Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul
Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi
lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga
mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.
Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada
seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.
Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika
hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari
dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya.
Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan
menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.
“Nak, campurlah susu itu dengan air,” pinta sang ibu kepada
putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari
hasil penjualan susu oplosannya (campuran).
Putrinya menjawab, “Maaf, Bu, tidak mungkin aku
melakukannya. Amirul Mukminin tidak membolehkan untuk mencampur susu dengan
air, kemudian menjualnya,” tolak putrinya dengan halus.
Sang ibu tetap bersikukuh, “Itu suatu hal yang lumrah, Nak.
Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya,”
bujuk sang ibu lagi.
“Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengetahui apa yang
kita lakukan sekarang, tetapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!” jawab
sang putri salehah.
Haru dan bahagia membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa
ia kagum akan kejujuran dan keteguhan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin
gadis tersebut miskin harta, tetapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin
teringat akan tujuannya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar
bersama para sahabat.
Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab
segera memangil putranya yang bernama ‘Ashim. Beliau segera memerintahkan
‘Ashim untuk melamar putri penjual susu yang jujur tersebut karena memang sudah
saatnya ‘Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan
keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut kepada putranya.
“Aku melihat dia akan membawa berkah untukmu kelak jika kamu
mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan temui mereka, lamarlah dia untuk
menjadi pendampingmu. Semoga kalian dapat melahirkan keturunan yang akan
menjadi pemimpin umat kelak!” ujar Umar bin Khaththab kepada putranya, ‘Ashim.
Akhirnya, ‘Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan
lahirlah seorang putri bernama Laila. Ia tumbuh menjadi gadis yang taat
beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin
Marwan. Dari pernikahan keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin
besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan
buyutnya, Umar bin Khaththab.
http://www.sarkub.com/2011/kisah-gadis-shalehah-penjual-susu-yang-jujur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar