seorang ulama dari Bangkalan, Jawa Timur. Ra Lilur dalam
maqom jadab (suatu tahapan untuk mencapai tingkat karamah (keistimewaan) yang
biasanya disebut wali,
Membakar Pondok Pesantren
Suatu ketika Ra Lilur tiba-tiba membakar bangunan pondok
pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal Bangkalan Madura. Pesantren yang
lokasinya berdekatan dengan masjid Jami’ dan alun-alun kota Bangkalan itu pun
hangus dilalap api. Anehnya, Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat
berpengaruh di Bangkalan itu diam saja. Ia tak bereaksi, apalagi marah.
Mungkin Kiai Abdullah Schaal paham terhadap keistimewaan Ra
Lilur sehingga ia lalu diam saja, meski pondoknya dibakar Ra Lilur. Yang pasti,
kiai Abdullah Schaal sendiri tampak sangat hormat terhadap Ra Lilur sebab Ra
Lilur memiliki keistimewaan kasyaf luar biasa. Bahkan kabarnya Ra Lilur sering
memberi isyarat-isyarat kepada Kiai Abdullah terutama tentang
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Biasanya, kalau menyangkut persoalan
besar, Ra Lilur minta Kiai Abdullah Schaal hati-hati.
Setelah gubuk santri di pesantrennya dibakar, pesantren Kiai
Abdullah Schaal semakin maju pesat. Bilik-bilik santri yang semula berupa
gubuk-gubuk kini dibangun mentereng. Bahkan pesantren putri yang menyatu dengan
tempat istirahat Kiai Schaal persis hotel. Bangunannya megah dan menjulang
tinggi, penuh tingkat. Siapa pun yang tak pernah ke Madura akan mengira
bangunan itu hotel, karena memang didesain cukup artistik.
Wallahu A’lam Bishshowab. Setelah kejadian Ra Lilur membakar
pesantren itu kemudian terjadi peristiwa naas yang menimpa bangsa ini. Banyak
terjadi aksi pembakaran di mana-mana, Aksi anarki pembakaran ini terjadi
mengiringi konflik politik yang terus berkepanjangan di negeri ini. Misalnya pembakaran
pertokoan, kantor-kantor partai politik, dan banyak lagi. Isyarat Ra Lilur itu
kian kongkrit ketika terjadi pembakaran yang dilakukan orang-orang Dayak
terhadap gubuk-gubuk orang Madura yang mengungsi dari Sampit dan Sambas.
Gus Dur Diganti Megawati
Isyarat itu muncul sekitar akhir tahun 2000. Jadi jatuh
sebelum Gus Dur benar-benar jatuh. Saat itu perilaku aneh Ra Lilur muncul
secara tak terduga. Ia tiba-tiba selalu diikuti dan ditempel oleh istrinya
(nyai) kemanapun pergi. Mau pergi kemanapun, ia terus dibuntuti oleh sang bu
nyai.
Selain itu, Ra Lilur selalu tidur satu kamar dengan
istrinya. Namun anehnya, Ra Lilur tidak tidur dalam satu tempat tidur (lencak,
bahasa Madura, red). Ia tidur terpisah dengan istrinya, meski dalam satu kamar.
Lebih aneh lagi, istrinya tidur diatas ranjang, sedangkan Ra Lilur malah selalu
tidur di tanah (Ra Lilur tidur di bawah), sedang istri beliau di atas
Isyarat perilaku nyeleneh Ra Lilur itu terjawab sangat
jelas. Indonesia akhirnya terjadi pergantian kepemimpinan, dari Presiden pria
Gus Dur) ke Presiden wanita (Megawati). Isyarat ini masih bisa dirinci lagi
dalam kontek kekeluargaan. Yaitu istri hakikatnya wakil atau pembantu suami
dalam keluarga. Perilaku aneh itu merupakan isyarat pergantian kepemimpinan
dari pria ke pemimpin wanita. Sayangnya, waktu itu tak ada yang tanggap
terhadap isyarat yang terjadi lewat perilaku aneh Ra Lilur itu. atau karena
masyarakat kurang peka atau karena isyarat aneh itu hanya diketahui kalangan
terbatas. Yang pasti, isyarat itu cukup nyata dan jelas.
Mengenakan Pakaian Serba Merah
Menjelang pemilu 1999, Ra Lilur tiba-tiba mengenakan pakaian
serba merah. Bajunya berwarna merah. Begitu ikat kepalanya, berwarna merah.
Lebih unik lagi, ia memakai sarung wanita yang juga berwarna merah pada
menjelang Pemilu. Ternyata isyarat itu kemudian terbukti. PDIP yang warna
kebesarannya merah menjadi pemenang Pemilu. Kalau Ra Lilur memakai pakaian
serba merah semata ingin menunjukkan bahwa pemenang pemilu 1999 adalah PDIP. Ra
Lilur berasal dari keluarga fanatik NU dan PKB. Bahkan semua anggota
keluarganya pengurus dan warga PKB. Begitu juga keluarga ndalem Ra Lilur, baik
dari haddam (pembantu) sampai keluarga intinya, pendukung berat PKB.
Masuk Hutan Pada Bulan Puasa
Ra Lilur bersama banyak orang masuk hutan pada bulan puasa.
Begitu tiba di dalam hutan ternyata adzan maghrib bergema. Orang-orang bingung.
Sebab tak ada makanan sama sekali untuk buat buka. Ra Lilur mengisyaratkan agar
tak resah. Tanpa diduga tiba-tiba terhampar tikar semacam permadani. Yang
menakjubkan, di atas tikar itu tersedia berbagai macam makanan. Karuan saja
orang-orang itu heran. Meski demikian mereka tetap saja lahap berbuka puasa.
Menguasai Ilmu Kedokteran
Seorang dokter dari Malaysia bersama seseorang yang
bertindak sebagai pengantar sengaja datang untuk menemui Ra Lilur. Dokter itu
diajak Ra Lilur masuk ke dalam bilik rumahnya. Pembicaraan Ra Lilur dengan
Dokter itu cukup lama, sekitar satu jam. Sehingga pengantar dokter itu mengaku
capek menunggu di luar.
Menurut pengakuan sang dokter, Ra Lilur ternyata menguasai
ilmu kedokteran secara luar biasa. Semua ilmu kedokteran dia pahami. Yang
membuat si dokter kaget, Ra Lilur memberikan sebuah foto berukuran poscard
dengan pakaian putih lengkap dengan stetoskop tergantung di leher. Sang dokter
heran menerima foto Ra Lilur. “Kalau dipikir, kapan beliau berpose seperti
itu,” katanya.
Bersama Habib Dari Mojokerto
Habib Ali Zainal Abidin Bin Anis Al Muchdor (kelahiran
Jember) pernah menyaksikan keajaiban Ra Lilur. Tiga tahun lalu, dirinya bersama
istrinya, MN Hidayah, melanglang buana. Habib penasaran ingin bertemu Ra Lilur.
Ketika sampai di kediaman Ra Lilur, Habib diterima ajudan Ra Lilur dan langsung
mengutarakan maksud kedatangannya. Tak lama kemudian, ajudan Ra Lilur
mengatakan “Kiai tidak bisa menemuinya sekarang”, kata ajudan.
Habib semakin penasaran. Namun Habib tak langsung pergi
begitu saja. Sambil merenung bagaimana caranya bertemu Ra Lilur. Habib kemudian
pergi ke sebelah samping rumah Ra Lilur. Saat berjalan di bawah rimbun bambu,
Habib teringat pesan salah satu gurunya untuk membaca Al-Fatihah di tujukan
kepada Nabi Muhammad SAW, para wali, dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Habib itu
kemudian mengamalkan perintah tersebut di tutup dengan permintaan saya, kalau
kamu Ra Lilur memang cucu Kiai Kholil, keluarlah, kata Habib.
Masyaallah. Tiba-tiba pundak Habib ada yang menepuk, Karuan
saja Habib terkejut dan menoleh, ternyata Ra Lilur. Ra Lilur berkata, ” Sudah
lama kita tak bertemu. Kamu yang saya tunggu beberapa hari ini.” Habib Ali semakin
tak percaya bahwa dirinya merasa tak pernah bertemu dengan Ra Lilur.
Setelah itu Ra Lilur mengajak Habib duduk di atas gubug di
tengah sawah. Saat itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Tiba-tiba Ra
Lilur berkata “Silakan susunya diminum.” Padahal tak ada pelayan yang
mengantarkan. Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi.
Nelayan dan Jaringnya
Seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak kaget. Karena
jaring dia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat ketika diangkat. Nelayan
tersebut Harap-harap cemas menarik jaringnya. Dalam pikirannya, ini pasti ikan
besar. Begitu jaring itu berhasil diangkat ke atas. Nelayan itu kaget dan
tertegun, Masyaallah, ternyata bukan ikan, melainkan tubuh Ra Lilur yang sedang
membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut.
Nelayan menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah meninggal
karena tenggelam di laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra Lilur
sehat wal-afiat, tubuhnya tetap segar bugar sampai kini.
Menyaksikan kenyataan itu, nelayan semakin percaya bahwa Ra
Lilur itu waliyullah (kekasih Allah Swt). Sejak peristiwa itu hasil tangkapan
nelayan tersebut langsung melimpah. Setiap kali turun melaut, hasil
tangkapannya lebih banyak dari pada nelayan lainnya. Nelayan pun yakin bahwa
dirinya telah mendapat barokah. Yakni terus bertambahnya kebaikan. Bukankah
orang menyebut barakah sebagai zidayatul khoir (semakin bertambahnya kebaikan).
Obat Maag Dan Puyer
Salah seorang warga pernah sakit tak komplikasi penyakit
dalam stadium akut. Bahkan sang pasien sudah hampir satu bulan opname di salah
satu rumah sakit swasta di Surabaya. Karena terapi penyembuhan kedokteran tak
ada perkembangan mengembirakan. Salah seorang anggota keluarga pasien
memutuskan untuk minta barokah La Lilur. "Kiai memberikan obat maaq dan
obat puyer sakit kepala, setelah diminum Alhamdulillah sembuh," tegas
Salim, saudara si pasien menjelaskan.
Pil Mencret Atau Murus
Seorang penduduk desa terpencil sedih karena kehilangan
sapi. yang merupakan satu-satunya harta paling berharga bagi keluarganya.
Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra Lilur untuk minta
barokah agar sapinya bisa kembali lagi. Ra Lilur langsung menemui tamunya
tersebut itu.
Padahal, tamu yang silaturrahmi ke Ra Lilur, biasanya baru
bisa ketemu minimal setelah tiga kali silaaturrahmi. Tapi, kali ini aneh. Ra
Lilur malah dengan senang hati membantu orang yang malang itu.
Warga yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil mencret
atau murus. Tentu saja orang itu bingung dan dongkol. Sebelum pulang pil itu
tetap diminum sesuai petunjuk Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya
tak bisa menerima.
Di tengah perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba perutnya
mules. Orang malang tersebut pergi ke sungai untuk membuang hajat.
Ajaib, orang itu melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di
semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang
ditambatkan itu adalah miliknya. Ia girang bukan main. Namun di balik
kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Orang itu menyesal karena hatinya sempat
dongkol pada Ra Lilur ketika diberi obat murus.
Pengusaha Besi Kapok Datang
Seorang pengusaha besi tua bernama H. Hasan yang tinggal di
Cililitan Jakarta silaturrahmi ke rumah Ra Lilur. Pengusaha itu disambut ajudan
sekaligus dihadapkan kepada Ra Lilur. Hasan lantas menceritakan masalahnya. Ra
Lilur mendengar semua cerita Hasan. Namun yang membuat Hasan tak habis pikir,
ketika hendak pulang, ia diberi obat sakit kepala Paramex.
Dengan diliputi tanda tanya, Hasan pulang ke rumahnya di
Jakarta naik bus, dalam perjalanan H Hasan terus berpikir mau diapakan obat
ini. Kenapa pula kiai memberi saya ini, gumam Hasan dalam hatinya.
Seminggu kemudian, H. Hasan ternyata tertimpa musibah.
Usahanya rugi Rp 100 juta. Isyarat Ra Lilur itu terjawab, “Rupanya itu maksud
kiai memberi obat,” kata Hasan tersenyum kecut. Sebulan kemudian, H. Hasan
mendapat kabar dari saudaranya di Tanah Merah, Madura bahwa abahnya (ayah, red)
terbaring sakit keras di atas pembaringan. Hasan pun bergegas pergi menemui
abahnya.
Hasan lantas menemui guru abahnya, yaitu Habib Sholeh
Tanggul, Jember. Habib Sholeh Tanggul meminta H. Hasan membawa tasbih. Tasbih
itu, selain untuk wirid juga sangat manjur untuk mengobati orang sakit. Sesuai
dengan pesan guru, tasbih itu dicelupkan ke dalam segelas air. Selanjutnya, air
bekas celupan itu diminumkan kepada orang yang sakit. Semula, penyakit itu
memang berkurang. Badan abahnya sedikit enakan. Tapi itu tidak berlangsung
lama. Beberapa waktu kemudian, bapaknya kembali jatuh sakit. H. Hasan pun
segera beranjak pergi meminta do’a kepada Ra Lilur. Yang tak membuat H. Hasan
heran lagi, ketika Ra Lilur, memberinya kapas, berikut minyak telon. Itu diberikan
ketika H. Hasan hendak pulang.
Seperti sebelumnya, dalam perjalanan menuju rumah orang
tuanya di Tanah Merah, hati H. Hasan, diliputi tanda tanya yang hebat. Begitu
tiba di rumah abahnya, ia mendapati banyak orang menangisi kepergian orang tua
lelakinya itu. Rupanya, kapas dan minyak telon itu, sebagai perlambang bahwa
penyakit orang tuanya tak dapat disembuhkan. Akhirnya H. Hasan pengusaha besi
tua tersebut kapok bertemu Ra Lilur lagi.
Menikahi Wanita Penjemur Ikan
Di kawasan pesisir Bangkalan ada seseorang wanita yang
sehari-harinya membersihkan ikan. Wanita itu tak ubahnya seorang buruh. Ia tiap
hari membersihkan dan menjemur ikan milik orang. Ia hanya dapat upah sekian
rupiah dari jerih payahnya itu. Kesibukan di kawasan pesisir itu membuat orang
tak pernah memperhatikan wanita itu. Apalagi wanita itu memang tampil seperti
umumnya buruh. Masyarakat baru tahu wanita yang sehari-harinya membersihkan
ikan dan berpenampilan seperti umumnya buruh itu dinikahi Ra Lilur.
Berita pernikahan Ra Lilur dengan wanita itu tersebar,
masyarakat seolah tak percaya dan mulai bertanya-tanya, dari mana asalnya
wanita tersebut. Sebab meski setiap hari bertemu dan berkumpul masyarakat di
sekitar pesisir itu tak ada yang tahu asal muasal wanita tersebut. Masyarakat
pun mulai geger. Wanita itu dianggap misterius karena tak diketahui asal
usulnya.
Begitu masyarakat heboh tiba-tiba muncul informasi bahwa
wanita tersebut berasal dari kesultanan Demak. Karuan saja masyarakat kembali
ramai. Akhirnya masyarakat di sekitar pesisir itu yakin bahwa wanita itu
berasal dari Demak. Yang juga unik wanita itu tetap sederhana meski dinikahi Ra
Lilur. Padahal ia telah jadi istri orang terhormat dan disegani masyarakat.
Bahkan Ra Lilur bukan saja disegani masyarakat tapi juga dihormati para ulama.
Toh istri Ra Lilur tetap bersahaja. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ia
berjualan es lilin. Dagangannya itu kadang dijajakan kepada para santri KH.
Abdullah Schaal di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.
Tiga Buah Korma Penawar Obat
Ra Lilur ternyata tak hanya piawai mendeteksi masa depan.
Tapi ahli mengobati orang sakit. Tak aneh jika banyak tamu yang minta tolong
untuk mengobati penyakitnya. Salah satunya, seorang kiai asal Surabaya yang
sudah puluhan tahun mengidap penyakit aneh.
Kiai ini sudah melanglang buana berkonsultasi dengan
berbagai ahli, baik ahli medis, maupun paranormal. Tapi hasilnya nol besar.
Bahkan pernah juga berkonsultasi ke KH. Ghofur, pengasuh ponpes Sunan Drajat
Paciran Lamongan. Juga gagal.
Namun kiai ini terus berikhtiar sembari tetap pasrah. Di
tengah-tengah kepasrahan itulah, tiba-tiba timbul wisik-wisik dari seorang tamu
yang agak aneh. Tamu itu menyarankan, agar meminta barokah ke Ra Lilur. Tanpa
pikir panjang, maka berangkatlah rombongan kiai itu ke tempat pedepokan Ra
Lilur di sebuah desa Banjar kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan. Ra Lilur
langsung menemuinya. “Lenggi-lenggi pada parlo napa (mari silakan duduk, ada
maksud apa ke sini),” sapanya. Kiai ini langsung mengutarakan niatnya serta
menceritakan perjalanannya berobat ke mana-mana, namun hasilnya nihil.
Mendengar keluhan itu, Ra Lilur langsung memberi tiga buah
korma dari dalam rumahnya. “Da’ar pa tada’ (silakan makan dihabiskan),” kata Ra
Lilur.
Saat dialog itu tak begitu cair sebab Ra Lilur memang sering
memperlihatkan suasana yang sulit ditebak. Kadang-kadang tertawa, tapi kadang-kadang
tak banyak bicara. Mungkin saat itu, Ra Lilur paham, betapa menderitanya kiai
ini lantaran merasakan sakit menahun.
Usai menyuguhkan tiga korma, Ra Lilur memberi wejangan, agar
kiai tadi, berobat ke seorang dokter kiai di sebuah kawasan sekitar Pasar Turi
Surabaya. Kenapa disebut dokter kiai, karena dokter itu, selain memberi obat,
juga memberi bacaan-bacaan. Alhamdulillah, penyakit menahun kiai sederhana itu
akhirnya berangsur-angsur sembuh.
Penolakan Sopir Terhadap Ra Lilur
Ini merupakan peringatan keras kepada siapa saja yang
melakukan tindakan konyol dengan berkata kasar dan membohongi Ra Lilur. Kalau
hal tersebut dilakukan, bisa-bisa naas seperti peristiwa yang dialami seorang
sopir pick up.
Menurut ajudan Ra Lilur, H. Husni mengatakan, Husni bersama
Ra Lilur melakukan perjalanan dari Kecamatan Sepuluh menuju Desa Banjar Galis
Bangkalan Madura. Di tengah perjalanan, motor yang ditumpangi macet karena
mengalami kerusakan pada bagian mesin. Karena tak bisa memperbaiki, Husni
memutuskan untuk beristirahat seraya menunggu tumpangan untuk Ra Lilur.
Beruntung, setelah beberapa menit beristirahat, ada sebuah mobil pick up
melintas di sebuah jalan desa. Ra Lilur kemudian meminta agar ajudannya
menyetop mobil itu untuk ikut. Namun setelah dicegat, sang sopir berkata kalau
mobilnya tidak dibuat angkutan. “Lok muwak (tidak mau muat, red),” kata sang
sopir dengan kasar.
