atau di kenal sebagai uztadz Arifin Ilham lahir di
Banjarmasin, 8 Juni 1969, Arifin Ilham adalah anak kedua dari lima bersaudara,
dan dia satu-satunya anak lelaki. Ayah Arifin masih keturunan ketujuh Syeh
Al-Banjar, ulama besar di Kalimantan, sementara ibunya, Hj. Nurhayati,
kelahiran Haruyan, Barabay, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Setahun setelah
menikah, pasangan ini melahirkan putri pertama mereka tahun 1967. Karena anak
pertama mereka perempuan, betapa bahagianya mereka ketika anak keduanya adalah
laki-laki.
Nurhayati mengatakan bahwa saat hamil anak keduanya itu, ia
merasa biasa-biasa saja, tidak ada tanda-tanda khusus. Hanya, berbeda dengan
keempat putrinya, saat dalam kandungan, bayi yang satu ini sangat aktif.
Tendangan kakinya pun sangat kuat, sehingga sang ibu acapkali meringis menahan
rasa sakit.
Bayi yang lahir tanggal 8 Juni 1969 itu kemudian diberi nama
Muhammad Arifin Ilham. Berbeda dengan keempat saudaranya yang lain, yang saat
lahir berat mereka rata-rata 3 kilogram lebih, bayi yang satu ini beratnya 4,3
kilogram dengan panjang 50 sentimeter. “Anehnya, bayi itu sejak lahir sudah
bergigi, yaitu di rahang bagian atasnya,” kenang Nurhayati.
Bayi itu selanjutnya tumbuh sehat. Usia setahun sudah bisa
berjalan dan tak lama setelah itu ia mulai bisa berbicara. Setelah Siti Hajar,
satu demi satu adik Arifin pun lahir. Yaitu, Qomariah yang lahir tanggal 17 Mei
1972 dan si bungsu Fitriani yang lahir tanggal 24 Oktober 1973.
Saat berusia lima tahun, Arifin dimasukkan oleh ibunya ke TK
Aisyiah dan setelah itu langsung ke SD Muhammadiyah tidak jauh dari rumahnya di
Banjarmasin. Arifin mengaku, saat masih di SD itu ia tergolong pemalas dan
bodoh. “Kata orang Banjarmasin, Arifin itu babal. Arifin baru bisa baca-tulis
huruf Latin setelah kelas 3,” kenang Arifin yang setiap kali berbicara tentang
dirinya selalu menyebut namanya sendiri.
Di SD Muhammadiyah ini Arifin hanya sampai kelas 3, karena
berkelahi melawan teman sekelasnya. Masalahnya, dia tidak rela ada salah
seorang temannya yang berbadan kecil diganggu oleh teman sekelasnya yang
berbadan cukup besar. Arifin kalah berkelahi karena lawannya jagoan karate.
Wajahnya babak belur dan bibirnya sobek. Agar tidak berkelahi lagi, oleh
ayahnya Arifin kemudian dipindahkan ke SD Rajawali.
Rumah tempat tinggal orang tua Arifin terletak di Simpang
Kertak Baru RT 7/RW 9, kota Banjarmasin, tepat di sebelah rumah neneknya, ibu
dari ibunda Arifin. Sebagai pegawai Bank BNI 46, ayahnya sering kali bertugas
ke luar kota Banjarmasin, kadang-kadang sampai dua-tiga bulan. Ayah Arifin
mengakui bahwa ia tidak banyak berperan mendidik kelima anaknya, sehingga
akhirnya yang banyak berperan mendidik Arifin adalah istri dan ibu mertuanya.
Arifin mengungkapkan bahwa cara mendidik kedua orang tua itu keras sekali.
“Baik Mama maupun Nenek kalau menghukum sukanya mencubit atau memukul.
Dua-duanya turunan, kalau nyubit maupun memukul keras dan sakit sekali,” canda
ustad muda itu.
pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 8 Juni 1969,
ini termasuk seorang penyayang binatang. Di rumah ibu angkatnya di Jakarta, ia
banyak memelihara binatamg, antara lain burung hantu, kera, dan ayam kate.
Awal April 1997, ia diberi seekor ular hasil tangkapan warga
kampung yang ditemukan di semak belukar. Karena kurang hati-hati Arifin digigit
binatang melata ini. Namun, ia tidak menyadari kalau dirinya keracunan. Sewaktu
dalam perjalanan dengan mengendari mobil, ia pun merasakan sesuatu yang tidak
biasa, tubuhnya terasa panas, meradang, dan membiru.
Melihat keadaan Arifin yang demikian, ibu angkatnya Ny Cut
mengambil alih kemudi, menuju rumah sakit terdekat. Namun, beberapa rumah sakit
menolak dengan alasan peralatan medis yang tidak memadai. Bahkan sejumlah
dokter di beberapa rumah sakit tersebut memvonis, umur Arifin tinggal satu
persen. Karena sulitnya mendapatkan pertolongan selama 11 jam, keadaan Arifin
makin gawat.
Detak jantungnya melemah. Melihat kondisi anak angkatnya
yang makin parah, Ny Cut mencoba mendatangi RS Saint Carolus (Jakarta Pusat).
Alhmadulilah pihak rumah sakit menerimanya. Arifin langsung ditempatkan di
ruang ICU. Infus pun dipasang di tubuhnya. Untuk membantu tugas paru-paru,
jantung, dan hatinya yang telah sangat lemah, dokter memasukkan beberapa batang
selang ke mulutnya.
Dengan pertolongan Allah, setelah satu bulan lima hari pihak
rumah sakit menyatakan ia telah melewati masa kritis dan memasuki masa
penyembuhan. Walaupun kondisinya telah jauh lebih baik, Arifin mengalami
perubahan pada suaranya. Menurut analisa dokter, hal ini disebabkan oleh
pemasangan beberapa selang sekaligus dalam mulutnya untuk waktu yang cukup
lama.
Tapi tidak ada yang mengetahui rencana Allah, justru dengan
suaranya itu, Arifin menjadi lebih mudah dikenal para jamaah hanya dengan
mendengar suaranya. Seperti diceritakan Arifin, selama masa kritis, ia
mendapatkan pengalaman spiritual yang sangat luar biasa. Di alam bawah sadarnya
ia merasa berada di sebuah kampung yang sangat sunyi dan sepi.
Diposkan oleh Abu Yazid Bustomi
http://majelisan.blogspot.com/2012/09/ringkasan-biografi-khmuhammad-arifin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar