mengenai aksi-aksi Habib.
Selain Snouck, seorang penulis Australia, Anthony Reid juga
menulis tentang Habib Abdurrahman Azzahir. Digambarkan bahwa waktu munculnya
sang Habib di sekitar tahun 1870, kesultanan Aceh sudah merupakan pemerintahan
yang tidak berarti, karena antara lain munculnya curiga-mencurigai diantara
para hulubalang sehingga membatasi kemampuan sultan untuk memerintah secara
efektif. Tetapi seorang pemimpin agama seperti Habib Abdurrahman dapat
menghimbau rakyat berdasarkan loyalitas yang lebih tinggi dengan menonjolkan
kewajiban agama, untuk mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk usaha
diplomatik dan perang. Ia, setelah berhasil menghimpun dana besar, juga
berhasil mendamaikan para hulubalang dan sultan yang berada dalam permusuhan
selama puluhan tahun. Habib juga berhasil membangun kekuatan militer sendiri
untuk mengobarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/al-habib-abdurrahman-az-zahir/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar