Wariskan Pesantren untuk Umat
”AULADIHI, wauladi auladi wal muslimin ila yaumil qiyamah”.
Demikian sepenggal wasiat Almarhum Kiai Munawar Kholil kepada delapan anaknya
sebelum wafat pada Juli lalu. Menurut Aslamuddin (39), putra ketiganya, pesan
itu hingga kini masih dipegang teguh anak cucunya. ”Pesan Kiai Munawar jika
diterjemahkan berarti, semua diwakafkan untuk anak cucu dan semua kaum muslimin
hingga hari kiamat,” kata Gus Aslam, sapaan akrab Aslamuddin.
Lantas apa yang diwakafkan Kiai Munawar kepada umat Islam?
Sebidang tanah yang di atasnya berdiri Masjid Jami’ Baiturrahman, pondok
pesantren, Madrasah Al Maram, serta kediamannya.
Tanah dan bangunan yang diwakafkan luasnya mencapai kurang
lebih 8.000 m2. Letaknya di bantaran Sungai Lusi Desa Menduran, Kecamatan Brati
Grobogan. Bangunan tersebut memiliki keunikan, karena semuanya dikerjakan
sendiri oleh Kiai Munawar dengan bantuan para santri sejak 1971. Seakan tidak
kenal lelah, kiai sepuh itu terus berkarya hingga menjelang wafatnya belum lama
ini. Dia, sesekali masih terlihat nukang di usianya yang saat itu sudah
mencapai kepala tujuh.
Cinta Rasulullah
Selain meninggalkan bangunan rumah, madrasah, dan pesantren,
untuk syiar Islam di Grobogan, Kiai Munawar tidak lupa meninggalkan pesan untuk
selalu mencintai dzuriyah rasul (keluarga Rasulullah). Menurut Ketua Jamaah
Burdah Ahbabul Mustofa Cabang Grobogan tersebut, kecintaan itu diungkapkan Kiai
Munawar melalui jalinan silaturahmi dengan para habib. Menurut Aslamuddin, kecintaan
abahnya terhadap dzuriyah rasul dimulai ketika bertemu Habib Husein Bin Hasan
Alaydrus dari Solo pada 1980-an.
Kiai Munawar yang merupakan besan KH Abdullah Faqih,
pengasuh Ponpes Langitan Tuban itu, bahkan mendirikan Jamiyyah Thariqoh
Alawiyin yang di dalamnya dibacakan beberapa ratib (doa) untuk mempertebal rasa
kecintaannya terhadap keluarga Baginda Nabi. Di antaranya bacaan ratibul attas,
ratibul hadad, ratibul idrus, dan ratibul muhdlar. ”Semua doa bersumber dari
habib yang merupakan keturunan langsung Rasulullah,íí terangnya.
Tak hanya itu, Kiai Munawar juga membangun puluhan kamar
khusus bagi habib yang singgah di tempatnya. Selain itu juga disediakan kamar
untuk sejumlah tokoh masyarakat, pejabat, dan ulama sepuh. Layaknya penginapan,
kamar dilengkapi dengan taman dan sejumlah fasilitas. Kamar-kamar itu kerap
pula digunakan menginap sejumlah tokoh masyarakat, pejabat, dan ulama sepuh.
Apalagi saat digelar acara Haul KH Kafiluddin, tamu bisa
mencapai ratusan orang. KH Kafiluddin adalah ulama Madura cikal bakal Desa
Menduran yang makamnya terletak di lingkungan pondok.
Selain puluhan kamar, dibangun pula sebuah benteng kokoh
sepanjang 80 m dengan ketebalan 1,75 m. Benteng melindungi masjid dari gempuran
Sungai Lusi jika airnya meluap.
Oleh Hari Santoso
Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA Jumat, 14 September 2007
http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/kiai-munawar-kholil/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar