As Syaikh Abul Hasan Asy Syadzily terkenal sebagai seorang
yang memiliki banyak rangkaian doa yang halus dan indah, disamping kekayaan
berupa khazanah hizib-hizibnya. Salah satu hizib beliau yang terkenal sejak
dulu hingga sekarang adalah hizib Bahr dan hizib Nashor. Kedua hizib tersebut
banyak diamalkan oleh kaum muslimin diseluruh dunia, terlebih ulama-ulama
besar, kendati sebagian dari mereka tidak mengikuti thoriqot asy syaikh.
Hizib Bahr adalah hizib yang di terima Syaikh Abu Hasan asy
Syadzili langsung dari Rasulullah SAW berkaitan dengan lautan yang tidak ada
anginnya. Sejarah diterima hizib bahri adalah sebagai berikut : Pada waktu itu
asy syaikh Abul Hasan Asy Syadzili tengah melakukan perjalan ibadah haji ke
tanah suci. Perjalanan itu diantaranya harus menyeberangi laut merah. Untuk
menyeberangi lautan itu sedianya beliau akan menumpang perahu milik seseorang
yang beragama nasrani. Orang itu juga akan berlayar walaupun berbeda tujuan
dengan asy syaikh. Akan tetapi keadaan laut pada waku itu sedang tidak ada
angin yang cukup untuk menjalankan kapal. Keadaan seperti itu terjadi sampai
berhari-hari, sehingga perjalannapun menjadi tertunda. Sampai akhirnya pada
suatu hari, asy syaikh bertemu dengan baginda Rasulullah SAW. Dalam perjumpaan
itu, Rasulullah SAW secara langsung mengajarkan hizib Bahri secara imla’
(dikte) kepada syaikh. Setelah hizib Bahri yang baru beliau terima dari
Rasulululah SAW itu beliau baca, kemudian beliau menyuruh si pemilik perahu itu
supaya berangkat dan menjalankan perahunya. Mengetahui keadaan yang tidak
memungkinkan, karena angin yang diperlukan untuk menjalankan perahu tetap tidak
ada, orang itupun tidak mau menuruti perintah asy syaikh. Namun asy syaikh
tetap menyuruh agar perahu diberangkatkan. “Ayo, berangkat dan jalankan
perahumu ! sekarang angin sudah waktunya datang “, ucap asy syaikh kepada orang
itu. Dan memang benar kenyataannya, angin secara perlahan-lahan mulai
berhembus, dan perahupun akhirnya bisa berjalan. Singkat cerita alkisah
kemudian si nasrani itupun lalu menyatakan masuk islam. Berkata syaikh
Abdurrahman al Busthomi, “Hizbul Bahri ini sudah digelar di permukaan bumi.
Bendera hizbul bahri berkibar dan tersebar di masjid-masjid. Para ulama sudah
mengatakan bahwa hizbul bahri mengandung Ismullohil ‘adhom dan beberapa rahasia
yang sangat agung. Dalam kitab Kasyf al-Zhunun `an Asami al-Kutub wa al-Funun,
Haji Khalifah seorang pustakawan terkenal asal Konstantinopel (Istanbul Turki)
menulis berbagai jaminan yang diberikan asy Syaikh Abul Hasan Syadzili dengan
Hizib Bahrinya ini. Di antaranya, menurut Haji Khalifah, Asy Syaikh Syadzili
pernah berkata: Seandainya hizibku (Hizib Bahri, Red.) ini dibaca di Baghdad,
niscaya daerah itu tidak akan jatuh. Mungkin yang dimaksud Asy Syaikh Syadzili
dengan kejatuhan di situ adalah kejatuhan Baghdad ke tangan Tartar,Wallahu
a’lam. Bila Hizib Bahri dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan
terhindar dari malapetaka, ujar Syaikh Abul al-Hasan, seperti ditulis Haji
Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun. Haji Khalifah juga mengutip komentar
ulama-ulama lain tentang Hizib Bahri ini. Ada yang mengatakan, bahwa orang yang
istiqamah membaca Hizib Bahar, ia tidak mati terbakar atau tenggelam. Bila
Hizib Bahri ditulis di pintu gerbang atau tembok rumah, maka akan terjaga dari
maksud jelek orang dan seterusnya. Konon, orang yang mengamalkan Hizib Bahri
dengan kontinu, akan mendapat perlindungan dari segala bala’. Bahkan, bila ada
orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air
yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang
akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan
terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya.