Karena ditolak, Husni kembali istirahat sembari menunggu
tumpangan yang lain. Ternyata setelah beberapa meter dari tempat istirahat,
mobil yang dicegatnya tadi mengangkut beberapa karung kedondong milik pedagang.
Setelah kejadian itu, Husni tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi pada
sang sopir di balik kata-kata kasar dan bohong yang diucapkan kepada seorang
kiai waliyullah itu.
Beberapa bulan berikutnya, Ra Lilur berniat untuk melakukan
perjalanan keliling kota Bangkalan. Seperti biasa, Ra Lilur memerintahkan
ajudannya untuk mencari mobil tumpangan. Tapi anehnya, sebelum diperintah
mencari mobil, Ra Lilur berpesan agar memilih mobil pick up deretan ketiga dari
belakang.
Perjalanan pun dilakukan, setelah sampai di daerah pesisir
barat Kecamatan Socah, Bangkalan, Ra Lilur berhenti. Ia langsung melakukan
perjalanan ke tengah laut. “Saya tidak tahu kemana kiai berjalan. Tapi beliau
terus berjalan hingga tidak kelihatan,” kata Husni.
Ditengah penantian tersebut, Husni ngobrol dengan sopir pick
up yang menjadi pilihan Ra Lilur. Ternyata, sang sopir bercerita panjang lebar
soal peristiwa yang pernah dialami temannya yang juga sopir pick up itu. Dikatakan,
setelah sopir pertama menolak permintaan Ra Lilur dengan kata-kata kasar dan
bohong, dia terus mengalami banyak peristiwa sial. Mula-mula hasil uang dari
nyopir itu selalu habis hanya untuk membayar biaya tilang polisi. Berikutnya,
dia terus mengalami sakit yang tak kunjung sembuh hingga akhirnya meninggal.
“Mantuan (paman haji, red), sopir pertama yang pegang mobil ini meninggal
setelah menolak permintaan kiai,” kata sopir itu lirih.
Mendengar penjelasan itu, Husni teringat peristiwa yang
pernah dialaminya. Ternyata, Ra Lilur memilih mobil pick up pada deret ketiga
itu merupakan tebusan dari penolakan sopir yang pernah berkata kasar itu.
Karena sopir yang berkata kasar itu dulu juga menyopir mobil yang sekarang
dipakai itu.
Aparat Menangis
Anggota Polri berpangkat Perwira Menengah (Pamen) berpangkat
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) datang ke kiai yang dikenal punya kasaf itu
untuk minta tolong. Pamen rela bepergian tengah malam dengan sepeda motor
menuju desa Banjar untuk menemui Ra Lilur dengan maksud minta tolong agar
ditunjukkan tempat persembunyian Tommy. Namun Ra Lilur sulit ditemui.
Sebelum menyampaikan keinginannya, selama tiga malam
berturut-turut petinggi polri itu melakukan wirid dan mengaji sampai menangis
ketika membaca Al-qur’an di mushallah milik H. Husni.
Ra Lilur mengatakan, untuk memburu Tommy sangat sulit,
karena memang ada yang membuatnya sulit.
Dari jawaban Ra Lilur itu tersirat bahwa Tommy memang ada
yang melindungi. Karena itu mudah dipahami jika beberapa pihak ragu terhadap upaya
polisi menangkap Tommy. Bahkan kini muncul analisis bahwa gerakan aparat yang
mau menangkap Tommy itu sekedar basa-basi belaka, yakni untuk meredam
kekecewaan atau mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan politik di
tubuh Polri sendiri maupun seputar di Mega.
Perilaku Ra Lilur kian aneh. Sudah dua minggu, Ra Lilur
mengunci diri di sebuah gubuk di atas gunung. Bahkan pintu pagarnya pun
digembok. Sehingga, tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur sulit untuk bertemu. “Ra
Lilur berkomunikasi hanya dengan tulisan tangan saja. Tapi kiai hanya
memberikan tulisan atau barang,” ujar haddam yang sudah mengabdi sejak tahun
1989 ini.