Banyak komentar-komentar, baik dari Asy Syaikh Syadzili maupun ulama lain
tentang keampuhan Hizib Bahri yang ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun
jilid 1 (pada entri kata Hizb). Selain itu, Haji Khalifah juga menyatakan bahwa
Hizib Bahri telah disyarahi oleh banyak ulama, diantaranya Syaikh Abu Sulayman
al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi. Seperti yang telah
disampaikan dalam manaqib Asy Syaikh Syadzili, bahwa menjelang akhir hayat
beliau, asy syaikh telah berwasiat kepada murid-murid beliau agar anak-anak
mereka, maksudnya para murid thariqah syadziliyah, supaya mengamalkan hizib
Bahri. Namun untuk mengamalkan Hizib ini seyogyanya harus melalui talqin atau
ijazah dari seorang guru yang memiliki wewenang untuk mengajarkannya. Seseorang
yang tidak mempunyai wewenang tidak berhak mengajarkannya ataupun memberikan
hizib ini kepada orang lain. Hal ini merupakan adabiyah atau etika dilingkungan
dunia thariqah.
Secara harfiah Hizib dapat diartikan sebagai golongan, atau
kelompok bahkan ada yang mengartikan sebgai tentara, Kata Hizib muncul di
Al-Quran sebanyak beberapa kali yaitu :
1. Surat Al Maaidah ayat 56 :
وَمَنْ
يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ
آَمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan barang siapa yang menjadikan Allah ta’ala, RosulNya dan
orang-orang yang beriman sebagai pemimpin, maka sesungguhnya Golongan (Hizbu)
Alloh-lah sebagai pemenang”.
2. Surat Al Kahfi ayat 12 :
ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَى
لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا
“Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui
manakah diantara kedua golongan (Al hizbaini) itu yang lebih tepat dalam
menghitung berapa lamanya mereka tinggal didalam gua itu”
3. Surat Ar Ruum ayat 32 :
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ
بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“dari orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka
menjadi beberapa golongan. setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada golongan (HIzbin) mereka”
4. Surat Al Fathiir ayat 6 :
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ
عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا
مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sungguh setan itu membawa permusuhan bagimu, maka
perlakukanlah ia sebagai musuh, sesungguhnya mereka mengajak Golongannya
(Hizbuhu) agar menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”.
5. Surat Al Mujaadalah ayat 19 :
اسْتَحْوَذَ
عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ
حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ
الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Alloh ta’ala; mereka itulah golongan (Hizbu) setan. Ketahuilah bahwa golongan
(Hizba) setan lah yang merugi”.
6. Surat Mujadalaah ayat 22 :
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ
أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ
الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ
اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Engkau tidak akan mendapatkan satu kaum yang beriman kepada
Allah ta’ala dan kepada hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya,
saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang didalam hatinya
telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan
pertolongan/ ruh yang datang dari Dia. Lalu dimasukkannya mereka kedalam syurga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha. Merekalah golongan (Hizbu) Allah. Ingatlah
sesungguhnya golongan (Hizba) Allah-lah yang beruntung”.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika Nabi dan para sahabat
bertempur melawan kaum musyrikin dalam perang badar, Allah sengaja mendatangkan
5000 pasukan sebagai bala bantuan yang bertandakan putih, mereka adalah para
malaikat (Hizbullah), kata Hizib sendiri terkadang juga digunakan untuk
menyebut “mendung yang berarak” atau “mendung yang tersisa”. Semisal hizbun min
al-ghumum (sebagian atau sekelompok mendung).
Ternyata untuk selanjutnya perkembangan kata hizib dalam
tradisi thariqah atau yang berkembang di pesantren adalah untuk “menandai”
sebuah bacaan-bacaan tertentu. Misalnya hizib yang dibaca hari jum’at; yang
dimaksud adalah wirid-wirid tertentu yang dibaca hari jum’at. Untuk
selanjutnya, makna hizib adalah wirid itu sendiri. Atau juga bisa bermakna munajat,
ada hizib Ghazaly, Hizib Bukhori, Hizib Nawawi, Hizib Bahri, Hizib Syeikh Abdul
Qadir Jailani, Ratib Al-Ahdad, yang masing-masing memiliki sejarah
sendiri-sendiri. Hizib adalah himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’anul karim dan
untaian kalimat-kalimat zikir dan do’a yang lazim diwiridkan atau diucapkan
berulang-ulang sebagai salah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang
menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan
tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari
bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin
‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat
Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata,
“Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari
kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari
neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi
tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca
Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta
kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja
permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku
bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya
Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa
yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah
diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku
lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka
barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja
bertawashul kepadaku”. Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan
Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang
faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana
mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang
beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah
aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada
orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang
mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang
sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang
kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu
adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata,
“Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang
minta ampun kepada Allah dan bertaubat”. Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul
Hasan Asy-Syadili: 1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini :
pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha
menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya. 2. Sebab-sebab sempit dan
susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk
mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia,
maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan
hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang
lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa
semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.Kalau Allah swt. belum
memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya
taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan
(awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu
perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu
berpaling darh dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia.
Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan
tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang
tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak
diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak
pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang
diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia
selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa
mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari
kebiasaan diri dan amalnya. SEJARAH HIZIB BAHR Hizb al-bahr ini adalah hizib
yang termasyhur disamping dua hizib lagi iaitu hizib an-Nawawi dan Ratib Hadad.
Ketiga-tiga ini adalah milik wali-wali Qutub. Wali Qutub ialah ketua para wali
atau pusat para wali di dunia ini pada zamannya. Yang mana mereka ini adalah
orang yang amat bertakwa kepada Allah secara zahir dan batin. Tujuan asal
amalan hizib-hizib adalah untuk membawa diri seseorang itu menjadi dekat dengan
Allah S.W.T. Dalam arti kata lain, Mengharapkan redha Allah dalam
mengamalkannya disamping melakukan amalan-amalan wajib seperti solat fardu,
puasa, mengeluarkan zakat, jauhi maksiat dan sebagainya. Ini kerana Hizib
adalah juga kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal
tersebut. Terdapat banyak keistimewaan @ kelebihan @ fadhilat bagi sesiapa yang
mengamalkankan hizib-hizib ini. Antaranya mendapat redha Allah, sentiasa dalam
keadaan hati yang tenang, terpelihara dari hasad dengki khianat orang,
terpelihara dari gangguan jin, syaitan serta iblis dan sebagainya. Apapun
kelebihan-kelebihan yang ada itu adalah kurniaan Allah kepada hamba yang
diredhainya, maka kita sebagai hamba Allah hendaklah mengikhlaskan niat
terhadap apa jua amalan yang dilakukan. Berkenaan kelebihan-kelebihan itu kita
serahkan kepada Allah dan jangan mengharapkannya. Kerana setiap musihabah yang
berlaku keatas kita terkadang ada hikmah disebaliknya dan terkadang menjadi
kaffarah (balasan untuk menghapus dosa) atas dosa-dosa yang pernah kita
lakukan, cukuplah yang penting kita mengamalkannya hanya mencari redha Allah
S.W.T. Kembali kepada Hizb al-Bahr, hizib inilah yang al-Imam selalu berwasiat
kepada anak-anak muridnya supaya rajin dibaca, diamalkan dan diajarkan kepada
anak-anak. Kerana di dalamnya mengandungi al-Ismul A’dzam (nama Allah yang Maha
Agung). Hizb ini diajarkan oleh Rasulallah S.A.W melalui mimpi Imam Abu Hasan
asy-Syazili sewaktu beliau berdukacita di tengah-tengah Laut Merah.
Diceritakan, suatu hari Al-Imam ingin pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk
menunaikan fardu haji melalui jalan laut. Kapten kapalnya itu seorang nasrani
(kristian). Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba angin tidak lagi bertiup, ini
membuatkan kapal yang al-Imam naiki tidak boleh berlayar. Bukan setakat sehari,
malah berhari-hari. Semua awak-awak kapal menjadi gelisah dan berdukacita.
Dalam kegelisahan inilah, Imam Abu Hasan asy-Syazili bermimpi bertemu
Rasulullah S.A.W. Baginda S.A.W mengajarkan al-Imam akan hizib ini. Apabila
tiba waktu siang, al-Imam menyuruh kapten kapal itu bersiap-siap untuk
berlayar. Dan ini menyebabkan kapten kapal itu kehairanan, lalu bertanya.
Kapten kapal : “Mana Anginnya, tuan?”. Jawab al-Imam : ” Sudah! siap-siap,
sekarang angin datang!”. Dengan Izin Allah S.W.T beberapa saat kemudian angin
pun datang. Oleh kerana peristiwa yang luar biasa ini, kapten kapal yang
seorang nasrani itu pun memeluk Islam. Masya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar